Anda di halaman 1dari 13

Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

TEXTBOOK READING
ANESTESI UNTUK PEMBEDAHAN ORTOPEDI
(Aitkenhead Ar, Smith G, Rowbotham, 5th Ed, 2007, Chapter 30
Crurchill Livingstone : London )

Satu dari lima operasi yang sering dilakukan di Inggris adalah untuk operasi ortopedi,
pembedahan spinal atau pembedahan akibat trauma. Anestesi untuk pembedahan akibat trauma
didiskusikan pada bab 28. Bab ini memberikan gambaran mengenai pemberian anestesi pada
pembedahan ortopedi.

POPULASI PASIEN
Kebanyakan pasien yang menjalani pembedahan ortopedi berusia muda dan sehat. Cedera
olahraga dan proses penyakit tanpa pengaruh sistemik umum terjadi dan kelompok pasien ini
memiliki resiko kecil dari komplikasi yang berhubungan dengan anestesi atau pembedahan.
Bagaimanapun proses beberapa penyakit umum terjadi pada pasien yang akan menjalani
pembedahan ortopedi dibandingkan populasi pembedahan umum yang nantinya akan
didiskusikan dibawah ini

KOMORBIDITAS
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi kronik yang etiologinya tidak
diketahui, menyerang terutama wanita daripada laki laki. Faktor rheumatoid ditemukan sekitar
90% pada pasien penderita rheumatoid arthritis dan adanya faktor genetik sebagai faktor
predisposisi yang berhubungan dengan antigen leukosit HLA-DR4. Penyakit ini merupakan
penyakit multisistem yang dapat menimbulkan masalah bagi ahli anestesi berupa kesulitan jalan
nafas, instabilitas tulang belakang servical ( dan kepekaan tulang belakang) dan perkembangan
vaskulitis yang dipengaruhi akibat disfungsi organ. Sebagai tambahan, terapi obat untuk penyakit
rheumatoid sering menimbulkan efek samping yang berat dan perkembangan efek samping
tersebut. Hal ini dijelaskan dibawah ( lihat terapi obat penyerta ). Jalan nafas pada pasien dengan
pasien rheumatoid dapat menjadi sulit karena kekakuan sendi temporo-mandibular, kekakuan
atau instabilitas leher dan arthritis krikoaritenoid. Pemeriksaan radiologi menunjukkan
keterlibatan tulang belakang servical pada 80% pasien dan 30% menunjukkan gejala neurologis
yang diduga akibat instabilitas leher. Subluksasi atlantoaksial, subluksasi subaksial, dan ankilosis
tulang belakang servikal umum terjadi dan harus diselidiki berdasarkan anamnesis mengenai
riwayat pasien, pemeriksaan fisis dan foto polos servical. Fleksi dan ekstensi menunjukkan
perlunya untuk mengamati instabilitas.MRI memberikan penilaian yang cukup baik terhadap
penyakit rheumatoid pada leher. Penyakit sistemik juga umum terjadi dan mencakup efusi
pericardium, perikarditis konstriktif, blokade jantung, penyakit katup mitral dan aorta, efusi
pleura, fibrosis interstisial, anemis, trombositopenia dan disfungsi hati dan ginjal.
Adanya riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis merupakan hal yang penting untuk pasien
dengan penyakit rheumatoid. Penilaian seksama terhadap jalan nafas dan tulang belakang
servical harus dilakukan. Pergerakan leher harus dinilai dan beberapa gejala neurologis yang
berhubungan dengan penyakit rheumatoid perlu dicatat. Pada semua pasien, hitung darah dan
serum urea dan konsentrasi elektrolit harus diukur dan EKG dan pemeriksaan foto toraks harus
dilakukan. Sebagai tambahan, semua pasien harus dilakukan pemeriksaan foto polos lateral
servikal, lebih disukai dengan posisi fleksi ekstensi. Penyakit sistemik dapat dilakukan
pemeriksaan analisis gas darah arterial, tes fungsi paru, echokardiogram atau tes fungsi paru.
Kecurigaan terhadap kekakuan crikoaritenoid harus cepat dilakukan pemeriksaan laringoskop
indirek sebelum operasi.

Ivan – Atjeh 1
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Anestesi regional digunakan jika perlu. Tehnik ini memiliki keuntungan dalam menghindari
manipulasi leher dan jalan nafas, dan lebih aman daripada anestesi umum pada pasien dengan
penyakit sistemik yang berat. Tindakan anestesi spinal atau epidural sangat sulit dilakukan karena
ankilosis spinalis dan osteofit. Jika digunakan anestesi umum, pasien dengan leher yang tidak
stabil harus ditangani oleh ahli anestesi yang berpengalaman, terutama jika direncanakan
tindakan intubasi trakhea. Intubasi trakea bahkan lebih sulit jika pergerakan sendi
temporomandibular mengalami restriksi. Kebutuhan dilakukan intubasi trakea perlu
dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat karena resiko dan kesulitan
yang ditimbulkan. Pada kebanyakan prosedur, penggunaan masker laringeal jalan nafas sesuai
dan potensial dalam mengurangi traumatik alternatif. Jika dibutuhkan intubasi trakea, bantuan
intubasi seperti masker laringeal untuk jalan nafas atau intubasi denga fiber optik merupakan
alternatif yang lebih aman untuk intubasi trakea yang menggunakan laringoskopi direk.

Osteoartritis
Berkurangnya pergerakan sendi dapat merupakan masalah dalam memposisikan pasien,
penanganan jalan nafas, blokade regional dan jalur vascular . Terapi analgetik dapat mening-
katkan perdarahan dan disfungsi renal (NSAID) atau toleransi terhadap analgesia opioid (opioid ).

Ankilosing spondilitis
Ankilosing spondilitis menyebabkan rigiditas pada columna spinalis dan merupakan
masalah pada tindakan intubasi trakea. Tidak seperti rheumatoid artritis, instabilitas servikal tidak
terjadi, tapi deformitas pada posisi fleksi dan laringoskopi tidak mungkin. Penggunaan masker
laringeal merupakan pilihan yang sesuai untuk kebanyakan prosedur, dan laringoskop fiber optik
biasanya ditempatkan didepan pasien. Rute normal perjalanan bahan anestesi lokal dari ruang
epidural dapat menyebabkan obstruksi pada pasien dengan ankilosing spondilitis dan iskemia
tulang belakang dengan kerusakan saraf permanen yang dilaporkan setelah injeksi anestesi lokal
dengan cepat kedalam ruang epidural pada pasien yang menderita kondisi ini.

Terapi obat penyerta


Kebanyakan pasien muda sehat yang menjalani pembedahan ortopedi tidak diberikan
terapi medikasi penyerta. Bagaimanapun penggunaan analgesik sangat umum digunakan pada
pasien ortopedi karena nyeri alami yang muncul pada proses penyakit ini. Terapi penyerta dengan
antihipertensi, antiangina, antidepresan, atau obat penurun kolesterol merupakan terapi umum
pada pasien lanjut usia yang akan menjalani pembedahan ortopedik. Pasien ini biasanya
menjalani prosedur arthroplasti, dan prosedur mayor ini dapat ditempatkan secara signifikan
pada kebutuhan cadangan fisis pasien tersebut. Preparat obat yang digunakan pasien didiskusikan
secara mendetail pada bab 15. Pasien juga menggunakan obat modifikasi untuk penyakit
ortopedi seperti metotreksat, steroid, dan emas.

NSAID
Tromboksan A2 dan prostaglandin endoperoksida yang dibutuhkan pada fungsi
hemostatik platelet disintesis dari asam arakhidonat dengan sistem enzim siklo oksigenase (COX).
NSAID bekerja dengan menghambat enzim ini, merugikan bentuk clot dan akibatnya terjadi
hemostasis. Terdapat dua jenis isome. COX-1 mensintesis prostaglandin yang memproteksi
mukosa gaster.COX-2 berperan pada respon inflamasi. Inhibisi sistem ini berhenti dengan cepat
ketika pemberian NSAID dihentikan. Efek aspirin menetap selama 10 hari setelah pengobatan
karena keterikatan dengan siklooksigenase. Meskipun NSAID yang diberikan selama pembedahan
dapat menimbulkan kehilangan darah, hal ini tidak berarti bahwa pemberian NSAID pada periode
preoperatif harus dihindari. NSAID berperan dalam menimbulkan analgesia pre dan postoperatif,
peningkatan terjadinya kehilangan darah biasanya sedang. Perhatian lebih ditekankan pada
terjadinya ulserasi gastroduodenal yang merupakan gejala pertama yang menimbulkan

Ivan – Atjeh 2
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

perdarahan saluran cerna bagian atas yang mengancam hidup pasien. Resiko ulserasi
dihubungkan dengan dosis, lebih sering dengan usia lanjut dan bahkan lebih umum terjadi jika
kortikosteroid juga digunakan untuk mengontrol inflamasi. NSAID harus dihindari pada pasien
yang memiliki riwayat dan dicurigai terjadi ulserasi gastrointestinal atau perdarahan.

Analgesik opioid.
Penggunaan opioid kronik dapat menimbulkan toleransi terhadap efek analgesia obat dan
untuk mengurangi efek samping. Ketika pasien menggunakan opioid untuk lebih dari beberapa
hari sebelum pembedahan, pemberian opioid postoperatif kurang efektif dari keadaan
normalnya., dan dosis yang lebih besar diberikan akan pada pasien opioid yang resisten. Sangat
berguna untuk memberikan opioid secara reguler sebagai terapi pada keadaan akut untuk
mengurangi nyeri postoperatif. Hal tersebut merupakan saran dari pasien dan petunjuk dari tim
nyeri akut dapat disarankan.
Kortikosteroid
Medikasi reguler dengan obat glukokortikoid (misalnya prednisolon, hidrokortison,
dexametason, inhaler steroid ) menimbulkan efek supresi terhadap produksi glukokortikoid
endogen. Terdapat peningkatan konsentrasi glukokortikoid sebagai bagian dari respon stres
setelah pembedahan, dan pasien beresiko untuk menderita krisis Addison karena mereka tidak
dapat mensintesis glukokortikoid yang cukup. Pasien yang menggunakan dosis steroid lebih besar
dari dosis ekuivalen prednison 10 mg perhari selama 3 bulansebelumnya diberikan terapi
penggantian kortikosteroid. Terapi kortikosteroid dapat menyebabkan penyembuhan luka
menjadi sulit dan ulserasi gastrointestinal. Akibatnya penggantian dengan dosis rendah lebih
disukai. Tipikalnya hidrokortison dosis tunggal, intraoperatif, dan intravena yang diberikan 100
mg, dilanjutkan dengan dosis 25 mg diberikan empat kali sehari sampai regimen kortikosteroid
diberikan kembali pada pasien.

Obat imunosupresan
Obat seperti metotreksat menghambat sistem imun, bekerja terhadap respon inflamasi
menyebabkan timbulnya gejala stres dari beberapa penyakit sendi. Induksi immunosupresan juga
dapat meningkatkan resiko infeksi nosokomial daan tehnik aseptik strict harus digunakan selama
penggunaan beberapa prosedur invasif.
Obat lainnya.
Terdapat variasi yang luas mengenai potensiasi toksisitas obat digunakan untuk
mengurangi gejala dan proses retardasi penyakit pada rheumatoid artritis. Antimalaria seperti
klorokuin dapat menyebabkan retinopati dan kardiomiopati. Emas dan penicilamin menyebabkan
efek samping yang tidak diinginkan pada 40% pasien mencakup sindrom nefrotik,
trombositopenia, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, hepatitis dan pneumonitis.
Sulfasalazine dapat menyebabkan toksisitas hematologi dan fibrosis alveolitis. Pemberian
azathioprin dapat menimbulkan efek samping gastrointestinal, hepatitis kolestatik, leukopeni,
trombositopeni dan anemia.
Harus jelas bahwa anestesi pada beberapa penyakit dengan rheumatoid artritis harus
dihubungkan dengan pencarian terhadap efek samping berbahaya dari terapi obat penyerta.

TEHNIK ANESTESI
Anestesi umum
Tehnik ini sesuai untuk semua tipe pembedahan ortopedi, tapi anestesi regional
merupakan tehnik yang lebih disukai untuk banyak prosedur, yang alasannya akan didiskusikan
dibawah ini. Pasien yang akan menjalani pembedahan dengan durasi yang lama ( misalnya revisi
hip ) sering dibutuhkan pemberian anestesi umum karena ketidaknyamanan dapat timbul akibat
posisi yang sama untuk periode yang panjang. Pada banyak negara termasuk Inggris, pasien
biasanya menerima anestesi umum dan mereka tidak sadar selama pembedahan mereka karena

Ivan – Atjeh 3
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

anestesi reguler merupakan pilihan yang mewakili. Penggunaan anestesi umum sering diterima
karena pasien yang sudah mengenal tehnik tersebut. Anestesi umum menyebabkan hilangnya
kontrol yang besar pada pasien dan banyak pasien senang jika mengetahui anestesi regional
merupakan pilihan pada tindakan operasi mereka.

Anestesi regional
Blok neuroakasial sentral (anestesi spinal atau epidural ) mengurang respon stres
terhadap pembedahan dan ditunjukkan berupa penurunan beberapa komplikasi serius oleh
beberapa tipe pembedahan. Terdapt insiden reduksi dari trombosis vena dalam, kehilangan
darah, infark miokard, komplikasi respirasi dan ginjal dan kemungkinan emboli paru. Terdapat
insiden yang tinggi mengenai tromboembolik pada pasien yang akan menjalani artroplasti
ekstremitas bawah, yang membuat tehnik anestesi ini merupakan pilihan.
Atroplasti ekstremitas bawah dan ekstermitas bawah minor memproduksi blokade
neuroaksial sentral. Untuk prosedur yang lebih lama, seperti artroplasti panggul, sedasi atau
anestesi umum dengan blok neuroaksial sentral tidak ditunjukkan dapat mengurangi keuntungan
pada anestesi regional.
Mengikuti blok neuroaksial sentral, pasien biasanya bebas nyeri segera pada periode post
operatif. Perhatian seksama perlu dilakukan pada pemberian analgesia setelah blok saraf di
matikan( lihat dibawah ). Terdapat insiden yang lebih tinggi dari retensi urine pada pasien yang
menjalani tindakan artroplasti sendi dengan blok neuroaksial sentral dan hal ini meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Pasien dapat ditangani dengan kateter uretra profilaksis, atau
mengawasi volume kandung kemih postoperatif dengan menggunakan gelombang suara.
Blok saraf perifer umumnya digunakan sebagai tehnik tunggal pada banyak prosedur
dengan keuntungan mengurangi nyeri secara baik, reduksi stres pembedahan, menghindari
komplikasi anestesi umum dan penyembuhan lebih awal pada pengaturan kasus harian.
Pembedahan perifer pada pasien beresiko tinggi dapat dilakuknan dengan blok saraf perifer
untuk menghindari komplikasi potensial dari anestesi umum atau blok neuroaksial sentral. Pasien
melaporkan adanya kepuasan yang cukup besar terhadap pembedahan yang menggunakan
tehnik anestesi ini. Tabel 301 menunjukkan lokasi pembedahan yang berhubungan dengan blok
saraf spesifik. Tindakan anestesi ini dilakukan dengan keahlian tingkat tinggi dan pengertian
kepada pasien mengenai kesadaran pasien selama pembedahan.
Anestesi regional intravena (IVRA) merupakan tehnik yang sesuai dalam memanipulasi
fraktur dan operasi singkat ( kurang dari 30 menit ) pada lengan bagian depan dan kaki bagian
bawah. Tehnik ini mudah dilakukan, tapi fatalitas dapat terjadi sebagai akibat dari dosis besar
anestesi lokal yang dicapai melalui sirkulasi sistemik. Sebelum dilakukan IVRA, merupakan hal
penting untuk memahami bagaimana resiko komplikasi dapat diminimalisir dan bagaimana
mereka dapat diobati jika hal itu terjadi. Hal selengkapnya mengenai tehnik dan keamanan
precaution dijelaskan pada bab 17.

Tabel 30.1 Anestesi regional perifer dan analgesia


Lokasi pembedahan Blok
Bahu Pleksus brakhial interscalene
Lengan atas Pleksuus brachial supraclavicular atau
interscalene ditambah saraf intercostabrachial
dan cutaneus medial pada lengan
Lengan depan dan tangan Pleksus brachial axilaris atau infraclavikular,
IVRA, siku dan pergelangan sendi
Jari Saraf metacarpal atau digital
Pinggul Pleksus lumbal posterior ( bagian psoas ), 3
pada 1 femoral sheath, nervus sciatic
proksimal

Ivan – Atjeh 4
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Lutut Saraf sciatik proksimal dan femoris


Persendian pergelangan kaki Sciatic ( fossa poplitea ) ditambah saraf
saphena atau IVRA
Kaki Sciatic ( fossa poplitea ) ditambah saraf
saphena atau persendian pergelangan kaki
atau IVRA
Jari kaki Persendian pergelangan kaki, saraf digital atau
metatarsal.

ANALGESIA POSTOPERATIF
Bahan oral dan intravena
Kebanyakan pasien diberikan analgesia secara regular untuk tulang dan nyeri sendi.
Paracetamol sangat berguna dalam mengurangi dosis yang diberikan dibanding analgesia lain,
dan umumnya cukup di berikan sebagai analgesia saja. Merupakan hal yang penting bebas dari
efek samping dengan dosis standar, dan dikontraindikasikan hanya pada pasien dengan disfungsi
hati. Jika motilitas gaster terganggu, dapat diberikan secara rektal. Penambahan dosis NSAID jika
tidak ada kontraindikasi biasanya diberikan dan mengurangi kebutuhan pemberian analgesia
opioid.
NSAID menghambat pembentukan prostaglandin dan secara luas digunakan sebagai
analgesia pada pengobatan nyeri akut yang berhubungan dengan tulang. Inhibitor COX2 yang
lebih baru meningkatkan jumlah pasien yang diuntungkan dari obat ini karena menurunkan
potensi terjadinya ulserasi gastroduodenale, meskipun terdapat perhatian terbaru mengenai
peningkatan insiden infark miokard dan stroke pada pasien yang menggunakan inhibitor COX-2
untuk jangka panjang, menyebabkan withdrawl pada bulan September 2004.
Prostaglandin diketahui mempunyai peranan terhadap perbaikan tulang dan
homeostasis. Studi terhadap hewan mendemonstrasikan adanya inhibitor COX spesifik dan non
spesifik mengganggu penyembuhan fraktur. Beberapa studi menduga bahwa hal ini mengganggu
hasil dari inhibisi COX-2. Hal ini meningkatkan penggunaan NSAID sebagai anti inflamasi atau
sebagai obat analgesik pada pasien yang akan menjalani prosedur ortopedi. Implikasi klinik dari
hal ini kemungkinannya minimal dan NSAID merupakan bahan analgesia untuk pasien ortopedi.
NSAID juga menyerang fungsi platelet dan dapat meningkatkan kehilangan darah
perioperatif. Bukti klinis terdapat peningkatan kehilangan darah pada pembedahan atroplasti
mayor pada pasien yang menerima NSAID minimal.
Opioid intravena sering digunakan pada pemberian artroplasti sendi besar. Sistem
analgesia kontrol pasien merupakan hal yang paling umum. Dosis opioid yang dibutuhkan
kebanyakan dikurangi dengan bahan analgesia lainnya, terutama dalam meminimalkan resiko
efek samping.

Obat obatan neuroaksial sentral


Anestesi epidural atau spinal dosis tunggal yang menggunakan anestesi lokal sendiri
biasanya memberikan analgesia hanya untuk periode waktu yang relatif pendek setelah operasi.
Beberapa adjuvan diberikan melalui intratekal atau ruang epidural dengan anestesi lokal
meningkatkan kualitas blok dan memperpanjang durasi analgesia. Tabel 30.2 menjelaskan
beberapa obat yang umumnya digunakan. Bahan yang jarang digunakan adalah midazolam dan
neostigmin.
Infus epidural( atau intratekal, meskipun jarang ) dari anestesi lokal dapat dikombinasikan dengan
opioid untuk menimbulkan analgesia yang baik. Kombinasi anestesi lokal dan opioid bersifat
sinergis, mengurangi efek samping dan meminimalisir blokade motorik. Bagaimanapun insiden
terjadinya gatal,mual, dan retensi urine cukup tinggi ditemui. Merupakan hal yang rutin dilakukan
di banyak rumah sakit dengan memasukkan kateter epidural pada ruang anestesi untuk
menghindari retensi urine pada periode postoperatif

Ivan – Atjeh 5
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Infus epidural umumnya digunakan selama 5 hari setelah pembedahan. Observasi yang
seksama terhadap tanda tanda tidak adekuatnya analgesia ( sering berupa migrasi kateter ) dan
infeksi perlu dilakukan. Keterlibatan tim penanganan nyeri akut sangat berperan dalam hal ini.
Banyak unit yang menangani pasien ini dengan penyembuhan yang cepat atau pengaturan di
ruang high dependency (ICU) untuk meningkatkan perhatian perawat dan fasilitas untuk
mendeteksi lebih awal dan penanganan komplikasi yang cepat.

Blok saraf perifer.


Blok saraf perifer dengan atau tanpa blok sentral neuroaksial sering mengurangi nyeri
dengan baik pada beberapa jam post operatif, dilanjutkan dengan transisi pemberian analgesia
oral atau intravena jika diperlukan. Penggunaan blok saraf 3 in 1 kontinyu ( femoral sheath )
setelah pembedahan perubahan posisi pada lutut dapat mengurangi nyeri, rehabilitasi
postoperatifnya lebih cepat dan lebih awal pemulihan di rumah sakit daripada penggunaan opioid
saja. Blok pleksus lumbal posterior ( bagian psoas) atau blok 3-in 1 femoral sheath yang
dikombinasikan dengan blok saraf sciatic ( misalnya pendekatan Labat ) dapat digunakan pada
pembedahan pinggul, meskipun sulit untuk memperoleh analgesia pada daerah pembedahan
dengan blok perifer saja
Blok saraf perifer dosis tunggal yang menggunakan anestetik lokal kerja lama seperti
levobupivakain dapat berakhir selama lebih dari 16 jam. Zat adiktif seperti klonidin dapat
digunakan untuk memperpanjang durasi blok dosis tunggal, meskipun beberapa adiktif
menunjukkan efektifitasnya. Sebagai alternatif dapat digunakan kateter dengan infus obat
anestesi lokal konsentrasi rendah ( misalnya 0,2% ropivakain ) untuk mengembalikan kekuatan
motorik dengan selektif.
Cedera saraf akibat blok saraf perifer jarang terjadi ( lihat bab 19 ), Hal itu dapat terjadi
blok menggunakan 1:5000 sampai 1:10000. Bagaimanapun insiden cedera saraf sekunder untuk
pembedahan ortopedi lebih sering dan sering terjadi pada distribusi sensoris pada blok saraf. Hal
ini mengurangi popularitas penggunaan blok saraf perifer pada beberapa institusi karena blok ini
blamed untuk kerusakan saraf.

PERTIMBANGAN PEMBEDAHAN
Posisi
Pasien dengan artritis sering memiliki restriksi pada mobilitas sendinya. Posisi pada
extremes pada pergerakan penyakit sendi dapat menyebabkan nyeri postoperatif berat ditambah
nyeri yang diakibatkan operasi. Akibatnya kemampuan pasien untuk menerima posisi pada
operasi harus dinilai dengan seksama, hal ini berguna dengan menanyakan pasien mengenai
posisi sebelum induksi anestesi jika pergerakan sendi menjadi hal yang dibicarakan. Pembedahan
ortopedi sering dilakukan dengan posisi yang tidak biasa, beberapa dapat mengakibatkan resiko
kerusakan saraf, iskemia jaringan lunak, cedera thermis dan listrik, dan nyeri sendi. Perhatian
dilakukan dengan melindungi daerah yang beresiko cedera. Daerah tersebut diantaranya
promontorium tulang, bagian jaringan yang kurang kekuatannya dan lokasi dimana saraf berjalan
tertutup ke kulit atau menutupi permukaan tulang.
Pergerakan pasien yang diinstruksikan oleh ahli bedah sering terjadi pada pembedahan
ortopedi. Ketika terjadi pergerakan, dianjurkan untuk memeriksa kembali posisi pasien, menjamin
semua jaringan lunak, saraf, mata, dan vena dalam keadaan aman. Meskipun beberapa prosedur
dilakukan dengan anestesi regional saja, operasi lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan postur, dan jika blok dihentikan terdapat ketidaknyamanan yang signifikan
jika posisi menjadi sulit selama prosedur pembedahan.

Ivan – Atjeh 6
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Tabel 30.2 Adjuvan blokade neuroaksial sentral


Obat Kerja Durasi Efek samping
Morfin Agonis reseptor Lama Gatal,mual,retensi
opioid urine,depresi nafas
Diamorfin Agonis reseptor Medium Gatal,mual,retensi
opioid urine,depresi nafas
Fentanil Agonis reseptor Singkat Gatal,mual,retensi
opioid urine,depresi nafas
Clonidin Agonis adrenoseptor Durasi blok yang luas Sedasi,hipotensi,depresi
a2 nafas
Ketamin Reseptor antagonis Lama Disforia,sedasi,
N-metil-D-aspartat kemungkinan toksisitas
intratekal
Epinefrin Agonis adrenoseptor Durasi blok yang luas Aktivasi simpatetik
sistemik ( takikardi,
hipertensi ), iskemia
miokard.

Beberapa posisi yang diikuti selama pembedahan ortopedi berhubungan dengan emboli udara
pada vena. Posisi tersebut diantaranya posisi lateral untuk pembedahan pinggul, posisi duduk
untuk pembedahan bahu dan posisi pronasi untuk pembedahan spinal. Pengawasan untuk dan
pengobatan emboli udara dijelaskan secara detail pada bab 19.
Terapi profilaksis dalam melawan infeksi
Terapi profilaksis intravena sering digunakan untuk pembedahan ortopedi. Infeksi tulang
terutama pengobatan pada pasien yang sangat sulit untuk mengeradikasi akibatnya, pencegahan
memiliki prioritas yang cukup tinggi. Reaksi alergi terhadap antibiotik tidak sering terjadi dan
fasilitas tersedia untuk penanganan reaksi yang muncul akibat penggunaan antibiotik intravena.
Aliran laminar umumnya digunakan di ruang operasi khusus ortopedi untuk memberikan aliran
konstan atau secara mikroskopis saringan udara pada daerah operasi dan meminimalisir resiko
infeksi luka akibat lingkungan yang patogen. Aliran udara yang tinggi pada permukaan tubuh
pasien secara besar mempercepat gangguan pendengaran dan pencegahan harus dilakukan
untuk menghindari hipotermi.
Variasi kebiasaan diruang operasi dapat mencegah terjadi infeksi silang. Hal ini mencakup
pemakaian masker wajah dan topi. Adanya bukti mendukung penggunaan tersebut dapat
dikurangi.

Profilaksis mencegah hipotermi


Setelah induksi pada anestesi umum atau regional, panas didistribusikan kembali dari
udara ke daerah perifer. Pada induksi anestesi umum, secara tipikal terdapat reduksi pada
temperatur 1oC pada 30 menit pertama anestesi. Temperatur inti berkurang lebih pelan setelah
fase distribusi kembali, umumnya sekitar 1,5oC per jam, meskipun nilai rendah secara berat
tergantung temperatur sekeliling, paparan dan isolasi, dan penggunaan alat pemanasan. (Lihat
bab 2 ).
Hipotermi diketahui berhubungaan peningkatan kehilangan darah, karena rentang
temperatur yang sempit yang sistem kerja enzim sangat dipengaruhi, dan mungkin karena
sekuestrasi platelet pada limpa. Hipotermi juga berhubungan dengan penyembuhan luka
postoperatif yang lama dan hipoksemia postoperatif.
Metode yang paling efektif dalam mengurangi kehilangan panas adalah pemanasan
udara. Bagaimanapun, penghangatan cairan intravena dan cairan irigasi pembedahan dan
impermeabilitas menutupi pembedahan untuk mengurangi kehilangan panas dengan evaporasi
juga berguna.

Ivan – Atjeh 7
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Profilaksis mencegah thromboemboli


Trombosis vena dalam (DVT) merupakan komplikasi pada pembedahan, tapi terutama
berhubungan dengan pembedahan pada pelvis, pinggul,dan lutut. Emboli paru dapat bersifat
fatal dan sekitar 50% kematian terjadi setelah pembedahan untuk pemindahan posisi pinggul.
Meskipun infus dekstran menunjukkan adanya penurunan insiden emboli paru setelah
pembedahan, secara relatif terdapat resiko tinggi terjadinya anafilaksis yang berhubungan
dengan pemberiannya dan regimen heparin dengan dosis rendah dapat menjadi normal.
Terdapat bukti bahwa heparin mengurangi insiden fatal terjadinya emboli paru pada kelompok
pasien beresiko tinggi, termasuk pasien yang akan menjalani pembedahan pada pelvis, pinggul,
atau lutut. Dibandingkan dengan heparin yang tidak dilakukan fraksi( UFH), heparin dengan berat
molekul rendah (LMWH) menghambat koagulasi enzim Xa dan perlekatan antitrombin 3 yang
luas, tapi kurang perlekatan oleh trombin. Penggunaan LMWH dapat memberikan hasil dalam
mengurangi perdarahan akibat pembedahan daripada penggunaan UFH. LMWH umumnya dapat
lebih baik melindungi DVT setelah reposisi pinggul, tapi bukti menunjukkan untuk terapi
profilaksis yang lebih baik dalam mencegah emboli paru tidak ditemukan dengan pasti.
Pemberian yang sederhana hanya sekali sehari merupakan keuntungan pemberian LMWH
dibandingkan UFH.
Dehidrasi dan imobilitas meningkatkan resiko berkembangnya DVT post operatif.
Akibatnya hidrasi yang adekuat dan dukungan mobilisasi pada awal periode postoperatif
dianjurkan. Analgesia yang baik meningkatkan mobilisasi, dan anestesi regional dapat berguna
terutama pada hal ini.
Anestesi epidural mengurangi fibrinolisis dan aktivasi faktor pembekuan, mengurangi
resiko trombosis vena dalam dan dapat mengurangi resiko emboli paru. Keuntungan tersebut dan
resiko yang kecil dalam terjadinya epidural hematom pada pasien yang diberikan heparin, harus
dipertimbangkan penilaian mengenai resiko keuntungan penggunaan anestesia epidural atau
analgesia selama dan setelah pembedahan. Dalam prakteknyaa biasanya menunggu selama 12
jam setelah pemberian LMWH sebelum insersi kateter epidural. Interval yang sama harus
digunakan antara pemberian LMWH dan pengeluaran kateter epidural.
Penggunaan alat kompresi intermitten mengurangi insiden trombosis vena dalam, tapi
tidak terdapat keuntungan ekstra untuk pasien yang diberikan heparin.
Torniket arteri
Exsanguinasi efektif pada kedua kaki dan aplikasi pada torniket arteri secara luas
meningkatkan peningkatan lapangan pembedahan, baik dalam meminimalisir kehilangan darah
pada pembedahan. Exsanguinasi dapat dilakukan dengan elevasi kaki atau dengan dibungkus
dengan balutan. Tourniket cuff harus 20% lebih luas dari diameter kaki. Hal ini berhubungan
dengan sekitar 1/3 lingkaran kaki. Untuk menghindari kerusakan oleh shearing dan kompresi
kulit, saraf, dan saraf lainnya, tourniket harus sejajar dan diberikan pada otot yang besar. Untuk
menghindari cedera dari trauma kimia, penggunaan losion pembersih pada cuff harus dicegah.
Hal ini dicapai biasanya dengan membungkus secara melingkar pada tepi distal tourniket dan
kulit yang berseberangan.
Tekanan pada tourniket arteri harus pada semua kasus, melampaui tekanan arteri, tapi untuk
alasan yang dijelaskan dibawah, tekanan yang diberikan secara signifikan melampaui tekanan
arteri jika kebocoran arteri dicegah.Untuk kaki bagian bawah, tekanan ini tipikalnya 300 mmhg (
atau 150 mmHg pada tekanan arteri sistolik ). Tepi yang luas digunakan untuk dua alasan :
 Pertama, tekanan dalam mengukur gauge tidak sama efektifnya tekanan torniket. Cuff
yang lebih sempit, perbedaannya lebih besar.
 Kedua, tekanan darah umumnya meningkatkan sekitar 30 menit torniket dinaikkan. Hal
ini disebabkan oleh autotransfusi selama eksanguinasi atau oleh peningkatan resistensi
sistemik vaskuler disebabkan oleh pemompaan torniket, tapi hasilnya disebabkan dari
aktivasi serat-C oleh iskemia ( memediasi nyeri lambat ). Nyeri ini dapat sulit untuk

Ivan – Atjeh 8
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

dikurangi, dan pasien yang menjalani operasi dengan anestesi regional dapat ditemukan
nyeri, dan bahkan dibutuhkan anestesi umum. Beberapa toleransi temporer dapat
diperoleh dengan pemberian opioid kerja singkat ( misalnya alfentanil 250 ng ), nitrous
oksida inhalan atau ketamin intravena ( misalnya 0,2 mg/kg ). Anestesi regional, bahkan
blok spinal, epidural, atau blok saraf dapat mencegah nyeri torniket. Bagaimanapun, blok
adekuat umumnya dapat meningkatkan intoleransi pada torniket setelah beberapa
waktu. Stimulasi nyeri pada nyeri torniket bahkan muncul selama anestesi umum, ketika
tekanan arteri sering ditingkatkan secara progresif sampai torniket di kurangi.
Elektromiografik dan perubahan histologi yang dilanjutkan dengan memperpanjang aplikasi sisa
torniket setelah penurunan. Periode maksimum dari iskemia yang aman tidak diketahui dengan
tepat. Kerusakan akhir tidak disukai jika waktu torniket sekitar 90-120 menit tidak melampaui
batas. Praktek klinik selama 2 jam muncul dengan batas absolut bagian atas pada waktu inflasi
torniket. Deflasi singkat diikuti dengan inflasi kembali dari torniket yang ditempatkan selama 2
jam tidak adekuat untuk kedua kaki. Beberapa jam dibutuhkan untuk restorasi normalitas
metabolik dengan kedua kaki.
Ketika torniket diturunkan, produksi metabolik anaeronik pada kedua kaki dilepaskan. Bolus
dingin, asidemik, hiperkapni dan perdarahan hipoksemia dikembalikan kesirkulasi. Resistensi
vaskuler sistemik tiba tiba menurun,dan volume vena meningkat. Hal ini menghasilkan perubahan
kardiovaskuler transient, termasuk aritmia jantung, iskemia miokard dan perubahan tekanan
arteri. Juga terdapat peningkatan tekanan intrakarnial ( merupakan hal penting pada pasien
dengan mengurangi komplians intrakranial misalnya akibat dari cedera kepala ). Perdarahan juga
dapat terjadi pada lokasi operasi. Torniket lebih dari satu kaki tidak dapat di deflasikan ( atau
dinaikkan ) secara simultan.
Torniket dapat menyebabkan kerusakan jaringan perifer, pada jaringan yang berada pada
cuff dan menuju pada lokasi pasien yang torniketnya diturunkan. Hal ini merupakan
kontraindikasi yang membedakan derajat pasien dengan sirkulasi perifer yang buruk, cedera
tajam, infeksi dan penyakit sel sabit atau trait. Penggunaan torniket pada pasien dengan penyakit
sel sabit dapat menimbulkan sakit pada kedua kaki dan akibatnya terjadi iskemia atau trombosis.

Konservasi darah
Torniket arteri digunakan selama tindakan yang besar pada pembedahan ortopedi.
Akibatnya kehilangan darah intraoperatif sering terjadi. Bagaimanapun torniket tidak dapat
digunakan pada beberapa prosedur, seperti artroplasti pinggul dan pembedahan bahu, yang
menghasilkan kehilangan darah yang signifikan. Pembedahan spinal terutama berhubungan
dengan kehilangan darah yang luas, perdarahan dari vena epidural sering berperan dan tehnik
konservasi darah yang dijelaskan dibawah memungkinkan beberapa prosedur pembedahan spinal
yang sebelumnya terlalu berbahaya menjadi dipertimbangkan. Transfusi darah membawa resiko
yang signifikan termasuk infeksi silang, hipotermi, disfungsi pembekuan, ketidakcocokan
transfusi,dan reaksi alergi. Darah donor juga sangat mahal dan sangat cepat. Untuk alasan ini,
perlu dipertimbangkan untuk menghindari transfusi darah sebisa mungkin. Bervariasi tehnik
digunakan.

Menghindari kehilangan sel darah


Penggunaan torniket secara signifikan mengurangi kehilangan darah yang berhubungan
dengan pembedahan kaki ( lihat ). Hemodilusi isovolemik dan hipervolemik bertujuan sebagai
metode untuk mengurangi kebutuhan donor darah., tapi terdapat bukti yang ada dalam praktek .
Posisi yang cermat dapat mengurangi perdarahan vena dengan drainase vena yang adekuat pada
lokasi pembedahan. Mempertahankan keadaan normotermi menghindari hipotermi yang
diinduksi disfungsi pembekuan. Anestesi epidural dan spinal berhubungan dalam mengurangi
kehilangan darah intraoperatif, yang hal ini kemungkinan berhubungan dengan reduksi pada
tekanan arteri dan vena.

Ivan – Atjeh 9
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Salvage( menolong ) sel


Transfusi kembali kehilangan darah selama pembedahan menjadi populer pada beberapa
tahun terakhir. Beberapa kontraindikasi muncul, meskipun terdapat beberapa hal yang relevan
untuk pasien dengan pembedahan ortopedi :
Salvage dan transfusi darah kembali dari luka mengandung sel malignan
dikontraindikasikan karena resiko sel tumor yang mengalami diseminasi. Sel malignan secara
tidak lengkap dihilangkan dengan pencucian dan filtrasi.
Kontaminasi dengan usus atau infeksi yang diperoleh pada tempat perdarahan
merupakan kontraindikasi dari salvage dan retransfusi. Pencucian dengan bahan antibiotik
dilaporkan menjadi tidak efektif dalam menetralisasi semua bakteri.
Darah yang diselamatkan mengandung bahan topikal hemostatik seperti kolagen, selulosa,
gelatin, dan trombin tidak dapat ditransfusi kembali karena menimbulkan koagulasi intravaskuler
Darah yang diselamatkan mengandung pembedahan irrigants, cairan metilmethakrilat
atau antibiotik tidak dilisensikan untuk penggunaan parenteral (misalnya neomisin ) tidak dapat
ditransfusi kembali.

Modifikasi pemacu transfusi


Kebanyakan praktek klinik modern merekomendasikan transfusi sel darah merah retriksi
dengan tujuan untuk meminimalisir transmisi bahan patogen dalam darah. Konsentrasi
hemoglobin yang digunakan sebagai pemicu untuk transfusi mengurangi progresivitas pada tahun
tahun terakhir ini sebagai kesadaran dalam meningkatkan pasien secara relatif dapat menoleransi
anemia jika tidak ada organ dengan perfusi kritis atau oksigenasi, dan jika kardiak output yang
adekuat ( dan bahkan volume sirkulasi intravaskuler yang adekuat ) muncul. Konteks pada pasien
anemia juga penting, jika pasien masih kehilangan darah, konsentrasi hemoglobin sejumlah 8 g/dl
kurang dapat diterima jika dibandingkan perdarahannya. Patologi penyakit pada pasien yang
berdiri sendiri, anemia memiliki jalur yang kurang dapat diterima pada artroplasti pinggul
daripada artroplasti pada lutut. Konsentrasi hemoglobin pasien cukup relevan, tapi harus
dipertimbangkan bersama dengan fungsi organ dan oksigenasi ( misalnya angina,disfungsi
ginjal,serangan iskemik sepintas ), operasi dan waktu pengukuran berhubungan pada
progresivitas prosedur.
Pasien sehat memiliki toleransi konsentrasi hemoglobin 7 gr/dl dengan baik jika tidak ada
tambahan kebutuhan untuk cadangan fisis.Hal ini lebih aman untuk menggunakan pemicu yang
lebih tinggi daripada untuk pasien yang diketahui terjadi malperfusi organ. Adopsi pemicu
transfusi untuk pasien yang akan menjalani pembedahan dijelaskan bahwa volume intravaskuler
dipertahankan, karena anemia memiliki toleransi yang buruk dalam mengurangi kardiak output.
Merupakan hal yang perlu juga untuk memeriksa konsentrasi hemoglobin pasien selama operasi
dan pada awal periode postoperatif, hal ini dilakukan dengan alat hemoglobinometer HemoCue.

Hipotensi akibat anestesi


Reduksi pada tekanan arteri sistemik jarang diindikasikan pada pembedahan ortopedi.
Resiko perfusi yang buruk pada organ vital membuat tehnik ini berbahaya, dan pilihan lainnya
dihindari transfusi donor darah dan untuk mempertahankan lapangan pembedahan yang bersih.

PROSEDUR PEMBEDAHAN SPESIFIK


Artroplasti pinggul primer
Operasi ini dilakukan juga dalam posisi supinasi atau posisi lateral yang dimodifikasi.
Bagian atas femur dipindahkan dan cup yang baru dan komponen femoral ditentukan untuk
menyiapkan tulang dengan semen polimetilmethakrilat.. Aplikasi dan pengerasan semen,
terutama setelah insersinya kedalam femoral shaft, kadang kadang secara tiba tiba menimbulkan
reduksi konsentrasi CO2 tidal akhir dan tekanan arterial. Meskipun perangkat pada bagian untuk

Ivan – Atjeh 10
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

monomer toksik melepaskan polimer semen, insiden tinggi dari perubahan ini dilaporkan ketika
tehniknya relatif baru dan kemungkinan berhubungan dengan insiden tinggi terjadinya emboli
udara, udara yang terperangkap dalam sirkulasi di masukkan kedalam femoral shaft. Tehnik
seperti pengisian shaft dengan semen,atau jalan keluar shaft dengan kanul, secara dramatis dapat
mengurangi insiden yang buruk. Bagaimanapun insersi semen masih dapat menyebabkan emboli
sumsum tulang, lemak, atau pembekuan darah. Embolisasi udara juga mungkin terjadi jika
tekanan intramedular meningkatkan tekanan vena. Tekanan intramedular diperoleh akibat nilai
tertinggi ketika tulang intak yang pertama dibuka.
Anestesi regional dilakukan oleh banyak ahli anestesi sebagai tehnik yang disukai untuk
reposisi pinggul ( lihat dibawah ) dan nyeri postoperatif segera dapat dikontrol dengan
penambahan opioid spinal. Kehilangan darah jarang terjadi pada penggantian primer tapi
penjagaan dibutuhkan karena adanya kesulitan karena volume besar dari cairan irigasi yang
digunakan selama operasi. Homeostasis temperatur harus dipertahankan dengan menggunakan
alat pemanas aktif seperti selimut hangat udara.
Untuk mengurangi resiko dislokasi sendi yang baru, pasien ditempatkan dalam posisi supinasi
dengan abduksi pada akhir prosedur. Alat ini membuat sulit untuk memindahkan pasien, dan
perhatian ekstra dibutuhkan jika pasien membutuhkan untuk dikembalikan selama fase
penyembuhan segera. Setelah beberapa jam setelah operasi, analgesik yang diberikan biasanya
rendah, tenhik anestesi irrespective dilakukan.

Artroplasti pinggul
Baru baru ini berkembang tehnik pembedahan untuk artroplasti pinggul primer dengan
keuntungan bahwa hanya sendi permukaan diperbaiki setelah pembedahan. Kebanyakan tulang
normal dihindari, termasuk bagian kepala dan leher femur. Kanalis medular tidak terbuka dan
tidak ada protesis batang femur yang diperlukan. Operasi ini didesain untuk reposisi sendi asli
pada pasien lebih muda dengan penyakit progresif. Operasi yang dilakukan secara minimal
dengan mekanisme normal pada sendi dan juga diantisipasi bahwa pemanjangan dari protesis
harus lebih besar dari kekakuan protesis yang ditempatkan pada tulang elastik. Penanganan
anestesi untuk prosedur ini secara esensial sama untuk artroplasti pinggul primer yang
tradisional. Resiko terjadinya emboli rendah karena penurunan destruksi tulang dan paparan
pada kanalis medular femoris.

Revisi reposisi pinggul


Protesis pinggul dapat meningkatkan jumlah pasien untuk mengganti prosthesis asli dan
insersi yang baru. Prosedur ini durasinya lebih lama dan biasanya mencakup kehilangan darah
yang lebih besar daripada reposisi pinggul primer. Anestesi umum sering dikombinasi dengan blok
regional yang umumnya digunakan. Sebagai tambahan pada pencegahan untuk reposisi pinggul
primer, vena sentral dan pengawasan terhadap tekanan arteri invasif perlu dipertimbangkan.
Kateter kandung kemih harus di insersikan untuk memonitor output urine. Kehilangan panas lebih
besar dialami karena peningkatan panjangnya prosedur dan terutama kebutuhan perhatian untuk
mempertahankan temperatur inti untuk mengurangi abnormalitas akibat koagulasi intraoperatif
dan komplikasi postoperatif. Penggunaan tehnik konservasi darah sebagai sel yang diselamatkan
pada periode intraoperatif harus dipertimbangkan. Reposisi pada faktor pembekuan dibutuhkan
untuk mengoreksi abnormalitas koagulasi jika terjadi kehilangan darah mayor. Pasien yang akan
menjalani revisi pada reposisi pinggul dibutuhkan perhatian postoperatif dengan ketergantungan
yang tinggi

Dislokasi pada prosthetic pinggul


Tindakan ini membutuhkan manipulasi dan reduksi untuk mengurangi nyeri dan lebih
mendesak jika terjadi dislokasi posterior pada saraf sciatic. Hal ini lebih sering terjadi setelah
trauma. Biasanya anestesi umum yang singkat tanpa blokade neuromuskuler, jika reduksi sulit,

Ivan – Atjeh 11
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

relaksasi otot dibutuhkan. Sering dilakukan hal yang tidak realistis dengan memindahkan pasien
dari tempat tidur sebelum induksi anestesi, tapi pencegahan terhadap regurgitasi dan aspirasi
cairan lambung, termasuk induksi antasida dan induksi cepat, dapat diindikasikan jika reduksi
yang sangat mendesak dibutuhkan atau jika pasien menerima analgesik opioid sistemik ( yang
menghambat pengosongan lambung. Biasanya pasien bangun dengan nyeri yang kurang daripada
sebelum manipulasi).

Reposisi lutut
Anestesi spinal atau umum merupakan tehnik yang sesuai untuk operasi ini. Reposisi lutut
dilakukan pada pasien dengan posisi supinasi. Nyeri setelah reposisi lutut lebih berat dibanding
setelah reposisi sendi besar lainnya. Pemberian opioid spinal atau blok pada sciatic dan 3 in 1 (
femoral sheath ) dapat memperpanjang analgesia. Paracetamol dan NSAID harus di berikan
berdasarkan dasar yang reguler ( jika tidak ada kontaindikasi ) bersama dengan opioid.
Terdapat resiko yang kurang terhadap terjadinya tromboemboli setelah reposisi lutut dibanding
setelah reposisi sendi mayor lainnya. Observasi tertutup mengenai bukti adanya hipotensi dan
aritmia jantung, terutama pada pasien yang lemah, dibutuhkan penurunan torniket sebagai
produk untuk metabolisme seluler yang dibawa dari jaringan ke sirkulasi. Kehilangan darah yang
signifikan dapat terjadi ketika torniket diturunkan dan perlu untuk menilai kembali cairan dan
kebutuhan transfusi darah yang dibutuhkan pada awal periode pemulihan. Drainase yang khusus,
yang mengumpulkan kehilangan darah postoperatif ,sering diinsersikan oleh ahli bedah
Manipulasi dengan anestesi kadang kadang dibutuhkan pada periode postoperatif. Terapi
relaksan otot tidak dibutuhkan. Ketergantungan terhadap luasnya manipulasi, analgesia opioid
intravena dibutuhkan untuk mengontrol nyeri, terutama pada jam pertama setelah prosedur.
Blok saraf dapat diberikan untuk menambah mobilisasi pasif pada sendi yang mengikuti prosedur.

Reposisi bahu
Pasien yang menjalani pembedahan reposisi bahu berusia lebih muda dibanding pasien
yang menjalani pembedahan artroplasti pinggul atau lutut. Biasanya pasien mengalami periode
postoperatif yang lebih cepat dan membutuhkan infus yang memperpanjang analgesia pada
cairan intravena atau transfusi darah.

Pembedahan spinal
Pembedahan spinal merupakan subspesialisasi mayor dibidang ortopedi. Tindakan ini
menimbulkan beberapa masalah bagi ahli anestesi termasuk kehilangan darah masif, penanganan
jalan nafas sulit, ventilasi paru tunggal dan pertimbangan mengenai adanya variasi patologis yang
terlihat pada populasi yang menjalani pembedahan ini. Prosedur pembedahan spinal mencakup
pembedahan trauma, fusi uretral, laminektomi dan koreksi skoliosis. Pasien yang berusia sangat
muda dan sangat tua dapat menjalani pembedahan spinal
Penghangatan aktif dibutuhkan selama prosedur utuk mencegah terjadinya hipotermi
disebabkan paparan pembedahan yang luas disekeliling luka yang panjang, transfusi darah, dan
sistem laminar.
Penanganan jalan nafas dapat menjadi sulit pada pasien dengan instabilitas tulang
belakang servical, dimana pasien ini memiliki fiksasi spinal eksternal. Pasien dengan cedera tulang
belakang servikal dapat berkembang menjadi hiperrefleks autonom dan instabilitas
kardiovaskuler. Suksinilkolin dapat menimbulksn peningkatan konsentrasi serum potasium yang
berbahaya pada pasien yang menderita cedera tulang belakang lebih dari 24 jam. Hal ini
disebabkan oleh proliferasi reseptor nikotinik kolinergik pada neuromuskuler junction. Untuk
masalah kesulitan penanganan jalan nafas sering dibutuhkan keterampilan untuk mencapai
intubasi trakea pada pasien dengan abnormallitas anatomi tulang belakang, misalnya ankilosing
spondilitis atau skoliosis.

Ivan – Atjeh 12
Anesthesi Untuk Pembedahan Ortopedi

Skoliosis berhubungan dengan penyakit neuromuskular pada banyak pasien. Terdapat beberapa
bukti bahwa beberapa penyakit ( misalnya muskular distrofi ) berhubungan dengan peningkatan
resiko hipertermi malignan atau sindrom seperti mallignan hipertermi akibat metabolisme otot
yang abnormal, dengan peningkatan yang cepat dan progresif pada temperatur inti. Terdapat
juga kesulitan peningkatan dengan ventilasi spontan pada periode postoperatif karena
kelemahan otot.
Pasien dengan skoliosis memiliki pembatasan fungsi respirasi yang berat ( misalnya defek
restriktif pada skoliosis ) dan dapat beresiko meningkatkan perdarahan intraoperatif. Ventilasi
tunggal paru sering dibutuhkan untuk mencapai pembedahan yang adekuat selama koreksi
skoliosis torakal.
Fungsi tulang belakang dapat dilihat selama koreksi skoliosis karena iskemia yang
disebabkan oleh penjalanan yang cepat pada tulang belakang. Intergritas tulang belakang dapat
diuji menggunaakan tes bangun intraoperatif. Tindakan ini dibutuhkan untuk psikologi preoperatif
pasien dan tehnik anestesi yang sesuai. Bagaimanapun tes bangun dilakukan dengan tehnik
monitor pada tulang belakang termasuk somatosensoris dan potensial motorik, yang memberikan
peringatanlebih awal mengenai suplai darah pada tulang belakang selama pembedahan untuk
mengoreksi skoliosis.

Pembedahan perifer
Kebanyakan pembedahan ortopedi perifer dilakukan pada kasus harian. Jika dibutuhkan
anestesi umum, tehnik inhalasi biasanya cukup sederhana Tehnik regional memberikan analgesia
operatif yang luas dan mengurangi derajat disabilitas yang dialami pasien. Tehnik regional dapat
dibutuhkan untuk anestesi umum dan dapat mencapai penyembuhan lebih awal dan
kenyamanan pasien tingkat tinggi. Terdapat peningkatan dalam penggunaan tehnik regional
untuk penanganan intraoperatif dan postoperatif. Satu atau lebih kateter di insersikan pada
operasi dan digunakan infus anestesi lokal. Hal yang mudah untuk memperkirakan derajat nyeri
disabilitas pasien yang mengalami operasi ortopedi perifer. Analgesia diberikan berdasarkan
pemberian secara reguler pada postoperatif dan analgesia tambahan yang diperlukan juga harus
tersedia. Parasetamol reguler, NSAID dan opioid jika dibutuhkan dan tidak dikontraindikasikan
harus di siapkan. Pada akhir kebanyakan prosedur, di berikan plaster. Jika anestesi berakhir
sebelum plester pasien dapat bergerak, istirahatkan dan butuh dilakukan anestesi.

Ivan – Atjeh 13

Anda mungkin juga menyukai