Anda di halaman 1dari 81

Tingkat Kecemasan Pasien yang Menjalani Operasi Elektif

Dinilai dengan Visual Analog Scale for Anxiety ( VAS-A)


di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

TESIS

Oleh:
dr. Liani Rizky Hikmayanty
NIM :167041021

Pembimbing I:
dr. Qadri Fauzi Tanjung, Sp.An, KAKV
Pembimbing II:
dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An), Sp.An

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis:
TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ELEKTIF
DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE FOR ANXIETY (VAS-A)
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Nama Mahasiswa : dr. Liani Rizky Hikmayanty


NIM : 167041021
Program : Magister Kedokteran
Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Qadri Fauzi Tanjung, Sp.An, KAKV dr. Cut Meliza Zainumi, Mked (An) Sp.An
NIP. 1971111 200112 1002 NIP. 19830420 200801 2009

Ketua Program Studi Dekan


Magister Kedokteran Klinik

Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) Dr.dr Aldy Safruddin Rambe Sp.S(K)
NIP. 197604172005012002 NIP. 196605241992031002

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada tanggal : 23 Januari 2020
Penguji tesis :

Penguji I Penguji II

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp. An, KIC, KAO dr. Yutu Solihat, Sp.An, KAKV
NIP. 19520826 198102 1001 NIP. 19580811 198711 1001

Penguji III

dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN

Mengetahui,

Ketua Departemen Ketua Program Studi


Anestesiologi dan Terapi Intensif Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU – RSUP H. Adam Malik Medan FK USU – RSUP H. Adam Malik Medan

dr. Akhyar H. Nasution, Sp. An, KAKV Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp. An, KIC, KAO
NIP. 19600701 198702 1 002 NIP. 19520826 198102 1 001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati dengan
memanjatkan puji syukur serta doa saya sampaikan kehadirat ALLAH SWT
karena berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kepada saya akal,
hikmat dan pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini, yang saya
persembahkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
Magister dalam bidang Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai dan banggakan.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasa. Meskipun demikian,
saya berharap dan besar keinginan saya agar kiranya tulisan ini dapat memberi
manfaat dan menambah khasanah serta perbendaharaan dalam penelitian di
bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya tentang
“ TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG MENJALANI OPERASI
ELEKTIF DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE ANXIETAS ( VAS
A ) DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN “
Dengan berakhirnya penulisan tesis ini, maka pada kesempatan ini pula,
ijinkan saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan
setinggi – tingginya kepada yang terhormat: dr. Qadri F. Tanjung SpAn, KAKV
dan dr. Cut Meliza, M.Ked (An), SpAn Atas kesediaannya sebagai pembimbing
penelitian saya ini walaupun di tengah kesibukannya masih dapat meluangkan
waktu dan dengan penuh perhatian serta kesabaran, memberikan bimbingan, saran
dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan
ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung
Sitepu, SH., M.Hum, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr.
dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada

ii
Universitas Sumatera Utara
saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Yang terhormat Kepala Departemen/ SMF Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. dr. Akhyar H. Nasution,
SpAn, KAKV, Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai Ketua
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, terima kasih saya persembahkan
oleh karena telah memberikan izin, kesempatan, ilmu dan pengajarannya kepada
saya dalam mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif hingga selesai.
Yang terhormat guru – guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan : Prof. dr. Achsanuddin
Hanafie, SpAn. KIC. KAO; dr. Hasanul Arifin SpAn. KAP. KIC; Dr. dr.
Nazaruddin Umar, SpAn. KNA; Dr. dr. Akhyar H. Nasution, SpAn. KAKV; dr.
Asmin Lubis, DAF, SpAn. KAP.KMN; dr. Ade Veronica HY, SpAn. KIC; dr.
Yutu Solihat, SpAn. KAKV; dr. Soejat Harto, SpAn. KAP; Dr. dr. Dadik W.
Wijaya, SpAn; dr. M. Ihsan, SpAn. KMN; dr Qodri F. Tanjung , SpAn. KAKV;
dr. Rommy F Nadeak, SpAn, KIC; dr. Rr. Shinta Irina, SpAn, KNA ; dr. Raka Jati
P. M.Ked (An) SpAn,; dr. Bastian Lubis M.Ked (An) SpAn, KIC; dr. Wulan
Fadine M.Ked (An) SpAn; dr. A. Yafiz Hasbi M.Ked (An) SpAn dan dr. Tasrif
Hamdi M.Ked (An) SpAn, saya ucapkan terima kasih atas segala ilmu,
keterampilan dan bimbingannya selama ini dalam bidang ilmu pengetahuan di
bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif sehingga semakin menumbuhkan rasa
percaya diri dan tanggung jawab saya terhadap pasien serta pengajaran dalam
bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat
bermanfaat bagi saya di kemudian hari. Kiranya Allah SWT memberkati guru –
guru saya tercinta.
Sembah sujud dan rasa syukur saya persembahkan kepada orang tua
tercinta, ayahanda : Lilik Prianto, S.Pd dan ibunda : Nurhariani, S.Pd saya
sampaikan rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga serta
penghargaan yang setinggi – tingginya atas doa dan perjuangannya yang tiada
henti serta dengan siraman kasih sayang yang luar biasa yang telah diberikan

iii
Universitas Sumatera Utara
kepada saya, semenjak saya masih dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan
memberikan asuhan, bimbingan, pendidikan serta suri tauladan yang baik kepada
saya sehingga saya dapat menjadi pribadi yang dewasa, berakhlak dan memiliki
landasan yang kokoh dalam menghadapi masalah kehidupan ini sehingga saya
dapat menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah
dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tunjukkan kepada adik-
adik saya : Ade Liany Putri S.Pd dan M. Said Rinaldy, ST yang telah
memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.
Yang tercinta teman – teman sejawat peserta pendidikan keahlian
Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya . dr. Mirza, dr. Arie Budi, dr. Lysa,
dr. Okky, dr. Gibson, dr. Sutan, dr. Alland, dr. Christian, dr. Andi, dr. Agus, dr
Riza, dr. Edwin Saragih, SpBS dan dr. Dhyka M.Ked (Surg) yang telah bersama
sama baik duka maupun suka, saling membantu sehingga terjalin rasa
persaudaraan yang erat dengan harapan teman – teman lebih giat lagi sehingga
dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.
Kepada seluruh teman – teman, rekan – rekan dan kerabat, keluarga besar,
pasien – pasien yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang
senantiasa memberikan peran serta, dukungan moril dan materil kepada saya
selama menjalani pendidikan, dari lubuk hati saya yang terdalam saya ucapkan
banyak terima kasih.
Semoga segala bimbingan, bantuan, dorongan, petunjuk, arahan dan kerja
sama yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat
berkah serta balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, Januari 2020


Penulis

(dr. Liani Rizky Hikmayanty)

iv
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Pendahuluan: Insiden anxietas preoperatif memiliki angka insidensi yang masih


tinggi, yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau
informasi yang didapatkan, terkait dengan operasi yang akan dilakukan.
Tujuan: Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi
elektif dinilai dengan Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik dengan desain cross-
sectional. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan (RSUP HAM) dari Oktober – November 2019. Total sampel yang
diperoleh adalah dengan 72 pasien. Pengumpulan data menggunakan instrumen
VAS-A.
Hasil: Dari hasil yang didapatkan bahwa nilai rerata VAS-A pada 72 pasien
sebesar 4,14±1,9. Kelompok perempuan memiliki nilai rerata VAS A yang lebih
tinggi (5,77±1,2) dibandingkan kelompok laki-laki (3,79±1,8) (p=0,001).
Kelompok ASA I memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,06±1,9)
dibandingkan dengan kelompok ASA II (3,79±1,8) (p=0,733). Pada kelompok
general anestesi memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,52±1,69)
dibandingkan dengan kelompok laki-laki (3,69±1,4) (p=0,001). Pada kelompok
operasi ortopedi memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,27±1,77)
dibandingkan dengan kelompok jenis operasi digestif, obstetric ginekologi dan
bedah saraf yang memiliki nilai VAS A masing-masing 4,56±1,24; 4,35±1,57;
1,73±0,79 (p=0,001).
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata VAS-A pada 72 pasien
sebesar 4,14±1,9 dengan derajat kecemasan ringan.

Kata Kunci: Anxietas preoperatif, kunjungan preoperatif, VAS-A

v
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Introduction: The incidence of preoperative anxiety had a high incidence rate,


which is largely due to lack of knowledge or information obtained, related to the
operation to be performed.
Objective: To determine the level of anxiety of patients undergoing elective
surgery assessed by Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)
Method: This research was an analytic study with cross-sectional design. The
study was conducted at the Adam Malik Central Haji General Hospital Medan
(RSUP HAM) from October to November 2019. The total sample obtained was 72
patients. Data collection using the VAS-A instrument.
Results: From the results obtained that the mean value of VAS-A in 72 patients
was 4.14 ± 1.9. The female group had a higher mean VAS A value (5.77 ± 1.2)
than the male group (3.79 ± 1.8) (p = 0.001). The ASA I group had a higher mean
VAS A value (5.06 ± 1.9) compared to the ASA II group (3.79 ± 1.8) (p = 0.733).
The general anesthesia group had a higher mean VAS A value (5.52 ± 1.69)
compared to the male group (3.69 ± 1.4) (p = 0.001). The orthopedic surgery
group had a higher mean VAS A value (5.27 ± 1.77) compared to the types of
digestive, obstetric gynecological and neurosurgery operations which had a VAS
A value of 4.56 ± 1.24 respectively 4.35 ± 1.57; 1.73 ± 0.79 (p = 0.001).
Conclusion: In this study, the mean value of VAS-A in 72 patients was 4.14 ± 1.9
with mild degree of anxiety.

Keywords: Preoperative Anxietas, preoperative visits, VAS-A

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Bagi Klinisi dan Praktisi Kesehatan ........................ 6
1.4.2 Manfaat bagi manajemen rumah sakit ................................... 6
1.4.3 Manfaaat Bagi Peneliti ......................................................... 7
1.4.4 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan......................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kecemasan (Ansietas) .................................................................. 8
2.1.1 Definisi Kecemasan (Ansietas) ............................................. 8
2.1.2 Patofisiologi Kecemasan (Ansietas) ...................................... 11
2.1.3 Manifestasi Klinis Ansietas................................................... 15
2.2 Premedikasi .................................................................................. 17
2.3 Kunjungan Preoperatif ................................................................. 18
2.3.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ........................................ 22
2.3.2 Faktor Komorbid yang berdampak selama tindakan Anestesi 24

vii
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kuesioner Kesehatan Pasien-9 ...................................................... 26
2.5 Instrumen VAS-A ........................................................................ 29
2.6 Kerangka Teori ............................................................................ 33
2.7 Kerangka Konsep ......................................................................... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Design Penelitian .......................................................................... 35
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 35
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 35
3.3.1 Populasi................................................................................ 35
3.3.2 Sampel ................................................................................. 35
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel dan Besar Sampel .................... 36
3.4 Variabel Penelitian ........................................................................ 37
3.5 Definisi Operasional...................................................................... 37
3.6 Alur Penelitian .............................................................................. 39
3.7 Prosedur Penelitian........................................................................ 40
3.8 Prosedur Pengukuran Tingkat Kecemasan ..................................... 40
3.9 Analisis Data ................................................................................. 41
3.10 Etika Penelitian ............................................................................. 41

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ............................................................................................. 42
4.1.1 Karakteristik sampel ............................................................. 42
4.1.2 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A
dengan usia .......................................................................... 44
4.1.3 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A
dengan jenis kelamin............................................................ 45
4.1.4 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A
dengan ASA ........................................................................ 46
4.1.5 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A
dengan jenis anestesi ............................................................ 47

viii
Universitas Sumatera Utara
4.1.6 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A
dengan jenis operasi ............................................................. 47
4.2 Pembahasan................................................................................... 48
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 51
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 51
5.2 Saran ............................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 52


LAMPIRAN ..................................................................................................... 55

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Standar Prosedur Operasional Perawatan Pre Operatif.......................... 19
Tabel 2.2 Klasifikasi Status Fisik menurut ASA .................................................. 22
Tabel 2.3 Kuesioner Patient Health Questtionaire-9 (PHQ-9) .............................. 27
Tabel 2.4 Interpretasi derajat depresi menurut PHQ-9 .......................................... 28
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel............................................................................ 42
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori VAS-A ................................. 44
Tabel 4.3 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan jenis
kelamin ............................................................................................... 45
Tabel 4.4 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan ASA 46
Tabel 4.5 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan jenis
anestesi ................................................................................................ 46
Tabel 4.6 Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan jenis
operasi ................................................................................................. 47

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Patofisiologi Ansietas ................................................................... 15
Gambar 2.2 Instrumen VAS-A (Williams, 2010).............................................. 30
Gambar 2.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen VAS-A dibandingkan
dengan instrumen kecemasan standar STAI (Facco, 2013) ............ 31
Gambar 2.4 Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas instrumen VAS-A pada kurva
ROC ............................................................................................. 32
Gambar 2.5 Kerangka Teori ............................................................................. 33
Gambar 2.6 Kerangka Konsep ......................................................................... 34
Gambar 3.1 Alur Penelitian.............................................................................. 39
Gambar 3.2 Instrumen Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A) .................... 41

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Curriculum Vitae ............................................................................. 55
Lampiran 2. Jadwal Tahapan Penelitian ............................................................... 56
Lampiran 3. Lembar Observasi Pasien ................................................................. 57
Lampiran 4. Lembar Penjelasan Mengenai Penelitian .......................................... 58
Lampiran 5. Formulir Inform Consent ................................................................. 60
Lampiran 6. Anggaran Penelitian......................................................................... 65

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

ACC : American College of Cardiology


AHA : American Heart Association
ASA : American Society of Anesthesiologists
BCCE : asam β-Carboline-3-Carboxylic
BDI : Beck Depression Inventory
CDAS : Corah's Dental Anxiety Scale
DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
ECG : Electrocardiogram
GABA : γ-Aminobutyric Acid
GABA-A : γ-Aminobutyric Acid tipe A
GAD-7 : General Anxiety Disorder
GCS : Glasgow Coma Scale
HPA axis : Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal
KEPK : Komisi Etik Penelitian Kesehatan
MCPP : Metachloro-Phenylpiperazine
METs : Metabolic Equivalent
NGT : Nasogastric Tube
NIMH : National Institute of Mental Health
PAK : Penyakit Areteri Koroner
PHQ-9 : Patient Health Questionnaire-9
PJK : Penyakit Jantung Koroner
PONV : Perioperative Nausea and Vomiting
PRIME-MD : Primary Care Evaluation of Mental Disorders
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
STAI : Spielberger's State Trait Anxiety Inventory
USG : Ultrasonography
VAS : Visual Analogue Scale
VAS-A : Visual Analog Scale for Anxiety
WHO : World Health Organization

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindakan operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk
penanganan medis invasif yang dilakukan secara rutin di berbagai sentra
pelayanan kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health
Organization (WHO), jumlah pasien dengan tindakan operasi mengalami
peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011
terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia yang menjalani tindakan
operasi, sedangkan pada tahun 2012 angka ini mengalami peningkatan menjadi
148 juta jiwa. Data di Indonesia sendiri menunjukkan tindakan operasi sepanjang
tahun 2012 dilakukan pada sekitar 1,2 juta jiwa.
Pembedahan elektif maupun darurat merupakan suatu peristiwa komplek
yang menegangkan, karena selain pasien mengalami gangguan fisik, dapat juga
terjadi masalah psikologis. Salah satu reaksi emosional dari pasien yaitu
kecemasan yang hampir selalu muncul dalam proses pembedahan. Kecemasan
adalah suatu keadaan dimana pasien mengalami perasaan gelisah akibat ancaman
atau penyebab yang tidak jelas yang dimanifestasikan dengan gejala fisiologis,
emosional dan kognitif. Studi yang dilakukan oleh Bedaso (2019) mendapati
bahwa dari 402 orang pasien yang terjadwal menjalani tindakan pembedahan di
Ethiopia ditemukan kecemasan pada 47% pasien. Angka ini cukup tinggi yang
menandakan bahwa kecemasan ditemukan pada hampir separuh pasien (Bedaso,
2019).
Berdasarkan analisa data WHO tahun 2007 di Amerika Serikat, dari
35.539 pasien bedah di unit perawatan intensif, didapati 8.922 pasien (25,1%)
mengalami kondisi kecemasan dan 2.473 pasien (7%) mengalami kecemasan yang
sangat berat sebelum operasi. Tingkat kecemasan praoperatif dapat terkait
kecemasan akibat pembedahan, dan kecemasan akibat pembiusan. Suatu studi
yang dilakukan oleh Mathhias (2012) di Srilanka pada 100 orang pasien
pembedahan, ditemukan skor kecemasan terkait pembiusan adalah 4.63 ± 2.6,
sedangkan skor kecemasan akibat pembedahan adalah 4.17 ± 2.5. Sungguh

1
Universitas Sumatera Utara
2

mengejutkan bahwa ternyata kecemasan pasien justru lebih banyak diakibatkan


oleh kekhawatiran terhadap pembiusan dan bukan karena pembedahan, terbukti
dari skor kecemasan akibat pembiusan yang lebih tinggi dibandingkan kecemasan
akibat pembedahan (Mathhias, 2012).
Kecemasan yang tinggi dapat memberikan efek dalam mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah,
peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi nafas, ketakutan, mual/
muntah, gelisah, pusing, diaforesis, gemetar, sensasi rasa panas dan dingin. Dalam
kondisi yang sangat berat, kecemasan dapat mengakibatkan naiknya tonus
simpatis sampai pada titik yang dapat mempengaruhi kondisi umum pasien,
misalnya kadar gula darah yang melambung tinggi, eksaserbasi dari penyakit paru
kronis yang ada selama ini, atau bahkan aritmia kordis (Mathhias, 2012).
Konsekuensi dari anxietas perioperatif terutama terjadi pada kejadian kardiak
(Cardiac Event) seperti infark miokard akut, gagal jantung, edema paru, tingkat
penerimaan kembali setelah tindakan operasi (6 bulan pertama, 1 tahun), dan
kualitas hidup yang buruk. Dampak berkorelasi dengan rasa sakit pasca operasi
yang tinggi, peningkatan konsumsi analgesik dan anestesi, lama tinggal di rumah
sakit, pengaruh buruk selama induksi anestesi dan pemulihan pasien dan
menurunkan kepuasan pasien dengan pengalaman perioperative (Székely et al.,
2007).
Cemas berbeda dengan rasa takut. Karakteristik rasa takut adalah adanya
suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan
oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan,
kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek yang
tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi/ pembedahan (misalnya takut
sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi/
pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anestesi/ meninggal, takut tidak
bangun lagi) dan lain-lain (Friedman, 2010).
Kecemasan ini perlu mendapat perhatian dan intervensi karena keadaan
emosional pasien yang tidak stabil akan berpengaruh kepada fungsi tubuh pasien
menjelang operasi. Kecemasan yang tinggi dapat memberikan efek dalam

Universitas Sumatera Utara


3

mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi napas,
ketakutan, mual/ muntah, gelisah, pusing, diaforesis, gemetar, sensasi rasa panas
dan dingin. Selain itu adanya Kecemasan sebelum operasi dan intraoperative
merupakan sering terjadi dalam anestesi ketika operasi, di mana usia, ras, jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan riwayat operasi
sebelumnya juga mempengaruhi. tanda-tanda tersebut tidak jarang membuat
tindakan pembedahan (khususnya pembedahan elektif) ditunda oleh dokter.
Penelitian Skala Analog Visual Kecemasan Preoperatif Amsterdam
(APAIS) Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale, yang dilakukan
oleh Joaquin Hernandez (2015), memberikan pengukuran sederhana dan dapat
dipakai untuk mengukur tingkat kecemasan preoperatif pada pasien yang sedang
atau akan melakukan tindakan bedah jantung, di mana pada penelitian ini
dilakukan dengan 300 pasien (25% wanita dan 75% pria). Selain itu, 40% pasien
memiliki ASA status fisik III dan 60% menunjukkan skor ASA sebesar IV. Dalam
wawancara, 94% dari pasien menunjukkan kecemasan preoperatif (VAS-A> 0),
dengan 37% hasil kecemasan tinggi level (VAS-A ≥ 7).
Perasaan cemas ini hampir selalu didapatkan pada pasien preoperatif yang
sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau informasi yang
didapatkan, terkait dengan operasi yang akan dilakukan. Hal ini bisa disebabkan
oleh kurangnya daya pengingat, salah interprestasi informasi tentang operasi atau
tidak akrab dengan sumber informasi. Pengukuran kecemasan secara objektif
relatif sulit dilakukan. Oleh karena itu, banyak peneliti mencoba menyusun suatu
instrumen penilaian kecemasan yang dapat mengukur tingkat kecemasan seorang
pasien. Berbagai instrumen pengukuran kecemasan yang berhasil dikembangkan
diantaranya Corah's Dental Anxiety Scale (CDAS), Spielberger's State Trait
Anxiety Inventory (STAI), Beck Depression Inventory (BDI) dan Visual Analog
Scale for Anxiety (VAS-A). Dari kesemua instrumen tersebut, metode pengukuran
kecemasan dengan menggunakan VAS-A dinilai paling mudah, sederhana dan
dapat dipahami oleh pasien. VAS-A juga terbukti telah teruji validitas dan
reliabilitasnya untuk mengukur tingkat kecemasan pasien sehingga dapat
digunakan dalam keseharian (Facco, 2013).

Universitas Sumatera Utara


4

Cemas dalam operasi mungkin dapat dikurangi dengan cara mengetahui


lebih banyak tentang kelainan yang pasien derita, sehingga pasien yakin kalau
operasi merupakan jalan terbaik untuk mengatasi masalah. Sebenarnya, operasi
tidak lagi menjadi hal yang menakutkan apalagi jika dikaitkan dengan rasa sakit.
Pasalnya menjelang operasi pasien akan terbebas dari rasa sakit akibat kerja obat-
obat anestesi. Keyakinan pasien biasanya akan sedikit berkurang jika
mendapatkan informasi tambahan dari orang lain yang pernah menjalani operasi
yang sama. Jika dengan semua itu kekhawatiran masih juga menyelimuti tentu
dokter bedah dan anestesi dapat menjadi tumpuan untuk bertanya (Friedman,
2010).
Sayangnya pemberian informasi yang holistik pada pasien yang akan
menjalani pembedahan masih sangat minimal. Penelitian yang dilakukan
Homzova (2015) pada pasien preoperatif, ditemukan bahwa pasien membutuhkan
berbagai macam tipe informasi. Pasien tersebut kebanyakan membutuhkan
informasi tentang tanda dan gejala penyakit yang dialami, komplikasi pasca
operasi, efek prosedur operasi pada perubahan gaya hidup, efek operasi 24-48 jam
pertama, alasan mengapa dokter menyarankan dilakukan operasi, bagaimana
dokter melakukan tindakan operasi, kewajiban administrasi yang harus dipenuhi
pasien saat berada di Rumah Sakit dan obat-obat yang dapat mempercepat
penyembuhan.
Kunjungan preoperatif merupakan suatu upaya untuk mempersiapkan
pasien pada kondisi fisiologis dan mental yang optimal guna menurunkan aangka
kejadian morbiditas dan mortalitas yang dapat diakibatkan oleh tindakan bedah
dan anestesi. Kunjungan preoperatif dilakukan pada satu hari sebelum jadwal
dilakukannya tindakan operasi, dimana persetujuan untuk melanjutkan tindakan
operasi hanya diberikan pada pasien yang benar-benar dinyatakan dalam kondisi
optimal untuk dilakukan tindakan anestesi. Kunjungan preoperatif juga berguna
untuk membina hubungan baik dengan pasien, mengetahui riwayat anestesi,
riwayat penyakit dan pengobatan terdahulu, menilai risiko anestesi dan
pembedahan, serta merencanakan obat premedikasi, obat anestesi dan pengelolaan
anestesi yang sesuai dengan kondisi pasien, dan diakhiri dengan penandatangan

Universitas Sumatera Utara


5

lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) dan persetujuan


tindakan anestesi.
Kunjungan preoperatif juga menjadi media dimana dokter anestesi dapat
memberikan informasi seluas-luasnya mengenai gambaran tindakan anestesi yang
akan diberikan kepada pasien di keesokan harinya. Menurut Szekely, (2007)
informasi yang diberikan saat kunjungan preoperatif bertujuan meningkatkan
kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian prosedur pembedahan
sehingga pasien diharapkan lebih kooperatif, berpartisipasi dalam perawatan
paska operasi, dan mengurangi resiko komplikasi paska operasi (Jeanne, 2016).
Persiapan pra operasi pada pasien yang akan menjalani elektif dan
prosedur bedah atau diagnostik adalah bagian yang sangat penting dalam tahapan
operasi. Ahli anestesi bertanggung jawab untuk mengoptimalkan persiapan
operasi pasien untuk meminimalkan komplikasi anestesi. Manajemen preoperatif
pada pasien membutuhkan berbagai obat tambahan dan juga keahlian. Literatur
merekomendasikan penggunaan beberapa jenis obat saja. Ahli anestesi diharapkan
melihat pasien sebelum dan sesudah tindakan operasi, Sampai setelah pasien
kembali dengan selamat ke ruang rawatan dan dalam pemulihan dari efek anestesi
pembedahan, dalam hal ini sebaiknya diawasi oleh ahli anestesi.
Pemahaman yang komprehensif yang diberikan oleh tim dokter yang
profesional dan terpercaya tentunya diharapkan mampu menurunkan tingkat
kecemasan pasien dalam menghadapi operasi di keesokan harinya. Meski
demikian, studi yang meneliti pengaruh kunjungan preoperatif terhadap tingkat
kecemasan pasien jumlahnya masih sangat sedikit, terlebih lagi di Indonesia pada
umumnya dan di Medan secara khusus. Berdasarkan uraian di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh kunjungan preoperatif
terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi elektif dinilai dengan
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A), khususnya di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah di atas, masalah pada penelitian ini adalah
bagaiamana tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi elektif dinilai
dengan Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A).

Universitas Sumatera Utara


6

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi
elektif dinilai dengan Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A).

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk melihat distribusi frekuensi tigkat kecemasan yang dinilai dengan
VAS-A berdasarkan usia.
2. Untuk melihat distribusi frekuensi tigkat kecemasan yang dinilai dengan
VAS-A berdasarkan PS-ASA.
3. Untuk melihat distribusi frekuensi tigkat kecemasan yang dinilai dengan
VAS-A berdasarkan jenis kelamin.
4. Untuk melihat distribusi frekuensi tigkat kecemasan yang dinilai dengan
VAS-A berdasarkan teknik anestesi.
5. Untuk melihat distribusi frekuensi tigkat kecemasan yang dinilai dengan
VAS-A berdasarkan jenis operasi.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1.4.1 Manfaat Bagi Klinisi dan Praktisi Kesehatan
a. Memberikan informasi khususnya bagi dokter spesialis Anestesi mengenai
pentingnya kunjungan preoperatif terhadap pasien yang akan menjalani
operasi elektif di RSUP Haji Adam Malik Medan
b. Memberikan gambaran umum mengenai tingkat kecemasan yang dihadapi
pasien yang akan menjalani tindakan operasi di RSUP Haji Adam Malik
Medan.

1.4.2 Manfaat Bagi Manajemen Rumah Sakit


Sebagai data tentang tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi
elektif di RSU Haji Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


7

1.4.3 Manfaat Bagi Penelitian


Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan tentang kecemasan
pasien yang menjalani operasi elektif dengan skor VAS A.

1.4.4 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan


a. Menambah dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang tingkat
kecemasan pasien yang dinilai dengan skor VAS A
b. Memberikan data-data yang berguna menunjang penelitian lain di
kemudian hari untuk topik yang berkaitan dengan kunjungan pre operatif

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan (Anxietas)


2.1.1 Definisi Kecemasan (Anxietas)
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan, ketakutan atau kekhawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tanpa disertai adanya gangguan dalam menilai
realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih
dalam batas-batas normal (NIMH, 2015). Kecemasan adalah perasaan tidak jelas,
subyektif dan tidak spesifik (Duko et al, 2015). Anxietas adalah hal yang normal
di dalam kehidupan karena anxietas sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan
bahaya yang mengancam.
Anxietas dikarakteristikkan lebih lazim sebagai suatu sensasi yang difus,
tidak menyenangkan, samar-samar akan rasa ketakutan terhadap sesuatu yang
akan terjadi, sering disertai dengan gejala autonomik seperti sakit kepala,
berkeringat, dada berdebar, sesak di dada, ketidaknyamanan ringan di perut, dan
gelisah; diindikasikan oleh ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri dalam
waktu yang lama. Kumpulan gejala khusus ini muncul selama anxietas dan
cenderung bervariasi pada beberapa orang (Langer, 2014).
Anxietas dikonseptualisasi sebagai respons normal dan adaptif yang
mempengaruhi kualitas hidup, dan memperingatkan tubuh akan ancaman
kerusakan tubuh, nyeri, keadaan tak berdaya, atau rasa frustasi akan kebutuhan
tubuh atau sosial; perpisahan dengan orang tercinta; ancaman terhadap kesuksesan
atau status seseorang; dan akhirnya ancaman terhadap kesatuan atau keseluruhan.
Anxietas akan mendorong seseorang untuk mengambil langkah yang diperlukan
untuk mencegah ancaman atau mengurangi konsekuensi. Persiapan ini disertai
oleh peningkatan aktivitas otonomik dan somatik yang dikendalikan oleh interaksi
dari sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik.
Soewandi (1997) menyatakan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah
menderita stress dari pada umur tua. Hal ini sesuai dengan Hamilton (1995)
bahwa usia muda cenderung lebih stress dibanding dengan usia tua.

8
Universitas Sumatera Utara
9

Selain faktor umur, pendidikan memiliki peranan penting yang


mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang baik dari
dalam maupun dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah
atau mereka yang tidak berpendidikan (Raystone, 2005). Tingkat pendidikan akan
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Tinggi rendahnya pendidikan seseorang mempengaruhi daya serap pengetahuan
(Sukmadinata, 2003). Dengan demikian tingkat pendidikan seseorang tetap saja
memiliki pengaruh respon yang ditimbulkan oleh seseorang terhadap informasi
yang diperoleh (Sukmadinata, 2003).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecemasan seseorang adalah
pengalaman. Menurut Kozier (2004) Pengalaman masa lalu individu dalam
menghadapi kecemasan dapat mempengaruhi individu ketika menghadapi stressor
yang sama karena individu memiliki kemampuan beradaptasi/ mekanisme koping
yang lebih baik, sehingga tingkat kecemasan pun akan berbeda, dapat menunjukan
tingkat kecemasan yang lebih ringan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stressor yang sama
dapat menunjukkan kemampuan mekanisme koping yang berbeda, sehingga
tingkat kecemasannya pun berbeda antara seseorang yang telah mempunyai
riwayat pembedahan sebelumnya dengan seseorang yang tidak mempunyai
pengalaman pembedahan sebelumnya.
Kemungkian faktor penyebab kecemasan yang lain adalah status sosial
ekonomi. Menurut Stuart & Sudeen (1998), semakin rendahnya status ekonomi
seseorang maka akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.
Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan pendapatan seseorang. Semakin banyak
responden yang tidak bekerja biasanya tingkat penghasilannya pun juga rendah.
Pasien sebagai ibu rumah tangga biasanya cenderung lebih sering dirumah dan
kurang bergaul dengan dunia luar sehingga informasi yang didapat mengenai
berbagai hal termasuk pembedahan pun lebih sedikit, sehingga tingkat kecemasan
pasien akan muncul pada saat akan menjalani pembedahan. Ibu yang bekerja
biasanya memiliki intensitas diluar rumah lebih banyak sehingga akan

Universitas Sumatera Utara


10

mempunyai akses lebih besar pula untuk mendapatkan informasi (Depkes RI,
2003).
Aryani (2009) menyebutkan bahwa pasien preoperatif pada pembedahan
mayor mengalami tingkat kecemasan sedang, meskipun jenis operasinya berbeda.
Hal ini dikarenakan tindakan pembedahan merupakan salah satu faktor eksternal
yang akan mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang (Stuart & Sudeen, 1998).
Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat
menyebabkan terjadinya penundaan operasi dan mengganggu proses
penyembuhan. Hal ini dikarenakan manifestasi klinis dari respon fisiologis cemas
menyebabkan tidak normalnya fungsi fisiologis organ-organ tubuh seperti sistem
kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem neuromuskular,
sistem urogenitalia, sistem endokrin, dan lain-lain (Dadang Hawari, 2008).
Penurunan atau pengurangan tingkat kecemasan sebenarnya tergantung
pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila pasien mampu mengontrol dan
mengendalikan persepsinya terhadap operasi yang akan dijalani, maka dapat
memberikan ketenangan tersendiri. Ketenangan juga bisa didapatkan dari tingkat
kecerdasan spiritual atau sering disebut sebagai kecerdasan spiritual. Kecerdasan
spiritual merupakan kapasitas dari otak manusia yang memberi kemampuan dasar
untuk membentuk makna, nilai, dan keyakinan. Keyakinan tersebut yang akan
membentuk pikiran bawah sadar yang selanjutnya akan menimbulkan energi
yang dapat meningkatkan ketenangan dalam menghadapi sesuatu (Ary Ginanjar
Agustin, 2006).
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah
terhadap setiap perilaku dan kegiatan. Terdapat hubungan yang kuat antara
kecemasan dengan kecerdasan spiritual pada diri seseorang. Adanya hubungan
antara tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, latar belakang pendidikan, dan faktor
lingkungan dari seseorang itu sendiri. Dengan mempunyai umur yang cukup dan
matang, kemampuan seseorang untuk berfikir akan sesuatu hal akan semakin
matang pula. Demikian pula dengan latar belakang pendidikan. Dengan
mempunyai pendidikan yang cukup maka seseorang akan mampu untuk bertindak
lebih positif dalam menghadapi suatu permasalahan dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara


11

seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih rendah. Hal ini
dikarenakan lembaga pendidikan mampu memberikan suatu pengaruh dalam
pembentukan sikap seseorang. Dengan mempunyai usia yang cukup matang dan
latar belakang pendidikan yang cukup maka secara tidak langsung akan
menjadikan seseorang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Hal ini
dikarenakan dengan mempunyai usia dan pendidikan yang cukup menjadikan
seseorang akan termotivasi untuk mendapatkan informasi yang lebih
dibandingkan dengan seseorang dengan usia yang belum cukup umur dan tidak
mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup pula. Dengan mendapatkan
informasi yang cukup, maka mampu menjadikan dan membentuk kepribadian
seseorang menuju manusia yang seutuhnya. Pasien yang mempunyai keimanan/
kecerdasan spiritual yang baik, cenderung lebih berhasil dalam menjalani proses
operasi dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kecerdasaan spiritual yang
kurang. Meskipun terjadi kecemasan dalam diri, namun kecemasan yang muncul
dapat ditekan dengan adanya kepercayaan yang tinggi terhadap keagungan dan
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.2 Patofisiologi Kecemasan (Anxietas)


Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan ditinjau dari
kontribusi 2 ilmu, yaitu ilmu psikologi dan ilmu biologi. Teori psikologi
menerangkan kecemasan melalui konsep emosional dan sosial budaya, sedangkan
teori biologi lebih menekankan pada peranan neurotramistter dalam tubuh
(Saddock, 2010).
1. Teori Psikologi
a. Teori Psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik
psikis antara keinginan seksual atau agresif sadar dan ancaman sesuai dari
realitas superego atau eksternal. Dalam menanggapi sinyal ini, ego
mengerahkan mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan
yang tidak dapat diterima dari muncul dalam kesadaran.

Universitas Sumatera Utara


12

b. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku atau belajar dari kecemasan mendalilkan bahwa
kecemasan merupakan respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan
tertentu.
c. Teori Eksistensial
Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa orang-orang
mengalami perasaan hidup di alam semesta tanpa tujuan. Kecemasan
merupakan respon mereka terhadap kekosongan yang dirasakan dalam
keberadaan dan makna.
2. Teori Biologis
a. Peranan Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama mereka dengan gangguan panik, menunjukkan nada
simpatik meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulang,
dan merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat.
b. Neurotransmitter
Terdapat tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan
kecemasan pada basis studi hewan dan respons terhadap terapi obat, yaitu
norepinefrin (NE), serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
Ø Norepinefrin
Teori umum tentang peran norepinefrin pada gangguan kecemasan
adalah bahwa pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik
yang kurang baik yang ditandai dengan adanya aktivitas lonjakan kadar
norepinefrin sewaktu waktu (surge). Gejala kronis pasien dengan gangguan
cemas, seperti serangan panik, kesulitan untuk tidur, mengejutkan, dan
autonomic hyperarousal, adalah karakteristik noradrenergik yang
meningkat.
Ø Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa metachloro-phenylpiperazine
(MCPP), yaitu suatu obat obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin),
mampu menyebabkan pelepasan serotonin, yang terbukti menimbulkan
peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan kecemasan.

Universitas Sumatera Utara


13

Ø GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal
reseptor GABA mereka, meskipun hipotesa ini masih membutuhkan
penjelasan lebih lanjut.
Sebuah peran dari GABA pada gangguan cemas adalah sebagian besar
didukung oleh keefektifan dari benzodiazepine, yang meningkatkan
aktivitas dari GABA pada reseptor GABA tipe A (GABA-A), dalam
penanganan dari beberapa bentuk gangguan cemas. Walaupun
benzodiazepine potensi-rendah adalah paling efektif untuk gejala gangguan
cemas pada umumnya, potensi-tinggi benzodiazepine, seperti alprazolam
(Xanax), dan clonazepam efektif dalam penanganan gangguan panik.
Penelitian membuktikan bahwa susunan saraf otonom memperlihatkan
gejala gangguan cemas yang diinduksi ketika satu benzodiazepine invers
agonist, asam β -carboline-3-carboxylic (BCCE) diberikan. BCCE juga
dapat menyebabkan anxietas. Antagonis benzodiazepin, flumazenil
(Romazicon), menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan
gangguan panik. Data ini memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien
dengan gangguan cemas mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABA-
A mereka, walaupun hubungan ini sudah tidak diperlihatkan secara
langsung (Saddock, 2010).
c. Konsep Neuroanatomi
Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem limbik dan
korteks serebral. Dalam kombinasi dengan data dari studi pencitraan otak,
daerah ini telah menjadi fokus dari banyak hipotesa tentang pembentukan
substrat neuroanatomi dari gangguan kecemasan. Dua bidang sistem limbik
telah menerima perhatian khusus dalam literatur: peningkatan aktivitas di
jalur septohippocampal, yang dapat menyebabkan kecemasan.
Korteks serebral frontal terhubung dengan wilayah
parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus dan, dengan demikian,
mungkin terlibat dalam produksi gangguan kecemasan. Korteks temporal
juga telah terlibat sebagai situs patofisiologi pada gangguan kecemasan.

Universitas Sumatera Utara


14

Jika stres menyebabkan keseimbangan terganggu, maka tubuh kita


akan melalui serangkaian tindakan (respons stres) untuk membantu tubuh
mendapatkan kembali keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan
keseimbangan ini disebut sebagai sindrom adaptasi umum. Ini adalah cara
tubuh bereaksi terhadap stres dan untuk membawa kembali sistem tubuh ke
keadaan yang seimbang.
Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan
oleh aktivasi langsung dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya
fase resistensi, yang ditandai dengan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal
(HPA) axis. HPA axis adalah sistem terkoordinasi dari tiga jaringan
endokrin yang mengelola respon kita terhadap stres (Tsigos et al. 2000).
HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang
mengendalikan reaksi terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam
mengatur berbagai proses tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh
dan penggunaan energi. Sedikit saja kenaikan kortisol akan menyebabkan
lonjakan energi untuk alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori;
semburan lebih rendah meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa
sakit. Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering
atau dengan perlawanan yang berlebihan, baik dari yang dapat
mengakibatkan meningkatnya kadar kortisol. Ketika stres diulangi atau
konstan, kadar kortisol meningkat dan tetap tinggi, menyebabkan fase ketiga
dari sindrom adaptasi umum yang tepat disebut sebagai overload. Pada
tahap overload, sistem tubuh mulai memecah dan risiko penyakit kronis
meningkat secara signifikan (Tsigos et al. 2000).

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 2.1 Patofisiologi anxietas (Tsigos et al. 2000)

d. Peranan Genetik
Penelitian genetik telah menghasilkan bukti kuat bahwa setidaknya
beberapa komponen genetik berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan kecemasan. Faktor herediter telah diakui sebagai faktor
predisposisi dalam pengembangan gangguan kecemasan. Hampir setengah
dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki setidaknya satu kerabat
yang terkena dampak.

2.1.3 Manifestasi Klinis Anxietas


Gejala-gejala kecemasan meliputi rasa khawatir, tidak tenang, ragu,
bimbang, memandang masa depan dengan was-was, kurang percaya diri, gugup
apabila tampil di depan umum, sering merasa tidak bersalah dan menyalahkan
orang lain, tidak mudah mengalah, tidak tenang bila duduk, sering kali mengeluh,
khawatir berlebihan terhadap penyakit, mudah tersinggung, suka membesarkan
masalah yang kecil, sering merasa ragu dalam mengambil keputusan, bila

Universitas Sumatera Utara


16

bertanya sesuatu sering kali berulang-ulang, jika sedang emosi sering bertindak
histeris (NIMH, 2015).
Kecemasan dianggap sebagai respon normal ketika kecemasan itu
disebabkan oleh adanya ancaman yang diketahui. Apabila individu mampu
mengatasi ancaman atau sumber tekanan (stresor) ini, maka kecemasan akan
hilang.
Anxietas adalah bagian dari suatu mekanisme yang dikembangkan untuk
menghadapi situasi yang tidak sesuai. Respons anxietas dapat diartikan sebagai
bagian dari sistem alarm otak yang menyala pada saat merasakan bahaya.
Karakteristik dari respons termasuk penghindaran, kewaspadaan yang berlebih,
dan peningkatan arousal yang ditujukan untuk menghindari bahaya. Tetapi pada
beberapa individu, mekanisme ini terlalu aktif. Alarm menyala terlalu sering,
tidak dapat dihentikan meskipun keadaan aman.
Pengalaman anxietas memiliki dua komponen: kesadaran adanya sensasi
fisiologis, (seperti palpitasi dan berkeringat) dan kesadaran sedang gugup atau
ketakutan. Perasaan malu mungkin memperberat anxietas. Disamping efek
motorik dan visceral, anxietas juga mempengaruhi berpikir, persepsi dan belajar.
Anxietas cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi dari persepsi, tidak
hanya dari waktu dan ruang tetapi juga pada orang dan arti peristiwa. Distorsi
tersebut dapat mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan
perhatian, menurunkan daya ingat, dan mengganggu kemampuan untuk
menghubungkan satu hal dengan hal yang lain, untuk membuat suatu hubungan.
Pada anxietas terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stres. Terjadi
pengaktifan sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal. Bila
sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang
bersamaan, maka dengan berbagai cara, keadaan ini akan meningkatkan
kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar, di antaranya
dengan cara (Saddock, 2010):
1. Peningkatan tekanan arteri.
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan
penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis dan
ginjal, yang tidakdiperlukan untuk aktivitas motorik cepat.

Universitas Sumatera Utara


17

3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.


4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot.
6. Peningkatan kekuatan otot.
7. Peningkatan aktivitas mental.
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.

2.2 Premedikasi
Dua tujuan umum premedikasi diusulkan oleh Beecher tahun 1955 adalah
sebagai berikut:
1. Menenangkan pasien sebelum menjalani operasi dengan ahli bedah dan
2. Untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh anestesi dan
pembedahan.
Atropin pernah digunakan sebelumnya anestesi untuk mencegah "inhibisi
vagal" dan mengurangi sekresi yang diinduksi oleh kloroform atau eter.
Morfin juga sudah digunakan untuk mengurangi iritabilitas refleks pasien
dan mengurangi kebutuhan eter. Seiring dengan hadirnya halogen dan
anestesi intravena maka secara dramatis memperpendek waktu induksi
anestesi, tujuan utama premedikasi tidak lagi mencegah atau mengurangi
gerakan radikal dan sekresi pasien, tetapi untuk menghilangkan ketakutan
pasien dan mengurangi kegelisahan pasien.
Tujuan lain dari premedikasi anestesi, seperti yang ditemukan dalam
literatur, adalah untuk:
a. Mencegah rasa sakit pasca operasi,
b. Profilaksis efektif terhadap ponv,
c. Menurunkan kejadian perioperative shivering,
d. Menurunkan pruritus pasca operasi,
e. Menurunkan sekresi lambung,
f. Mencegah reaksi alergi,
g. Menekan respon refleks terhadap rangsangan pembedahan, dan
h. Mengurangi kebutuhan anestesi untuk prosedur pembedahan.

Universitas Sumatera Utara


18

Kecemasan sebelum operasi dapat terjadi hingga 80% dari pembedahan


pasien. Dua kelompok pasien yang rentan adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara kebanyakan orang dewasa wanita biasanya khawatir tentang
ketidakpastian masa depan mereka, keluarga mereka, keberhasilan operasi dan
keamanan anestesi, sebaliknya pada anak-anak, akan mengalami berbagai tingkat
kecemasan sebelum operasi. Pendekatan psikologis dan farmakologis efektif
dalam mengurangi kecemasan pra operasi. Sebuah penelitian dilakukan pada awal
1963 menunjukkan bahwa pasien yang dikunjungi oleh ahli anestesi sebelum
operasi cenderung tetap tenang dalam operasi daripada mereka yang tidak
menerima kunjungan. Studi lain menemukan bahwa lembar edukasi pasien
tentang efek anestesi kurang efektif dalam mengurangi kecemasan kunjungan pre
operasi. Midazolam telah terbukti efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan
pra operasi dalam banyak penelitian. Itu tidak akan menunda waktu pemulangan
dari ruang pemulihan pada operasi rawat jalan.

2.3 Kunjungan Preoperatif


Sebelum operasi, pasien diberikan pemeriksaan medis, menerima tes
preoperatif tertentu, dan status fisik mereka dinilai sesuai dengan sistem
klasifikasi status fisik ASA. Jika hasil ini memuaskan, pasien menandatangani
formulir persetujuan dan diberikan izin operasi.

Universitas Sumatera Utara


19

Tabel 2.1 Standar Prosedur Operasional Perawatan Pre Operatif


Pengertian Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari
perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima
masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam
mempersiapkan pasien sebelum dilakukan pembedan untuk
menghindari adanya infeksi nasokomial.
Kebijakan • Perawatan pre operasi dilakukan saat pasien masih di
ruang rawat inap
• Perawatan pre operasi meliputi persiapan fisik dan mental
Prosedur a. Persiapan fisik
Diet
• Bila diperlukan dilakukan persiapan terhadap pasien
untuk menunjang kelancaran operasi, seperti
pemasangan infus, istirahat total, pemasangan
Supportif seperti O2, Foley catheter, NGT , dll.
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan
makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan
anaesthesi umum.
• Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal
anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya
yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum
pembedahan antara lain :
• Aspirasi pada saat pembedahan
• Mengotori meja operasi
• Mengganggu jalannya operasi
• Pemberian lavement sebelum operasi dilakukan pada
bedah saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada
waktu sore dan pagi hari menjelang operasi. Maksud

Universitas Sumatera Utara


20

dari pemberian lavement antara lain


• Mencegah cidera kolon
• Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada
daerah yang akan dioperasi.
• Mencegah konstipasi.
• Mencegah infeksi
Persiapan Kulit
• Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut.
• Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang
operasi.
• Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan
kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan
dioperasi.
• Luas daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20
cm2
• Pencukuran menggunakan pisau cukur searah dengan
rambut kemudian dicuci dengan sabun sampai bersih
• Setelah dilakukan pencukuran, pasien dimandikan
dan dikenakan pakaian khusus dan memakai tutup
kepala.
Kebersihan Mulut
• Mulut harus dibersihkan dan gigi harus disikat
• Gigi palsu harus dilepas dan disimpan
Hasil Pemeriksaan
• Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
dengan hasil pemeriksaan fisik oleh dokter ruangan
dan atau dokter konsulen RS menunjukkan kondisi
dalam batas toleran
• Dokter Ruangan dan atau dokter konsulen penyakit
dalam dan atau dokter konsulen anestesi dan atau
dokter konsulen lainnya menyatakan pasien dapat

Universitas Sumatera Utara


21

dioperasi
• Pemeriksaan penunjang laboratorium, foto roentgen,
ECG, USG dan lain-lain.
• Persetujuan Operasi / Informed Consent
• Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia.
Persetujuan bisa didapat dari keluarga dekat yaitu
suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga
terdekat.
• Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat
izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah
dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak
dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih
mungkin
• Diberikan antibiotik perioperatif sesuai petunjuk
dokter
b. Persiapan mental
• Pasien harus memahami maksud dan tujuan operasi
serta resiko yang harus dihadapi dalam menjalani
operasi ini.
• Lakukan Informed Consent sesuai prosedur.
• Pasien di tenangkan dan diberi penyuluhan yang baik
agar tegar menghadapi tindakan operasi yang akna
dijalaninya.
• Pasien diminta untuk berdoa menurut keyakinannya
masing-masing.
• Keluarga pasien diminta selalu mendampingi dan
mendukung secara moril.
Unit Terkait 1. Unit Rekam Medik
2. Bidang Perawatan
3. Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


22

The American Society of Anesthesiologists (ASA) telah mempublikasikan


kumpulan penuntun yang menyarankan previsit anestesi yang harus dilakukan
seperti:
Ø Wawancara dengan pasien atau penjaga pasien dalam mengungkapkan
riwayat, berobat, anestesi dan penyakit sebelumnya
Ø Pemeriksaan fisik yang tepat
Ø Indikasi untuk pemeriksaan tambahan untuk diagnostik
Ø Melihat hasil data penunjang diagnostik (laboraotrium, EKG, foto radiologi,
dan lembar konsultasi)
Ø Menetapkan skor status fisik ASA (PS-ASA)
Ø Menetapkan dan mendiskusikan tentang rencana anestesi yang akan dilakukan
pada pasien, pada orang dewasa dimintai informed concent.

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Fisik menurut ASA

2.3.1 Anamnesis dan Pemerikasaan Fisik


Riwayat anestesi merupakan komponen penting. Pasien atau penjaganya
dapat memberikan informasi di atas kertas, melalui internet, wawancara lewat
telepon, atau secara langsung. Kondisi penyakit pasien, riwayat alergi, operasi
sebelumnya, dan riwayat penggunaan rokok, alkohol, dan obat terlarang lainnya
harus dilaporkan. Gejala kardiovaskular, penyakit paru, dan saraf harus ditulis.

Universitas Sumatera Utara


23

Adanya suatu penyakit dapat diketahui bagaimana berat ringannya penyakit,


stabilitasnya, eksaserbasi yang sekarang atau yang akan terjadi.
Keadaan kardiorespirasi atau kapasitas fungsionalnya tidak hanya
memprediksi outcome dan komplikasi perioperatif, namun juga pada saat evaluasi
pasien selanjutnya. Keadaan tubuh yang lebih ideal dapat memelihara sistem
kardiorespirasi dan mengurangi tingkat kesakitan seperti perbaikan profil lipid
dan glukosa dan mengurangi tekanan darah dan obesitas. Sebaliknya, ketidak
mampuan untuk berolahraga mungkin merupakan suatu tanda penyakit
kardiorespiratori. Pasien yang tidak mampu lagi mengerjakan kegiatan yang
tingkatan rata-rata (4-5 metabolik ekuivalen atau METs, seperti berjalan empat
langkah atau menaiki dua anak tangga) akan menambah resiko terjadinya
komplikasi perioperatif. Riwayat pribadi dan keluarga yang bermasalah dengan
anestesi seperti muntah dan mual hebat perioperatif (PONV), delirium yang
mengancam jiwa berkepanjangan, dicuriagai dapat terjadi hipertermia yang hebat,
atau defisiensi pseudokolinesterase harus tercatat dan mengacu untuk dibuatnya
rencana anestesia.
Pemeriksaan preanestesi termasuk jalan napas, jantung, dan paru, melihat
tanda-tanda vital, termasuk saturasi oksigen dan pengukuran tinggi badan dan
berat badan. Ketika ditemukan kesulitan jalan napas, segera sesuatu seperti
peralatan dan orang yang ahli untuk menanganinya. Auskultasi jantung dan
meraba nadi, vena perifer, dan ektremitas untuk melihat apakah ada edema sangat
penting diketahui dan akan berpengaruh pada rencana terapi. Pemeriksaan paru
berupa auskultasi untuk mendengarkan wheezing, mendengarkan berkurangnya
bunyi napas dan bunyi abnormal, dan memperhatikan adanya sianosis atau
clubbing dan bantuan napas. Pada pasien dengan defisit fungsional, atau tindakan
anestesia secara regional atau saraf tertentu, maka pemeriksaan neurologis
diperlukan untuk melihat kelaianan yang dapat membantu dalam diagnosis atau
mempengaruhi posisi pasien dan menetapkan dasar kelainan. Pada bagian ini akan
membicarakan faktor-faktor komorbid yang akan berdampak selama tindakan
anestesi (Sweitz er, 2018)

Universitas Sumatera Utara


24

2.3.2 Faktor Komorbid yang berdampak selama tindakan Anestesi.


Penyakit Areteri Koroner (PAK) bervariasi mulai dari ringan, merupakan
penyakit yang stabil dengan dampak kecil pada perioperatif yang menghasilkan
penyakit berat dan bertanggung jawab pada komplikasi serius pada anestesi dan
operasi. Pemeriksaan fisik dan riwayat terdahulu dapat melakukan penanganan
awal pada jantung. Catatan rekam medis dan diagnostik sebelumnya perlu
diketahui, terutama pemeriksaan stres noninvasif dan hasil dari kateterisasi
jantung. Perlunya untuk menghubungi dokter utama yang bertanggung jawab atau
ahli jantung untuk informasi yang lebih lanjut dan meniadakan pemeriksaan lain
atau konsultasi lain.
Sebelumnya American College of Cardiology/ American Heart
Association (ACC/AHA) membuat pedoman operasional tentang evaluasi
kardiovaskuler pada operasi non kardiak jumlah rekomendasinya dikurangi untuk
pemeriksaan revaskularisasi. Sebuah algoritma untuk pasien dengan resiko jantung
perioperatif dikembangkan sebagai berikut:
• Langkah 1
Mempertimbangkan urgensi operasi. Untuk operasi darurat, terfokus pada
pemantauan perioperatif (seperti EKG serial, enzim jantung, monitoring jantung)
dan mengurangi resiko (pemberian Beta adrenergik bloker, statin,
penatalaksanaan nyeri).
• Langkah 2
Fokus terhadap kondisi penyakit jantung yang aktif seperti infark miokard, angina
berat atau tidak stabil, gagal jantung dekompensata, penyakit katup berat, dan
aritmia yang berat. Semua kondisi penyakit aktif jantung ditunda operasinya
kecuali pada kasus emergensi.
• Langkah 3
Bergantung pada besarnya resiko dan beratnya operasi. Pasien tanpa penyakit
jantung yang aktif (lihat langkah 2) pasien dengan operasi beresiko rendah akan
dilaksanakan tanpa pemeriksaan yang lebih lanjut.

• Langkah 4

Universitas Sumatera Utara


25

Melakukan penilaian kapasitas fungsional yang disebut sebagai METs. Pasien


tanpa gejala dengan kapasitas fungsional yang tinggi dpaat langsung dilakukan
operasi.
• Langkah 5
Menganggap pasien dengan kapasitas yang rendah atau menengah yang dimana
membutuhkan operasi yang beresiko sedang atau operasi vaskuler.

Jumlah penyakit klinis yang dapat diperkirakan (PJK, gagal jantung


terkompensasi, penyakit serebrovaskuler, diabetes dan gagal ginjal) menentukan
kegunaan dari pemeriksaan jantung lebih lanjut. Pasien tanpa perkiraan penyakit
klinis tersebut dapat melakukan operasi. Pasien yang diperkirakan memiliki resiko
penyakit tersebut akan disegerakan untuk pemeriksaan lebih lanjut jika hasilnya
tersebut akan mengubah rencana tindakan. Beberapa faktor resiko akan PJK
seperti merokok, hipertensi, usia tua, kelamin pria, hiperkolestrolemia, dan
riwayat keluarga akan meningkatkan resiko perioperatif (Sweitzer, 2018).
Tujuan akhir dari penilaian medis preoperatif adalah untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas bedah dan anestesi pasien operatif, dan untuk
mengembalikkannya ke fungsi yang diinginkan secepat mungkin. Sangat penting
untuk menyadari bahwa risiko "perioperatif" adalah multifaktorial dan fungsi dari
kondisi medis preoperatif pasien, invasif prosedur bedah dan jenis anestesi yang
diberikan. Riwayat dan pemeriksaan fisik, berfokus pada faktor risiko untuk
komplikasi jantung dan paru dan penentuan kapasitas fungsional pasien, sangat
penting untuk evaluasi pra operasi apa pun (Sweitzer, 2018).
Sasaran utama evaluasi dan persiapan preoperatif berikut telah
diidentifikasi (Sweitzer, 2018):
1. Dokumentasi kondisi pasien untuk operasi yang diperlukan.
2. Penilaian status kesehatan keseluruhan pasien.
3. Mengungkap kondisi tersembunyi yang dapat menyebabkan masalah selama
dan setelah operasi.
4. Penentuan risiko perioperatif.
5. Optimalisasi kondisi medis pasien untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas perioperatif bedah dan anestesi pasien.

Universitas Sumatera Utara


26

6. Pengembangan rencana perawatan perioperatif yang tepat.


7. Pendidikan pasien tentang operasi, anestesi, perawatan intraoperatif dan
perawatan nyeri pasca operasi dengan harapan mengurangi anxietas dan
memfasilitasi pemulihan.
8. Pengurangan biaya, pemendekan masa inap di rumah sakit, pengurangan
pembatalan dan peningkatan kepuasan pasien.

2.4 Kuesioner Kesehatan Pasien-9 (Patient Health Quistionnaire-9)


Pengukuran tingkat depresi menggunakan Patient Health Questtionaire
(PHQ-9). PHQ-9 telah dilakukan penelitian validasi oleh Kroenke K, dan Spitzer
RL. PHQ-9 adalah skala depresi Sembilan item. PHQ-9 adalah alat yang ampuh
untuk membantu dalam mendiagnosis depresi serta menyeleksi dan pemantauan
pengobatan (Kroenke K dan Spitzer, 2001).
Patient Health Questionnaire (PHQ) adalah persedian laporan diri
berbentuk pilihan ganda yang dilindungi hak ciptanya oleh Pfizer Inc yang
digunakan sebagai alat skrinning dan diagnostic untuk gangguan kesehatan mental
depresi, anxietas, alkohol, makanan, dan gangguan somatoform. Ini merupakan
versi laporan diri dari penilaian Primary Care Evaluation of Mental Disorders
(PRIME-MD), alat diagnostic yang dikembangkan pada pertengahan tahun 1990-
an oleh Pfizer Inc. panjangnya penilaian membatasi kelayakannya; akibatnya versi
yang lebih pendek terdiri dari 11 pertanyaan multi-bagan-Kuisioner Kesehatan
Pasien dikembangkan dan divalidasi (Kroenke dan Spitzer, 2001).

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 2.3 Kuesioner Kesehatan Pasien-9 (PHQ-9)


Selama 2 minggu terakhir, Tidak Bebera- Lebih dari Hampir
seberapa sering anda terganggu pernah pa hari separuh setiap
oleh masalah-masalah berikut waktu hari
Gunakan tanda yang
dimaksud
1 Kurang tertarik atau bergairah 0 1 2 3
dalam melakukan apapun
2 Merasa murung, muram dan 0 1 2 3
putus asa
3 Sulit tidur atau mudah 0 1 2 3
terbangun atau terlalu banyak
tidur
Merasa lelah atau kurang
bertenaga
4 Merasa lelah atau kurang 0 1 2 3
bertenaga
5 Kurang nafsu makan atau 0 1 2 3
terlalu banyak makan
6 Kurang percaya diri atau 0 1 2 3
merasa bahwa anda adalah
orang yang gagal atau telah
mengecewakan diri sendiri atau
keluarga
7 Sulit berkonsentrasi pada 0 1 2 3
sesuatu, misalnya membaca
Koran atau menonton televisi.
8 Bergerak atau berbicara sangat 0 1 2 3
lambat sehingga orang
lain\memperhatikannya. Atau
sebaliknya merasa resah atau
gelisah sehingga anda lebih

Universitas Sumatera Utara


28

sering bergerak dari biasanya.


9 Merasa lebih baik mati atau 0 1 2 3
ingin melukai diri sendiri
dengan cara apapun.

Penilaian yang dibuat untuk jawaban yaitu:


• Tidak sama sekali = nilai 0
• Beberapa hari = nilai 1
• Lebih dari separuh waktu yang dimaksud = nilai 2
• Hampir setiap hari = nilai 3

Ada dua komponen dari PHQ-9 yaitu menilai gejala dan gangguan
fungsional untuk membuat depresi tentative diagnostik dan mendapatkan skor
keparahan untuk membantu memilih dan mamantau pengobatan. PHQ-9
didasarkan langsung pada kriteria diagnostic gangguan depresi dalam Diagnostic
dan Statistic Manual Fourth Edition (DSM-IV) (Kroenke K dan Spitzer, 2001)
Kuesioner ini telah dibentuk untuk menaksir mood pasien. Pertanyaan yang
ditanya adalah: seberapa sering anda terganggu oleh masalah-masalah berikut
(Kroenke dan Spitzer, 2001):

Tabel 2.4 Interpretasi derajat depresi menurut PHQ-9 (Kroenke K dan Spitzer,
2001)
SKOR INTERPRETASI
0-4 Depresi minimal / normal
5-9 Depresi ringan
10-14 Depresi sedang
15-20 Depresi sedang berat
20-27 Depresi Berat

PHQ-9 merupakan alat khusus untuk depresi, skor masing-masing dari 9


kriteria terkait DSM-IV berdasarkan modul suasana hati dari PRIME-MD yang
asli. PHQ-9 sensitif dan spesifik dalam diagnosisnya dan telah menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


29

keunggulan dalam pengaturan perawatan primer. Alat ini digunakan dalam


berbagai konteks yang berbeda, termasuk pengaturan klinis di seluruh Amerika
Serikat serta studi penelitian.
Selain PHQ versi Sembilan item (PHQ-9) yang digunakan untuk menilai
gejala depresi PHQ juga memiliki versi tujuh item (GAD-7) yang digunakan
untuk menilai gejala anxietas, dan versi limabelas item (PHQ-15) yang digunakan
untuk menilai gejala somatik. Semuanya tergabung untuk menciptakan gejala-
gejala PHQ Somatic, anxiety, depressive (PHQ-SADS) dan termasuk pertanyaan
mengenai serangan panik (setelah bagian GAD -7).

2.5 Instrumen VAS - A


Kecemasan adalah sumber stressor perioperatif yang relevan,
mempengaruhi kualitas hidup, meningkatkan persepsi dan gangguan nyeri
perioperatif, serta turut mempengaruhi hasil operasi. Kecemasan preoperatif dan
depresi mungkin juga bertahan bahkan jauh setelah operasi itu sendiri selesai. Ini
menunjukkan bahwa evaluasi yang tepat dari kecemasan preoperatif merupakan
faktor yang relevan untuk manajemen dan kualitas perawatan secara keseluruhan.
Kecemasan sebelum operasi dan ketidaknyamanan psikologis telah
diselidiki dalam beberapa penelitian menggunakan beberapa tes psikologis,
termasuk yang paling terkenal adalah instrumen Spielberger Trait Anxiety
Inventory (STAI) dan Beck Depression Inventory (BDI). Tes ini telah divalidasi
dengan baik dan bermanfaat untuk penelitian dan praktik klinis dalam pengaturan
kejiwaan, tetapi tidak cocok untuk penilaian kecemasan rutin dalam anestesiologi.
Dalam hal ini, tes yang ideal untuk diterapkan dalam praktik sebagai
anestesiologis mestilah efektif, sederhana dan cepat dan tidak memerlukan
kompetensi kejiwaan atau psikologis khusus.
Konsep Visual Analogue Scale telah diperkenalkan pertama sekali pada
tahun 1960-an oleh Aitken dkk untuk dapat mengukur keadaan psikologis dan
menilai rasa sakit. Konsep ini sekarang telah diterima secara universal tidak hanya
sebagai ukuran intensitas nyeri, tetapi juga telah digunakan untuk menilai
pengalaman subjektif lainnya. Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A) telah
diperkenalkan pada tahun 1976 dan digunakan pertama kali pada pasien yang

Universitas Sumatera Utara


30

akan menjalani tindakan atau prosedur terkait gigi pada tahun 1988. Beberapa
penelitian juga menilai keandalan instrumen ini dalam menilai kecemasan pra
operasi dalam kondisi terkait bedah lainnya, dan dinilai sebanding akurasinya
dengan kuesioner STAI.
Instrumen VAS-A berupa garis lurus dengan panjang 10 cm yang ditandai
dengan dua ujung. Berikut adalah bentuk instrumen VAS-A:

Saat ini, seberapa cemaskah Anda?


Tandai dengan membubuhkan tanda garis ( | ) pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Instrumen VAS A (Williams, 2010)

Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pasien yang


menunjukkan gejala kecemasan, atau bahkan pasien dengan gangguan kejiwaan
terkait kecemasan sekalipun, tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan
instrumen VAS-A ini. Seluruh subjek yang diuji mampu mengekspresikan tingkat
kecemasan yang mereka alami pada saat diberikan pertanyaan tersebut dan
dengan demikian dinilai aplikatif untuk digunakan dalam keseharian.
Validitas dan reliabilitas instrumen ini juga sudah diuji berkali-kali pada
berbagai kelompok populasi dengan hasil yang sangat memuaskan. Jika
dibandingkan dengan kuesioner kecemasan yang standard, yaitu Spielberger
Trait Anxiety Inventory (STAI) dan Beck Depression Inventory (BDI), instrumen
VAS-A terbukti menunjukkan angka korelasi yang signifikan. VAS-A memiliki
korelasi yang signifikan dengan STAI dengan nilai p<0.0001 dan koefisien
korelasi berkisar 0.50 (Facco, 2013), sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 2.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen VAS-A dibandingkan
dengan instrumen kecemasan standard STAI (Facco, 2013)

Sebagaimana terlihat pada gambar 2.3, bahwa terdapat korelasi positif


antara skor VAS-A dengan skor yag didapat dari instrumen STAI. Ini berarti,
makin tinggi skor VAS-A yang dinyatakan seorang pasien, merefleksikan makin
tinggi pula skor STAI nya.
Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas instrumen VAS-A untuk mengukur
kecemasan juga telah terbukti sangat memuaskan. Nilai cut-off VAS-A sebesar 46
memberikan tingkat sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas sebesar 61% jika

Universitas Sumatera Utara


32

dibandingkan uji baku emas yaitu STAI (Facco, 2013), sebagaimana terlihat pada
gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas instrumen VAS-A pada kurva
ROC

Semua temuan ini telah mengkonfirmasi bahwa instrumen VAS-A


merupakan alat ukur yang mudah dan aplikatif untuk diterapkan dan tetap
memberikan hasil validitas dan akurasi yang mampu merepresentasikan tingkat
kecemasan pasien secara memuaskan.

Universitas Sumatera Utara


33

2.6 Kerangka Teori

Faktor Budaya & Religi Faktor Sosio - Ekonomi

Kurangnya Informasi
Faktor Tingkat
Sharing pengalaman
Pendidikan
dari rekan pasien

Persepsi Pasien

Tindakan Anestesi Tindakan Pembedahan

Kecemasan Preoperatif Manifestasi anxietas &


sistem saraf otonom

Informasi dan Edukasi

Pengukuran dengan instrumen


VAS-A

Gambar 2.5 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


34

2.7 Kerangka Konsep

Usia

PS-ASA

Jenis Kelamin
Tingkat Anxietas
(Skor VAS-A)
Teknik Anestesi

Jenis Operasi

Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Mempengaruhi

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Design Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan desain cross –
sectional yang bertujuan mengetahui pengaruh kunjungan preoperatif terhadap
tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani operasi elektif dengan penilaian
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan, dari bulan Oktober –
November 2019 di RSUP H Adam Malik Medan

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan menjalani
tindakan pembedahan elektif di RSUP H Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi, tetapi
tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang akan menjalani pembedahan elektif yang bersedia
menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan
2. Berusia 19-65 tahun
3. Pasien dengan PS ASA 1 dan 2.
4. Pasien dengan PHQ9 < 5
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang memiliki kelainan psikiatrik berupa gangguan cemas
menyeluruh sebelum direncanakan tindakan operasi

35
Universitas Sumatera Utara
36

2. Pasien yang tidak kooperatif dan tidak mampu berkomunikasi saat


kunjungan preoperatif

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel dan Besar Sampel


Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling,
dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai besar sampel yang diperlukan terpenuhi.
Adapun besar sampel minimal yang diperlukan dihitung berdasarkan
rumus sampel untuk uji hipotesis data numerik berpasangan, yaitu
($% ' $( ) * 0
n=" /
+, - +.

dimana:
N = besar sampel minimum
Zα = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z dua arah
pada α 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sebesar 1,96
Zβ = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada β 0,2
sebesar 0,84
S = simpangan baku selisih nilai VAS-A berdasarkan studi
terdahulu, yaitu 1.21 (Jadin, 2017)
x1 – x2 = besarnya perbedaan rerata yang dianggap signifikan
berdasarkan penelitian terdahulu dan pertimbangan klinis
sebesar 0.4

Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel minimal yang diperlukan


dalam penelitian ini adalah:
($% ' $( ) * 0
n=" /
+, - +.

(1,34 ' 5,67) 1.01 0


n=" /
5.7

n = 71.74 orang
Besar sampel minimal yang diperlukan digenapkan menjadi 72 orang.

Universitas Sumatera Utara


37

3.4. Variabel Penelitian


Variabel yang akan dinilai pada penelitian ini adalah:
• Tingkat kecemasan (skor VAS-A)
• Usia
• PS-ASA
• Jenis kelamin
• Teknik anestesi
• Jenis operasi

3.5. Definisi Operasional


Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah skor VAS-A pasien operasi
elektif di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
• Tingkat kecemasan adalah tingkat kecemasan pasien yang akan
menjalani pembedahan elektif sebelum dan sesudah kunjungan
preoperatif. Cara ukur yaitu wawancara dengan instrumen VAS-A.
Skala ukur rasio.
• Jenis kelamin adalah atribut-atribut fisiologis dan anatomis yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Cara ukur checklist.
Hasil ukur adalah laki-laki dan perempuan. Skala ukur nominal.
• Usia adalah lama pasien hidup sejak dilahirkan hingga saat penelitian
dilaksanakan. Sampel pada penelitian berusia 19 tahun sampai
dengan 65 tahun.
• PS ASA adalah klasifikasi status fisik yang ditetapkan oleh
American Society of Anesthesiologist (ASA) yang menilai kesehatan
dan kebugaran pasien sebelum di operasi. Cara ukur menggunakan
checklist. Hasil ukur PS ASA I dan II. Skala ukur ordinal.
• Teknik Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa
sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit. Hasil ukur adalah anestesi umum dan
anestesi regional. Skala ukur nominal

Universitas Sumatera Utara


38

• Jenis operasi adalah operasi yang dilakukan di bagian tubuh yang


dibagi atas operasi bedah digestif, bedah ortopedi, obstetric
ginekologi dan bedah saraf. Skala ukur nominal.

Universitas Sumatera Utara


39

3.6. Alur Penelitian

Populasi

Kriteria Kriteria
Inklusi Eksklusi

Sampel

Edukasi &
Informed Consent

Pengukuran VAS-A

Hasil

Analisis

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


40

3.7. Prosedur Penelitian


1. Sebelum penelitian dimulai, peneliti meminta keterangan lulus kaji
etik (ethical clearance) dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Penelitian ini dilakukan di poliklinik anestesi Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan.
3. Pasien yang akan menjalani pembedahan elektif yang memenuhi
kritria inklusi serta tidak termasuk ke dalam kriteria eksklusi
diikutsertakan dalam penelitian.
4. Setiap penderita yang diikutsertakan dalam penelitian memahami dan
menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed
consent
5. Peneliti memberikan informasi komprehensif mengenai bentuk
tindakan anestesi yang akan dilakukan, prognosis, alternatif dan risiko
tindakan.
6. Peneliti sebagai dokter anestesi melakukan pengukuran tingkat
kecemasan pasien dengan menggunakan instrumen Visual Analog
Scale for Anxiety (VAS-A) di poliklinik anestesi.
7. Data tingkat kecemasan sebelum kunjungan preoperatif dilakukan
analisis secara statistik.

3.8 Prosedur Pengukuran Tingkat Kecemasan


Pengukuran tingkat kecemasan dilakukan dengan menggunakan instrumen
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A) sebagai berikut:

Saat ini, seberapa cemaskah Anda?


Tandai dengan membubuhkan tanda garis ( | ) pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara


41

Cemas luar
Tidak cemas
biasa
sama sekali

Gambar 3.2 Instrumen Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)

3.9 Analisis Data


Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan aplikasi
software komputer. Dan dilaporkan dalam bentuk table distribusi frekuensi.

3.10 Etika Penelitian


Sebelum dilakukan pengumpulan data terhadap sampel penelitian, peneliti
mengajukan ethical clearance terlebih dahulu kepada Komisi Etik Penelitian
Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran USU – RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Sampel
Subjek penelitian diambil dari bulan Desember 2019. Pada penelitian ini
didapatkan 72 subjek dari pasien-pasien yang menjalani tindakan pembedahan
elektif di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pasien menjalani pembedahan di
beberapa departemen yaitu bedah digestif, bedah orthopedi, obgyn , bedah saraf.
Pasien dilakukan pembiusan general dan regional. Seluruh subjek penelitian
dilakukan penilaian skor VAS-A di unit rawat jalan sebelum pasien dilakukan
tindakan pembiusan satu hari sebelum tindakan anestesi.

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel


Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 33 45,8
Perempuan 39 54,2
Usia 45,81±13,8
ASA
I 18 25
II 54 75
Jenis anestesi
Anestesi umum 46 63,9
Anestesi regional 26 36,1
Jenis operasi
Orthopedi 22 30,5
Digestif 18 25,0
Obstetri ginekologi 17 23,6
Bedah saraf 15 20,8
VAS A 4,14±1,9

42
Universitas Sumatera Utara
43

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rerata usia subjek penelitian adalah 45,81 ±
13,8 tahun. Pasien paling banyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 39 orang
(54,2%) dan laki-laki sebanyak 33 orang (45,8%). Dari 72 subjek penelitian,
sebanyak 46 subjek (63,9%) menjalani tindakan pembiusan general dan 26 orang
(36,1%) menjalani pembiusan regional. Pasien pada penelitian ini didapatkan
jenis operasi terbanyak ortopedi 26 subjek (36,1%). Pada penilaian skor ASA,
didapati 18 subjek (25%) dengan ASA I dan 54 subjek (75%) dengan ASA II.
Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata VAS-A pada 72 pasien sebesar
4,14±1,9.

Universitas Sumatera Utara


44

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori VAS-A


Kategori VAS-A

Ringan (n) Sedang (n) Berat (n)

Keseluruhan 29 36 7

Usia

Dewasa Muda 4 5 1

Dewasa Awal 11 6 5

Dewasa Pertengahan 14 25 1

Jenis Kelamin

Laki-laki 15 14 4

Perempuan 14 22 3

Suku

Batak 13 12 3

Jawa 3 9 1

Karo 7 5 0

Melayu 3 4 2

Aceh 1 6 1

Padang 2 0 0

Agama

Islam 15 24 4

Protestan 13 11 3

Katolik 1 1 0

PS-ASA

ASA I 7 9 2

ASA II 22 27 5

Jenis Anestesi

Universitas Sumatera Utara


45

Umum 17 21 4

Regional 12 15 3

Jenis Operasi

Orhopaedi 6 12 4

Digestive 3 12 2

Obgyn 6 10 1

Bedah Saraf 14 2 0

4.1.2 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan


Usia
Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dan usia
itampilkan pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan
Jenis Kelamin
Jenis kelamin
VAS-A Dewasa Dewasa Dewasa Nilai p
Awal Muda Pertengahan
Ringan 4 (13,8%) 11 (37,9%) 14 (48,3%) 0,001
Sedang 5 (13,9%) 6 (16,7%) 25 (69,4%) 0,001
Berat 1 (14,3%) 5 (71,4%) 1 (14,3%) 0,014
Keterangan : p (perbandingan nilai VAS-A kelompok usia, Uji Friedman),
*Signifikan a<0,05

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada kelompok usia dewasa awal memiliki
jumlah terbanyak pada kelompok VAS-A kategori sedang sebanyak 5 (13,9%),
kelompok usia dewasa muda memiliki jumlah terbanyak pada kelompok VAS-A
kategori ringan sebanyak 11 (37,9%), dan kelompok usia dewasa pertengahan
memiliki jumlah terbanyak pada kelompok VAS-A kategori sedang sebanyak 25

Universitas Sumatera Utara


46

(69,4%). Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai
VAS A yang signifikan dengan nilai p=0,001 untuk nilai VAS-A ringan, nilai
p=0,001 untuk nilai VAS-A sedang, dan nilai p=0,014 untuk nilai VAS-A berat.

4.1.3 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan


Jenis Kelamin
Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dan jenis
kelamin ditampilkan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan
Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Variabel Nilai p
Laki-laki Perempuan
VAS A
Mean ± SD 3,79±1,8 5,77±1,2
0,001*
Median (Min-Maks) 4 (1-8) 5 (4-9)
Keterangan : p (perbandingan nilai VAS-A kelompok laki dan kelompok
perempuan, Uji Mann Whitney), *Signifikan a<0,05

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada kelompok perempuan memiliki nilai


rerata VAS A yang lebih tinggi (5,77±1,2) dibandingkan dengan kelompok laki-
laki (3,79±1,8). Selain itu nilai minimum VAS A kelompok laki-laki dapat
mencapai skor 1 sedangkan pada kelompok perempuan nilai minimum VAS A
yang lebih besar (skor 4). Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa
terdapat perbedaan nilai VAS A yang signifikan antara kelompok laki-laki dan
perempuan dengan nilai p=0,001.

Universitas Sumatera Utara


47

4.1.4 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan


ASA
Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan ASA
yang ditampilkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan
ASA
ASA
Variabel Nilai p
I II
VAS A
Mean ± SD 5,06±1,9 4,8 ±1,7 0,733
Median (Min-Maks) 5 (1-9) 5 (1-8)
Keterangan : p (perbandingan nilai VAS-A kelompok ASA I dan kelompok ASA
II, Uji Mann Whitney), *Signifikan a<0,05
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada kelompok ASA I memiliki nilai rerata
VAS A yang lebih tinggi (5,06±1,9) dibandingkan dengan kelompok ASA II
(3,79±1,8). Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa tidak terdapat
perbedaan nilai VAS A yang signifikan antara kelompok ASA I dan ASA II
dengan nilai p=0,733.

4.1.5 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan


Jenis Anestesi
Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan jenis
anestesi yang akan ditampilkan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan
Jenis Anestesi
Jenis anestesi
Variabel Nilai p
Anestesi umum Anestesi regional
VAS A 0,001*

Universitas Sumatera Utara


48

Mean ± SD 5,52 ±1,69 3,69 ±1,4


Median (Min-Maks) 5 (1-9) 4 (1-5)
Keterangan: p (perbandingan nilai VAS-A kelompok anestesi umum dan
kelompok anestesi regional, Uji Mann Whitney), *Signifikan a<0,05

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada kelompok anestesi umum memiliki


nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,52±1,69) dibandingkan dengan kelompok
anestesi regional (3,69±1,4). Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa
terdapat perbedaan nilai VAS A yang signifikan antara kelompok anestesi umum
dan anestesi regional dengan nilai p=0,001.

4.1.6 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan


Jenis Operasi
Hubungan tingkat kecemasan yang dinilai dengan VAS A dengan jenis
anestesi yang akan ditampilkan pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Kecemasan yang Dinilai dengan VAS A dengan
Jenis Operasi
VAS
Variabel
Mean±SD
Ortopedi 5,27 ±1,77
Digestif 4,56 ±1,24
Obstetri ginekologi 4,35 ±1,57
Bedah saraf 1,73 ± 0,79
p 0,001*
Keterangan : p (perbandingan nilai VAS-A kelompok jenis operasi ortopedi,
digestif, obstetri ginekologi, dan bedah saraf, Uji Kruskal Wallis), *Signifikan
a<0,05

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pada kelompok operasi ortopedi memiliki


nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,27±1,77) dibandingkan dengan kelompok
jenis operasi digestif, obstetric ginekologi dan bedah saraf yang memiliki nilai

Universitas Sumatera Utara


49

VAS A masing-masing 4,56±1,24; 4,35±1,57; 1,73±0,79. Berdasarkan uji


statistik pada didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai VAS A yang signifikan
antara kelompok jenis operasi dengan nilai p=0,001.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada 72 pasien yang akan
menjalani operasi elektif. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan di Rumah Sakit
Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
nilai VAS pada pasien operasi elektif di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Pembedahan elektif atau darurat merupakan suatu peristiwa kompleks
yang menegangkan, karena selain pasien mengalami gangguan fisik, dapat juga
terjadi masalah psikologis. Salah satu reaksi emosional dari pasien yaitu
kecemasan yang hampir selalu muncul dalam proses pembedahan (Bedaso, 2019).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan, ketakutan atau kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, tanpa disertai adanya gangguan dalam menilai
realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih
dalam batas-batas normal. (NIMH, 2015). Kecemasan dianggap sebagai respon
normal ketika kecemasan itu disebabkan oleh adanya ancaman yang diketahui.
Apabila individu mampu mengatasi ancaman atau sumber tekanan (stresor) ini,
maka kecemasan akan hilang (Saddock, 2010).
Derajat kecemasan berbeda pada setiap individu. Hal tersebut berfluktuasi
seiring dengan perjalanan waktu, dimulai dari sebelum operasi dan bertahan
hingga periode akhir post operasi. Pasien berbeda akan bereaksi terhadap periode
preoperatif dengan cara yang berbeda. Beberapa menganggapnya sebagai
perasaan lega karena mereka akan memiliki kehidupan bebas penyakit. Yang lain
menganggapnya sebagai hal yang penuh tekanan dalam perjalanan hidupnya.
Mereka sudah dipenuhi ketidaknyamanan mereka atau memikirkan keberhasilan
pembedahan, perasaan yang kuat akan kegagalan yang dihubungkan dengan karir
dan masalah keluarga, status kesehatan fisik setelah operasi dan masalah selama
adaptasi untuk perubahan situasi setelah operasi (Sigdel, 2015).
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A) telah diperkenalkan pada tahun
1976 dan digunakan pertama kali pada pasien yang akan menjalani tindakan atau

Universitas Sumatera Utara


50

prosedur terkait gigi pada tahun 1988. Spielberger Trait Anxiety Inventory (STAI)
dan Beck Depression Inventory (BDI), instrumen VAS-A terbukti menunjukkan
angka korelasi yang signifikan. VAS-A memiliki korelasi yang signifikan dengan
STAI dengan nilai p<0.0001 dan koefisien korelasi berkisar 0.50. Hasil uji
sensitivitas dan spesifisitas instrumen VAS-A untuk mengukur kecemasan juga
telah terbukti sangat memuaskan. Nilai cut-off VAS-A sebesar 46 memberikan
tingkat sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas sebesar 61% jika dibandingkan
uji baku emas yaitu STAI (Facco, 2013).
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa kelompok perempuan memiliki
nilai rerata VAS A yang lebih tinggi (5,77±1,2) dibandingkan dengan kelompok
laki-laki (3,79±1,8). Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa terdapat
perbedaan nilai VAS A yang signifikan antara kelompok laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mitchell pada tahun
2011. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa pasien dengan jenis kelamin wanita
lebih cemas dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pasien-pasien
wanita memiliki pengalaman cemas yang levelnya lebih tinggi dibandingkan
dengan pria (Mitchell, 2011). Penelitian lain oleh Mavridou et al. pada tahun 2013
juga menemukan hasil yang sama dengan penelitian ini. Penjelasan lain dari hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa laki-laki tidak dapat menunjukkan
ekspresi kecemasan mereka dengan mudah dan mengakui kelemahan, dan
kerapuhan mereka (Mavridou et al., 2013).
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan kelompok ASA I memiliki nilai rerata
VAS A yang lebih tinggi (5,06±1,9) dibandingkan dengan kelompok ASA II
(3,79±1,8) namun tidak terdapat perbedaan bermakna nilai VAS A antara
kelompok ASA I dan ASA II dengan nilai p=0,733. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Myles (2017) bahwa nilai VAS tidak terkait dengan penilaian ASA pasien
dan paling banyak pasien yang menjalani operasi elektif paling banyak
dikategorikan sebagai ASA II.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kelompok general anestesi memiliki nilai
rerata VAS A yang lebih tinggi (5,52±1,69) dibandingkan dengan kelompok
regional anestesi (3,69±1,4) dan terdapat perbedaan nilai VAS A yang signifikan
antara kelompok general anestesi dan regional anestesi. Hasil ini sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


51

penelitian Açıkel et al (2017) bahwa nilai VAS memiliki hubungan dengan jenis
anestesi yang dilakukan pada pasien. Di sisi lain, penelitian Mitchell pada tahun
2011 juga menyebutkan bahwa pasien-pasien dengan general anesthesia memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan anestesi
lokal. Hal ini disebabkan pasien yang akan menjalani prosedur general anestesia
mencari lebih banyak informasi yang berkaitan dengan pembiusan yang akan
dijalaninya dibandingkan dengan yang menggunakan anestesi regional.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Didapatkan sampel dengan VAS-A kategori ringan sejumlah 29 orang,
kategori sedang 37 orang, dan kategor berat 7 orang.
2. Nilai VAS-A dengan derajat kecemasan berat paling banyak dialami pada
kelompok dewasa muda.
3. Kelompok perempuan memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan terdapat perbedaan nilai
VAS A yang signifikan antara kelompok laki-laki dan perempuan.
4. Kelompok ASA I memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok ASA II, namun tidak terdapat perbedaan
nilai VAS A yang signifikan antara kelompok ASA I dan ASA II.
5. Kelompok general anestesi memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan terdapat perbedaan nilai
VAS A yang signifikan antara kelompok general anestesi dan regional
anestesi.
6. Kelompok ortopedi memiliki nilai rerata VAS A yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok jenis operasi yang lain dan terdapat
perbedaan nilai VAS A yang signifikan antara kelompok jenis operasi
ortopedi, digestif, obstetrik ginekologi dan bedah saraf.

5.2 Saran
1. Diharapkan agar kunjungan preoperatif dapat dilakukan dengan optimal,
untuk dapat mengurangi kecemasan pasien-pasien yang akan menjalani
operasi, mengingat masih tingginya tingkat kecemasan pasien yang
didapatkan pada penelitian ini.
2. Diharapkan dilakukan penelitian lain yang membandingkan VAS A
dengan alat ukur yang lain.

51
Universitas Sumatera Utara
52

DAFTAR PUSTAKA

Bansal, Teena. Joon, Akanksha. 2016. Preoperative anxiety an important but


neglected issue: A narrative review. Indian Anaesth Forum. 17: 37 – 42
Bedaso, Asres and Mohammed Ayalew. 2019. Preoperative anxiety among adult
patients undergoing elective surgery: a prospective survey at a general
hospital in Ethiopia. Patient Safety in Surgery. 13 (18): 1-8
Boker, Abdulaziz. Laurence Brownell. Neil Donen. 2002. The Amsterdam
preoperative anxiety and information scale provides a simple and reliable
measure of preoperative anxiety. Can J Anesth. 49 (8). 792 – 798
Donker, T. et al., 2009. Psychoeducation for depression, anxiety and
psychological distress: a meta-analysis. BMC Medicine, 7(1), p.79.
Duko, B., Gebeyehu, A., and Ayano, G. 2015. Prevalence and Correlates of
Depression and Anxiety among Patients at Wolaita Sodo University
Hospital and SOdo Health Center, Wolaita SOdo, South Ethiopia, Cross
Sectional Study. BMC Phsychiatry Vol.15, 214.
Facco, E. Stellini, E. Bacci, C. Manani, G. Pavan, C, et al. 2013. Validation of
visual analog scale for anxiety (VAS-A) in preanesthesia evaluation.
Edizioni Minerva Medica Anestesiology. 79 (12): 1389 – 1395
Friedman, Bowden & Jones, 2010, Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset,Teori
& Praktik, edk 5, EGC, Jakarta.
Homzova, Pavlina. Zelenikova, Renata. 2015. Measuring preoperative anxiety in
patients undergoing elective surgery in czech republic. Cent Eur J Nurs
Midw. 6 (4): 321 – 326
Jadin, Sandra MM. Langewitz, Wolf, Vogt, Deborah R, Urwyler, A. 2017. Effect
of Structured Pre-anesthetic Communication on Preoperative Patient
Anxiety. J Anesth Clin Res. 8 (10): 767
Jeanna D. Blitz,Samir M. Kendale, Sudheer K. Jain, Germaine E. Cuff, Jung T.
Kim, Andrew D. Rosenberg. 2016. Preoperative evaluation clinic visit is
associated with decreased risk of in-hospital postoperative mortality. 125:
280 – 294

Universitas Sumatera Utara


53

Joaquín Hernández-Palazón, Diego Fuentes-García, Luis Falcón-Araña. Visual


Analogue Scale for Anxiety and Amsterdam Preoperative Anxiety Scale
Provide a Simple and Reliable Measurement of Preoperative Anxiety in
Patients Undergoing Cardiac Surgery. Int Cardiovasc Res J.2015;9(1):1-6.
Julian, L.J., 2011. Measures of anxiety: State-Trait Anxiety Inventory (STAI),
Beck Anxiety Inventory (BAI), and Hospital Anxiety and Depression Scale-
Anxiety (HADS-A). Arthritis Care Res. (Hoboken). 63, S467–S472.
Langer, Jennifer Aviado. 2014. Measuring Preoperative Anxiety in Patients With
Breast Cancer Using the Visual Analog Scale. Supportive Care. 18 (5): 489
– 492
Matthias, A.T., Samarasekera, D.N., 2012. Preoperative anxiety in surgical
patients - experience of a single unit. Acta Anaesthesiol. Taiwanica 50, 3–6.
Matthias, Anne Ethushara. Samarasekera, Dharmabandhu Nandadeva. 2012.
Preoperative anxiety in surgical patients – experience of a single unit. Acta
Anesthesiologica Taiwanica. 50. 3 – 6
Mulugeta, Henok. Ayana, Mulatu, Sintayehu, Mezinew. 2018. Preoperative
anxiety and associated factors among adult surgical patients in Debre
Markos and Felege Hiwot referral hospitals, Northwest Ethiopia. BMC
Anesthesiology. 18: 155
National Institute of Mental Health. 2015. Depression What You Need to Know.
US Department of Health and Human Services. US: NIH Publication.
Saddock. B.J,Saddock V.A. Kaplan dan Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri
Klinis, Edisi 2. EGC, 130-380.
Sweitzer, Bobbie Jean. 2018. Preoperative Evaluation and Medication, dalam:
Sweitzer, et al. Preoperative Assesment and Management Third edition.
Wolters Kluwer. Philadelphia. p165 – 190
Székely, A., Balog, P., Benkö, E., Breuer, T., Székely, J., Kertai, M.D., Horkay,
F., Kopp, M.S., Thayer, J.F., 2007. Anxiety Predicts Mortality and Morbidity
After Coronary Artery and Valve Surgery—A 4-Year Follow-Up Study.
Psychosom. Med. 69, 625–631.
Visu-Petra, L., Miclea, M., Visu-Petra, G., 2013. Individual differences in anxiety
and executive functioning: A multidimensional view. Int. J. Psychol. 48,

Universitas Sumatera Utara


54

649–659.
Williams, Valeria SL. Morlock, Robert J. Feltner, Douglas. 2010. Psychometric
evaluation of a visual analog scale for the assasment of anxiety. Health and
Quality of Life Outcomes. 8: 57
Woldegerima YB. Fitwi, GL. Yimer HT. 2018. Prevalence and factors associated
with preoperative anxiety among elective surgical patients at University of
Gondar Hospital, Ethiopia: A cross sectional study. International Journal of
Surgery Open. 10. 21 – 29
Zambouri, A., 2007. Preoperative evaluation and preparation for anesthesia and
surgery. Hippokratia 11, 13–21

Universitas Sumatera Utara


55

Lampiran 1

CURRICULUM VITAE

Riwayat Hidup Peneliti


Nama : dr. Liani Rizky Hikmayanty
Tempat / Tgl Lahir : Medan, 13 Oktober 1991
Agama : Islam
Alamat Rumah : Komp. Pondok Surya, Jl. Kalpataru, Medan
Nama Ayah : Lilik Prianto SP.d
Nama Ibu : Nurhariani SP.d
Status : Belum Menikah
Status Tingkatan : Semester 7
No Hp : 081374295113

Riwayat Pendidikan
1997 - 2003 : SD Swasta Sutomo 1 Medan
2003 - 2006 : SMP Swasta Sutomo 1 Medan
2006 - 2009 : SMA Swasta Sutomo 1 Medan
2009 - 2015 : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
2016 - Sekarang : PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK- USU

Riwayat Pekerjaan
2015 – 2016 : Dokter Internsip

Universitas Sumatera Utara


56

Lampiran 2

JADWAL TAHAPAN PENELITIAN

NO Tahapan Penelitian Rencana


1 Bimbingan Proposal Juli - Agustus 2019
2 Seminar Proposal September 2019
3 Perbaikan Proposal September 2019
4 Komisi Etik Penelitian September 2019
5 Pengumpulan Data Oktober 2019
6 Pengolahan dan Analisa Data November 2019
7 Bimbingan Penyusunan laporan Akhir November 2019
8 Seminar Akhir Penelitian November 2019
9 Perbaikan Laporan Akhir Penelitian Desember 2019

Tahapan Penelitian 2019


Juli Agustus September Oktober November Desember
Bimbingan proposal
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Komisi etik penelitian
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisa data
Bimbingan penyusunan
laporan akhir
Seminar akhir penelitian
Perbaikan laporan akhir
penelitian

Universitas Sumatera Utara


57

Lampiran 3

TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG MENJALANI OPERASI


ELEKTIF DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE FOR
ANXIETY (VAS-A) DI RUMAH SAKIT UMUM
HAJI ADAM MALIK MEDAN

LEMBARAN OBSERVASI PASIEN No. Sampel

I. Identitas Pasien
Nama : No. RM :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : laki-laki/ perempuan
Pekerjaan :
Alamat :
Suku /Agama :
Berat badan : kg
Tinggi badan : m
BMI : kg/m2
Diagnosis :
Tindakan :
PS ASA : I/ II
Jenis Anestesi :

Keadaan Pra-Operasi :
Tekanan Darah : mmHg
Denyut Jantung : x/i
Laju Nafas : x/i
Nilai VAS A :

Universitas Sumatera Utara


58

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth.
Saya, dr. Liani Rizky Hikmayanty saat ini sedang menjalani program
pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran
USU dan akan melaksanakan penelitian. Adapun penelitian saya berjudul:
TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG MENJALANI OPERASI
ELEKTIF DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE FOR ANXIETY (VAS-
A) DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kunjungan preoperatif
terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani operasi elektif dinilai dengan
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A).
Keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian akan diambil sebagai
subjek/pelaku penelitian ini, berdasarkan kriteria yang sudah disepakati
sebelumnya. Bila anda setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian ini, maka saya
sangat mengharapkan kerjasama yang baik dan berkenan untuk menandatangani
surat persetujuan ini. Namun apabila anda tidak bersedia, kami akan tetap
memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.
Untuk lebih jelasnya, saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian
ini, keluarga Bapak/Ibu/Saudara/i akan menjalani prosedur penelitian sebagai
berikut:
1. Kepada pasien dijelaskan tentang rencana tujuan dari penelitian, rencana
tindak lanjut yang mungkin akan diambil, dan manfaat dari penelitian ini.
2. Setelah pasien setuju, maka pasien diwawancarai sesuai dengan kuesioner
PHQ-9 dan ditanyakan tentang penilaian skala nyeri sesuai dengan skor VAS-
A.
3. Kuesioner kemudian diberikan penomoran dan dilakukan tabulasi, untuk
selanjutnya dilakukan analisis data
Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang
berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian. Akan tetapi, apabila terjadi hal-hal

Universitas Sumatera Utara


59

yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh


perlakuan yang dilakukan selama penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Saudara/i dapat
menghubungi dr. Liani Rizky Hikmayanty (Hp 081374295113) untuk
mendapatkan pertolongan dan konsultasi. Selain dari itu, penelitian ini juga
diawasi konsultan-konsultan di bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, sehingga
bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan peneliti dapat berkonsultasi dalam hal
penanganan kejadian tersebut.
Kerja sama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan dalam penelitian ini.
Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat
dapat ditanyakan pada peneliti, dr. Liani Rizky Hikmayanty.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini,
diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i yang telah terpilih pada penelitian ini, dapat
mengisi lembaran persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya.

Medan, ………………… 2019


Peneliti

(dr. Liani Rizky Hikmayanty)

Universitas Sumatera Utara


NRM :
Nama : 60
Jenis Kelamian :
Lampiran 5 Tgl. Lahir :

RSUP H. Adam Malik- FK USU

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR INFORMED CONSENT)
Peneliti Utama : dr. Liani Rizky Hikmayanty
Pemberi Informasi : dr. Liani Rizky Hikmayanty
Penerima Informasi :
Nama Subyek :
Tanggal Lahir (umur) :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp (Hp) :
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI
1 Judul Penelitian TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG
MENJALANI OPERASI ELEKTIF
DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG
SCALE FOR ANXIETY (VAS-A) DI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM
MALIK MEDAN
2 Tujuan penelitian a. Mengetahui pengaruh kunjungan
preoperatif terhadap tingkat kecemasan
pasien yang menjalani operasi elektif
dinilai dengan Visual Analog Scale for
Anxiety (VAS-A).
b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien
yang akan menjalani operasi elektif di
poli klinik anestesi RSUP Haji Adam
Malik Medan
c. Mengetahui tingkat kecemasan pasien
setelah kunjungan preoperatif RSUP Haji

Universitas Sumatera Utara


61

Adam Malik Medan


3 Cara & Prosedur 1. Sebelum penelitian dimulai,
Penelitian peneliti meminta keterangan lulus
kaji etik (ethical clearance) dari
Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
2. Penelitian ini dilakukan di
poliklinik anestesi Rumah Sakit
Haji Adam Malik Medan.
3. Pasien yang akan menjalani
pembedahan elektif yang
memenuhi kritria inklusi serta
tidak termasuk ke dalam kriteria
eksklusi diikutsertakan dalam
penelitian.
4. Setiap penderita yang
diikutsertakan dalam penelitian
memahami dan menandatangani
lembar persetujuan setelah
penjelasan (informed consent)
5. Peneliti memberikan informasi
komprehensif mengenai bentuk
tindakan anestesi yang akan
dilakukan, prognosis, alternatif
dan risiko tindakan.
6. Peneliti sebagai dokter anestesi
melakukan pengukuran tingkat
kecemasan pasien dengan
menggunakan instrumen Visual
Analog Scale for Anxiety (VAS-
A) di poliklinik anestesi.

Universitas Sumatera Utara


62

7. Data tingkat kecemasan sebelum


kunjungan preoperatif dilakukan
analisis secara statistik.
4 Jumlah Subyek 72 Orang
5 Waktu Penelitian 2 bulan
6 Manfaat 1. Bagi Pengambil Kebijakan (Stake Holder)
penelitian Rumah Sakit
termasuk manfaat a. Menjadi bahan masukan bagi
bagi subyek pembuat kebijakan di rumah sakit
untuk mengatur pelaksanaan
kunjungan preoperatif menjadi lebih
sistematis
b. Menjadi bahan masukan bagi pihak
manajemen rumah sakit agar
kunjungan preoperatif wajib
dilakukan
2. Bagi institusi pendidikan
c. Menambah dan memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan
khususnya mengenai kunjungan pre
operatif dan kaitannya dengan tingkat
kecemasan pasien
d. Memberikan data-data yang berguna
menunjang penelitian lain di
kemudian hari untuk topik yang
berkaitan dengan kunjungan pre
operatif
3. Bagi Praktisi
c. Memberikan informasi khususnya
bagi dokter spesialis Anestesi
mengenai pentingnya kunjungan
preoperatif terhadap pasien yang akan

Universitas Sumatera Utara


63

menjalani operasi elektif di RSUP


Haji Adam Malik Medan
d. Memberikan gambaran umum
mengenai tingkat kecemasan yang
dihadapi pasien yang akan menjalani
tindakan operasi di RSUP Haji Adam
Malik Medan
4. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk meningkatkan
pengetahuan tentang kecemasan pasien
yang akan menjalani operasi elektif
dengan VAS A
7 Risiko & efek Pada umumnya, penelitian ini tidak akan
samping dalam menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi
penelitian Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian.
8 Ketidak -
nyamanan
subyek penelitian
9 Kompensasi bila -
terjadi efek
samping
10 Alternatif -
Penanganan bila
ada
11 Penjagaan Seluruh Data Bapak/Ibu akan dirahasiakan
Kerahasiaan Data terhadap hasil penelitian ini. Data yang kami
ambil merupakan hasil penelitian kami dan
variable variable penelitian yang terkait
12 Biaya yang Seluruh biaya yang berkaitan diluar prosedur
ditanggung oleh normal akan ditanggung oleh peneliti, biaya
peneliti penelitian terlampir
13 Insentif bagi Tidak ada

Universitas Sumatera Utara


64

subyek
14 Nama & alamat dr. Liani Rizky Hikmayanty
penelitian serta Komp. Pondok Surya, Jl. Kalpataru, Medan
nomor telepon 081374295113
yang bisa
dihubungi

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang


akan dilakukan oleh: dr. Liani Rizky Hikmayanty dengan judul :
TINGKAT KECEMASAN PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ELEKTIF
DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE FOR ANXIETY (VAS-A) DI
RUMAH SAKIT
UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN
informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam
penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila
suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak
membatalkan persetujuan ini.

------------------------------------------- -------------------------------------------
Tanda Tangan Subyek atau Cap jempol Tanggal

-------------------------------------------
Nama Subyek

------------------------------------------- -------------------------------------------
Tanda Tangan saksi/wali Tanggal

-------------------------------------------
Nama saksi/wali

Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18
tahun.
Inisial subyek ….

Universitas Sumatera Utara


65

Lampiran 6

ANGGARAN PENELITIAN

Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian


1. Bahan dan peralatan penelitian
Pengadaan literature = Rp. 1.000.000,-
Pengadaan bahan seminar usulan & hasil penelitian = Rp. 750.000,-
Konsumsi proposal dan seminar = Rp. 1.000.000,-
Biaya Ijin Penelitian di RSUP HAM = Rp. 300.000,-
Biaya Komisi Etik Penelitian = Rp. 250.000,-
Subtotal = Rp. 3.300.000,-
Biaya tak terduga (10% subtotal) = Rp. 330.000,-
Total Perkiraan biaya penelitian = Rp. 3.630.000,-

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai