TESIS
137041075/PK
2017
TESIS
137041075/PK
2017
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan
dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak
Saya menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kerendahan hati, saya mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
pembimbing I saya yang telah bersusah payah dan bersedia meluangkan waktu
penelitian sampai selesainya tesis ini. Saya memohon doa semoga semua
ini.
4. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, sebagai Ketua
saya.
7. Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH yang telah memberikan
Dokter Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing,
8. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK- KH, yang banyak
9. Yth, dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K; dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH; dr.
dr. Ida Adhayanti, SpPK; dr. Tonny, SpPK; dr. Nindia Sugih Arto,
selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan kepada
Ibu Evi dan Pak Yoyok, yang banyak membantu dalam urusan administrasi
10. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada sahabat saya dr. Imelda
11. Terima kasih kepada para analis di instalasi Patologi Klinik, terutama Bu Siti
Rodiah. Kepada para pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja sama yang diberikan kepada
12. Terima kasih serta cinta yang tak terhingga saya sampaikan kepada ayahanda
cintanya kepada saya selama ini. Tanpa beliau berdua mungkin saya tidak
dapat menjadi seperti ini. Selain itu terima kasih juga saya ucapkan untuk
mertua saya bapak Alm. Santoso dan ibu Hj. Suryati yang telah memberikan
dorongan, bantuan moril dan materil kepada saya selama saya menjalani
pendidikan.
13. Begitu juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kakak saya,
drg. Darmayani Siregar dan suami, dr. Irma Yusari Siregar dan suami,
adik saya Capt. Robi Kurniawan Siregar, SSit, MM dan istri serta abang
dan adik ipar saya, Dharma Dhani Gegono, S.Pi dan Ayu Sri Mahasti,
mereka.
14. Akhirnya Terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada suami
dapat menyelesaikan pendidikan ini. Dan juga kepada Kedua anakku Zhafran
Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan dan
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya kepada
Penulis,
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ................................................................................................... 65
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Pendahuluan :
Diabetes telah dikaitkan dengan komplikasi penyakit kardiovaskuler yaitu
penyakit jantung koroner (PJK). Aterosklerosis yang mendasari patogenesis PJK,
telah diaktivasi sejak tahap awal hiperglikemia dan dipercepat dengan fluktuasi
kadar gula darah yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, dibutuhkan marker
glikemik yang sensitif untuk dijadikan alat uji tapis yakni marker glikemik
tradisional glycated hemoglobin A1C (HbA1C) dan non-tradisional glycated
albumin (GA)
Metode :
Penelitian menggunakan metode Cross-Sectional. Dilakukan Mei – Juli 2017 di
RSUP.H. Adam Malik Medan. Sampel dibagi 2 kelompok yaitu DM+PJK dan
Non PJK. Subjek penelitian adalah pasien dengan kadar HbA1C >7% , Hb >10
gr/dl dan Albumin >3 gr/dl.
Hasil dan Pembahsan:
60 pasien ikut serta dalam penelitian ini 36 laki-laki (60%), 24 perempuan(40%),
usia rerata adalah 56 tahun. Dijumpai perbedaan signifikan dari HbA1C dan GA
antara kelompok DM non PJK dan DM+PJK(p= 0,001 ; 0,022). Karakteristik
pasien tidak mempengaruhi komplikasi PJK pada pasien DM, perbedaan yang
signifikan menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang tidak baik meninggkatkan
komplikasi PJK pada pasien DM tipe 2.
Simpulan dan saran:
Pemeriksaan GA lebih handal untuk menilai kotrol glikemik dibandingkan dengan
HbA1C.
ABSTRACT
Introduction:
Diabetes has been associated with cardiovascular disease complications, namely
coronary Artery Disease (CAD). The atherosclerosis underlying the pathogenesis
of CAD, has been activated since the early stages of hyperglycemia and
accelerated with uncontrolled blood sugar level fluctuations. Therefore, sensitive
glycemic markers are required to be used as a screening tool that is a traditional
glycated hemoglobin A1C (HbA1C) glycated hemoglobin marker and non-
traditional glycated albumin (GA)
Method:
The study used cross-sectional method. Conducted in May - July 2017 at
RSUP.H. Adam Malik Medan. The sample is divided into 2 groups namely DM +
CAD and Non CAD. Subjects were patients with HbA1C> 7%, Hb> 10 g / dl and
Albumin> 3 g / dl.
Results and Discussion:
60 patients participated in this study 36 men (60%), 24 women (40%), mean age
was 56. There was significant difference of HbA1C and GA between the non-
CHD DM group and DM + CAD (p = 0.001 0.022.) PatientS characteristics did
not affect CAD complications in DM patients, a significant difference indicated
that poor glycemic controls increased the complication of CAD in patients with
DM type 2.
Conclusions and suggestions:
GA testing is more reliable for assessing glycemic control compared to HbA1C.
BAB I
PENDAHULUAN
epidemiologis, yaitu konsep perubahan pola kesehatan dan penyakit, dan kini
dunia tengah mengalami transisi periode III, di mana penyakit degeneratif dan
juta orang dewasa menderita DM pada tahun 2014. Prevalensi global (usia-
standar) DM bertambah hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, naik dari 4,7%
menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. DM sendiri menyumbang angka 1,5
juta kematian pada tahun 2012. Kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol juga
kardiovaskular dan penyakit lainnya. Empat puluh tiga persen dari 3,7 juta
(IDF) yang menyatakan pada tahun 2015 terdapat 415 juta penderita DM berusia
20-79 tahun di seluruh dunia, dan diprediksi akan meningkat menjadi 642 juta
pada tahun 2040. DM juga memberi dampak kerugian ekonomi yang besar pada
5-20% dari total belanja kesehatan mereka untuk kasus DM (IDF, 2015).
2013 menyatakan bahwa prevalensi DM pada pasien >15 tahun adalah 6,9%
(RISKESDAS, 2013). Berdasarkan data IDF 2015, 10,1 juta penduduk Indonesia
(IDF,2015).
Bahaya DM tidak hanya dilihat dari beban kasus dan pengobatan yang
bersifat seumur hidup, namun juga karena komplikasinya yang luas. Diabetes
peningkatan risk ratio sebesar 60%, bahkan ketika keberadaan faktor risiko lain
seperti hipertensi dan merokok telah stabil atau berkurang (Meigs, 2010).Risiko
glukosa darah puasa (KGD), bahkan sebelum KGD mencapai tingkat yang cukup
untuk penegakan diagnosis diabetes (Singh et al., 2013; Danaei et al., 2006).
penyakit jantung koroner (PJK). PJK adalah penyakit jantung yang terutama
Heart Disease and Stroke Statistics dari American Heart Association (AHA) baru-
baru ini melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia ≥20 tahun di Amerika Serikat
mengalami PJK (AHA, 2016). Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2013 dijumpai
(RISKESDAS, 2013).
DM dan dapat menyumbang 50% atau lebih dari kematian akibat DM pada
kronis yang mendasari patogenesis PJK, telah diaktivasi sejak tahap awal
dipercepat pada pasien dengan kadar glukosa darah yang tinggi. Oleh karena itu,
dibutuhkan marker glikemik yang sensitif dan dapat dijadikan alat uji tapis
kondisi hiperglikemik yang masih samar. Beberapa marker yang telah diselidiki
ditemukan pada pasien DM lebih dari 40 tahun yang lalu. Setelah penemuan itu,
banyak penelitian kecil yang dilakukan untuk menilai korelasinya dengan kadar
dapat diperiksa setiap saat sepanjang hari dan tidak memerlukan persiapan khusus
seperti puasa (WHO, 2011; Nathan, Turgeon, dan Regan, 2007). Oleh karena itu
dengan keparahan dan progresi aterosklerosis koroner (Berry et al., 2010; Ayhan
dan penurunan 21% risiko kematian terkait diabetes (Stratton, 2000). Korelasi
dibuktikan oleh Studi yang dilakukan oleh Huang et al. pada tahun 2014, didapati
bahwa sampel dengan nilai HbA1c >7,1% memiliki myocardial blood flow
sampel HbA1c ≤7,1% (p<0,05). Pada pasien yang diduga mengalami PJK, ada
korelasi berbanding terbalik yang signifikan antara MBFR dan HbA1c (r=-0,279,
hiperglikemik yang abnormal, seperti pada orang dengan DM, protein serum
terpapar dengan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi dan menjadi lebih mudah
mengalami glikasi. Waktu paruh albumin dan protein serum lain lebih pendek dari
kadar glikemik untuk durasi yang lebih singkat, sekitar 2-3 minggu (Parrinello
2014). Studi lain oleh Kondaveeti et al. menemukan bahwa GA memiliki korelasi
dengan profil lipid serum dan kejadian PJK pada pasien DM tipe 2 (Kondaveeti et
al., 2014).
PJK maupun tanpa PJK, yang disusun dalam tesis dengan judul “Perbandingan
Antara Nilai HbA1c dan GA pada penderita DM tipe 2 dengan PJK dan Non PJK
non PJK.
antara HbA1c dan GA pada pasien DM Tipe 2 dengan PJK dan non PJK.Sehingga
Untuk Peneliti
berpikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
DM merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai sekumpulan
problem anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor, di mana didapati
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Purnamasari,
2014).
2.1.2. Epidemiologi
terakhir ini. demikian pula halnya dengan prevalensi GPT (gula darah puasa
tipe 1 dan tipe 2, namun peningkatan DM tipe 2 diperkirakan akan lebih cepat di
pada populasi usia < 20 tahun dan 8,6% pada usia > 20 tahun. Sedangkan pada
usia > 65 tahun, prevalensinya sebesar 20,1%.Namun pada kelompok usia > 60
(2,3%) dan Manado (6%). Secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 1.
Menurut WHO, pada tahun 2025 indonesia akan menempati urutan ke 5 penderita
DM terbanyak yakni sebanyak 12,4 juta orang, naik 2 tingkat dari tahun
1995.(Suyono S,2009)
wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013. Adapun
prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar
2.1.3. Klasifikasi
berdasarkan usia onset DM atau jenis terapi. Ada dua kategori besar DM, tipe 1
insulin absolute).
disertai devisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin
c. DM tipe lain
5) Infeksi.
atau infeksi jamur khususnya balanitis pada pria. Namun demikian, banyak pasien
Pada sebuah studi disebutkan bahwa pasien DM tipe 2 yang telah menunjukkan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada DM antara lain :
propriosepsi, kehilangan refleks tendon di tumit, kaki kering, atrofi otot, claw
toes, serta ulkus. Pemeriksaan pulsasi pembuluh darah ekstemitas juga dapat
2.1.5. Patofisiologi
masih tetap ada berkaitan dengan defek primernya, namun kebanyakan studi
sekresi insulin dan munculnya diabetes terjadi di saat sekresi insulin tidak lagi
yakni gangguan pada sekresi insulin, resistensi insulin di perifer serta produksi
TNF alfa, asam lemak bebas, resistin, serta adiponectin) yang mengatur sekresi
insulin, kerja insulin serta berat badan dan hal ini berpengaruh pada terjadinya
resistensi insulin. Di tahap awal kelainan, toleransi glukosa dapat tetap normal
meskipun terjadi resistensi insulin sebab sel beta pankreas melakukan kompensasi
Glucose Tolerance (IGT). Jika sekresi insulin semakin menurun dan produksi
glukosa hepar terus meningkat maka pada suatu titik diabetes melitus akan mulai
nyata kelihatan yang ditandai dengan hiperglikemia pada keadaan puasa. Pada
akhirnya dapat terjadi apa yang disebut dengan kegagalan sel beta. Marker-marker
inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6) dan protein C-reaktif dapat meningkat pada
2.1.6. Diagnosis
ekstremitas bawah, atau infeksi jamur khususnya balanitis pada pria. Namun
yang telah menunjukkan gejala sebenarnya telah menderita DM selama 4-7 tahun
lain : Obesitas khususnya sentral, hipertensi, perdarahan dan atau eksudasi serta
propriosepsi, kehilangan refleks tendon di tumit, kaki kering, atrofi otot, claw
toes, serta ulkus. Pemeriksaan pulsasi pembuluh darah ekstemitas juga dapat
Pemeriksaan KGD puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
(NGSP).
pemeriksaan kadar glukosa yakni gula darah puasa dan 2 jam setelah menelan 75
gr glukosa dalam tes toleransi glukosa oral (TTGO). Pada tahun 2009, komite
pemeriksaan A1c untuk mendiagnosa diabetes dengan ambang batas > 6,5%, dan
ADA telah mengadaptasi kriteria ini dalam laporannya pada tahun 2010.
HbA1b, dan HbA1c. HbA1c merupakan fraksi yang terpenting dan terbanyak
yaitu 4-5% dari hemoglobin total. HbA1c inilah yang merupakan ikatan antara
glukosa dengan hemoglobin sedangkan fraksi yang lain merupakan ikatan antara
oleh enzim sepanjang masa hidup eritrosit. Karena itu, pada eritrosit yang lebih
tua kadarnya lebih tinggi daripada eritrosit yang lebih muda. HbA1c terbentuk
dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam amino valin di ujung rantai
beta dari globulin Hb dewasa normal. Pengikatan ini terjadi dalam 2 tahap. Pada
tahap pertama terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa Schiff yang bersifat
labil. Tahap kedua terjadi penyusunan kembali secara Amadori menjadi bentuk
Kadar HbA1c mempunyai korelasi yang baik dengan kadar glukosa darah
rata-rata baik puasa, harian maupun puncaknya selama 12 minggu yang telah
lewat; tidak ada perbedaan antara yang tergantung insulin dan yang tidak
Banyak studi epidemiologis dan klinis yang berskala luas dengan banyak
1 dan juga penelitian Kumamoto dan United Kingdom Prospective Diabetes Study
sebanyak 14% dan kematian sebesar 28%. Mengenai penggunaan uji ini secara
rutin berbagai pedoman yang dikeluarkan oleh WHO, ADA, EASD, dan IDF
setahun pada pemantauan penderita diabetes mellitus (ADA 2010 ; Gavin III JR
2006).
Mbanya JC 2007)
2.1.8. Komplikasi DM
terutama pada DM tipe 1 sedangkan HHS lebih sering terjadi pada DM tipe 2.
Kedua kelainan diatas memiliki kaitan terhadap defisiensi insulin relatif ataupun
Komplikasi kronis DM melibatkan banyak sistem organ, dan hal ini sangat
suatu komplikasi makrovaskuler jangka panjang akibat DM. PJK adalah penyakit
jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses
dan stres oksidatif. Selain itu, DM juga diketahui mempengaruhi kerja otot
maju. Meskipun angka kematian untuk kondisi ini secara bertahap menurun
sepertiga dari semua kematian pada orang berusia >35 tahun (Sanchis-Gomar et
al., 2016; Fowler, 2011). Pada tahun 2010, PJK menyumbang 13,3% dari angka
kematian global dan menjadi penyebab utama penurunan angka harapan hidup
dan disabilitas dini. Pada tahun 2030, angka kematian akibat PJK diperkirakan
meningkat menjadi 14,9% untuk laki-laki, dan 13,1% untuk perempuan (Gambar
yang merupakan bagian dari PJK, meningkat jumlahnya pada pasien yang juga
menderita DM. Hal ini dibuktikan dengan follow up selama 1 tahun, dijumpai
pasien DM dengan PJK adalah 16,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang hanya menderita PJK saja, yaitu 11,9% (Gambar 3)
(McGuire, 2015).
death/kematian
Gambar 3. Outcome klinis setelah kejadian sindrom koroner akut dengan follow
(McGuire, 2015)
2.2.1.Epidemiologi
Pembaharuan The 2016 Heart Disease and Stroke Statistics dari AHA
baru-baru ini melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia ≥20 tahun di Amerika
seiring dengan pertambahan usia, baik untuk perempuan dan laki-laki. Telah
tahun 2013 dijumpai 1,5% penduduk dewasanya terdiagnosis dan atau memiliki
2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi PJK sampai saat ini masih belum ada yang spesifik, hal ini
disebabkan karena manifestasi klinisnya yang berbeda dan bervariasi diantara satu
penderita dengan penderita yang lain. Adapun secara sederhana PJK dapat
interskapular, bahu, atau epigastrium yang dicetuskan oleh kerja fisik atau
preparat nitrogliserin.
menjadi:
2.2.3. Patogenesis
dan penurunan kolesterol HDL, pada penderita DM juga terlihat kelainan dalam
struktur partikel lipoprotein. Pada penderita DM, bentuk dominan dari kolesterol
LDL adalah bentuk kecil, padat. Partikel LDL kecil lebih aterogenik dari partikel
LDL yang besar karena mereka dapat lebih mudah menembus dan membentuk
lampiran kuat ke dinding arteri, serta lebih rentan terhadap oksidasi (Dokken,
2008).
mereka memperoleh sifat baru yang dikenali oleh sistem imun sebagai "benda
leukosit untuk memfagosit lipid dan berdiferensiasi menjadi foam cell, serta
merangsang proliferasi leukosit, sel endotel, dan sel-sel otot polos; yang
diabetes, partikel LDL juga bisa menjadi terglikasi, yang memperpanjang waktu
(Dokken, 2008).
peningkatan produksi LDL kecil dan penurunan transport kolesterol HDL kembali
aterosklerosis pada penderita DM. Selain dislipidemia, disfungsi endotel pun ikut
mediator kimiawi (Tabel 2). Ketika mekanisme ini rusak, proses aterosklerosis
akibat DM
↓ bioavailabilitas Prostacyclin
↑ aktivitasEndothelin 1
↑ aktivitas Angiotensin II
↑ aktivitas Thromboxane A2
↑ RAGE expression
Sel otot polos dan matriks ↑ Proliferasi dan migrasi ke tunika intima
2009)
2.2.4. Diagnosis
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dianamnesis teliti mengenai faktor
penting. Dokter dapat memilih pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis yang tepat dan disesuaikan dengan latar klinis pasien,
2007)
2.3.1 Definisi
ireversibel pada satu atau kedua valin N-terminal dari rantai beta (Gambar 4.).
Definisi ini tidak mengeksklusi hemoglobin dengan tambahan glikasi di situs lain
rantai alpha atau beta. HbA1c pertama kali ditemukan pada tahun 1969, namun
fungsinya sebagai marker kontrol glikemik baru diteliti pada tahun 1976. (Syed,
2011)
glukosa pada hemoglobin melalui proses non enzimatik, yang dinamakan glikasi.
Membran eritrosit bersifat permeabel terhadap glukosa yang masuk ke dalam sel
dan merupakan tempat hemoglobin berikatan dengan glukosa. Produk yang tidak
stabil (aldimin) diubah melalui proses amadori menjadi ketoamin yang stabil
hidup eritrosit (umumnya 120 hari). Disebutkan bahwa rata rata masa hidup
eritrosit pada pria sekitar 117 hari dan pada wanita sekitar 106 hari. Interpretasi
membentuk senyawa kovalen tanpa keterlibatan enzim. Proses kimia ini disebut
nilai >6,5%. Namun tes diagnostik harus distandardisasi sesuai referensi Diabetes
Control and Complication Trial (DCCT) atau dengan metode yang telah
mencerminkan KGD rata-rata selama 8-12 minggu. HbA1c juga dapat diperiksa
setiap saat sepanjang hari dan tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa.
anemia, penyakit ginjal kronik, dan hemolisis. (WHO, 2011; Nathan, Turgeon,
(IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF).Ukuran tingkat inflamasi ini sendiri
berhubungan dengan DM, AGEs, hipertensi, maupun profil lipid (Rahbar, 2005).
2.4.1. Definisi GA
– molekul albumin dan glukosa melalui reaksi oksidasi non – enzimatik. Serupa
kadar albumin glikat dengan total albumin serum.Glukosa berikatan kuat dengan
albumin serum pada 4 situs residu lisin, dan reaksi glikasi terjadi 10 kali lipat
lebih cepat dibandingkan glikasi pada hemoglobin. Karena itu, GA dapat lebih
menangkap fluktuasi dan perubahan glikemik status lebih cepat dan nyata
dibandingkan HbA1c.
protein yang paling banyak dalam plasma dan berperan dalam berbagai fungsi
dengan protein lain (sekitar 21 hari), dan konsentrasi tinggi, serum albumin
menjadi sangat rentan terhadap proses glikasi. Proses glikasi albumin, juga
dikenal sebagai reaksi Maillard, adalah reaksi non-enzimatik lambat yang awalnya
menempel pada albumin untuk membentuk produk dasar Schiff yang reversibel,
pertimbangan harga yang tinggi, telah dikembangkan metode enzimatik yang bias
diaplikasikan dengan mudah dan cepat pada alat kimia klinis otomatis. Sebagai
HbA1c dalam diagnosis DM. GA assay tidak tersedia secara luas, dengan
demikian, hanya ada data yang sangat terbatas untuk menunjukkan bahwa GA
Tipe 2
kita untuk memonitor hiperglikemia pada penderita DM. Contohnya GA, yang
bermasalah, seperti pada penderita anemia, hemolisis, atau penyakit ginjal kronik
Osaka, Jepang, yang dilakukan oleh Morita et al. menunjukkan bahwa nilai rata-
vs. 2.8+0.3; P=0.003) pada pasien dengan retinopati diabetikum lebih tinggi
durasi DM dan kejadian retinopati diabetikum yang lebih tinggi daripada HbA1c
Studi lain yang dikonduksi oleh Selvin et al. meneliti kemampuan GA dan
kadar GA di atas persentil 95. Terdapat hubungan yang kuat antara GA dengan
kuatnya dengan HbA1c (0,726). Namun HbA1c masih lebih baik dalam
korelasi positif yang kuat dengan HbA1c (r=0.71, 95% CI 0.61-0.75), yang tidak
dipengaruhi oleh gender, usia, fungsi ginjal, dan anemia. Risiko terjadinya
penyakit arteri koroner diadakan oleh Ma et al. yang menemukan bahwa dari 272
sampel penelitiannya, nilai HbA1c dan GA lebih tinggi secara signifikan pada
penderita DM dengan penyakit arteri koroner dibanding dengan yang tidak (kedua
arteri koroner (OR= 1.143, 95% CI: 1.048-1.247, P=0.002). (Maet al., 2015)
Uji Tapis:
Hba1c
GA
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan bekerja sama dengan
Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai dengan Juli 2017.
PJK dan non PJK yang melakukan kunjungan ke poliklinik kardiologi, pasien
rawat inap RIC, ruang rawat inap RA-1 dan RA-2 di RSUP. H. Adam malik
Medan.
c. Bersedia ikut dalam penelitian ini yang dinyatakan dengan informed consent.
Perkiraan besar sampel minimum dan subyek yang diteliti dihitung secara
statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan rumus uji hipotesis dua
2 2 Z (1 / 2) Z (1 )
2
n1 n2
1 2 2
Dimana :
Z (1 / 2) = deviat baku alpha. utk = 0,05 hipotesis satu arah maka nilai baku
normalnya 1,64
Z (1 ) = deviat baku alpha. utk = 0,20 maka nilai baku normalnya 0,841
(Dahlan, 2016)
Variabel terikat
Variabel bebas
lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin
≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) atau kadar gula darah puasa ≥ 7,0 mmol/L
(126 mg/dL) atau kadar gula darah 2 jam setelah puasa ≥ 11,1 mmol /L
otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Pada penelitian ini
treadmill test.
didiagnosis PJK dari poli kardiak maupun ruang rawat inap RIC.
status glukosa darah yang lebih pendek yakni 2–4 minggu sebelumnya dan
3.7.1. Bahan
Untuk pemeriksaan sampel darah diambil dari darah vena mediana cubiti
sebelum pasien diberikan heparin. Pada lokasi punksi vena terlebih dahulu
dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering, kemudian
dilakukan punksi.
HbA1c dan 5cc darah dimasukkan ke dalam tabung kimia untuk pemeriksaan GA.
Sample darah dicentrifuge 2000 rpm selama 15 menit lalu diambil serumnya 200
– 500µ disimpan dalam aliquoat dan dibekukan pada suhu -4 ºc.(Hansoon, 2005).
Prinsip pemeriksaan:
Total konsentrasi Hb dan HbA1c ditentukan setelah hemolisis dari spesimen darah
whole blood dengan EDTA. HbA1c diukur menggunakan alat BioRad D-10
3.7.4 . Pemeriksaan GA
untuk dieliminasi
terglikasi (GA).
ungu ini.
KAOD
1) Glycated amino acids + O2+ H2O glucosone + amino acids
+ H2O2
acids + H2O2
POD
4) 4) H2O2 + 4-AA + TODB blue-purple pigment + H2O
3.7.4.2. Perhitungan GA
Kemudian untuk mencocokkan nilai yang diperoleh dengan nilai cairan khusus
dari pabrik yang tersedia dalam paket reagensia. Kontrol kualitas dilakukan
dengan kontrol set setiap hari dan kalibrasi dilakukan setiap pemakaian reagen kit
baru.
Pemeriksaan yang baik apabila tes tersebut memenuhi syarat teliti dan
akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabriknya. Ketepatan merupakan
waktu membuka reagen baru. Kalibrasi ini berguna untuk menentukan konsentrasi
o Pemeriksaan Pemeriksaan
o Pemeriksaan Pemeriksaan
HbA1c kontrol terdiri-dari kontrol normal dengan lot 981695 dan kontrol
abnormal dengan lot 981696 yang berasal dari human based serum, lyophilized.
kalibrator memakai lot 981863 dengan nilai kalibrasi sudah terlampir. Konsentrasi
dari komponen kalibrator telah diatur untuk memastikan kalibrasi optimal dengan
metode yang sesuai pada analyzer yang digunakan.. Selama penelitian kalibrasi
penggunaan alat-alat yang harus sesuai dengan petunjuk, ataupun reagensia yang
Kontrol kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk
kontrol normal dan kontrol tinggi. Kontrol untuk pemeriksaan (GA) menggunakan
sampel baru. Hasil kontrol kualitas dapat dilihat dalam grafik berikut
Tanggal Kelompok
No Control Range Nilai Target (%)
Pemeriksaan Pemeriksaan
dilakukan satu kali bersamaan dengan sampel dengan nilai target yang akan
dicapai. Apabila hasil pemeriksaan assay control masuk dalam nilai target, maka
diperoleh secara tertulis dari subyek penelitian atau diwakilkan oleh keluarganya
setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian ini.
dan menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi
22.0. Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang
disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Analisis deskriptif variabel
numerik dilakukan dalam bentuk ukuran pemusatan (mean, median) dan ukuran
digunakan pasangan mean + standar deviasi. Jika sebaran data tidak normal,
digunakan uji T berpasangan jika data terdistribusi normal, atau uji Mann-
Whitney jika distribusi tidak normal. Hasil dianggap signifikan ketika P <0,05.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai dengan Juli
2017.
rawat jalan dan pasien rawat inap yang berobat di RSUP HAM dengan pembagian
30 sampel kontrol (DM tanpa PJK) dan 30 sampel penelitian (DM dengan PJK),
seluruh karakteristik subyek penelitian dengan p > 0,05, yang menandakan bahwa
DM.
Dari seluruh data yang telah terkumpul, subyek dengan jenis kelamin laki
Kelamin
Jenis Kelamin
PJK 17 13 30
Total 36 24 60
Dari seluruh subyek yang ikut serta dalam penelitian, usia rerata subyek
Hemoglobin
Albumin
lebih tinggi dibandingkan dengan Non PJK. Rerata kadar GA pada kelompok DM
+ PJK lebih tinggi dibandingkan dengan kadar GA pada kelompok Non PJK.
kontrol (DM non PJK) dan PJK (DM + PJK) dengan nilai signifikansi masing-
BAB V
PEMBAHASAN
dengan teratur untuk mencapai status kendali kadar gula darah yang baik agar
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan KGD baik puasa, sewaktu maupun post prandial,
AC,2005).
suatu komplikasi makrovaskuler jangka panjang akibat DM. PJK adalah penyakit
jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitan arteri koroner akibat proses
DM dengan PJK adalah 16,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien yang hanya menderita PJK saja, yaitu 11,9% (McGuire, 2015).
Dari seluruh data yang telah terkumpul pada penelitian ini, subyek dengan
jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita pada kedua kelompok. Pada
subyek wanita dengan persentase sebesar 43%. Pada kelompok DM non PJK,
subyek pria sebesar 64%, lebih banyak dibandingkan subyek wanita dengan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Maskariet al.
dimana pasien diabetes yang memiliki komplikasi PJK lebih sering terjadi pada
pria (Al-Maskariet al., 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fox
meningkat dalam 50 tahun terakhir, dan sebagian besar ditemukan pada pria
(Foxet al., 2007).Penelitian yang dilakukan oleh Kawasaki et al. juga menyatakan
bahwa pada penderita diabetes dengan dan tanpa PJK berkisar mayoritas adalah
Dari seluruh subyek yang ikut serta dalam penelitian, usia rerata subyek
adalah sekitar 56 tahun pada kedua kelompok, dimana pada kelompok DM + PJK
adalah 56,38 dan pada kelompok DM non PJK usia rerata subyek adalah 56,92.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Maskariet al.
dimana prevalensi pasien diabetes dengan dan tanpa komplikasi meningkat seiring
peningkatan usia, dimana pasien diabetes dengan dan tanpa komplikasi dalam
penelitian tersebut memiliki usia rerata 53 tahun, yang merupakan usia paruh baya
dengan kadar hemoglobin sebesar 13,21 pada kelompok DM + PJK dan 12,44
dengan PJK dan tanpa PJK belum diketahui dengan baik. Penelitian yang
dilakukan oleh Stevens menyatakan bahwa diabetes melitus adalah salah satu
independen pada wanita dengan PJK (Arant et al., 2004). Peneliti menduga kadar
hemoglobin yang lebih tinggi pada pasien diabetes dengan PJK adalah suatu
dengan kadar albumin rerata pada kelompok DM non PJK, dengan kadar albumin
sebesar 3,71 pada kelompok DM + PJK dan 3,73 pada kelompok DM non PJK.
penderita DM tanpa PJK dan dengan PJK, tetapi terdapat penelitian yang
Hal ini sejalan dengan hasil pada penelitian ini dimana terdapat perbedaan
sesungguhnya.
Dari penelitian ini dijumpai perbedaan yang signifikan pada kadar HbA1c
pada pasien DM+PJK dibandingkan dengan pasien DM non PJK dengan nilai
Kadar GA terendah pada pasien DM+PJK ±29,8 dan kadar GA pada DM non PJK
dengan HbA1c pada populasi china dengan risiko PJK yang tinggi. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa kadar GA lebih tinggi dari HbA1c dalam
mengidentifikasi PJK dan pengukurannya pada pasien dengan risiko tinggi PJK
dipegaruhi oleh nilai albumin tetapi pada penenlitian ini penenliti telah
mengekslusi nilai albumin yang dibawah normal yaitu 3,5 gr%. Tetapi terdapat
glikemik yang lebih handal dari pada HbA1c pada pasien DM+PJK dan Non PJK
yang telah dibuktikan pada Penelitian yang dilakukan oleh Mukai et al.
terakhir (Mukai et al., 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Juraschek et al.
(HR 5,22 [CI 95%, 2,49-10,94]) (Juraschek et al., 2012). Penelitian lain yang
dijadikan indikator alternatif pada pasien dengan keadaan anemia, hemolisis, atau
pasien dengan penyakit ginjal kronik karena kadarnya tidak dipengaruhi oleh usia
penurunan 1% kadar HbA1c dapat menurunkan resiko kejadian PJK sebesar 14%
penelitian yang tidak mendukung hal ini. Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-
Maskari et al., kontrol glikemik yang ditentukan dengan kadar HbA1c tidak
al., 2007). Alasannya mungkin terkait dengan sifat multifaktorial dari komplikasi
kegunaan GA untuk prediksi PJK. Pada penelitian yang dilakukan oleh DCCT,
meneliti korelasi antara GA dan PJK masih diperlukan (Nathan et al., 2014).
selain tingkat glukosa plasma, seperti HbA1c. Oleh karena itu, penelitian lebih
BAB VI
6.1. Kesimpulan
tipe 2 dengan PJK. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang tidak
glukosa darah dalam 2 – 3 minggu terakhir sehingga pasien dapat lebih cepat
dan tepat untuk mendapatkan terapi, selain itu klinisi juga dapat lebih cepat
pemeriksaan GA.
6.2. Saran
sebagai berikut:
b. Bagi Penderita
mengendalikan kadar gula darah dan mampu menjalani pola hidup sehat
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk dilakukan penelitian
lebih lanjut dalam menilai derajat keparahan sklerosis pada pasien DM tipe 2
dengan PJK.
DAFTAR PUSTAKA
Berry, C., Noble, S., Grégoire, J., Ibrahim, R., Levesque, S., Lavoie, M., L’Allier,
P. and Tardif, J. (2010). Glycaemic status influences the nature and severity
of coronary artery disease. Diabetologia, 53(4), pp.652-658.
Danaei, G., Lawes, C., Vander Hoorn, S., Murray, C. and Ezzati, M. (2006).
Global and regional mortality from ischaemic heart disease and stroke
attributable to higher-than-optimum blood glucose concentration:
comparative risk assessment. The Lancet, 368(9548), pp.1651-1659.
Fox CS, et al. (2007). Increasing Cardiovascular Disease Burden Due to Diabetes
Mellitus The Framingham Heart Study. Circulation. 2007;115:1544-1550.
Hasslacher, C., Kulozik, F., Platten, I. and Lorenzo Bermejo, J. (2014). Glycated
albumin and HbA1c as predictors of mortality and vascular complications in
type 2 diabetes patients with normal and moderately impaired renal
function: 5-year results from a 380 patient cohort. Journal of Diabetes
Research and Clinical Metabolism, 3(1), p.9.
International Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas. 7th ed. Brussels:
International Diabetes Federation, pp.50-53.
Juraschek, S., Steffes, M., Miller, E. and Selvin, E. (2012). Alternative Markers of
Hyperglycemia and Risk of Diabetes. Diabetes Care, 35(11), pp.2265-2270.
Juraschek, S., Steffes, M., Miller, E. and Selvin, E. (2012). Alternative Markers of
Hyperglycemia and Risk of Diabetes. Diabetes Care, 35(11), pp.2265-2270.
Ma, X., Hu, X., Zhou, J., Hao, Y., Luo, Y., Lu, Z et al. (2015). Glycated albumin
is more closely correlated with coronary artery disease than 1,5-
anhydroglucitol and glycated hemoglobin A1c. Cardiovascular
Diabetology, 14(1), p.16.
Ma, X., Hu, X., Zhou, J., Hao, Y., Luo, Y., Lu, Z et al. (2015). Glycated albumin
is more closely correlated with coronary artery disease than 1,5-
anhydroglucitol and glycated hemoglobin A1c. Cardiovascular
Diabetology, 14(1), p.16.
Morita, S., Kasayama, S., Deguchi, R., Hirai, K., Mukai, K., Utsu, Y et al. (2013).
Glycated Albumin, Rather than Hba1c, Reflects Diabetic Retinopathy in
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes & Metabolism,
4(6), pp.1-4.
Mozaffarian, D., Benjamin, E., Go, A., Arnett, D., Blaha, M., Cushman, M et al.
(2015). Heart Disease and Stroke Statistics-2016 Update. Circulation,
133(4), pp.e38-e360.
Mukai, N., Yasuda, M., Ninomiya, T., Hata, J., Hirakawa, Y., Ikeda, F., Fukuhara,
M. et al. (2014). Thresholds of various glycemic measures for diagnosing
diabetes based on prevalence of retinopathy in community-dwelling
Japanese subjects: the Hisayama Study. Cardiovascular Diabetology, 13(1),
p.45.
Nathan DM, McGee P, Steffes MW, Lachin JM. Relationship of glycated albumin
to blood glucose and glycated hemoglobin (HbA1C) values and to
retinopathy, nephropathy and cardiovascular outcomes in the DCCT/EDIC
Study. Diabetes. Aug 29 2013.
Parrinello, C. and Selvin, E. (2014). Beyond HbA1c and Glucose: the Role of
Nontraditional Glycemic Markers in Diabetes Diagnosis, Prognosis, and
Management. Current Diabetes Reports, 14(11), pp.548-557.
PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 4th ed. Jakarta:
Centra Communications, pp.3-4.
Rudijanto, A., Yuwono, A., Shahab, A., Manaf, A., Pramono, B., Lindarto, D. et
al. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2015. 1st ed. Jakarta: PB PERKENI, pp.6-11.
Selvin, E., Rawlings, A., Grams, M., Klein, R., Sharrett, A., Steffes, M. and
Coresh, J. (2014). Fructosamine and glycated albumin for risk stratification
and prediction of incident diabetes and microvascular complications: a
prospective cohort analysis of the Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) study. The Lancet Diabetes & Endocrinology, 2(4), pp.279-288.
Shahab, A. (2014). Komplikasi Kronik DM: Penyakit Jantung Koroner. In: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1st ed. Jakarta: PB PAPDI, pp.2414-2419.
Song SO, Kim KJ, Lee BW, Kang ES, Cha BS, Lee HC. Serum glycated albumin
predicts the progression of carotid arterial atherosclerosis. Atherosclerosis.
Dec 2012;225(2):450-455.
Suyono, S. (2014). Diabetes Melitus di Indonesia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 1st ed. Jakarta: PB PAPDI, pp.2315-2318.
Syed, I. (2011). Glycated haemoglobin; past, present, and future are we ready for
the change. J Pak Med Assoc, 61(4), pp.383-388.
Wang, H., Dwyer-Lindgren, L., Lofgren, K., Rajaratnam, J., Marcus, J., Levin-
Rector, A. et al. (2012). Age-specific and sex-specific mortality in 187
countries, 1970–2010: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2010. The Lancet, 380(9859), pp.2071-2094.
Lampiran 1
Pada hari ini, saya dr. Andini Triasti Siregar yang sedang menjalani
(GA) Pada Penderita DM Tipe 2 dengan PJK dan Non PJK di RSUP H.
Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu, nomor rekam medis, nama ,umur,
jeniskelamin, pekerjaan dan alamat atau data lain yang diperlukan.Penelitian ini
catheter yang dilakukan oleh seseorang yang di bidangnya (saya dan dibantu oleh
analis), sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan darah akan sangat
kecil.
samping bagi Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya/
yang dilakukan selama penelitian ini, saya akan bertanggung jawab untuk
samping tersebut.
keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum
Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/ Ibu
yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar
HP : 085269301830
Medan, …..................2017
Peneliti
Lampiran 2
Nama :....................................................................
Umur :....................tahun
JenisKelamin :....................................................................
Pekerjaan :....................................................................
Alamat :....................................................................
Penderita DM Tipe 2 dengan PJK dan Non PJK di RSUP H. Adam Malik
Medan” dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat
mengundurkan diri dalam keikut sertaannya, maka dengan ini saya secara sadar
dan tanpa paksaan setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan
Medan, …………………….2017
Mengetahui
(………………………………….) (………………………………….)
Saksi :
(………………………………….)
Lampiran 3
STATUS PASIEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Suku Bangsa :
Tanggal :
Anamnesa :
HasilpemeriksaanLaboratorium :
Tanggal Pemeriksaan:
No Pemeriksaan Hasil
2 GA ………%
Lampiran 5.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Group Statistics
Group Std.
N Mean Deviation
HbA1c Non PJK 30 8,5769 1,04734
PJK 30 10,2000 1,20899
GA Non PJK 30 24,9231 4,83841
PJK 30 29,8462 5,42903
Levene's Test
for Equality t-test for Equality of Means
of Variances
Nilai signifikansi P untuk GA adalah 0,022, maka nilai p<0,05 sehingga dapat
Pria Wanita
Group Non PJK 19 11 30
PJK 17 13 30
Total 36 24 60
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,158a 1 ,691
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,158 1 ,691
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear ,152 1
,697
Association
N of Valid Cases 26
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Group Statistics
Group N Mean Std. Deviation
Levene's Test
for Equality t-test for Equality of Means
of Variances
F Sig. t df Sig. Mean 95%
(2- Differen Confidence
tailed) ce Interval of the
Difference
Lower Upper
Usia Equal 1,256 ,274 ,203 24 ,841 ,53846 -4,93 6,00
variances
assumed
Equal ,203 22 ,841 ,53846 -4,95 6,03
variances not
assumed
Hb Equal ,810 ,377 -1,15 24 ,258 -,76154 -2,11 ,59549
variances
assumed
Equal -1,15 23,805 ,258 -,76154 -2,11 ,59608
variances not
assumed
Albu Equal ,280 ,601 ,139 24 ,890 ,02308 -,3190 ,36524
min variances
assumed
Equal ,139 22, ,891 ,02308 -,32027
variances not
assumed
I. IDENTITAS
Agama : Islam
II. KELUARGA
Klinik)
Women
Nigeria
PENDIDIKAN
4. Multiple Myeloma.
PENDIDIKAN
Maret 2016
Maret 2017