Anda di halaman 1dari 98

PERBANDINGAN NILAI GLYCATED HEMOGLOBIN

(HbA1c) DAN GLYCATED ALBUMIN (GA) PADA PASIEN

DM TIPE 2 DENGAN PJK DAN NON PJK

TESIS

ANDINI TRIASTI SIREGAR

137041075/PK

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


PERBANDINGAN NILAI GLYCATED HEMOGLOBIN (HbA1C) DAN

GLYCATED ALBUMIN (GA) PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN PJK

DAN NON PJK

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

ANDINI TRIASTI SIREGAR

137041075/PK

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


i

Judul Tesis : Perbandingan Nilai Glycated Hemoglobin


(HbA1C) dan Glycated Albumin (GA) Pada Pasein
DM Tipe2 dengan PJK dan Non PJK
Nama Mahasiswa : dr. Andini Triasti Siregar
Nomor Induk Mahasiswa : 137041075
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Prof. dr. Burhanuddin Nasution Sp.PK, KN, KGEH


Pembimbing I

dr. Nizam Zikri Akbar, Sp.JP (K)


Pembimbing II
Disahkan oleh

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen


FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H. Adam Malik
Medan

dr. Ricke Loesnihari, M.Ked(ClinPath),SpPK-K Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, SpPK-KH


NIP : 19610825 198802 2 001 NIP: 1948711 1979 03 2 001

Tanggal Lulus : 30 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara


ii

Telah diuji pada


Tanggal : 30 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Ricke Loesnihari, M.Ked(ClinPath),SpPK-K ..............................

Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH ............................

2. Prof. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH ............................

3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution,SpPK-KN,KGEH ............................

4. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH ............................

5. dr. Nizam Zikri Akbar Sp. JP (K) ............................

Tanggal Lulus : 30 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara


iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur Kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya sehingga penulis bisa

menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ PERBANDINGAN NILAI

GLYCATED HEMOGLOBIN (HbA1C) DAN GLYCATED ALBUMIN

(GA) PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN PJK DAN NON PJK”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian

untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan

dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak

sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini

Saya menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati, saya mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak

untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan

dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Yth, Prof. dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH, sebagai

pembimbing I saya yang telah bersusah payah dan bersedia meluangkan waktu

dan pikirannyasetiap saat dalam memberikan banyak bimbingan, petunjuk,

pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan

Universitas Sumatera Utara


iv

penelitian sampai selesainya tesis ini. Saya memohon doa semoga semua

kebaikan beliau dibalas oleh Allah SWT

2. Yth, dr. Nizam Zikri Akbar, Sp.JP(K) sebagai pembimbing II dari

Departmen Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskula FK-USU/RSUP H.

Adam Malik Medan,yang sudah bersedia menyediakan waktu dan

memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan mulai dari

penyusunan proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis

ini.

3. Yth, Dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin-Path), SpPK-K, sebagai Ketua

Departemen Patologi Klinik di mana beliau telah banyak memberikan

bimbingan, petunjuk, dan pengarahan kepada saya selama mengikuti

pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian ini sampai selesai.

4. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, sebagai Ketua

Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang memberikan kesempatan kepada saya

sebagai peserta Program Magister dan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi

Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing, mengarahkan dan

memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.

5. Yth, dr. Malayana Nasution, M.Ked (Clin-Path), SpPK, selaku Sekretaris

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, masukan dan bantuan kepada

saya.

6. Yth, dr. Jelita Siregar, M.Ked (Clin-Path), SpPK, selaku Sekretaris

Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara


v

Universitas Sumatera saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,

masukan dan bantuan kepada saya.

7. Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH yang telah memberikan

kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Magister dan Pendidikan

Dokter Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing,

mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.

8. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK- KH, yang banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan di dalam

menyelesaikan penulisan tesis ini.

9. Yth, dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K; dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH; dr.

Ozar Sanuddin SpPK-K; dan dr. Nelly Elfrida SpPK;

dr. Ida Adhayanti, SpPK; dr. Tonny, SpPK; dr. Nindia Sugih Arto,

M.Ked(Clin-Path), SpPK; dr.Ranti Pertama Sari, M.Ked(Clin-Path),

SpPK-K semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk,

arahan selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan

selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan kepada

Ibu Evi dan Pak Yoyok, yang banyak membantu dalam urusan administrasi

dibagian Patologi Klinik.

10. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada sahabat saya dr. Imelda

M.Ked (Clin-Path) Sp.PK, dr. Trianita Tarigan, dr. Andrie Perdana,

khususnya sahabat terbaik saya dr. Michelle Hendriani Djuang M.Ked

(Clin-Path) Sp.PK, seluruh teman-teman sejawat dan seperjuangan

Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara


vi

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan dukungan dan

bantuan kepada saya selama proses pendidikan.

11. Terima kasih kepada para analis di instalasi Patologi Klinik, terutama Bu Siti

Rodiah. Kepada para pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja sama yang diberikan kepada

saya, sejak mulai pendidikan dan selesainya tesis ini.

12. Terima kasih serta cinta yang tak terhingga saya sampaikan kepada ayahanda

Alm. H. Djalaluddin Siregar dan ibunda Hj. Yusniyati yang telah

membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil serta

cintanya kepada saya selama ini. Tanpa beliau berdua mungkin saya tidak

dapat menjadi seperti ini. Selain itu terima kasih juga saya ucapkan untuk

mertua saya bapak Alm. Santoso dan ibu Hj. Suryati yang telah memberikan

dorongan, bantuan moril dan materil kepada saya selama saya menjalani

pendidikan.

13. Begitu juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kakak saya,

drg. Darmayani Siregar dan suami, dr. Irma Yusari Siregar dan suami,

adik saya Capt. Robi Kurniawan Siregar, SSit, MM dan istri serta abang

dan adik ipar saya, Dharma Dhani Gegono, S.Pi dan Ayu Sri Mahasti,

S.Sos yang tidak henti-hentinya memberikan bantuan, dukungan dan semangat

selama saya mengikuti pendidikan. Semoga Allah SWT selalu menyertai

mereka.

14. Akhirnya Terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada suami

saya tercinta Pramuhastyo Bahono, ST yang telah mendampingi saya

dengan penuh pengertian, perhatian, kesetiaan, kesabaran, memberikan

Universitas Sumatera Utara


vii

motivasi dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya

dapat menyelesaikan pendidikan ini. Dan juga kepada Kedua anakku Zhafran

Allauna Ghossan dan Farras Avariella Anindita yang telah banyak

kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan,

semog ini semua dapat menjadi motivasi dalam mencapai cita-citamu.

Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan dan

kekhilafan, pada kesempatan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Sudikiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya kepada

kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Agustus 2017

Penulis,

dr. Andini Triasti Siregar

Universitas Sumatera Utara


viii

DAFTAR ISI

Lembaran Pengesahan Tesis ............................................................................ i


Lembar Penetapan Panitia Penguji .................................................................. ii
Ucapan Terima Kasih ....................................................................................... iii
Daftar Isi........................................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... x
Daftar Gambar.................................................................................................. xi
Daftar Singkatan............................................................................................... xii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
Abstrak ............................................................................................................. xv

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 5
1.3. Hipotesis Penelitian................................................................ 5
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................... 6
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................ 6
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 6

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ..................................................... 7


2.1. Diabetes Mellitus .................................................................. 7
2.1.1. Definisi ....................................................................... 7
2.1.2. Epidemiologi ............................................................. 7
2.1.3. Klasifikasi .................................................................. 9
2.1.4. Gambaran Klinis ........................................................ 10
2.1.5. Patofisiologi ............................................................... 11
2.1.6. Diagnosis .................................................................... 12
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis ..................... 14
2.1.8. Komplikasi DM .......................................................... 16
2.2. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner pada penderita DM .. 17
2.2.1. Epidemiologi .............................................................. 19
2.2.2. Klasifikasi ................................................................... 20
2.2.3. Patogenesis ................................................................. 21
2.2.4. Diagnosis .................................................................... 23
2.3. Glycated Hemoglobin (HbA1c) ............................................. 24
2.3.1. Definisi ....................................................................... 24
2.4. Glycated Albumin (GA) ......................................................... 26
2.4.1. Definisi ....................................................................... 26
2.5. Pemanfaatan HbA1c dan GA Sebagai Prediktor Komplikasi
DM Tipe2 .............................................................................. 28
2.6. Kerangka Konsep ................................................................... 30

Universitas Sumatera Utara


ix

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 31


3.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 31
3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian ............................................... 31
3.3. Populasi Penelitian ................................................................ 31
3.3.1. Sampel Penelitian ....................................................... 32
3.3.1.1. Kriteria Inklusi ............................................ 32
3.3.1.2. Kriteria Ekslusi ............................................ 32
3.4. Besar Sampel Penelitian........................................................ 32
3.5. Variabel Penelitian ................................................................ 33
3.6. Defenisi Operasional ............................................................. 33
3.7. Pengambilan Dan Pemeriksaan Sampel ................................ 35
3.7.1. Bahan .......................................................................... 35
3.7.2. Pengambilan Sampel ................................................. 35
3.7.3. Pemeriksaan HbA1c ................................................... 35
3.7.4. Pemeriksaan GA ......................................................... 36
3.7.4.1. Prinsip pemeriksaan GA............................... 36
3.7.4.2. Perhitungan GA ............................................ 37
3.8. Pemantapan Kualitas .............................................................. 37
3.8.1. Pemantapan Kualitas Kadar GA................................. 37
3.8.2. Pemantapan Kualitas Kadar HbA1c ........................... 40
3.9. Kontrol Kualitas ..................................................................... 40
3.9.1. Kontrol Kualitas GA .................................................. 41
3.9.2. Kontrol Kualitas HbA1c ............................................. 42
3.10. Ethical Clearance dan Informed Consent ............................... 43
3.11. Analsis Data .......................................................................... 43
3.12. Perkiraan Biaya Penelitian .................................................... 44
3.13. Jadwal Penelitian ................................................................... 44
3.14. Alur Penelitian ....................................................................... 45

BAB IV. HASIL ............................................................................................ 46

BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................. 50

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 57


6.1. Kesimpulan ............................................................................ 57
6.2. Saran .................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 59

LAMPIRAN ................................................................................................... 65

Universitas Sumatera Utara


x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis DM Tipe 2 .................................................... 14


Tabel 2.2. Nilai laboratorium pada KAD dan HHS ..................................... 17
Tabel 2.3. Mekanisme yang terlibat dalam pathogenesis gangguan
vaskular akibat DM ..................................................................... 22
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian ................................. 46
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan Jenis
Kelamin ....................................................................................... 47
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan Usia .... 47
Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan
Hemoglobin ................................................................................ 48
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan
Albumin ...................................................................................... 48
Tabel 4.6 Perbandingan Kadar HbA1C dan GA pada Subyek Penelitian .. 49

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Prevalensi DM di Indonesia ........................................................ 8


Gambar. 2 Perubahan metabolik yang terjadi selama perjalanan DM tipe 2 12
Gambar. 3 Outcome klnis setelah kejadian sindroma koroner akut dengan
follow up > 1tahun dibandingkan berdasarkan status diabetik ... 19
Gambar. 4 Prosedur diagnostik yang dibutuhkan untuk menengakkan PJK 24
Gambar. 5 Proses pembentukan HbA1C merupakan produk Amadori
proses glikolisasi Hemoglobin .................................................... 25
Gambar. 6 Kurva Hasil Kalibrasi Pada Assay Control GA- L Calibrator .... 38
Gambar. 7 Kurva Hasil Kalibrasi Pada Assay Contro ALB- L Calibrator ... 39
Gambar. 8 Grafik Levey- Jennings Kontrol Kualitas GA-L ........................ 41
Gambar. 9 Grafik Levey- Jennings Kontrol Kualitas ALB-L ...................... 42

Universitas Sumatera Utara


xii

DAFTAR SINGKATAN

ADA = American DM Association


AGEs = Advanced Glycation End products
APS = Alkaline Phosphatase
COX-2 = Cyclo Oxygenase 2
DCCT = DM Control and Complications Trial
DM = Diabetes mellitus
EASD = European Association For The Study of Diabetes
EDIC = Epidemiology of Diabetes Interventions and Complications
EDTA = Ethylenediaminatetraacetic Acid
FFA = Free Fatty Acid
FN3K = Fructosamine-3- Kinase
GA = Glycated Albumin
GGT = Gamma Glutamyl Transpeptidase
GPT = Gula Darah Puasa Terganggu
HbA1C = Hemoglobin A1c
HDL = High Density Lipoprotein
HHS = Hyperglycemic Hyperosmolar State
HPLC = High Performance Liquid Chromatorgaphy
ICAMs = Intracellular Adhesion mollecules
IDF = Inernational Diabetes Federation
IGT = Impaired Glucose Tolerance
IL = Interleukin
IVUS = Intra Vascular Ultra Sound
KAD = Ketoasidosis Diabetik
KAOD = Ketoamin Oksidase
KGD = Kadar Gula Darah
LDL = Low Dencity Lipoprotein
MCP = Monocyte Chemoattractant Protein
NF = Nuclear Factor
NGSP = National Glycohemoglobin Standarization
NSTEMI = Non ST Elevation Myocard Infarction
PERKENI = Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PJK = Penyakit Jantung Koroner
POD = Peroksidase
RAGE = Receptor fot Advance Glycation End Products
RSUP HAM = Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
SKA = Sindrom Koroner Akut
SPSS = Statistical Package For Social Sciences
STEMI = Segment Elevation Myocard Infarction
TGT = Toleransi Glucose Terganggu
TNF = Tumor Necrosis Factor

Universitas Sumatera Utara


xiii

TTGO = Tes Toleransi Glukosa Oral


UAP = Unstable Angina Pectoris
UKPDS = U.K Prospective DM
VCAM = Vascular Cell Adhesion Molecules
WHO = World helath Organization.

Universitas Sumatera Utara


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ................. 65


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ..................................... 67
Lampiran 3 Status Pasien ............................................................................... 68
Lampiran 4 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-
USU ............................................................................................ 69
Lampiran 5 Data Analisis Statistik Subyek Penelitian ................................... 70
Lampiran 6 Data Subyek Penelitian ............................................................... 76

Universitas Sumatera Utara


xv

PERBANDINGAN NILAI GLYCATED HEMOGLOBIN (HbA1C) DAN


GLYCATED ALBUMIN (GA) PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN PJK
DAN NON PJK

Andini Triasti Siregar1, Nizam Zikri Akbar2, Burhanuddin Nasution1


1
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
RSUP H. Adam Malik Medan
2
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Pendahuluan :
Diabetes telah dikaitkan dengan komplikasi penyakit kardiovaskuler yaitu
penyakit jantung koroner (PJK). Aterosklerosis yang mendasari patogenesis PJK,
telah diaktivasi sejak tahap awal hiperglikemia dan dipercepat dengan fluktuasi
kadar gula darah yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, dibutuhkan marker
glikemik yang sensitif untuk dijadikan alat uji tapis yakni marker glikemik
tradisional glycated hemoglobin A1C (HbA1C) dan non-tradisional glycated
albumin (GA)
Metode :
Penelitian menggunakan metode Cross-Sectional. Dilakukan Mei – Juli 2017 di
RSUP.H. Adam Malik Medan. Sampel dibagi 2 kelompok yaitu DM+PJK dan
Non PJK. Subjek penelitian adalah pasien dengan kadar HbA1C >7% , Hb >10
gr/dl dan Albumin >3 gr/dl.
Hasil dan Pembahsan:
60 pasien ikut serta dalam penelitian ini 36 laki-laki (60%), 24 perempuan(40%),
usia rerata adalah 56 tahun. Dijumpai perbedaan signifikan dari HbA1C dan GA
antara kelompok DM non PJK dan DM+PJK(p= 0,001 ; 0,022). Karakteristik
pasien tidak mempengaruhi komplikasi PJK pada pasien DM, perbedaan yang
signifikan menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang tidak baik meninggkatkan
komplikasi PJK pada pasien DM tipe 2.
Simpulan dan saran:
Pemeriksaan GA lebih handal untuk menilai kotrol glikemik dibandingkan dengan
HbA1C.

Kata Kunci : DM, PJK, HbA1C, GA

Universitas Sumatera Utara


xvi

COMPARISON VALUE OF GLYCATED HEMOGLOBIN (HbA1C) AND


GLYCATED ALBUMIN (GA) IN DM TYPE 2 PATIENT WITH AND
WITHOUT CAD

Andini Triasti Siregar1, Nizam Zikri Akbar2, Burhanuddin Nasution1


1
Department of Clinical Pathology Faculty of Medicine, University of North
Sumatra / RSUP H. Adam Malik Medan
2
Department of Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine,
University of North Sumatra / RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRACT
Introduction:
Diabetes has been associated with cardiovascular disease complications, namely
coronary Artery Disease (CAD). The atherosclerosis underlying the pathogenesis
of CAD, has been activated since the early stages of hyperglycemia and
accelerated with uncontrolled blood sugar level fluctuations. Therefore, sensitive
glycemic markers are required to be used as a screening tool that is a traditional
glycated hemoglobin A1C (HbA1C) glycated hemoglobin marker and non-
traditional glycated albumin (GA)
Method:
The study used cross-sectional method. Conducted in May - July 2017 at
RSUP.H. Adam Malik Medan. The sample is divided into 2 groups namely DM +
CAD and Non CAD. Subjects were patients with HbA1C> 7%, Hb> 10 g / dl and
Albumin> 3 g / dl.
Results and Discussion:
60 patients participated in this study 36 men (60%), 24 women (40%), mean age
was 56. There was significant difference of HbA1C and GA between the non-
CHD DM group and DM + CAD (p = 0.001 0.022.) PatientS characteristics did
not affect CAD complications in DM patients, a significant difference indicated
that poor glycemic controls increased the complication of CAD in patients with
DM type 2.
Conclusions and suggestions:
GA testing is more reliable for assessing glycemic control compared to HbA1C.

Keywords: DM, CAD, HbA1C, GA.

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola penyakit saat ini dapat dipahami sedang mengalami transisi

epidemiologis, yaitu konsep perubahan pola kesehatan dan penyakit, dan kini

dunia tengah mengalami transisi periode III, di mana penyakit degeneratif dan

pencemaran meningkat. Salah satu penyakit degeneratif yang meningkat pesat

adalah Diabetes Melitus (DM) (Suyono, 2014). DM merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).

Secara global, World Health Organization (WHO) memperkirakan 422

juta orang dewasa menderita DM pada tahun 2014. Prevalensi global (usia-

standar) DM bertambah hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, naik dari 4,7%

menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. DM sendiri menyumbang angka 1,5

juta kematian pada tahun 2012. Kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol juga

menyebabkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskular dan penyakit lainnya. Empat puluh tiga persen dari 3,7 juta

kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun (WHO, 2016).

Data serupa juga dikemukakan oleh International Diabetes Federation

(IDF) yang menyatakan pada tahun 2015 terdapat 415 juta penderita DM berusia

20-79 tahun di seluruh dunia, dan diprediksi akan meningkat menjadi 642 juta

pada tahun 2040. DM juga memberi dampak kerugian ekonomi yang besar pada

Universitas Sumatera Utara


2

negara dan sistem kesehatan nasional. Kebanyakan negara menghabiskan antara

5-20% dari total belanja kesehatan mereka untuk kasus DM (IDF, 2015).

Di Indonesia sendiri, laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2013 menyatakan bahwa prevalensi DM pada pasien >15 tahun adalah 6,9%

(RISKESDAS, 2013). Berdasarkan data IDF 2015, 10,1 juta penduduk Indonesia

didiagnosis sebagai penyandang DM, dan menempati urutan ke-7 dunia

(IDF,2015).

Bahaya DM tidak hanya dilihat dari beban kasus dan pengobatan yang

bersifat seumur hidup, namun juga karena komplikasinya yang luas. Diabetes

dikaitkan dengan sejumlah komplikasi. Komplikasi metabolik akut yang terkait

dengan kematian adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan hyperglycemic

hyperosmolar state (HHS) akibat kondisi hiperglikemi yang sangat tinggi,

maupun koma hipoglikemik. Sedangkan untuk komplikasi kronis, dapat terjadi

komplikasi mikrovaskuler seperti nefropati (kerusakan ginjal), retinopati

(kerusakan retina), dan neuropati (kerusakan saraf perifer). Adapun komplikasi

makrovaskuler termasuk di dalamnya penyakit kardiovaskuler dan

serebrovaskuler yang bermanifestasi sebagai stroke (Forbes dan Copper, 2013).

Meningkatnya prevalensi DM, dikombinasikan dengan risiko relatif

konstan untuk kejadian penyakit kardiovaskuler, memberi dampak berupa

peningkatan risk ratio sebesar 60%, bahkan ketika keberadaan faktor risiko lain

seperti hipertensi dan merokok telah stabil atau berkurang (Meigs, 2010).Risiko

penyakit kardiovaskuler terusmeningkat seiring dengan meningkatnya kadar

glukosa darah puasa (KGD), bahkan sebelum KGD mencapai tingkat yang cukup

untuk penegakan diagnosis diabetes (Singh et al., 2013; Danaei et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


3

Salah satu komplikasi kardiovaskuler yang paling fatal adalah kejadian

penyakit jantung koroner (PJK). PJK adalah penyakit jantung yang terutama

disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses aterosklerosis atau

spasme, ataupun kombinasi keduanya (Majid, 2007). Pembaharuan The 2016

Heart Disease and Stroke Statistics dari American Heart Association (AHA) baru-

baru ini melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia ≥20 tahun di Amerika Serikat

mengalami PJK (AHA, 2016). Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2013 dijumpai

1,5% penduduk dewasanya terdiagnosis dan atau memiliki gejala PJK

(RISKESDAS, 2013).

PJK merupakan salah satu penyebab utama kematian di antara penderita

DM dan dapat menyumbang 50% atau lebih dari kematian akibat DM pada

beberapa populasi (IDF, 2015).

Studi klinis telah menunjukkan bahwa aterosklerosis, proses inflamasi

kronis yang mendasari patogenesis PJK, telah diaktivasi sejak tahap awal

hiperglikemia, bahkan ketika kadar glikemik belum cukup tinggi untuk

mengindikasi keadaan DM. Selanjutnya, progresi aterosklerosis semakin

dipercepat pada pasien dengan kadar glukosa darah yang tinggi. Oleh karena itu,

dibutuhkan marker glikemik yang sensitif dan dapat dijadikan alat uji tapis

kondisi hiperglikemik yang masih samar. Beberapa marker yang telah diselidiki

adalah marker glikemik tradisional, contohnya adalah glycated hemoglobin A1c

(HbA1c), ataupun marker glikemik non-tradisional seperti glycated albumin (GA)

(Ma et al., 2015).

HbA1c awalnya diidentifikasi sebagai hemoglobin "tidak biasa" yang

ditemukan pada pasien DM lebih dari 40 tahun yang lalu. Setelah penemuan itu,

Universitas Sumatera Utara


4

banyak penelitian kecil yang dilakukan untuk menilai korelasinya dengan kadar

glukosa yang menghasilkan gagasan bahwa HbA1c dapat digunakan sebagai

marker kontrol glikemik yang obyektif. Keunggulan dari HbA1c adalah

kemampuannya mencerminkan KGD rata-rata selama 8-12 minggu. HbA1c juga

dapat diperiksa setiap saat sepanjang hari dan tidak memerlukan persiapan khusus

seperti puasa (WHO, 2011; Nathan, Turgeon, dan Regan, 2007). Oleh karena itu

HbA1c direkomendasikan oleh WHO, ADA dan PERKENI.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kadar HbA1c berhubungan

dengan keparahan dan progresi aterosklerosis koroner (Berry et al., 2010; Ayhan

et al., 2012). Risiko komplikasi mikrovaskuler meningkat secara eksponensial

seiring peningkatan HbA1c. Sebaliknya, setiap pengurangan 1% HbA1c telah

terbukti berhubungan dengan penurunan 37% risiko komplikasi mikrovaskuler

dan penurunan 21% risiko kematian terkait diabetes (Stratton, 2000). Korelasi

antara kadar HbA1c dengan komplikasi makrovaskuler jantung pun telah

dibuktikan oleh Studi yang dilakukan oleh Huang et al. pada tahun 2014, didapati

bahwa sampel dengan nilai HbA1c >7,1% memiliki myocardial blood flow

reserve (MBFR) yang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok

sampel HbA1c ≤7,1% (p<0,05). Pada pasien yang diduga mengalami PJK, ada

korelasi berbanding terbalik yang signifikan antara MBFR dan HbA1c (r=-0,279,

p= 0.01) (Huang et al., 2014).

Adapun GA merupakan ketoamin yang terbentuk sebagai hasil dari proses

nonenzimatik yang mengikatkan glukosa dengan protein serum. Pada kondisi

hiperglikemik yang abnormal, seperti pada orang dengan DM, protein serum

terpapar dengan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi dan menjadi lebih mudah

Universitas Sumatera Utara


5

mengalami glikasi. Waktu paruh albumin dan protein serum lain lebih pendek dari

pada sel darah merah; dengan demikian, pengukuran GA mencerminkan rerata

kadar glikemik untuk durasi yang lebih singkat, sekitar 2-3 minggu (Parrinello

dan Selvin; 2014). GA sebagai marker glikemik non-tradisional telah banyak

dikembangkan, terutama di Jepang, untuk menilai kontrol glikemik pasien DM

jangka pendek maupun risiko komplikasinya. Studi oleh Mukai et al.

menunjukkan peningkatan GA berhubungan dengan kejadian komplikasi

retinopati diabetikum (treshold 17,2%, normal <15%, p<0,01) (Mukai et al.,

2014). Studi lain oleh Kondaveeti et al. menemukan bahwa GA memiliki korelasi

dengan profil lipid serum dan kejadian PJK pada pasien DM tipe 2 (Kondaveeti et

al., 2014).

Sehubungan dengan data diatas,maka penulis tertarik untuk meneliti

perbandingan nilai HbA1c dan GA pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi

PJK maupun tanpa PJK, yang disusun dalam tesis dengan judul “Perbandingan

Antara Nilai HbA1c dan GA pada penderita DM tipe 2 dengan PJK dan Non PJK

di RSUP H. Adam Malik Medan”

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana perbandingan nilai HbA1c dan GA pada pasien DM tipe 2

dengan PJK dan Non PJK?

1.3. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan nilai HbA1c dan GA antara pasien DM tipe 2 dengan

PJK dan non PJK.

Universitas Sumatera Utara


6

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 . Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimanakah perbandingan nilai antara HbA1c dan

GA pada pasien DM tipe 2 dengan PJK dan non PJK.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi karakteristik penderita DM tipe 2.

b. Untuk mengetahui kadar HbA1c pada penderita DM tipe 2 dengan PJK

dan non PJK.

c. Untuk mengetahui kadar GA pada penderita DM tipe 2 dengan PJK dan

non PJK.

1.5. Manfaat Penelitian

Di Bidang Pengembangan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang perbandingan

antara HbA1c dan GA pada pasien DM Tipe 2 dengan PJK dan non PJK.Sehingga

dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya.

Di Bidang Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi ke

masyarakat mengenai manfaat pemeriksaan kadar HbA1c dan GA pada penderita

DM tipe 2 dengan atau tanpa PJK.

Untuk Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untukmelatih cara

berpikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan

benar dalam proses pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus

2.1.1. Definisi

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengankarakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresiinsulin, kerja insulin atau

kedua-duanya (PERKENI, 2015). WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa

DM merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban

yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai sekumpulan

problem anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor, di mana didapati

defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Purnamasari,

2014).

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia telah meningkat secara dramatis selama 2 dekade

terakhir ini. demikian pula halnya dengan prevalensi GPT (gula darah puasa

terganggu) juga meningkat. Meskipun peningkatan prevalensi terjadi pada DM

tipe 1 dan tipe 2, namun peningkatan DM tipe 2 diperkirakan akan lebih cepat di

masa yang akan datang dikarenakan peningkatan jumlah obesitas dan

berkurangnya tingkat aktifitas. Peningkatan jumlah DM sejalan dengan

penuaan/pertambahan usia. Pada tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0,19%

pada populasi usia < 20 tahun dan 8,6% pada usia > 20 tahun. Sedangkan pada

usia > 65 tahun, prevalensinya sebesar 20,1%.Namun pada kelompok usia > 60

tahun, pria lebih banyak terkena DM ketimbang wanita. Di Indonesia sendiri,

Universitas Sumatera Utara


8

prevalensi DM berkisar antara 1,4 – 1,6% kecuali di 2 tempat yakni Pekajangan

(2,3%) dan Manado (6%). Secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 1.

Menurut WHO, pada tahun 2025 indonesia akan menempati urutan ke 5 penderita

DM terbanyak yakni sebanyak 12,4 juta orang, naik 2 tingkat dari tahun

1995.(Suyono S,2009)

Gambar 1. Prevalensi DM di Indonesia.(Suyono S,2009)

Sedangkan laporan Riskesdas tahun 2013 menyebutkan terjadi

peningkatan prevalensi pada penderita DM yang diperoleh berdasarkan

wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013. Adapun

prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar

2,1%.Distribusi DM berdasarkan gender cenderung meningkat pada perempuan

(53,2%) dibandingkan dengan laki-laki (46,8%) dan prevalensi penyakit DM

cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal diperkotaan (68,7%)

dibandingkan dengan di pedesaan (31,2%) (RISKESDAS, 2013).

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.3. Klasifikasi

DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang menyebabkan

hiperglikemia, hal ini berbeda dengan kriteria klafikasi sebelumnya, seperti

berdasarkan usia onset DM atau jenis terapi. Ada dua kategori besar DM, tipe 1

dan tipe 2. Namun, seiring kemajuan pemahaman patogenesis DM, pengakuan

terhadap DM bentuk lain semakin bertambah. (Powers, 2015)

Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi

DM menurut American Diabetes Assosiation (ADA), World Health Organisation

(WHO). Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI

(PB PERKENI 2015).

Klasifikasi DM menurut PERKENI : (PB PERKENI 2015).

a. Diabetes mellitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolute).

b. Diabetes mellitus tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin

disertai devisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin).

c. DM tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel beta.

2) Defek genetik kerja insulin.

3) Penyakit endokrin pankreas.

4) Karena obat atau zat kimia

5) Infeksi.

6) Sebab imunologi yang jarang.

7) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

d. Diabetes Melitus Gestasional.

Universitas Sumatera Utara


10

2.1.4. Gambaran Klinis

Diagnosis DM mudah ditegakkan jika pasien datang dengan adanya

keluhan-keluhan klasik seperti poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat

badan. Gejala lain yang mungkin berhubungan dengan kondisi hiperglikemia

antara lain pandangan kabur, kebas-kebas khususnya pada ekstremitas bawah,

atau infeksi jamur khususnya balanitis pada pria. Namun demikian, banyak pasien

DM tipe 2 ternyata asimtomatik dan tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun.

Pada sebuah studi disebutkan bahwa pasien DM tipe 2 yang telah menunjukkan

gejala sebenarnya telah menderita DM selama 4-7 tahun sebelum diagnosa

ditegakkan. Di antara pasien-pasien DM tipe 2 di Inggris, pada sebuah studi

prospektif ditemukan bahwa 25% mengalami retinopati, 9% neuropati, dan 8%

mengalami nefropati pada saat didiagnosa. (Khardori R,2013)

Di awal diagnosa DM, jarang ditemukan adanya kelainan pada

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada DM antara lain :

Obesitas khususnya sentral, hipertensi, perdarahan dan atau eksudasi serta

neovaskularisasi di mata, akantosis nigrikans, infeksi jamur, penurunan fungsi

syaraf khususnya, tidak terasanya sentuhan ringan, sensasi suhu, serta

propriosepsi, kehilangan refleks tendon di tumit, kaki kering, atrofi otot, claw

toes, serta ulkus. Pemeriksaan pulsasi pembuluh darah ekstemitas juga dapat

memberikan gambaran komplikasi DM.( Khardori R,2013).

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.5. Patofisiologi

Pada DM tipe 2, resistensi insulin dan sekresi insulin yangabnormal

berperan sentral pada perjalanan diabetes melitus. Meskipun perbedaan pendapat

masih tetap ada berkaitan dengan defek primernya, namun kebanyakan studi

mendukung pandangan bahwa resistensi insulin mengawali terjadinya defek

sekresi insulin dan munculnya diabetes terjadi di saat sekresi insulin tidak lagi

adekuat. Secara garis besar, DM tipe 2 memiliki 3 karakterisitik patofisiologis

yakni gangguan pada sekresi insulin, resistensi insulin di perifer serta produksi

glukosa hati yang berlebihan. Obesitas, khususnya tipe viseral/sentral (dibuktikan

dengan rasio lingkar lengan-pinggang) sangat sering ditemukan pada DM tipe 2.

Sel-sel lemak/adiposit, menghasilkan sejumlah produk-produk biologis (lepitin,

TNF alfa, asam lemak bebas, resistin, serta adiponectin) yang mengatur sekresi

insulin, kerja insulin serta berat badan dan hal ini berpengaruh pada terjadinya

resistensi insulin. Di tahap awal kelainan, toleransi glukosa dapat tetap normal

meskipun terjadi resistensi insulin sebab sel beta pankreas melakukan kompensasi

dengan meningkatkan produksi insulin (gambar 2). Sejalan dengan terjadinya

resistensi insulin dan kompensasi berupa hiperinsulinemia, sel-sel pankreas pada

beberapa individu perlahan tidak lagi mampu untuk mempertahankan kondisi

hiperinsulinemik. Maka terjadilah toleransi glukosa terganggu (TGT)/Impaired

Glucose Tolerance (IGT). Jika sekresi insulin semakin menurun dan produksi

glukosa hepar terus meningkat maka pada suatu titik diabetes melitus akan mulai

nyata kelihatan yang ditandai dengan hiperglikemia pada keadaan puasa. Pada

akhirnya dapat terjadi apa yang disebut dengan kegagalan sel beta. Marker-marker

Universitas Sumatera Utara


12

inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6) dan protein C-reaktif dapat meningkat pada

diabetes melitus.(Powers AC,2005)

Gambar 2. Perubahan metabolik yang terjadi selama perjalanan DM tipe 2.

Jumlah sekresi dan sensitifitas insulin memiliki hubungan, dan secara

individu cenderung mengarah pada resistensi insulin (dengan bergerak dari

poin A menuju poin B), sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin.

Gagalnya mekanisme kompensasi dengan peningkatan jumlah insulin mula-

mula akan menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT; poin C) dan

selanjutnya akan terjadi DM tipe 2 (poin D). (Powers AC,2005)

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis DM mudah ditegakkan jika pasien datang dengan

adanyakeluhan-keluhan klasik seperti poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan

berat badan. Gejala lain yang mungkin berhubungan dengan kondisi

hiperglikemia antara lain pandangan kabur, kebas-kebas khususnya pada

ekstremitas bawah, atau infeksi jamur khususnya balanitis pada pria. Namun

Universitas Sumatera Utara


13

demikian, banyak pasien DM tipe 2 ternyata asimtomatik dan tidak terdiagnosa

selama bertahun-tahun. Pada sebuah studi disebutkan bahwa pasien DM tipe 2

yang telah menunjukkan gejala sebenarnya telah menderita DM selama 4-7 tahun

sebelum diagnosa ditegakkan. Di antara pasien-pasien DM tipe 2 di Inggris, pada

sebuah studi prospektif ditemukan bahwa 25% mengalami retinopati, 9%

neuropati, dan 8% mengalami nefropati pada saat didiagnosa.( Khardori R,2013)

Di awal diagnosa DM, jarang ditemukan adanya kelainan

padapemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada DM antara

lain : Obesitas khususnya sentral, hipertensi, perdarahan dan atau eksudasi serta

neovaskularisasi di mata, akantosis nigrikans, infeksi jamur, penurunan fungsi

syaraf khususnya, tidak terasanya sentuhan ringan, sensasi suhu, serta

propriosepsi, kehilangan refleks tendon di tumit, kaki kering, atrofi otot, claw

toes, serta ulkus. Pemeriksaan pulsasi pembuluh darah ekstemitas juga dapat

memberikan gambaran komplikasi DM. (Khardori R,2013).

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan KGD.Pemeriksaan

KGD yang dianjurkan adalahpemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan

plasma darahvena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan sampel

glukosa darah kapiler. Diagnosis DM tidak dapat ditegakkan atas dasar

adanyaglukosuria (Tabel.1). (PERKENI, 2015)

Universitas Sumatera Utara


14

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis DM Tipe 2

Pemeriksaan KGD puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan

kalori minimal 8 jam; atau

Pemeriksaan KGD ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi GlukosaOral

(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram; atau

Pemeriksaan KGD sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik; atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasioleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP).

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Selama beberapa dekade diagnosa diabetes didasarkan pada kriteria

pemeriksaan kadar glukosa yakni gula darah puasa dan 2 jam setelah menelan 75

gr glukosa dalam tes toleransi glukosa oral (TTGO). Pada tahun 2009, komite

para ahli internasional yang melibatkan perwakilan dari American Diabetic

Association (ADA), The International Diabetes Federation (IDF) serta The

European Association for the Study of Diabetes (EASD) merekomendasikan

pemeriksaan A1c untuk mendiagnosa diabetes dengan ambang batas > 6,5%, dan

ADA telah mengadaptasi kriteria ini dalam laporannya pada tahun 2010.

(American Diabetic Association,2012)

Hemoglobin glikosilat atau HbA1c terdiri dari 3 fraksi yaitu HbA1a,

HbA1b, dan HbA1c. HbA1c merupakan fraksi yang terpenting dan terbanyak

yaitu 4-5% dari hemoglobin total. HbA1c inilah yang merupakan ikatan antara

glukosa dengan hemoglobin sedangkan fraksi yang lain merupakan ikatan antara

Universitas Sumatera Utara


15

hemoglobin dengan heksosa yang lain. Hemoglobin glikosilat terbentuk secara

pasca-translasi yang berlangsung lambat, terus-menerus dan tidak dipengaruhi

oleh enzim sepanjang masa hidup eritrosit. Karena itu, pada eritrosit yang lebih

tua kadarnya lebih tinggi daripada eritrosit yang lebih muda. HbA1c terbentuk

dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam amino valin di ujung rantai

beta dari globulin Hb dewasa normal. Pengikatan ini terjadi dalam 2 tahap. Pada

tahap pertama terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa Schiff yang bersifat

labil. Tahap kedua terjadi penyusunan kembali secara Amadori menjadi bentuk

ketamin yang stabil (Suryaatmadja M 1983).

Kadar HbA1c mempunyai korelasi yang baik dengan kadar glukosa darah

rata-rata baik puasa, harian maupun puncaknya selama 12 minggu yang telah

lewat; tidak ada perbedaan antara yang tergantung insulin dan yang tidak

tergantung insulin, juga tidak dipengaruhi perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan

penelitian A1c-AG interim, dibuktikan bahwa kadar HbA1c berkorelasi kuat

dengan kadar glukosa rerata sehingga memungkinkan pasien diabetes mengetahui

rerata kadar glukosa darahnya selama 3 bulan sebelumnya (Suryaatmadja M 1983;

Silink M ;Mbanya JC 2007)

Banyak studi epidemiologis dan klinis yang berskala luas dengan banyak

pasien dan mengikutsertakan banyak pusat penelitian telah membuktikan manfaat

menggunakan pengukuran kadar HbA1c dalam penatalaksanaan pasien diabetes

mellitus. Penelitian Diabetes and Complications Trial (DCCT) dan Epidemiology

of Diabetes Interventions and Complications (EDIC) pada penderita diabetes tipe

1 dan juga penelitian Kumamoto dan United Kingdom Prospective Diabetes Study

(UKPDS) pada penderita diabetes mellitus tipe 2, yang membuktikan bahwa

Universitas Sumatera Utara


16

pengukuran kadar HbA1c disertai dengan pemantauan kadar glukoosa darah

mandiri oleh pasien, mununjukkanturunnya kadar HbA1c juga menurunkan

penyulit baik makrovaskular maupun mikrovaskular secara bermakna. Tiap

peningkatan kadar HbA1c 1%, akan meningkatkan resiko infark miokard

sebanyak 14% dan kematian sebesar 28%. Mengenai penggunaan uji ini secara

rutin berbagai pedoman yang dikeluarkan oleh WHO, ADA, EASD, dan IDF

menganjurkan untuk memeriksanya setiap 3 bulan dan sekurangnya 2x dalam

setahun pada pemantauan penderita diabetes mellitus (ADA 2010 ; Gavin III JR

2006).

Sampai saat ini analisis HbA1c masih belum seragam sehingga

menyulitkan penafsiran terutama bila pasien diperiksa di laboratorium yang

berbeda dengan metode analisa yang berbeda. Pengukuran kadar hemoglobin

glikat mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an. Semula dinamakan hemoglobin

glikosilat tetapi kemudian diperbaiki menjadi hemoglobin glikat (Silink M;

Mbanya JC 2007)

2.1.8. Komplikasi DM

Komplikasi DM dapat terjadi secara akut maupun kronis. Yang termasuk

komplikasi akut adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan status hiperglikemik

hiperosmolar (HHS/hyperglycemic hyperosmolar state). KAD sering terjadi

terutama pada DM tipe 1 sedangkan HHS lebih sering terjadi pada DM tipe 2.

Kedua kelainan diatas memiliki kaitan terhadap defisiensi insulin relatif ataupun

absolut, deplesi volume carian, serta abnormalitas asam basa.(Powers AC,2005)

Perbedaan KAD dan HHS dapat dilihat dari tabel 2.

Universitas Sumatera Utara


17

Tabel 2.2. Nilai laboratorium pada KAD dan HHS

Komplikasi kronis DM melibatkan banyak sistem organ, dan hal ini sangat

berkaitan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas DM. Komplikasi DM dapat

dibagi atas komplikasi vaskular dan komplikasi nonvaskular. Komplikasi vaskular

dibagi lagi menjadi komplikasi mikrovaskular (retinopati, edema makular,

neuropati, serta nefropati) dan komplikasi makrovaskular (penyakit arteri koroner,

penyakit arteri perifer, serta penyakit serebrovaskuler). Komplikasi nonvaskular

meliputi gastroparesis, uropati, disfungsi seksual, katarak, glaukoma, infeksi serta

perubahan pada kulit.(Powers AC,2005).

2.2. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita DM

DM yang diakui sebagai kegawatdaruratan epidemik global, merupakan

salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.

Hiperglikemia, karakteristik umum dari DM, memiliki potensi untuk

menyebabkan komplikasi serius karena sifat berbahaya dan kronisnya

(Papatheoderou et al., 2015).

Penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada pasien DM adalah PJK,

suatu komplikasi makrovaskuler jangka panjang akibat DM. PJK adalah penyakit

jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses

Universitas Sumatera Utara


18

aterosklerosis atau spasme, ataupun kombinasi keduanya (Majid, 2007). Penyebab

PJK bersifat multifaktorial dan merupakan hasil interaksi berbagai kondisi,

misalnya hiperglikemia, hiperlipidemia, hiperinsulinemia, gangguan koagulasi,

dan stres oksidatif. Selain itu, DM juga diketahui mempengaruhi kerja otot

jantung secara langsung (Shahab, 2014).

PJK merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara-negara

maju. Meskipun angka kematian untuk kondisi ini secara bertahap menurun

selama dekade terakhir di negara-negara Barat, PJK masih menyebabkan sekitar

sepertiga dari semua kematian pada orang berusia >35 tahun (Sanchis-Gomar et

al., 2016; Fowler, 2011). Pada tahun 2010, PJK menyumbang 13,3% dari angka

kematian global dan menjadi penyebab utama penurunan angka harapan hidup

dan disabilitas dini. Pada tahun 2030, angka kematian akibat PJK diperkirakan

meningkat menjadi 14,9% untuk laki-laki, dan 13,1% untuk perempuan (Gambar

2.3) (Global Burden of Disease Study 2010, 2012).

Outcome yang tidak diharapkan paska kejadian sindrom koroner akut,

yang merupakan bagian dari PJK, meningkat jumlahnya pada pasien yang juga

menderita DM. Hal ini dibuktikan dengan follow up selama 1 tahun, dijumpai

bahwa kejadian perdarahan, infark miokardium, stroke, maupun kematian pada

pasien DM dengan PJK adalah 16,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien yang hanya menderita PJK saja, yaitu 11,9% (Gambar 3)

(McGuire, 2015).

Universitas Sumatera Utara


19

Ket: CVD: cardiovascular death/kematian akibat kardiovaskuler; MI: myocard

infarct/infark miokardium; CVA: cerebrovascular accident/stroke; D:

death/kematian

Gambar 3. Outcome klinis setelah kejadian sindrom koroner akut dengan follow

up >1 tahun, dan dibandingkan berdasarkan status diabetiknya.

(McGuire, 2015)

2.2.1.Epidemiologi

Pembaharuan The 2016 Heart Disease and Stroke Statistics dari AHA

baru-baru ini melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia ≥20 tahun di Amerika

Serikat mengalami PJK, dan prevalensi ini dilaporkan mengalami peningkatan

seiring dengan pertambahan usia, baik untuk perempuan dan laki-laki. Telah

diperkirakan juga bahwa kira-kira setiap 42 detik, seorang penduduk Amerika

akan menderita infark miokardium. (AHA, 2016) Sedangkan di Indonesia, pada

tahun 2013 dijumpai 1,5% penduduk dewasanya terdiagnosis dan atau memiliki

gejala PJK. (RISKESDAS, 2013)

Universitas Sumatera Utara


20

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi PJK sampai saat ini masih belum ada yang spesifik, hal ini

disebabkan karena manifestasi klinisnya yang berbeda dan bervariasi diantara satu

penderita dengan penderita yang lain. Adapun secara sederhana PJK dapat

diklasfikasikan menjadi (Majid, 2007 dan PERKI, 2015):

a. Angina Pektoris Stabil (APS): gejala klinis berupa rasa tertekan/berat

daerah retrosternal, menjalar kelengan kiri, leher, rahang, area

interskapular, bahu, atau epigastrium yang dicetuskan oleh kerja fisik atau

stress emosional dan berkurang bila istirahat atau dengan pemberian

preparat nitrogliserin.

b. Angina Prinzmental: nyeri dada akibat spasme arteri koroner, sering

timbul saat istirahat, tidak berkaitan dengan aktivitas, dan siklik.

c. Sindrom koroner akut (SKA): sindrom klinik yang mempunyai dasar

patofisiologi berupa erosi atau rupturnya plak ateroma sehingga terjadi

trombosis intravaskuler dan gangguan perfusi jaringan. SKA dibagi lagi

menjadi:

1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment

elevation myocardial infarction)

2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST

segment elevation myocardial infarction)

3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Universitas Sumatera Utara


21

2.2.3. Patogenesis

Patogenesis umum aterosklerosis telah banyak dibahas, tetapi beberapa

faktor patogen spesifik terkait DM layak disebutkan di sini. Secara klinis,

dislipidemia sangat berkorelasi dengan aterosklerosis, dan 97% dari pasien DM

juga mengalami dislipidemia. Selain pola karakteristik peningkatan trigliserida

dan penurunan kolesterol HDL, pada penderita DM juga terlihat kelainan dalam

struktur partikel lipoprotein. Pada penderita DM, bentuk dominan dari kolesterol

LDL adalah bentuk kecil, padat. Partikel LDL kecil lebih aterogenik dari partikel

LDL yang besar karena mereka dapat lebih mudah menembus dan membentuk

lampiran kuat ke dinding arteri, serta lebih rentan terhadap oksidasi (Dokken,

2008).

LDL teroksidasi adalah pro-aterogenik karena sekali partikel teroksidasi,

mereka memperoleh sifat baru yang dikenali oleh sistem imun sebagai "benda

asing". Dengan demikian, LDL teroksidasi memicu beberapa respon biologis

normal, seperti menarik leukosit ke tunika intima, meningkatkan kemampuan

leukosit untuk memfagosit lipid dan berdiferensiasi menjadi foam cell, serta

merangsang proliferasi leukosit, sel endotel, dan sel-sel otot polos; yang

semuanya berujung pada pembentukan plak aterosklerosis. Pada pasien dengan

diabetes, partikel LDL juga bisa menjadi terglikasi, yang memperpanjang waktu

paruhnya, dan karenanya meningkatkan kemampuan LDL untuk mempromosikan

aterogenesis. Kebalikan dengan LDL, HDL terglikasi lebih pendek waktu

paruhnya dan menjadikan efeknya kurang protektif terhadap aterosklerosis.

(Dokken, 2008).

Universitas Sumatera Utara


22

Selain itu, penderita DM cenderung mengalami hipertrigliseridemia karena

aksi insulin mengatur fluks lipid. Insulin mempromosikan aktivitas enzim

lipoprotein lipase, yang memediasi pengambilan FFA ke dalam jaringan adiposa

dan juga menekan aktivitas enzim hormone-sensitive lipase, yang mengakibatkan

penurunan pelepasan FFA ke sirkulasi. Hipertrigliseridemia juga memicu

peningkatan produksi LDL kecil dan penurunan transport kolesterol HDL kembali

ke liver. (Dokken, 2008)

Dislipidemia hanyalah salah satu mekanisme yang mempromosikan

aterosklerosis pada penderita DM. Selain dislipidemia, disfungsi endotel pun ikut

berkontribusi. Endotelium yang sehat mengatur tonus vaskuler, aktivasi trombosit,

adhesi leukosit, trombogenesis, dan inflamasi, melalui produksi mediator-

mediator kimiawi (Tabel 2). Ketika mekanisme ini rusak, proses aterosklerosis

akan dipercepat. (Orasanu dan Plutzky, 2009)

Tabel 2.3. Mekanisme yang Terlibat dalam Patogenesis Gangguan Vaskuler

akibat DM

Endothelium ↑ aktivasi NF-κB

↓ produksi nitric oxide

↓ bioavailabilitas Prostacyclin

↑ aktivitasEndothelin 1

↑ aktivitas Angiotensin II

↑ aktivitas Cyclooxygenase type 2 (COX-2)

↑ aktivitas Thromboxane A2

↑ Reactive oxygen species

↑ produk peroksidase lipid

Universitas Sumatera Utara


23

↑ RAGE expression

Sel otot polos dan matriks ↑ Proliferasi dan migrasi ke tunika intima

pembuluh darah ↑ Degradasi matriks

Perubahan komponen matriks

Inflamasi ↑ IL-1β, IL-6, CD36, MCP-1

↑ ICAMs, VCAMs, dan selectins

↑ aktivitas protein kinase C

↑ interaksi AGEs dan AGE-RAGE

AGEs = advanced glycation end products; ICAMs = intracellular adhesion

molecules; IL = interleukin; MCP = monocyte chemoattractant protein; NF

= nuclear factor; RAGE = receptor for advanced glycation end products;

VCAMs = vascular cell adhesion molecules. (Sumber: Orasanu dan Plutzky,

2009)

2.2.4. Diagnosis

Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dianamnesis teliti mengenai faktor

risiko dan karakteristik nyeri, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan

elektrokardiografi (EKG). Pada pasien dengan gejala angina pektoris ringan,

cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Namun bila keluran berat atau

berulang, dan kemungkinan perlu tindakan revaskularisasi, maka pemeriksaan

invasif seperti arteriografi dapat dilakukan. (Majid, 2007; PERKI, 2015)

Pada gambar di bawah diperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang

penting. Dokter dapat memilih pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara


24

menegakkan diagnosis yang tepat dan disesuaikan dengan latar klinis pasien,

ketersediaan sarana kesehatan, maupun pembiayaan.

Gambar 4. Prosedur diagnostik yang dibutuhkan untuk menegakan (Majid,

2007)

2.3. Glycated Hemoglobin (HbA1c)

2.3.1 Definisi

HbA1c didefinisikan sebagai hemoglobin yang mengalami proses glikasi

ireversibel pada satu atau kedua valin N-terminal dari rantai beta (Gambar 4.).

Definisi ini tidak mengeksklusi hemoglobin dengan tambahan glikasi di situs lain

rantai alpha atau beta. HbA1c pertama kali ditemukan pada tahun 1969, namun

fungsinya sebagai marker kontrol glikemik baru diteliti pada tahun 1976. (Syed,

2011)

Glikohemoglobin atau HbA1c (A1c) dibentuk melalui penambahan

glukosa pada hemoglobin melalui proses non enzimatik, yang dinamakan glikasi.

Membran eritrosit bersifat permeabel terhadap glukosa yang masuk ke dalam sel

dan merupakan tempat hemoglobin berikatan dengan glukosa. Produk yang tidak

Universitas Sumatera Utara


25

stabil (aldimin) diubah melalui proses amadori menjadi ketoamin yang stabil

(glikohemoglobin) dan bersifat ireversibel, yang dapat bertahan sepanjang masa

hidup eritrosit (umumnya 120 hari). Disebutkan bahwa rata rata masa hidup

eritrosit pada pria sekitar 117 hari dan pada wanita sekitar 106 hari. Interpretasi

glikohemoglobin tergantung pada eritrosit yangmemiliki masa hidup normal

Kebanyakan protein (termasuk hemoglobin) bereaksi dengan gula untuk

membentuk senyawa kovalen tanpa keterlibatan enzim. Proses kimia ini disebut

glikasi non-enzimatik. Akumulasi yang dihasilkan dari advanced glycation end

products (AGEs) ini terkait dengan perkembangan komplikasi diabetes. Pada

individu sehat, tubuh memiliki sistem operasi deglikasi enzimatik menggunakan

fructosamine-3-kinase (FN3K). Namun pada penderita DM, kondisi

hiperglikemik yang ekstrim melampaui kerja FN3K dan menyebabkan

terbentuknya HbA1c, suatu hemoglobin dengan instabilitas struktur protein dan

disfungsi seluler. (Syed, 2011)

Gambar 5. Proses pembentukan HbA1c. HbA1c merupakan produk Amadori

proses glikosilasi hemoglobin. (Elshrek, 2013)

Universitas Sumatera Utara


26

Secara klinis, The International Expert Committeepada tahun 2009

merekomendasikan penggunaan HbA1c untuk mendiagnosis DM dengan batas

nilai >6,5%. Namun tes diagnostik harus distandardisasi sesuai referensi Diabetes

Control and Complication Trial (DCCT) atau dengan metode yang telah

disertifikasi oleh National Glycohaemoglobin Standardisation Programme

(NGSP) (ADA, 2009). Keunggulan dari HbA1c adalah kemampuannya

mencerminkan KGD rata-rata selama 8-12 minggu. HbA1c juga dapat diperiksa

setiap saat sepanjang hari dan tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa.

Adapun kondisi yang dapat mengaburkan interpretasi HbA1c adalah kondisi

anemia, penyakit ginjal kronik, dan hemolisis. (WHO, 2011; Nathan, Turgeon,

dan Regan, 2007)

Selain sebagai marker hiperglikemik, HbA1c secara konsisten terkait

dengan semua marker inflamasi termasuk protein C-reaktif (CRP), interleukin-6

(IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF).Ukuran tingkat inflamasi ini sendiri

berhubungan dengan DM, AGEs, hipertensi, maupun profil lipid (Rahbar, 2005).

2.4. Glycated Albumin (GA)

2.4.1. Definisi GA

Glycated Albumin (GA) merupakan bentuk formasi ikatan antara molekul

– molekul albumin dan glukosa melalui reaksi oksidasi non – enzimatik. Serupa

dengan fruktosamin, GA mencerminkan status glukosa darah yang lebih pendek

dibandingkan HbA1c, yakni 2 – 4 minggu sebelumnya. GA tidak dipengaruhi

oleh kadar serum layaknya fruktosamin, karena GA menghitung rasio antara

kadar albumin glikat dengan total albumin serum.Glukosa berikatan kuat dengan

Universitas Sumatera Utara


27

albumin serum pada 4 situs residu lisin, dan reaksi glikasi terjadi 10 kali lipat

lebih cepat dibandingkan glikasi pada hemoglobin. Karena itu, GA dapat lebih

menangkap fluktuasi dan perubahan glikemik status lebih cepat dan nyata

dibandingkan HbA1c.

Dengan konsentrasi normal antara 35-50 g/l, albumin serum merupakan

protein yang paling banyak dalam plasma dan berperan dalam berbagai fungsi

fisiologis dan farmakologis. Karena waktu paruhnya lebih panjang dibandingkan

dengan protein lain (sekitar 21 hari), dan konsentrasi tinggi, serum albumin

menjadi sangat rentan terhadap proses glikasi. Proses glikasi albumin, juga

dikenal sebagai reaksi Maillard, adalah reaksi non-enzimatik lambat yang awalnya

melibatkan glukosa atau derivatnya dengan kelompok amino bebas yang

menempel pada albumin untuk membentuk produk dasar Schiff yang reversibel,

lalu berlanjut membentuk residu fruktosamin stabil (ketoamin) setelah terjadi

Amadori rearrangement (Rondeau dan Bordon, 2011).

Pada saat pertama kali ditemukan, pemeriksaan GA dikerjakan dengan

metoda HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang

direkomendasikanoleh International DM Federation & America DM Association.

Mengingat metoda HPLC membutuhkan keterampilan dan alat khusus serta

pertimbangan harga yang tinggi, telah dikembangkan metode enzimatik yang bias

diaplikasikan dengan mudah dan cepat pada alat kimia klinis otomatis. Sebagai

parameter yang relative baru GA memiliki beberapa keuntungan sehingga

menjadi pemeriksaan yang menjanjikan bagi dokter maupun pasien untuk

pemantauan status control glikemik pada pasien DM namun masih sedikit

perhatian dari masyarakat umum mengenai penggunaan GA dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara


28

HbA1c dalam diagnosis DM. GA assay tidak tersedia secara luas, dengan

demikian, hanya ada data yang sangat terbatas untuk menunjukkan bahwa GA

sangat berguna sebagai kontrol glikemik (Suryaatmaja,2014).

Adapun hal yang dapat mengaburkan hasil pemeriksaan GA adalah

penyakit liver dan gangguan metabolisme albumin (Saisho, 2013).

2.5. Pemanfaatan HbA1c dan GA sebagai Prediktor Komplikasi DM

Tipe 2

Marker kontrol glukosa jangka pendek dapat meningkatkan kemampuan

kita untuk memonitor hiperglikemia pada penderita DM. Contohnya GA, yang

kini terutama digunakan dalam populasi di mana interpretasi HbA1c mungkin

bermasalah, seperti pada penderita anemia, hemolisis, atau penyakit ginjal kronik

(Juraschek et al., 2012).

Selain sebagai marker kontrol hiperglikemik, baik HbA1c maupun GA

dapat digunakan sebagai prediktor dari berbagai komplikasi DM tipe 2. Studi di

Osaka, Jepang, yang dilakukan oleh Morita et al. menunjukkan bahwa nilai rata-

rata GA (22.6+4.6% vs. 19.7+3.6%; P=0.008) dan rasio GA/HbA1C\c (3.1+0.4

vs. 2.8+0.3; P=0.003) pada pasien dengan retinopati diabetikum lebih tinggi

daripada penderita DM tanpa retinopati, dan GA memiliki nilai prediktif terhadap

durasi DM dan kejadian retinopati diabetikum yang lebih tinggi daripada HbA1c

(Morita et al., 2013).

Studi lain yang dikonduksi oleh Selvin et al. meneliti kemampuan GA dan

HbA1c dalam menstratifikasi risiko dan prediksi komplikasi mikrovaskuler DM.

Ditemukan bahwa hazard ratio terjadinya DM adalah 6,17 (5,45-6,99) untuk

Universitas Sumatera Utara


29

kadar GA di atas persentil 95. Terdapat hubungan yang kuat antara GA dengan

kejadian retinopati (P<0,0001). Adapun hazard ratio terjadinya nefropati

diabetikum adalah 1,48 (1,20-1,83) untuk kadar GA di atas persentil 95.

Kemampuan prediksi kejadian nefropati berdasarkan GA (0,717) hampir sama

kuatnya dengan HbA1c (0,726). Namun HbA1c masih lebih baik dalam

memprediksi kejadian DM dibandingkan GA (Selvinet al., 2014).

Studi Hasslacher et al. menilai kemampuan HbA1c dan GA dalam

memprediksi komplikasi pembuluh darah perifer. Ditemukan bahwa GA memiliki

korelasi positif yang kuat dengan HbA1c (r=0.71, 95% CI 0.61-0.75), yang tidak

dipengaruhi oleh gender, usia, fungsi ginjal, dan anemia. Risiko terjadinya

penyakit arteri perifer meningkat secara signifikan seiring meningkatnya HbA1c

(Pval=0.002, HR=1.45), sedangkan hubungan penyakit arteri perifer dengan

peningkatan GA menunjukkan hasil borderline (Pval=0.06, HR=1.09)

(Hasslacher et al., 2014).

Adapun studi yang mempelajari hubungan marker hiperglikemik dengan

penyakit arteri koroner diadakan oleh Ma et al. yang menemukan bahwa dari 272

sampel penelitiannya, nilai HbA1c dan GA lebih tinggi secara signifikan pada

penderita DM dengan penyakit arteri koroner dibanding dengan yang tidak (kedua

P<0,01). Kemudian hasil analisis multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa

peningkatan GA merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya penyakit

arteri koroner (OR= 1.143, 95% CI: 1.048-1.247, P=0.002). (Maet al., 2015)

Universitas Sumatera Utara


30

2.6. Kerangka Konsep

Uji Tapis:
Hba1c
GA

Universitas Sumatera Utara


31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan dengan rancangan

penelitian cross sectional (potong lintang), di mana subyek penelitian tidak

mendapat perlakuan dan pengambilan data dilakukan satu kali.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi KlinikFakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan bekerja sama dengan

Divisi Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen Ilmu

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai dengan Juli 2017.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien yang menderita DM tipe 2 dengan

PJK dan non PJK yang melakukan kunjungan ke poliklinik kardiologi, pasien

rawat inap RIC, ruang rawat inap RA-1 dan RA-2 di RSUP. H. Adam malik

Medan.

Universitas Sumatera Utara


32

3.3.1 Sampel Penelitian

3.3.1.1 Kriteria Inklusi:

a. Pasien laki-laki dan perempuan yg melakukan kunjungan rawat jalan dan

rawat inap diRSUP H. Adam Malik Medan yang terdiagnosa DM tipe 2

dengan PJK dan tanpa PJK.

b. Pada saat pengambilan sampel Hb >10 gr/dl, Albumin >3g/dl.

c. Bersedia ikut dalam penelitian ini yang dinyatakan dengan informed consent.

3.3.1.2 Kriteria Eksklusi:

a. Pasien DM dengan penyakit ginjal kronik

b. Pasien DM dengan Hipertensi.

3.4. Besar Sampel Penelitian

Perkiraan besar sampel minimum dan subyek yang diteliti dihitung secara

statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan rumus uji hipotesis dua

populasi, yaitu sebagai berikut:

2 2 Z (1 / 2)  Z (1 ) 
2

n1  n2 
1   2 2
Dimana :

Z (1 / 2) = deviat baku alpha. utk  = 0,05 hipotesis satu arah maka nilai baku

normalnya 1,64

Z (1  ) = deviat baku alpha. utk  = 0,20 maka nilai baku normalnya 0,841

S d   = Standar deviasi level HbA1c pada DM tipe 2dengan PJK sebesar=1,7

(Dahlan, 2016)

Universitas Sumatera Utara


33

1   2 = beda rerata yang bermakna ditetapkan sebesar 1,4

Maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah 14 orang.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel terikat

- Glycated Hemoglobin (HbA1c)

- Glycated albumin (GA)

Variabel bebas

- Pasien DM tipe 2 yang terdiagnosis PJK

- Pasien DM tipe 2 tanpa PJK

3.6. Definisi Operasional

a. DM merupakan penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan

dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin

maupun keduanya, Klasifikasi DM yang dipakai pada penelitian ini

menurut Konsensus PERKENI 2015. Kadar gula darah (KGD) adrandom

≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) atau kadar gula darah puasa ≥ 7,0 mmol/L

(126 mg/dL) atau kadar gula darah 2 jam setelah puasa ≥ 11,1 mmol /L

(200 mg/dL). Sampel penelitian diseragamkan dengan mengambil

penderita DM yang terdiagnosa 2-10 tahun.

b. PJK suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan atau

kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung koroner diakibatkan

oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner.

Universitas Sumatera Utara


34

Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke

otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Pada penelitian ini

pasien PJK ditegakkan seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh

darah dengan kriteria diagnostik dijumpai gejala klinis, peningkatan enzim

jantung (Trop-I/ Trop-T/ CKMB) dan EKG yang mendukung setelah

treadmill test.

c. Pasien DM tipe 2 dengan PJK merupakan pasien DM tipe 2 yang sudah

didiagnosis PJK dari poli kardiak maupun ruang rawat inap RIC.

d. HbA1c merupakan gold standard untuk menentukan kontrol gula darah

pada penderita DM. Merupakan ikatan antara glukosa dengan hemoglobin.

DM dikatakan terkontrol baik bila kadar HbA1c ≤ 7 %, sedangkan DM

tidak terkontrol bila HbA1c ˃ 7 %.HbA1C menggambarkan konsentrasi

glukosa darah rata-rata selama 3 bulan.

e. GA merupakan bentuk formasi ikatan antara molekul–molekul albumin

dan glukosa melalui reaksi oksidasi non-enzimatik. GA mencerminkan

status glukosa darah yang lebih pendek yakni 2–4 minggu sebelumnya dan

tidak dipengaruhi oleh kadareritrosit. Nilai normal ≤18%. Menggunakan

Alat Photometer Automatic Analyzer Architec CI 8200 dengan

menggunakan metode kolorimetrik enzimatik.

Universitas Sumatera Utara


35

3.7. Pengambilan Dan Pemeriksaan Sampel

3.7.1. Bahan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah dengan

antikoagulan ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) untuk pemeriksaan

HbA1c dan serum untuk GA.

3.7.2. Pengambilan Sampel

Untuk pemeriksaan sampel darah diambil dari darah vena mediana cubiti

sebelum pasien diberikan heparin. Pada lokasi punksi vena terlebih dahulu

dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering, kemudian

dilakukan punksi.

Darah diambil dengan menggunakan Venoject sebanyak 2cc darah,

dimasukkan kedalam tabung yang berisi antikuagulan EDTA untuk pemeriksaan

HbA1c dan 5cc darah dimasukkan ke dalam tabung kimia untuk pemeriksaan GA.

Sample darah dicentrifuge 2000 rpm selama 15 menit lalu diambil serumnya 200

– 500µ disimpan dalam aliquoat dan dibekukan pada suhu -4 ºc.(Hansoon, 2005).

3.7.3. Pemeriksaan HbA1c.

Prinsip pemeriksaan:

Total konsentrasi Hb dan HbA1c ditentukan setelah hemolisis dari spesimen darah

whole blood dengan EDTA. HbA1c diukur menggunakan alat BioRad D-10

menggunakan prinsip High Performance Liquid Cromatography (HPLC).

Total konsentrasi Hb dan HbA1c ditentukan setelah hemolisis dari spesimen

darah whole blood dengan EDTA.

Universitas Sumatera Utara


36

3.7.4 . Pemeriksaan GA

3.7.4.1. Prinsip Pemeriksaan GA

a. Sampel (serum/plasma) bereaksi dengan glycated amino-acid oxidase

(KAOD: Ketoamin oksidase). Endogenous glycated amino acidkemudian

akan diubah menjadi glikosamin, asam amino, dan hidrogen peroksida

untuk dieliminasi

b. Larutan yang sudah mendapat perlakuan bereaksi dengan protease

albumin-spesifik dan asam amino terglikasi dihasilkan dari albumin

terglikasi (GA).

c. Kemudian asam amino terglikasi bereaksi dengan KAOD menghasilkan

glukoson, asam amino dan hidrogen peroksida.

d. Hidrogen peroksida yang dihasilkan diubah secara kuantitatif menjadi

pigmen biru-ungu, melalui reaksi peroksidase (POD),dengan adanya

garam N, N-Bis (4-Sulfobutyl)-3-methylaniline dinatrium(TODS) dan 4-

amino antipyrine (4-AA). Asam amino terglIkasi yang dihasilkan dari

glikoalbumin dihitung dengan mengukur absorbansi dari pigmen biru-

ungu ini.
KAOD
1) Glycated amino acids + O2+ H2O glucosone + amino acids

+ H2O2

2) Glycated albumin (glycoalbumin) protease glycated amino acids


KAOD
3) Glycated amino acids +O2 + H2O glucosone + amino

acids + H2O2
POD
4) 4) H2O2 + 4-AA + TODB blue-purple pigment + H2O

Universitas Sumatera Utara


37

3.7.4.2. Perhitungan GA

Konsentrasi GA yang diperoleh dibagi dengan konsentrasi albumin.

Kemudian untuk mencocokkan nilai yang diperoleh dengan nilai cairan khusus

kromatogram (Hi- AUTO GAA GA`A-2000), digunakan rumus koreksi berikut

{(konsentrasi GA/konsentrasi albumin)/1,14 x 100} + 2,9.

Pemeriksaan GA ini menggunakan Alat Photometer Automatic Analyzer

Architec CI 8200 dengan menggunakan metode kolorimetrik enzimatik.

3.8. Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam

pemeriksaan.Prosedur yang harus diperhatikan diantaranya adalah dimulai dari

preanalitik, analitik dan postanalitik.

Kalibrasi dan kontrol untuk pemeriksaan GA dilakukan sesuai petunjuk

dari pabrik yang tersedia dalam paket reagensia. Kontrol kualitas dilakukan

dengan kontrol set setiap hari dan kalibrasi dilakukan setiap pemakaian reagen kit

baru.

Pemeriksaan yang baik apabila tes tersebut memenuhi syarat teliti dan

akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabriknya. Ketepatan merupakan

prasyarat dari ketelitian.

3.8.1. Pemantapan Kualitas Kadar GA

Kalibrasi untuk pemeriksaan GA menggunakan alat Architec CI 8200

dengan calibrator for automated system (CFAS) lipid No Lot.C016031.

Kalibrator dalam bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 1mL aquades,

larutan lalu dihomogenkan dengan membolak-balikkan botolsecara perlahan agar

Universitas Sumatera Utara


38

tercampur dengan sempurnadan tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan

selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan 1 kali pada

waktu membuka reagen baru. Kalibrasi ini berguna untuk menentukan konsentrasi

standard pada kurva kalibrasi.

Kurva Hasil Kalibrasi Pada Assay Control GA-L Calibrator

Gambar 6. Kurva Hasil Kalibrasi Pada Assay Control GA-L Calibrator

Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar GA-L- Calibrator

N Tanggal Kelompok Nilai Absorbans Konsentrasi

o Pemeriksaan Pemeriksaan

1. 12-07-2017 N= 1 0,0049 0,000

2. 12-07-2017 N=2 0,0706 1,560

Universitas Sumatera Utara


39

Kurva Hasil Kalibrasi pada assay control ALB-L Calibrator

Gambar 7. Kurva Hasil Kalibrasi pada assay control GA-L Calibrator

Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kadar ALB-L- Calibrator

N Tanggal Kelompok Nilai Absorbans Konsentrasi

o Pemeriksaan Pemeriksaan

1. 12-07-2017 N= 1 0,224 0,00

2. 02-07-2017 N=2 0,4707 4,61

Universitas Sumatera Utara


40

3.8.2. Pemantapan Kualitas Kadar HbA1c

Reagen HbA1c menggunakan lot 681925 terdiri dari reagen A, Bdan C.

HbA1c kontrol terdiri-dari kontrol normal dengan lot 981695 dan kontrol

abnormal dengan lot 981696 yang berasal dari human based serum, lyophilized.

Untuk HbA1c pretreatment liquid menggunakan nomor lot 981924.Untuk

kalibrator memakai lot 981863 dengan nilai kalibrasi sudah terlampir. Konsentrasi

dari komponen kalibrator telah diatur untuk memastikan kalibrasi optimal dengan

metode yang sesuai pada analyzer yang digunakan.. Selama penelitian kalibrasi

dilakukan 1 kali pada waktu membuka reagen baru.

3.9. Kontrol Kualitas

Hasil dari suatu pemeriksaan laboratorium dapat berkualitas baik bila

dilakukan kontrol kualitas. Kontrol kualitas penting untuk mencegah terjadinya

kesalahan dalam pemeriksaan. Untuk itu sebelum melakukan pemeriksaan perlu

dilakukan persiapan yang cukup untuk meningkatkan kualitas dari pemeriksaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah : prosedur pemeriksaan,

penggunaan alat-alat yang harus sesuai dengan petunjuk, ataupun reagensia yang

digunakan. Pemeriksaan laboratorium klinik baik apabila test tersebut mempunyai

ketelitian (precision) dan akurasi yang berkesinambungan.

Kontrol kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk

menjamin ketepatan hasil pemeriksaan yang dikerjakan. Sebelum dilakukan

pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yng digunakan, agar

penentuan konsentrasi zat dapat diketahui.

Universitas Sumatera Utara


41

3.9.1. Kontrol Kualitas GA

Kontrol kualitas pada pemeriksaan GA ini menggunakan 2 kontrol, yaitu

kontrol normal dan kontrol tinggi. Kontrol untuk pemeriksaan (GA) menggunakan

c.f.a.s (controlr for automated system) lipid No Lot.C01603. Kontrol dalam

bentuk serbuk kemudian diencerkan dengan 3mL aquadest, larutan dihomogenkan

dengan membolak-balikkan botol secara perlahan agar tercampur dengan

sempurna dan tidak terbentuk gelembung, kemudian dibiarkan selama 30 menit

kemudian dilakukan pemantapan kualitas. Kontrol dilakukan setiap memeriksa

sampel baru. Hasil kontrol kualitas dapat dilihat dalam grafik berikut

Grafik Levey- Jennings Kontrol Kualitas GA-L

Gambar 8. Grafik Levey- Jennings Kontrol Kualitas GA-L

Keterangan kontrol kualitas GA-L

No Tanggal Kelompok Control Range Nilai Target (%)


Pemeriksaan Pemeriksaan

1. 12-07-2017 N= 1 0,580-0,784 0,682

2. 12-07-2017 N= 2 1,598-1,954 0,177

Universitas Sumatera Utara


42

Grafik Levey- Jennings Kontrol Kualitas ALB-L.

Gambar 9. Grafik Levey – jenning Kontrol Kualitas ALB- L

Keterangan Kontrol kualitas ALB-L

Tanggal Kelompok
No Control Range Nilai Target (%)
Pemeriksaan Pemeriksaan

1. 12-07-2017 N= 2 4,150-5,070 4,61

2. 12-07-2017 N= 1 4,260-5,200 4,73

3.9.2. Kontrol Kualitas HbA1c

Untuk kontrol kualitas pemeriksaan HbA1c digunakan Preci Control

HbA1c Lot No 617092. Selama penelitian, kontrol kualitas pemeriksaan HbA1c

dilakukan satu kali bersamaan dengan sampel dengan nilai target yang akan

dicapai. Apabila hasil pemeriksaan assay control masuk dalam nilai target, maka

hasil pemeriksaan sampel penelitian dianggap terkontrol.

Universitas Sumatera Utara


43

3.10. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Informed consent

diperoleh secara tertulis dari subyek penelitian atau diwakilkan oleh keluarganya

setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.11. Analisis Data

Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer

dan menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi

22.0. Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang

disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Analisis deskriptif variabel

numerik dilakukan dalam bentuk ukuran pemusatan (mean, median) dan ukuran

penyebaran (standar deviasi, minimum-maksimum). Jika sebaran data normal,

digunakan pasangan mean + standar deviasi. Jika sebaran data tidak normal,

digunakan median dengan minimum-maksimum.

Untuk uji normalitas, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk

membandingkan parameter HbA1c dan GA pada masing-masing kategori

digunakan uji T berpasangan jika data terdistribusi normal, atau uji Mann-

Whitney jika distribusi tidak normal. Hasil dianggap signifikan ketika P <0,05.

Universitas Sumatera Utara


44

3.12. Perkiraan Biaya Penelitian

a. Pengadaan biaya habis paka Rp. 1.000.000,-

b. Pengadaan Reagensia GA Rp. 15.000.000,-

c. Pengadaan alat-alat disposibel Rp. 500.000,-

d. Pemeriksaan HbA1c Rp. 2.282.000,-

e. Pengurusan Etical Clearance Rp. 750.000,-

f. Honorarium teknisi Rp. 500.000,-

g. Biaya seminar hasil Rp. 1.000.000,-

h. Biaya tak terduga Rp. 500.000,-

Total biaya Rp. 22.652.000,-

NB : Seluruh biaya dalam penelitian ini ditanggung oleh penelitian.

3.13. Jadwal Penelitian

Mei 2017 Juni 2017 Juli 2017 Agustus 2017


No Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Ujian
1
proposal
Pengumpul-
2
an data
Analisis
3
data
Seminar
4
hasil

Universitas Sumatera Utara


45

3.14. Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


46

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan bekerjasama dengan

Divisi Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen Kardiologi

dan Kedokteran Vaskular dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai dengan Juli

2017.

Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian

Jumlah sampel keseluruhan adalah 60 sampel yang merupakan pasien

rawat jalan dan pasien rawat inap yang berobat di RSUP HAM dengan pembagian

30 sampel kontrol (DM tanpa PJK) dan 30 sampel penelitian (DM dengan PJK),

dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik DM + PJK DM non PJK Sig.

Jenis Kelamin Pria 17 (57%) 19 (64%) 0,691

Wanita 13 (43%) 11 (36%)

Usia 56,38 ± 5,67 56,92 ± 7,68 0,841

Kadar Hemoglobin 13,21 ± 1,59 12,44 ± 1,75 0,258

Kadar Albumin 3,71 ± 0,36 3,73 ± 0,47 0,890

Berdasarkan penilaian terhadap subyek penelitian, didapatkan hasil yaitu

seluruh karakteristik subyek penelitian dengan p > 0,05, yang menandakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


47

karakteristik pasien tidak mempengaruhi kejadian komplikasi PJK pada pasien

DM.

Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari seluruh data yang telah terkumpul, subyek dengan jenis kelamin laki

– laki lebih banyak dari pada perempuan pada kedua kelompok.

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin

Pria Wanita Total

Group Non PJK 19 11 30

PJK 17 13 30

Total 36 24 60

Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

Dari seluruh subyek yang ikut serta dalam penelitian, usia rerata subyek

adalah sekitar 56 tahun pada kedua kelompok.

Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

Group N Mean Std. Deviation

Non PJK 30 56,9231 7,68615


Usia
PJK 30 56,3846 5,67947

Universitas Sumatera Utara


48

Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin (Hb) rerata pada kelompok DM + PJK lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok DM non PJK.

Tabel 4.4. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kadar

Hemoglobin

Group N Mean Std. Deviation

Hb DM + non PJK 30 12,4462 1,75053

PJK 30 13,2077 1,59868

Hingga saat ini peneliti belum menemukan penelitian lain yang

mendukung hal tersebut. Hubungan antara kadar hemoglobin pada penderita DM

dengan PJK dan tanpa PJK belum diketahui dengan baik.

Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kadar Albumin

Kadar albumin rerata pada kelompok DM+PJK lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok DM non PJK.

Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kadar

Albumin

Group N Mean Std Deviation

Albumin DM non PJK 30 3,7385 ,47353

PJK 30 3,7154 ,36480

Peneliti tidak menemukan penelitian lain mengenai kadar albumin pada

penderita DM tanpa PJK dan dengan PJK.

Universitas Sumatera Utara


49

Perbandingan Kadar Glycated Hemoglobin (HbA1c) dan Glycated

Albumin (GA) pada Kelompok DM non PJK dan Kelompok DM + PJK

Berdasarkan hasil penelitian, Rerata kadar HbA1c pada kelompok DM + PJK

lebih tinggi dibandingkan dengan Non PJK. Rerata kadar GA pada kelompok DM

+ PJK lebih tinggi dibandingkan dengan kadar GA pada kelompok Non PJK.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji T independent, dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan signifikan terhadap kadar HbA1c dan GA antara kelompok

kontrol (DM non PJK) dan PJK (DM + PJK) dengan nilai signifikansi masing-

masing 0,001 dan 0,022 (p<0,05).

Tabel 4.6. Perbandingan Kadar HbA1c dan GA pada Subyek Penelitian

Group N Mean Std.Deviation Sig.

HbA1c Non PJK 30 8,5769 1,04734 0.001

PJK 30 10,2000 1,20899 0,001

GA Non PJK 30 24,9231 4,83841 0,022

PJK 30 29,8462 5,42903 0,023

Universitas Sumatera Utara


50

BAB V

PEMBAHASAN

Setiap penderita DM perlu dilakukan pemantauan status glikemiknya

dengan teratur untuk mencapai status kendali kadar gula darah yang baik agar

tidak terjadi penyulit atau komplikasi. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar

pemeriksaan KGD. Pemeriksaan KGD yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan dapat

dilakukan dengan pemeriksaan KGD baik puasa, sewaktu maupun post prandial,

HbA1c maupun GA. (PERKENI, 2015)

Komplikasi DM melibatkan banyak sistem organ, dan hal ini sangat

berkaitan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas DM. Komplikasi DM dapat

dibagi atas komplikasi vaskular dan komplikasi nonvaskular. Komplikasi vaskular

dibagi lagi menjadi komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, edema makular,

neuropati, serta nefropati dan komplikasi makrovaskular yaitu penyakit

artkoroner, penyakit arteri perifer, serta penyakit serebrovaskuler (Powers

AC,2005).

Penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada pasien DM adalah PJK,

suatu komplikasi makrovaskuler jangka panjang akibat DM. PJK adalah penyakit

jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses

aterosklerosis atau spasme, ataupun kombinasi keduanya (Majid, 2007).

Hal ini dibuktikan dengan follow up selama 1 tahun, dijumpai bahwa

kejadian perdarahan, infark miokardium, stroke, maupun kematian pada pasien

Universitas Sumatera Utara


51

DM dengan PJK adalah 16,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan

pasien yang hanya menderita PJK saja, yaitu 11,9% (McGuire, 2015).

Dari seluruh data yang telah terkumpul pada penelitian ini, subyek dengan

jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita pada kedua kelompok. Pada

kelompok DM + PJK, subyek pria sebesar 57%, lebih banyak dibandingkan

subyek wanita dengan persentase sebesar 43%. Pada kelompok DM non PJK,

subyek pria sebesar 64%, lebih banyak dibandingkan subyek wanita dengan

persentase sebesar 36%.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Maskariet al.

dimana pasien diabetes yang memiliki komplikasi PJK lebih sering terjadi pada

pria (Al-Maskariet al., 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fox

menyatakan bahwa proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi PJK

meningkat dalam 50 tahun terakhir, dan sebagian besar ditemukan pada pria

(Foxet al., 2007).Penelitian yang dilakukan oleh Kawasaki et al. juga menyatakan

bahwa pada penderita diabetes dengan dan tanpa PJK berkisar mayoritas adalah

pria (p<0,01) (Kawasaki et al., 2013).

Dari seluruh subyek yang ikut serta dalam penelitian, usia rerata subyek

adalah sekitar 56 tahun pada kedua kelompok, dimana pada kelompok DM + PJK

adalah 56,38 dan pada kelompok DM non PJK usia rerata subyek adalah 56,92.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Maskariet al.

dimana prevalensi pasien diabetes dengan dan tanpa komplikasi meningkat seiring

peningkatan usia, dimana pasien diabetes dengan dan tanpa komplikasi dalam

penelitian tersebut memiliki usia rerata 53 tahun, yang merupakan usia paruh baya

(middle aged) (Al-Maskariet al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


52

Kadar hemoglobin (Hb) rerata pada kelompok DM + PJK lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar hemoglobin rerata pada kelompok DM non PJK,

dengan kadar hemoglobin sebesar 13,21 pada kelompok DM + PJK dan 12,44

pada kelompok DM non PJK.

Hingga saat ini peneliti belum menemukan penelitian lain yang

mendukung hal tersebut. Hubungan antara kadar hemoglobin pada penderita DM

dengan PJK dan tanpa PJK belum diketahui dengan baik. Penelitian yang

dilakukan oleh Stevens menyatakan bahwa diabetes melitus adalah salah satu

penyebab utama kematian dan morbiditas kardiovaskular, dan konsentrasi

hemoglobin yang rendah berkontribusi terhadap pengembangan penyakit

kardiovaskular pada pasien diabetes (Stevens, 2012). Arant et al. dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa kadar hemoglobin merupakan prediktor

independen pada wanita dengan PJK (Arant et al., 2004). Peneliti menduga kadar

hemoglobin yang lebih tinggi pada pasien diabetes dengan PJK adalah suatu

bentuk kompensasi terhadap tingginya kebutuhan oksigen yang diakibatkan

penyakit PJK yang diderita pasien.

Kadar albumin rerata pada kelompok DM+PJK lebih rendah dibandingkan

dengan kadar albumin rerata pada kelompok DM non PJK, dengan kadar albumin

sebesar 3,71 pada kelompok DM + PJK dan 3,73 pada kelompok DM non PJK.

Peneliti tidak menemukan penelitian lain mengenai kadar albumin pada

penderita DM tanpa PJK dan dengan PJK, tetapi terdapat penelitian yang

menyatakan bahwa kadar mikroalbuminuria pada penderita DM dengan PJK lebih

tinggi dibandingkan pada penderita DM tanpa PJK (p<0,01) (Kawasaki et al.,

Universitas Sumatera Utara


53

2013).Tingginya mikroalbuminuria dapat dikaitkan dengan rendahnya kadar

albumin pada pasien tersebut.

Kadar HbA1c dan GA dapat digunakan sebagai prediktor resiko komplikasi

PJK pada penderita DM (Rahban, 2005). Penelitian-penelitian mengenai GA

sebagai faktor prediktor diabetes juga membuat GA mulai dipertimbangkan

sebagai alat diagnostik untuk diabetes.

Hal ini sejalan dengan hasil pada penelitian ini dimana terdapat perbedaan

yang signifikan terhadap kadar HbA1c dan GA antara kelompok DM + PJK

(29,8±5,4) dengan DM non PJK(24,9±4,8) dan dengan nilai signifikansi masing-

masing 0,001 (p<0,05) dan 0,022 (p<0,05).

Walaupun terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien DM+PJK dengan

DM non PJK, hasilnya tetap menggambarkan keduanya menderita DM yang tidak

terkontrol. rendahnya HbA1c tidak mencerminkan kadar glikemik yang

sesungguhnya.

Dari penelitian ini dijumpai perbedaan yang signifikan pada kadar HbA1c

pada pasien DM+PJK dibandingkan dengan pasien DM non PJK dengan nilai

(10,01±1,20 vs 8,57±1,04) p(0,001). Meskipun Ada beberapa kelemahan dimana

nilai HbA1c diragukan yaitu DM dengan anemia berat, DM dengan hemodialisis,

DM dengan Thalassemia, DM dengan kehamilan namun pada penelitian ini

peneliti sudah mengekslusi kriteria-kriteria tersebut.

Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa terjadi perbedaan yang

signifikan pada kadar GA yaitu (29,84±5,4 vs 24,9±4,8) p(0,022) dengan nilai

Kadar GA terendah pada pasien DM+PJK ±29,8 dan kadar GA pada DM non PJK

Universitas Sumatera Utara


54

±24,9 menggambarkan bahwa pasien tersebut menderita DM yang belum

terkontrol. Dimana nilai rujukan kadar GA < 18%.

GA menunjukkan korelasi yang lebih erat dengan PJK dibandingkan

dengan HbA1c pada populasi china dengan risiko PJK yang tinggi. Temuan

penelitian ini menunjukkan bahwa kadar GA lebih tinggi dari HbA1c dalam

mengidentifikasi PJK dan pengukurannya pada pasien dengan risiko tinggi PJK

membantu deteksi dini penyakit kardiovaskular. Tidak hanya identifikasi

hubungan mendasar antara GA dan aterosklerosis, namun juga kegunaan GA

sebagai indikator pemantauan pengendalian glukosa pada manajemen diabetes.

(Ma et al., 2015)

Kadar GA tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

metabolisme haemoglobin ataupun terapi eritropoetin, namun kadar GA

dipegaruhi oleh nilai albumin tetapi pada penenlitian ini penenliti telah

mengekslusi nilai albumin yang dibawah normal yaitu 3,5 gr%. Tetapi terdapat

penelitian yang menyatakan bahwa kadar mikroalbuminuria pada penderita DM

dengan PJK lebih tinggi dibandingkan pada penderita DM tanpa PJK

(p<0,01).Tingginya mikroalbuminuria dapat dikaitkan dengan rendahnya kadar

albumin pada pasien tersebut (Kawasaki et al., 2013)

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa GA adalah monitor kontrol

glikemik yang lebih handal dari pada HbA1c pada pasien DM+PJK dan Non PJK

yang telah dibuktikan pada Penelitian yang dilakukan oleh Mukai et al.

menunjukkan bahwa GA merefleksikan kadar glukosa darah dalam 2 – 3 minggu

terakhir (Mukai et al., 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Juraschek et al.

menyatakan bahwa GA secara signifikan berhubungan dengan resiko diabetes

Universitas Sumatera Utara


55

(HR 5,22 [CI 95%, 2,49-10,94]) (Juraschek et al., 2012). Penelitian lain yang

dilakukan oleh Yazdanpanah et al. juga menunjukkan bahwa GA dan rasio

GA/HbA1c dapat menggambarkan kontrol glikemik pada pasien DM. GA dapat

dijadikan indikator alternatif pada pasien dengan keadaan anemia, hemolisis, atau

pasien dengan penyakit ginjal kronik karena kadarnya tidak dipengaruhi oleh usia

eritrosit (Yazdanpanah et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Stratton et al. menunjukkan bahwa setiap

penurunan 1% kadar HbA1c dapat menurunkan resiko kejadian PJK sebesar 14%

(95% CI 17%-24%, p<0,0001) (Stratton et al., 2000). Akan tetapi, terdapat

penelitian yang tidak mendukung hal ini. Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-

Maskari et al., kontrol glikemik yang ditentukan dengan kadar HbA1c tidak

berhubungan dengan adanya kejadian komplikasi pada pasien DM (Al-Maskari et

al., 2007). Alasannya mungkin terkait dengan sifat multifaktorial dari komplikasi

pada pasien DM (Nazimek-Siewniak, 2002).

Baru-baru ini, kegunaan GA sebagai prediktor komplikasi diabetes

dibandingkan dengan HbA1c diperiksa pada dua penelitian berskala besar,

penelitian Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) dan Diabetes Control and

ComplicationsTrial (DCCT). GA juga dilaporkan memiliki korelasi kuat terhadap

atherosklerosis koroner. Telah dilaporkan juga bahwa kadar GA dan rasio GA

terhadap HbA1C dapat memprediksi progresi ketebalan media intima karotid

(intima-media thickness/IMT) (Song et al., 2012). Temuan ini menyarankan

kegunaan GA untuk prediksi PJK. Pada penelitian yang dilakukan oleh DCCT,

GA tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan PJK, sedangkan HbA1c

Universitas Sumatera Utara


56

menunjukkan hubungan yang signifikan. Penelitian prospektif lebih lanjut yang

meneliti korelasi antara GA dan PJK masih diperlukan (Nathan et al., 2014).

GA adalah penanda glikemik baru yang secara lebih sensitif mencerminkan

kunjungan glukosa postprandial dibandingkan dengan HbA1c. Meskipun GA

telah terbukti berkorelasi lebih kuat dengan aterosklerosis dibandingkan dengan

HbA1c dalam beberapa penelitian, GA juga dipengaruhi oleh berbagai faktor

selain tingkat glukosa plasma, seperti HbA1c. Oleh karena itu, penelitian lebih

lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi kegunaan GA dalam pengobatan diabetes

tipe 2. Kombinasi antara GA dan HbA1c diharapkan akan meningkatkan nilai

prediktif untuk PJK, dan pengurangan kadar GA akan menyebabkan pengurangan

kejadian PJK pada pasien diabetes tipe 2 (Saisho, 2013).

Universitas Sumatera Utara


57

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

dalam penelitian ini adalah :

1. Berdasarkan penilaian terhadap subyek penelitian, didapatkan hasil bahwa

seluruh karakteristik subyek penelitian memiliki nilai p > 0,05, yang

menandakan bahwa karakteristik pasien tidak mempengaruhi kejadian

komplikasi PJK pada pasien DM.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan nilai HbA1c dan GA pada pasien DM

tipe 2 dengan PJK. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang tidak

baik meninggkatkan komplikasi PJK pada pasien DM tipe 2.

3. Pemeriksaan GA disarankan bagi pasien DM tipe 2 dengan PJK karena

pemeriksaan GA lebih handal untuk menilai kotrol glikemik dibandingkan

dengan pemeriksaan HbA1c mengingat bahwa GA merefleksikan kadar

glukosa darah dalam 2 – 3 minggu terakhir sehingga pasien dapat lebih cepat

dan tepat untuk mendapatkan terapi, selain itu klinisi juga dapat lebih cepat

dan tepat dalam mendiagosa komplikasi yang mungkin ditimbulkan melalui

pemeriksaan GA.

Universitas Sumatera Utara


58

6.2. Saran

Berdasarkan kajian dari penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut:

a. Bagi Institusi (RSUP H.Adam Malik)

Pihak pelayanan kesehatan (dokter/perawat) diharapkan mampu memberikan

edukasi yang komprehensif kepada pasien mengenai diagnosis dan

komplikasi DM, melalui pemeriksaan HbA1c dan GA.

b. Bagi Penderita

Penderita diharapkan lebih aktif dalam mencari sumber-sumber informasi

mengenai DM dan komplikasinya serta memiliki motivasi yang lebih untuk

mengendalikan kadar gula darah dan mampu menjalani pola hidup sehat

untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk dilakukan penelitian

lebih lanjut dalam menilai derajat keparahan sklerosis pada pasien DM tipe 2

dengan PJK.

Universitas Sumatera Utara


59

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maskari F, El-Sadig M, and Norman JN (2007). Original investigation: The


prevalence of macrovascular complications among diabetic patients in the
United Arab Emirates. Cardiovascular Diabetology 2007, 6:24
doi:10.1186/1475-2840-6-24.

American Diabetes Association. (2009). International Expert Committee Report


on the Role of the A1C Assay in the Diagnosis of Diabetes. Diabetes Care,
32(7), pp.1327-1334.

American Diabetes Association. (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care, 37(Supplement_1), pp.S81-S90.

Arant, et al. (2004).Hemoglobin Level Is an IndependentPredictor for Adverse


Cardiovascular Outcomesin Women Undergoing Evaluation for Chest Pain.
Journal of the American College of Cardiology 2004; 43(11): 2009-14.

Arasteh, A., Farahi, S., Habibi-Rezaei, M. and Moosavi-Movahedi, A. (2014).


Glycated albumin: an overview of the In Vitro models of an In Vivo
potential disease marker. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders, 13(1),
p.49.

Ayhan, S., Tosun, M. and Ozturk, S et al. (2012). Glycated haemoglobin is


correlated with the severity of coronary artery disease independently of
traditional risk factors in young patients. Endokrynol Pol, 63(5), pp.367-71.

Berry, C., Noble, S., Grégoire, J., Ibrahim, R., Levesque, S., Lavoie, M., L’Allier,
P. and Tardif, J. (2010). Glycaemic status influences the nature and severity
of coronary artery disease. Diabetologia, 53(4), pp.652-658.

Danaei, G., Lawes, C., Vander Hoorn, S., Murray, C. and Ezzati, M. (2006).
Global and regional mortality from ischaemic heart disease and stroke
attributable to higher-than-optimum blood glucose concentration:
comparative risk assessment. The Lancet, 368(9548), pp.1651-1659.

DeFronzo, R. (2009). From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New


Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes, 58(4),
pp.773-795.

Dokken, B. (2008). The Pathophysiology of Cardiovascular Disease and Diabetes:


Beyond Blood Pressure and Lipids. Diabetes Spectrum, 21(3), pp.160-165.

Elshrek, Y. (2013). Fructosamine and Hemoglobin A1c (HbA1c). [Lecture at


University of Tripoli]

Universitas Sumatera Utara


60

Forbes, J. and Cooper, M. (2013). Mechanisms of Diabetic Complications.


Physiological Reviews, 93(1), pp.137-188.

Fowler, M. (2011). Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.


Clinical Diabetes, 29(3), pp.116-122.

Fox CS, et al. (2007). Increasing Cardiovascular Disease Burden Due to Diabetes
Mellitus The Framingham Heart Study. Circulation. 2007;115:1544-1550.

Garg, et al. (2014). Hemoglobin A1c in Nondiabetic Patients: AnIndependent


Predictor of Coronary ArteryDisease and Its Severity. Mayo Clin Proc
89(7):908-916.

Hasslacher, C., Kulozik, F., Platten, I. and Lorenzo Bermejo, J. (2014). Glycated
albumin and HbA1c as predictors of mortality and vascular complications in
type 2 diabetes patients with normal and moderately impaired renal
function: 5-year results from a 380 patient cohort. Journal of Diabetes
Research and Clinical Metabolism, 3(1), p.9.

Huang, R., Abdelmoneim, S., Nhola, L. and Mulvagh, S. (2014). Relationship


between HgbA1c and Myocardial Blood Flow Reserve in Patients with
Type 2 Diabetes Mellitus: Noninvasive Assessment Using Real-Time
Myocardial Perfusion Echocardiography. Journal of Diabetes Research,
2014, pp.1-8.

International Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas. 7th ed. Brussels:
International Diabetes Federation, pp.50-53.

Juraschek, S., Steffes, M., Miller, E. and Selvin, E. (2012). Alternative Markers of
Hyperglycemia and Risk of Diabetes. Diabetes Care, 35(11), pp.2265-2270.

Juraschek, S., Steffes, M., Miller, E. and Selvin, E. (2012). Alternative Markers of
Hyperglycemia and Risk of Diabetes. Diabetes Care, 35(11), pp.2265-2270.

Kawasaki, et al. (2013). Relationship between Coronary Artery Disease


andRetinopathy in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Intern Med 52:
2483-2487.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Riset Kesehatan Dasar. 1st


ed. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, pp.87-94.

Kondaveeti, S., Ivvala, A. and Rangarajan, C. (2014). Correlation of glycated


albumin levels with serum lipid profile in prediction of coronary heart
disease of type 2 diabetes patients. Journal of Clinical & Experimental
Research, 2(3), p.146.

Universitas Sumatera Utara


61

Kwon E and Ahn C (2012). Low Hemoglobin Concentration Is Associated with


SeveralDiabetic Profiles. Korean J Intern Med 2012;27:273-274.

Ma, X., Hu, X., Zhou, J., Hao, Y., Luo, Y., Lu, Z et al. (2015). Glycated albumin
is more closely correlated with coronary artery disease than 1,5-
anhydroglucitol and glycated hemoglobin A1c. Cardiovascular
Diabetology, 14(1), p.16.

Ma, X., Hu, X., Zhou, J., Hao, Y., Luo, Y., Lu, Z et al. (2015). Glycated albumin
is more closely correlated with coronary artery disease than 1,5-
anhydroglucitol and glycated hemoglobin A1c. Cardiovascular
Diabetology, 14(1), p.16.

Majid, A. (2007). Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan


Pengobatan Terkini. University Professor. Universitas Sumatera Utara.

Marzuki Suryaatmadja, Prof, dr, SpPK ( K ). Glycated Albumin : Untuk


Pemantauan . Diabetes Melitus yang lebih baik. Summit Diadnostic Update.
Vol. 11 / Q4 / 2014.

Masharani, U. (2016). Diabetes Mellitus & Hypoglycemia. In: M. Papadakis, S.


McPhee and M. Rabow, ed., Current Medical Diagnosis and Treatment,
55th ed. New York: McGraw-Hill Education, p.1194.

McGuire, D. (2015). Diabetes and the Cardiovascular System. In: Braunwald’s


Heart Disease: A Textbook Of Cardiovascular Medicine, 10th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, pp.2365-2367.

Meigs, J. (2010). Epidemiology of Type 2 Diabetes and Cardiovascular Disease:


Translation From Population to Prevention: The Kelly West Award Lecture
2009. Diabetes Care, 33(8), pp.1865-1871.

Morita, S., Kasayama, S., Deguchi, R., Hirai, K., Mukai, K., Utsu, Y et al. (2013).
Glycated Albumin, Rather than Hba1c, Reflects Diabetic Retinopathy in
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes & Metabolism,
4(6), pp.1-4.

Mozaffarian, D., Benjamin, E., Go, A., Arnett, D., Blaha, M., Cushman, M et al.
(2015). Heart Disease and Stroke Statistics-2016 Update. Circulation,
133(4), pp.e38-e360.

Mukai, N., Yasuda, M., Ninomiya, T., Hata, J., Hirakawa, Y., Ikeda, F., Fukuhara,
M. et al. (2014). Thresholds of various glycemic measures for diagnosing
diabetes based on prevalence of retinopathy in community-dwelling
Japanese subjects: the Hisayama Study. Cardiovascular Diabetology, 13(1),
p.45.

Universitas Sumatera Utara


62

Nathan DM, McGee P, Steffes MW, Lachin JM. Relationship of glycated albumin
to blood glucose and glycated hemoglobin (HbA1C) values and to
retinopathy, nephropathy and cardiovascular outcomes in the DCCT/EDIC
Study. Diabetes. Aug 29 2013.

Nathan, D., Turgeon, H. and Regan, S. (2007). Relationship between glycated


haemoglobin levels and mean glucose levels over time. Diabetologia,
50(11), pp.2239-2244.

Nazimek-Siewniak B, Moczulski D, and Grzeszczak W (2002). Risk of


macrovascular and microvascular complications in Type 2 diabetes: Results
of longitudinal study design. Journal of Diabetes and Its Complications 16
(2002) 271–276.

Newman, et al. (200). Systematic review on urinealbumin testing for


earlydetection of diabetic complications. Health Technology Assessment
2005; Vol. 9: No. 30.

Orasanu, G. and Plutzky, J. (2009). The Pathologic Continuum of Diabetic


Vascular Disease. Journal of the American College of Cardiology, 53(5),
pp.S35-S42.

Papatheodorou, K., Banach, M., Edmonds, M., Papanas, N. and Papazoglou, D.


(2015). Complications of Diabetes. Journal of Diabetes Research, 2015,
pp.1-5.

Parrinello, C. and Selvin, E. (2014). Beyond HbA1c and Glucose: the Role of
Nontraditional Glycemic Markers in Diabetes Diagnosis, Prognosis, and
Management. Current Diabetes Reports, 14(11), pp.548-557.

PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 4th ed. Jakarta:
Centra Communications, pp.3-4.

Powers, A. (2015). Diabetes Mellitus: Diagnosis, Classification, and


Pathophysiology. In: D. Kasper, S. Hauser, J. Jameson, A. Faud, D. Longo
and J. Loscalzo, ed., Harrison's Principles of Internal Medicine, 19th ed.
New York: McGraw-Hill Education, p.2399.

Purnamasari, D. (2014). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1st ed. Jakarta: PB PAPDI, pp.2323-2327.

Rahbar, S. (2005). The Discovery of Glycated Hemoglobin: A Major Event in the


Study of Nonenzymatic Chemistry in Biological Systems. Annals of the
New York Academy of Sciences, 1043(1), pp.9-19.

Rondeau, P. and Bourdon, E. (2011). The glycation of albumin: Structural and


functional impacts. Biochimie, 93(4), pp.645-658.

Universitas Sumatera Utara


63

Rudijanto, A., Yuwono, A., Shahab, A., Manaf, A., Pramono, B., Lindarto, D. et
al. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2015. 1st ed. Jakarta: PB PERKENI, pp.6-11.

Saisho, Y. (2013). Glycated Albumin: A More Sensitive Predictor of


Cardiovascular Disease than Glycated Hemoglobin?. International Journal
of Diabetology & Vascular Disease Research, 1(1), pp.1-2.

Saisho, Y. (2013). Glycated Albumin: A More Sensitive Predictor of


Cardiovascular Disease than Glycated Hemoglobin?. International Journal
of Diabetology & Vascular Disease Research, 1(1), pp.1-2.

Sanchis-Gomar, F., Perez-Quilis, C., Leischik, R. and Lucia, A. (2016).


Epidemiology of coronary heart disease and acute coronary syndrome.
Annals of Translational Medicine, 4(13), pp.256-267.

Selvin, E., Rawlings, A., Grams, M., Klein, R., Sharrett, A., Steffes, M. and
Coresh, J. (2014). Fructosamine and glycated albumin for risk stratification
and prediction of incident diabetes and microvascular complications: a
prospective cohort analysis of the Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) study. The Lancet Diabetes & Endocrinology, 2(4), pp.279-288.

Shahab, A. (2014). Komplikasi Kronik DM: Penyakit Jantung Koroner. In: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1st ed. Jakarta: PB PAPDI, pp.2414-2419.

Singh, A., Donnino, R., Weintraub, H. and Schwartzbard, A. (2013). Effect of


Strict Glycemic Control in Patients With Diabetes Mellitus on Frequency of
Macrovascular Events. The American Journal of Cardiology, 112(7),
pp.1033-1038.

Song SO, Kim KJ, Lee BW, Kang ES, Cha BS, Lee HC. Serum glycated albumin
predicts the progression of carotid arterial atherosclerosis. Atherosclerosis.
Dec 2012;225(2):450-455.

Stratton, I. (2000). Association of glycaemia with macrovascular and


microvascular complications of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective
observational study. British Medical Journal, 321(7258), pp.405-412.

Stratton, I. (2000). Association of glycaemia with macrovascular and


microvascular complications of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective
observational study. British Medical Journal, 321(7258), pp.405-412.

Suyono, S. (2014). Diabetes Melitus di Indonesia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 1st ed. Jakarta: PB PAPDI, pp.2315-2318.

Syed, I. (2011). Glycated haemoglobin; past, present, and future are we ready for
the change. J Pak Med Assoc, 61(4), pp.383-388.

Universitas Sumatera Utara


64

Tanaka, et al. (2011). Association of Erythropoietin Therapy and Hemoglobin


Levels withAngiographic Severity of Coronary Atherosclerosis in New
DialysisPatients: A Cross Sectional Study. BANTAO Journal 2011; 9 (2):
77-82.

Wang, H., Dwyer-Lindgren, L., Lofgren, K., Rajaratnam, J., Marcus, J., Levin-
Rector, A. et al. (2012). Age-specific and sex-specific mortality in 187
countries, 1970–2010: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2010. The Lancet, 380(9859), pp.2071-2094.

World Health Organization. (2011). Use of glycated haemoglobin (HbA1c) in the


diagnosis of diabetes mellitus. Diabetes Research and Clinical Practice,
93(3), pp.299-309.

World Health Organization. (2016).Global Report on Diabetes. 1st ed. Geneva:


World Health Organization, pp.21-31.

Yazdanpanah et al. (2017). Evaluation of glycated albumin (GA) and GA/HbA1c


ratio for diagnosis of diabetes and glycemiccontrol: A comprehensive
review. Critical Reviews in Clinical Laboratory Sciences 1-14.

Yoshiuchi K, Matsuhisa M, Katakami N, Nakatani Y, Sakamoto K, Matsuoka T,


et al. Glycated albumin is a better indicator for glucose excursion than
glycated hemoglobin in type 1 and type 2 diabetes. Endocr. J. 2008: 1-8

Universitas Sumatera Utara


65

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat Pagi/Siang Bapak/Ibu,

Pada hari ini, saya dr. Andini Triasti Siregar yang sedang menjalani

pendidikan dokter spesialis Patologi Klinik di FK USU, ingin menjelaskan kepada

Bapak/Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan yaitu tentang

“Perbandingan Nilai Glycated Hemoglobin (HbA1c) dan Glycted Albumin

(GA) Pada Penderita DM Tipe 2 dengan PJK dan Non PJK di RSUP H.

Adam Malik Medan”

Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu, nomor rekam medis, nama ,umur,

jeniskelamin, pekerjaan dan alamat atau data lain yang diperlukan.Penelitian ini

dilakukan dengan mengambil darah Bapak/Ibu sebanyak 7ml, pada venous

catheter yang dilakukan oleh seseorang yang di bidangnya (saya dan dibantu oleh

analis), sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan darah akan sangat

kecil.

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi ke

masyarakat mengenai manfaat pemeriksaan kadar HbA1c dan GA pada penderita

DM tipe 2 dengan atau tanpa PJK.

Penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya atau efek

samping bagi Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya/

efek samping selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan

yang dilakukan selama penelitian ini, saya akan bertanggung jawab untuk

Universitas Sumatera Utara


66

memberikan pertolongan/ biaya/ pengobatan/ membantu mengatasi masalah/ efek

samping tersebut.

Keikutsertaan Bapak /Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila

keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum

jelas, Bapak /Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.

Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/ Ibu

memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu

yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar

persetujuan penelitian yang telah disediakan. Atas bantuan dan kerjasama

Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Nama : dr.Andini Triasti Siregar

HP : 085269301830

Medan, …..................2017

Peneliti

( dr. Andini Triasti Siregar )

Universitas Sumatera Utara


67

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :....................................................................

Umur :....................tahun

JenisKelamin :....................................................................

Pekerjaan :....................................................................

Alamat :....................................................................

No. Telepon :....................................................................

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko

penelitian yang berjudul ”Perbandingan Antara Nilai HbA1c dan GA Pada

Penderita DM Tipe 2 dengan PJK dan Non PJK di RSUP H. Adam Malik

Medan” dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat

mengundurkan diri dalam keikut sertaannya, maka dengan ini saya secara sadar

dan tanpa paksaan setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan

serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, …………………….2017

Mengetahui

Penanggung jawab Penelitian Yang menyatakan Peserta Uji klinik

(………………………………….) (………………………………….)

Saksi :

(………………………………….)

Universitas Sumatera Utara


68

Lampiran 3

STATUS PASIEN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Suku Bangsa :

Tanggal :

Anamnesa :

Keluhan Utama : …………………………….

Penyakit Terdahulu : ……………………………..

HasilpemeriksaanLaboratorium :

Tanggal Pemeriksaan:

No Pemeriksaan Hasil

1 Kadar HbA1c ............g/dL

2 GA ………%

Universitas Sumatera Utara


69

Lampiran 4. Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


70

Lampiran 5.

Data Analisis Statistik Subyek Penelitian

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

HbA1c ,074 26 ,200* ,976 26 ,776

GA ,107 26 ,200* ,973 26 ,709

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Universitas Sumatera Utara


71

NILAI P KOLMOGOROV SMIRNOV UNTUK GA DAN HbA1c LEBIH

BESAR DARI 0,05 SEHINGGA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA DATA GA

DAN HbA1c TERDISTRIBUSI NORMAL

Universitas Sumatera Utara


72

Group Statistics
Group Std.
N Mean Deviation
HbA1c Non PJK 30 8,5769 1,04734
PJK 30 10,2000 1,20899
GA Non PJK 30 24,9231 4,83841
PJK 30 29,8462 5,42903

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality t-test for Equality of Means
of Variances

F Sig. T df Sig. Mean 95% Confidence


(2- Differe Interval of the
tailed) nce Difference
Lower Upper
HBA1C Equal ,064 ,802 - 24 ,001 -1,62 -2,53 -,70745
_1 variances 3,65
assumed

Equal - 23,5 ,001 -1,62 -2,53 -,70647


variances 3,65
not
assumed
GA_1 Equal ,040 ,844 - 24 ,022 -4,92 -9,08 -,76032
variances 2,44
assumed

Equal - 23,6 ,023 -4,92 -9,08 -,75742


variances 2,44
not
assumed
Nilai signifikansi P untuk HbA1c adalah 0,001, maka nilai p<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan HBA1c yang signifikan antara kelompok

PJK (10,2 ± 1,21) dengan kelompok Non PJK (8,5 ± 1,04).

Universitas Sumatera Utara


73

Nilai signifikansi P untuk GA adalah 0,022, maka nilai p<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan GA yang signifikan antara kelompok PJK

(29,84 ± 5,42) dengan kelompok Non PJK (24,92 ± 4,83)

Group * jenis kelamin Crosstabulation Count

jenis kelamin Total

Pria Wanita
Group Non PJK 19 11 30

PJK 17 13 30
Total 36 24 60

Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,158a 1 ,691
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,158 1 ,691
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear ,152 1
,697
Association
N of Valid Cases 26
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


74

Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation

Usia Kontrol 30 56,9231 7,68615


PJK 30 56,3846 5,67947
HB Kontrol 30 12,4462 1,75053

PJK 30 13,2077 1,59868


Albumin Kontrol 30 3,7385 ,47353

PJK 30 3,7154 ,36480

Universitas Sumatera Utara


75

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality t-test for Equality of Means
of Variances
F Sig. t df Sig. Mean 95%
(2- Differen Confidence
tailed) ce Interval of the
Difference
Lower Upper
Usia Equal 1,256 ,274 ,203 24 ,841 ,53846 -4,93 6,00
variances
assumed
Equal ,203 22 ,841 ,53846 -4,95 6,03
variances not
assumed
Hb Equal ,810 ,377 -1,15 24 ,258 -,76154 -2,11 ,59549
variances
assumed
Equal -1,15 23,805 ,258 -,76154 -2,11 ,59608
variances not
assumed
Albu Equal ,280 ,601 ,139 24 ,890 ,02308 -,3190 ,36524
min variances
assumed
Equal ,139 22, ,891 ,02308 -,32027
variances not
assumed

Universitas Sumatera Utara


76

Lampiran 6. Data Subyek Penelitian

DATA PASIEN DM NON PJK

No JK Ruangan Umur Diagnosa Hb Albumin HbA1c GA


1 L RJ 64 DM 11.0 3.3 8.5 29
2 P RJ 45 DM 10.6 3.7 9.3 23
3 P RJ 47 DM 14.0 4.1 8.2 31
DM+BRONKH
4 P RJ 53 13.4 4 9.2 27
ITIS
5 P RJ 55 DM 14.4 4.8 8.9 22
6 L RI 62 DM 10.2 3.2 6.8 29
7 L RI 55 DM 10.7 3.9 10.9 30
8 L RJ 65 DM 15.0 4.1 8.2 25
9 L RI 65 DM+HHD 12.7 3.8 9.4 30
DM+UROSEP
10 P RI 65 11.5 3.4 9 23
SIS
11 L RJ 57 DM+TB 11.4 3 7.5 16
12 L RJ 46 DM 15.1 3.5 8 20
13 P RI 58 DM 11.8 3.8 7.6 19
14 L RI 58 DM+TB 12.0 3.5 7.2 18
15 L RI 60 DM 12.4 3.4 6.9 20
16 L RJ 64 DM 11.4 3.3 7.5 16
17 L RJ 63 DM 15.1 3.5 8 20
18 P RI 58 DM 11.8 3.8 7.6 19
19 L RJ 67 DM+ISK 11.5 3.6 8.2 21
20 L RI 59 DM 13.2 3.5 8 23
21 L RI 60 DM 11 3.7 7.8 22
22 P RI 66 DM 12.5 3.5 7.2 19
DM+BRONKH
23 P RJ 61 12.7 3.4 7.8 21
ITIS
24 L RI 61 DM 11.7 3.7 8.2 23
25 L RI 60 DM+TB 12 3.8 8.6 24
26 P RI 61 DM 13 3.6 7.7 19
27 L RI 62 DM 11.9 3.8 7.8 22
28 L RI 65 DM+TB 13.2 3.9 8 25
29 L RI 65 DM+TB 11.3 3.8 7.9 19
30 L RI 52 DM 13 3 6.9 20

Universitas Sumatera Utara


77

DATA PASIEN DM +PJK

No JK Ruangan Umur Diagnosa Hb Albumin HbA1c GA


1 L RJ 59 DM+CAD 16 4.2 10.9 31
2 L RJ 45 DM+CAD 12 3.7 12.3 40
3 P RJ 51 DM+CAD 14 4.2 10.6 25
4 L RJ 59 DM+CAD 14.1 3.3 9.8 29
5 P RI 52 DM+CAD 13 4 8.9 27
6 P RJ 65 DM+CAD 11.4 4.1 8.5 27
7 L RJ 57 DM+CAD 14.4 4 12.4 39
8 L RI 60 DM+CAD 13.7 3.6 10.2 30
9 L RJ 53 DM+CAD 15 3.8 10.5 25
10 P RJ 61 DM+CAD 13.1 3.5 8.6 23
11 L RJ 54 DM+CAD 12 3.4 9.8 32
12 L RJ 64 DM+CAD 12.9 3.1 10.2 25
13 P RJ 53 DM+CAD 13 3.4 9.9 35
14 L RI 64 DM+CAD 13 3.6 11 39
15 L RI 63 DM+CAD 12.8 3.8 8.9 29
16 L RJ 58 DM+CAD 12 3.5 8.6 27
17 L RJ 67 DM+CAD 12.9 3.4 7.6 25
18 L RI 59 DM+CAD 12.9 3.1 8.9 29
19 L RI 60 DM+CAD 13 3.4 9.2 30
20 L RI 62 DM+CAD 13 3.6 10.2 32
21 L RJ 61 DM+CAD 11 3.5 8.4 28
22 L RJ 61 DM+CAD 12.5 3.7 9.3 31
23 L RJ 60 DM+CAD 12.7 3.9 11.2 35
24 L RJ 61 DM+CAD 11.7 3.8 10.2 28
25 L RJ 62 DM+CAD 12 3.9 12.3 33
26 L RJ 65 DM+CAD 13 3.6 10.6 31
27 P RJ 65 DM+CAD 11.9 3.8 9.8 28
28 P RI 52 DM+CAD 13.2 3.7 8.9 21
29 P RI 61 DM+CAD 11.3 3.4 8.5 26
30 P RI 59 DM+CAD 13 3.5 12.4 40

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

Nama : dr. Andini Triasti Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Belawan /03 Mei 1984

Suku/Bangsa : Batak /Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Hang Lekir Komp. Mahkota Alam Raya Blok

C2 No. 3 Tanjungpinang, Kepri

II. KELUARGA

Suami : Pramuhastyo Bahono, ST

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD N 060958 Belawan : Tahun 1996

2. SLTP 5 Medan : Tahun 1999

3. SMU Dharma Pancasila Medan : Tahun 2002

4. Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati B. Lampung : Tahun 2008

5. Mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan mulai : 20

Januari 2014 s/d sekarang.

IV. RIWAYAT PEKERJAAN/JABATAN

- Dokter PTT Kemenkes RI tahun 2011

- Dokter PTT Provinsi Kepri, Tahun 2012

Universitas Sumatera Utara


V. PERKUMPULAN PROFESI

1. Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Cabang Tanjungpinang

2. Anggota IDI ( Ikatan Doktr Indonesia) Cabang Medan

3. Anggota Muda PDS PATKLIN (Perkumpulan Dokter Spesialis Patologi

Klinik)

VI. JURNAL ILMIAH YANG DIPRESENTASIKAN SELAMA MENJALANI


PENDIDIKAN

1. Prevalanceand Characterization of Thrombocytopenia in Pregnancy in indian

Women

2. Undiagnosed hypertension and Proteinuria in a market population in Ile ife,

Nigeria

3. Screening for antimicrobial activity of fungi in soil samples collected from

Rubiah National Park

4. Hemoglobin E syndrome in Pakistani Population

5. Screening for antimicrobial activity of fungi in soil sample collected from

kubah national park.

6. Associations between glycated albumin or hemoglobin A1c and the presence

of coronary artery disease.

7. Survey on Association Between Mycoplasma Hominis Endocervical Infection

and Spontaneous Abortion using Polymerase Chain Reaction (PCR).

Universitas Sumatera Utara


VII. TULISAN ILMIAH YANG DIBUAT SELAMA MENJALANI

PENDIDIKAN

1. Pemeriksaan diagnostik bakteri anaerob.

2. Diabetes Melitus Tipe 1 dan Hiperlipidemia.

3. Endofthamitis ec Aspergillus Flavus.

4. Multiple Myeloma.

5. Guillan Barre Syndrome.

VIII. KEGIATAN ILMIAH YANG PERNAH DIIKUTI SELAMA

PENDIDIKAN

1. Asia Pacific Colloquium on Haematology : Tandem Scientific Sessions of

PHTDI and APBMT, 5-6 September 2015

2. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik V Regional Sumbagut, 3-5

Maret 2016

3. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik V Regional Sumbagut, 3-5

Maret 2017

4. Joglosmar, Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai