Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An
Diajukan Oleh:
Ersi Dwi Utami Siregar J510 1650 04
Olivia Nurdhiya J510 1650 94
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PROSEDUR ANESTESI BEDAH DIGESTIF
Diajukan Oleh :
Ersi Dwi Utami Siregar J510 1650 04
Olivia Nurdhiya J510 1650 94
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari
Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
PENDAHULUAN
Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan
tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang
optimal agar operasi dapat berjalan lancer.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang
hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia
kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan,
maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
Anestesi umum atau regional dapat digunakan untuk pasien yang menjalani
operasi pada abdomen. Pada praktik umumnya beberapa anestesi seperti, anastesi
inhalasi, anastesi dengan opioid, ataupun anestesi dengan neuromuskular blocker,
dapat digunakan sebagai prosedur anestesi untuk pembedahan digestive Intubasi
endotrakeal serta Laryngeal Mask Airway dapat digunakan untuk mengontrol saluran
napas. Anestesi regional, terutama dengan central blocks, dapat digunakan sebagai
teknik anestesi tunggal atau dikombinasikan dengan anestesi umum. Obat-obat sedasi
efektif ditunjukkan saat menggunakan anestesi regional sendiri, tanpa kombinasi
dengan anestesi umum. Terdapat beberapa kontraindikasi mutlak untuk anestesi
spinal dan epidural, termasuk sikap pasien yang tidak kooperatif, dan pada kasus
dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif adalah
pemberian antikoagulan, adanya infeksi kulit, atau jaringan pada lokasi pemasangan
jarum, hipovolemia berat, dan kurangnya pengalaman ahli anestesi. Sakit kepala
pasca operasi setelah menggunakan anestesi spinal, membuat teknik epidural lebih
disukai. Tetapi pada kasus tertentu dengan durasi pembedahan yang mungkin relative
sangat singkat, sehingga anestesi spinal mungkin lebih praktis daripada epidural
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESI UMUM
1. Definisi
Anestesi umum adalah menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi
Faktor faktor yang mempengaruhi anestesi antara lain:
a. Faktor Respirasi
b. Faktor Sirkulasi
c. Faktor Jaringan
d. Faktor Obat Anestesi
3. Tahapan tindakan anestesi umum
a. Penilaian dan persiapan pra anestesi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Klasifikasi status fisik
Masukan oral
Premedikasi
b. Induksi anestesi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan.
c. Pemeliharaan (maintenance) anestesi
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien
tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid
dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12
mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh
otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2. Rumatan inhalasi biasanya
menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-
4vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas
spontan, dibantu atau dikendalikan.
d. Pemulihan
Pada akhir operasi, anestesi akan diakhiri dengan
menghentikan pemberian obat anestesi. Pada anestesi inhalasi,
bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan.
Hal ini disebut oksigenasi. Dengan oksigenasi, maka oksigen akan
mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi
di alveoli dan kemudian keluar bersamaan dengan udara ekspirasi.
B. ANESTESI REGIONAL
1. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
2. Pembagian anestesi regional
a. Blok sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan kaudal
b. Blok perifer (blok saraf) misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, blok saraf, dan regional intravena
3. Obat analgetik lokal/regional
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
a. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya:
tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
b. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
4. Komplikasi obat anestesi lokal
5. Komplikasi lokal
Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis
dan antisepsis.
Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang
disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.
6. Komplikasi sistemik
Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa
depresi.
Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan
depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
7. Persiapan Anesthesia Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan GA karena untuk
mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal,
perlu persiapan resusitasi.
8. Keuntungan Anestesia Regional
a. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
b. Relatif aman untung pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.
9. Kerugian Anestesia Regional
a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
c. Sulit diterapkan pada anak-anak.
d. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
10. Blok sentral
Anestesi Spinal
Informed consent
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium anjuran
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas
meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau
duduk dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus
mudah teraba.
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka
dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan
misalnya L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan
untuk jarum kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun
jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Jarum akan
menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan
ruang subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan
serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan
obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut.
Anestesi Epidural
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hypotensi lambat terjadi
Efek motoris lebih kurang
Dapat 12 hari dengan kateter post op pain
Informed consent
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium anjuran
Peralatan anestesi spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan
diatas meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi
Kedua. 2009. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI
2. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan,
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
3. Boulton TB, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10. EGC : Jakarta 1994
4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated: Aug
7, 2009. Accessed on 6th December 2010 at www.emedicine.com
5. Local and Regional Anaesthesia, accessed on 6th December 2010 at
http://en.wikipedia.org/wiki/anesthesia
6. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 2000
7. Mulroy MF. Regional Anesthesia, An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed. Little,
Brown and Company. B oston 1996
8. Brockwell RC, Andrew JJ: Inhaled Anesthetic Delivery Sistems dalam Miller
RD: Millers Anesthesia, 6th ed. Philadelphia, Elsevier Churchill Livingstone,
2005, p 273-311.
9. Orkin FK: Anesthetic Systems dalam Miller RD: Anesthesia. New York,
Churchill Livingstone, 1981, p 117-152.
10. Howley JE, Roth PA: Anesthesia Delivery Systems dalam Stoelting RK, Miller
RD (eds.): Basics of Anesthesia. 5th ed. Philadelphia. Churchill Livingstone,
2007, p 185-206.
11. Taylor D: Choice of Anesthetic Technique dalam Stoelting RK, Miller RD (eds):
Basics of Anesthesia, 5th ed. Philadelphia, Churchill Livingstone, 2007, p 178-184
12. schrock, theodore. Ilmu Bedah ( handbook of surgery ) edisi 7. Penerbit buku
kedokteran EGC : jakarta.1995.
13. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit 6th Edition. EGC: Jakarta.2005
14. Koval, kenneth.J. Handbook of Fracture, 3rd Edition. Lippincoot williams and
wilkins : California.2010.
15. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.