Anda di halaman 1dari 12

Blok Pleksus Servikalis Superfisial Bilateral Pada Tindakan Trakeostomi

Erwin Kresnoadi

ABSTRACT
Bilateral superficial cervical plexus block is quite often used for surgery in the neck area.
Superficial cervical block technique is to use two-way and three injection directions. Excess of
three way injection technique is the technique would block the transverse branch of the cervical
plexus. The main problem in this patients is a difficult airway problems. From preoperative
assessment, we concluded this patient with a possible difficult intubation and difficult
ventilation. There are two special actions are performed. The first action is the insertion of an
endotracheal tube through the nasal pathway and the second action is the bilateral superficial
cervical plexus block. Fentanyl was not given because can make respiratory depression and
patients have a difficult airway problems.
Keywords : Bilateral superficial cervical plexus block, difficult airway problems.

Pendahuluan
Anatomi Pleksus Servikal
Pleksus servikal dibentuk oleh divisi anterior dari empat saraf servikal superior (C1-C4).
Pleksus ini terdapat di permukaan anterior dari empat vertebra servikal superior, berada di atas
otot levator anguli skapula dan otot skalenus medius serta dibungkus oleh otot
sternokleidomastoideus. Akar dorsal dan ventral berkombinasi membentuk saraf spinal ketika
keluar melalui foramen intervertebral. Ramus anterior dari C2 sampai C4 membentuk pleksus
servikal (C1 merupakan saraf motorik dan tidak diblok dengan teknik ini). Pleksus servikal
terletak dalam ruangan tepat di belakang otot sternokleidomastoideus, memberikan percabangan
superfisial (pleksus servikal superfisial) dan percabangan dalam (pleksus servikal dalam).
Percabangan pleksus servikal superfisial memberikan persarafan bagi kulit, struktur superfisial
dari kepala, leher dan bahu. Percabangan dalam dari pleksus servikal mempersarafi struktur leher
yang lebih dalam termasuk otot-otot leher anterior dan diafragma (saraf frenikus).
Saraf servikal ketiga dan keempat memberikan percabangan ke nervus aksesoris spinal
atau langsung ke permukaan dalam otot trapezius dan memberikan serat sensoris kepada otot ini.
Saraf servikal keempat dapat mengirimkan percabangan ke bawah untuk bergabung dengan saraf
1

servikal kelima dan berpartisipasi dalam pembentukkan pleksus brakhialis. Pleksus servikal
superfisial mempersarafi kulit leher anterolateral melalui ramus primer anterior dari C2 sampai
C4. Saraf-saraf keluar sebagai empat saraf yang berbeda dari batas posterior otot
sternokleidomastoideus (Tabel 1 & Gambar 1). Saraf oksipitalis minor biasanya merupakan
cabang langsung dari saraf servikal kedua. Sisi yang lebih besar dari badan saraf ini bergabung
dengan bagian saraf servikal ketiga untuk membentuk trunk yang berakhir sebagai saraf
aurikularis mayor dan servikal transversal. Bagian lain dari saraf servikal ketiga turun untuk
bergabung dengan bagian utama dari saraf servikal keempat untuk membentuk trunk
supraklavikular yang kemudian akan terbagi menjadi tiga bagian saraf supraklavikular.
Tabel 1. Cabang-cabang Pleksus Servikal Superfisial
Cabang-cabang Pleksus Servikal Superfisial
Cabang Asending

Oksipital mayor
Auricularis magnus
Leher superficial
Frenikus
Suprasternal
supraklavikular

Cabang Desending

Supraakromial

Gambar 1. Pleksus servikal: anatomi dan persarafan kutaneus (gambar dari Brown DL. Cervical
plexus block. In: Atlas of Regional Anesthesia 3rded. Elsevier Philadelphia 2006).
2

Gambar 2 dan 3. Pleksus Servikal: anatomi dari ramus ventral C1-C4


3

Distribusi Anestesia
Persarafan kulit dari blok pleksus servikal superfisial dan pleksus servikal dalam meliputi
kulit di leher anterolateral dan di area preaurikular dan retroaurikular (Gambar 4 & 5).

Gambar 6. Distribusi persarafan pleksus servikal (gambar dari Jankovic D, Wells C. Deep and
Superficial Plexus Block. In: Regional Nerve Block. Textbook and Color Atlas. 2nd edition. Verlag
Berlin 2001)

Teknik Blok Pleksus Servikal Superfisial


Teknik blok servikal superfisial ini dapat menggunakan injeksi dua arah maupun tiga
arah. Kelebihan teknik injeksi tiga arah adalah teknik ini akan memblok cabang transversal
pleksus servikal.
Posisi Pasien
Posisi pasien pada blok pleksus servikal superfisial sama dengan blok pleksus servikal
dalam yaitu pasien terlentang dengan kepala menjauhi sisi yang akan diblok (Gambar 7).

Gambar 7. Posisi pasien pada saat tindakan (sumber: www.nysora.com)

Alat dan Bahan

Handuk dan kasa steril

Spuit 20 ml yang berisi campuran anastetik local

Sarung tangan steril

Pulpen penanda

1,5-in, 25 G untuk infiltrasi blok

1,5-in, 22 G short bevel needle

Gambar 8. Alat dan bahan untuk tindakan blok (sumber: www.nysora.com)


Penanda Permukaan
Penanda anatomi permukaan berikut ini dapat membantu dalam memperkirakan lokasi
batas posterior otot sternokleidomastoideus dan lokasi injeksi (Gambar 9).

Gambar 9. Penanda Permukaan (sumber: www.nysora.com)


Jari tangan yang meraba harus diregangkan untuk memperjelas batas posterior dari ujung
klavikular otot sternokleidomastoideus dan untuk membantu memvisualisasi garis yang
menghubungkan prosesus mastoideus dengan prosesus transversus dari C6.

Penanda Anatomis
Digambar garis yang menghubungkan prosesus mastoideus dengan prosesus transversus
C6. Tempat penyuntikan ditandai pada pertengahan garis yang menghubungkan prosesus mastoid
dengan tuberkulum Chassaimag (prosesus transversus C6). Di area inilah cabang-cabang dari
pleksus servikal superfisialis keluar di belakang batas posterior otot sternokleidomastoideus
(Gambar 10).

Gambar 10. Penanda anatomis (sumber: www.nysora.com)


Insersi Jarum
Setelah membersihkan kulit dengan larutan antiseptik, dibuat skin wheal di tempat insersi
jarum dengan menggunakan jarum 25 G. kemudian dengan menggunakan teknik kipas ke arah
superior-inferior, anestetik lokal disuntikkan di sepanjang batas posterior dari otot
sternokleidomastoideus 2-3 cm di bawah dan di atas sisi insersi jarum (Gambar 11). Teknik ini
seharusnya cukup untuk mencapai blok di keempat cabang utama pleksus servikal superfisial.

Gambar 11. Teknik blok pleksus servikal superfisial dengan 3 arah injeksi dari NYSORA
(sumber: www.nysora.com).
7

Komplikasi
Komplikasi

Pencegahan

Infeksi

Melakukan teknik aseptik secara benar

Hematoma

Hindari penusukan berulang terutama pada pasien yang mendapatkan


antikoagulan

Blok nervus frenikus


Toksisitas anestetika lokal

Lakukan penekanan selama 5 menit jika terjadi penusukan terhadap arteri

karotis
Paresis diafragma biasanya terjadi pada blok yang dalam

Hindari penusukan lebih dari 1,5 cm

Toksisitas SSP merupakan konsekuensi yang paling serius dari blok pleksus
servikal

Komplikasi ini terjadi akibat dari vaskularisasi yang kaya di sekitar daerah
leher (arteri karotis dan arteri vertebralis); biasanya akibat injeksi
intravaskular, bukan akibat absorpsi anestetik lokal

Kerusakan saraf

Aspirasi secara hati-hati setiap sebelum memasukkan anestetika lokal


Anestetika lokal tidak boleh disuntikkan melawan suatu tahanan atau jika
mengeluhkan nyeri sewaktu penyuntikkan

Anestesia spinal

Akibat injeksi anestetik lokal dalam volume yang besar

Hindari volume dan tekanan tinggi sewaktu menyuntikkan anestetik lokal

Laporan Kasus
8

Seorang laki-laki 16 tahun, berat badan 48 kg dengan diagnosis ossifying fibroma


mandibular, direncanakan pembedahan total mandibulektomi. Pada kunjungan pre-anestesia
pasien diklasifikasikan status ASA 2 dengan leukositosis 14.900, kemungkinan sulit ventilasi dan
intubasi. Berdasarkan hasil diskusi dengan dokter bedah, pasien direncanakan untuk dilakukan
trakeostomi terlebih dahulu sebelum dilakukan total mandibulektomi. Hasil CT Scan wajah:
Tumor primer tulang os maksila dan mandibula serta os sfenoid kesan jinak, mencurigakan suatu
tumor fibro-osseus DD/ fibrous dysplasia. Pasien direncanakan akan dilakukan trakeostomi
kemudian dikerjakan mandibulektomi.

Laporan Anestesia
Pasien sebelumnya sudah terpasang akses intravena di tangan kiri berukuran 20 G. Pasien
masuk kamar operasi, ditempatkan di atas meja operasi, dilakukan penyambungan cairan infus,
pemasangan monitor EKG, saturasi oksigen, dan tekanan darah. Selanjutnya pasien diberikan
premedikasi menggunakan midazolam 0,08 mg/kgBB dan propofol titrasi dengan tetap
mempertahankan napas spontan, dicoba ventilasi dengan menggunakan sungkup muka ukuran
dewasa, ventilasi berhasil dengan pasien tetap bernapas spontan, dilakukan titrasi inhalasi gas
sevoflurane 2-4% vol. selanjutnya, anestesia didalamkan dengan tetap mempertahankan napas
spontan, dilakukan pemasangan nasofaringeal airway dengan modifikasi pipa endotrakeal (ETT)
berukuran 6,0 mm. ETT dimasukkan melalui lubang hidung kiri, breathing circuit disambung ke
ETT, saturasi oksigen menunjukkan 96-100%.
Selanjutnya dilakukan blok pleksus servikal superfisial bilateral menggunakan
bupivakain 0,25% (dengan penambahan epinefrin 1:200.000). Pasien terlentang dengan posisi
kepala hiperekstensi dengan kepala menjauhi sisi yang diblok. Dilakukan identifikasi batas
posterior otot sternokleidomastoideus dan lokasi injeksi. Injeksi obat anestesia lokal dilakukan di
garis imajiner di posterior otot sternokleidomastodeus setinggi C3 (batas krikotiroid) dengan cara
kulit pasien dicubiti dan insersi jarum tegak lurus 0,5 cm dan injeksi bupivakain 0,25% di
masing-masing sisi sejumlah 3 cc dengan cara mengarahkan jarum ke atas maupun ke bawah.

Selanjutnya dokter bedah melakukan trakeostomi, yang didahului oleh injeksi lidokain
1% transtekal 2 cc. jalan napas diamankan dengan pemasangan ETT non-kinking No. 7 via
trakeostomi dengan fiksasi jahitan pada kulit. Selama tindakan tidak diberikan penambahan
fentanil dan tidak terjadi goncangan hemodinamik. Selanjutnya dilakukan pembedahan
mandibulektomi, pasca operasi pasien ditranspor ke ICU.

Pembahasan
Masalah utama pada pasien ini adalah masalah jalan napas yang sulit. Dari penilaian
preoperatif, kami menyimpulkan pasien ini dengan kemungkinan sulit ventilasi dan sulit
intubasi. Diputuskan untuk dilakukan trakeostomi sebelum mandibulektomi. Persiapan preanestesia pada pasien ini berupa persiapan alat (mesin anestesia dan STATICS), obat-obat
anestesia maupun obat-obat emergency dan juga disiapkan alat-alat difficult airway (boogie,
krikotirotomi set, berbagai ukuran sungkup dan ukuran pipa endotrakeal).
Pada pasien ini ada dua tindakan khusus yang dilakukan. Tindakan khusus pertama yaitu
pemasangan pipa endotrakeal melalui jalur nasal. Pipa endotrakeal ini dimodifikasi dengan cara
ditempatkan di daerah hipofaring pasien melalui hidung. Pasien tetap bernapas dengan spontan
sehingga aliran oksigen dan gas inhalasi yang dihantarkan melalui pipa endotrakeal di daerah
hipofaring masuk ke dalam paru-paru (teknik insuflasi). Pemasangan pipa endotrakeal melalui
jalur nasal untuk teknik insuflasi dilakukan karena mempertimbangkan kesulitan yang akan
dihadapi jika dilakukan teknik anestesia inhalasi napas spontan menggunakan sungkup muka,
mengingat bahwa daerah operasi yang kecil dan posisi pasien dengan massa yang relatif besar
sehingga dapat mengganggu kerja dokter bedah. Hal lain yang juga dipertimbangkan jika
digunakan sungkup muka untuk anestesia inhalasi adalah kesterilan operasi, mengingat daerah
operasi dipasang duk steril.
Tindakan khusus kedua yaitu blok pleksus servikal superfisial bilateral. Pada pasien ini
tidak diberikan fentanil mengingat efek depresi napas yang dapat ditimbulkan pada pasien ini
serta pasien ini memiliki jalan napas yang sulit, sehingga berbahaya untuk pasien. Blok yang
dilakukan pada pasien ini kami nilai efektif untuk mencegah terjadinya goncangan hemodinamik.
10

Pemberian lidokain transtekal juga dinilai efektif untuk mencegah goncangan hemodinamik saat
pemasangan ETT via trakeostomi.

PEMBAHASAN
Blok pleksus servikal superfisial bilateral cukup sering dilakukan untuk pembedahan di
daerah leher. Blok ini mencakup dinding lateral anterior, terutama yang dipersarafi C2 dan C3.
Pleksus servikal superfisial terbagi menjadi 4 cabang yaitu lesser occipital, great auricular,
servikal transversal, dan cabang supraklavikular.
Blok pleksus servikal superfisial bilateral pada pasien ini dilakukan dengan teknik insersi
jarum tegak lurus 0,5 cm dan injeksi bupivakain 0,25% di masing-masing sisi sejumlah 3 cc
dengan cara mengarahkan jarum ke atas maupun ke bawah. Trakeostomi dikerjakan setelah blok
dilakukan. Tidak diberikan penambahan opioid sebelum insisi, gas sevoflurane di 1,5% volume
dengan fraksi oksigen 50%. Tidak terjadi goncangan hemodinamik saat dilakukan insisi maupun
sampai trakeostomi selesai.
Blok pleksus servikal superfisial bilateral bermanfaat dalam hal mengurangi kebutuhan
opioid dan pemakaian gas inhalasi anestesia. Blok yang kami lakukan bermanfaat untuk pasien
ini, dan juga dapat memberi manfaat untuk pasien lain yang akan menjalani pembedahan di
daerah leher. Blok pleksus servikal superfisial bilateral merupakan teknik regional yang dasar
dan mudah dipelajari. Blok ini dapat menambah alternatif teknik pembiusan dan modalitas
analgesia pasca bedah pada pasien yang menjalani pembedahan di daerah leher.

Daftar Pustaka

11

1. Barone M, Diemunsch P. Cervical plexus block: revisited one-puncture technique. In:


Peripheral Nerve Block. A Color Atlas. 3rd edition. Wolters Kluwer Philadelphia 2009.
p.167-8.
2. Jankovic D, Wells C. Deep and Superficial Plexus Block. In: Regional Nerve Block.
Textbook and Color Atlas. 2nd edition. Verlag Berlin 2001.
3. Brown DL. Cervical plexus block. In: Atlas of Regional Anesthesia 3rded. Elsevier
Philadelphia 2006.
4. Perangin-angin CR. Kefektifan analgesia blok pleksus servikalis superfisial bilateral
dengan teknik injeksi tiga arah menurut NYSORA menggunakan ropivakain 0,5% dan
klonidin 150 mcg sebelum induksi pada tiroidektomi dalam anastesia umum.
5. Superficial Cervical Plexus Block [Internet] 2009 [updated 2009 Mar 15; cited 2011 May
11]. Available from:
http://www.nysora.com/feed/peripheral_nerve_blocks/nerve_stimulator_techniques/3102deep-cervical-plexus-block.html

12

Anda mungkin juga menyukai