TESIS
TESIS
ii
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih, karena hanya berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak II khususnya
bidang Gastrohepatologi Anak. Rangkaian kata pengantar sederhana ini ditulis bukan semata
sebagai pengantar tesis, namun terlebih lagi sebagai ungkapan terima kasih atas dua tahun
masa pendidikan yang telah dijalani, yang kemudian ditutup dengan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada seluruh staf Divisi Gastrohepatologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM yang sangat saya hormati dan sayangi, Prof. Dr. dr. Agus
Firmansyah, SpA(K), dr. Badriul Hegar, SpA(K), PhD, Dr. dr. Pramita Gayatri, SpA(K), Dr.
dr. Hanifah Oswari, SpA(K), dr. Muzal Kadim, SpA(K), dan dr. Safira Alatas, SpA, PhD atas
kesempatan untuk belajar selama dua tahun di Divisi Gastrohepatologi Anak. Prof. Dr. dr.
Agus Firmansyah, SpA(K) sebagai guru besar yang bijaksana, sangat bersemangat mengajar
dan membagikan ilmu, dan selalu berbagi pengalaman hidup yang sangat menginspirasi,
tidak pernah menolak diganggu dan ditanyai atau dimintai pendapat dan selalu memberikan
jawaban yang semakin memperluas wawasan kami. Dr. Badriul Hegar, SpA(K), PhD Kepala
Sekolah kami, organisatoris yang luar biasa handal, merupakan teladan kami untuk senantiasa
memperjuangkan kebenaran dan integritas pribadi, profesi, serta organisasi. Dr. Hegar selalu
berpikir jauh ke depan, sibuk merencanakan dan menyusunkan program pendidikan untuk
kepentingan kami murid-murid Beliau agar menjadi lebih pandai. Beliau selalu begitu
perhatian mengawal kami di sepanjang jalan pendidikan Sp2 hingga saat terakhir agar kami
lulus tepat pada waktunya. Dr. dr. Pramita Gayatri, SpA(K) yang selalu penuh perhatian
kepada pasien, senantiasa ceria dan penuh semangat dalam mengajari kami di tengah
kesibukan Beliau. Dr. Pramita rajin berbagi pengalaman baik dalam hal penanganan pasien
maupun berbagai tindakan endoskopi, serta berbagai aspek lain yang semakin memperkaya
kami dalam menempatkan diri sebagai dokter, staf, maupun sejawat di masa mendatang. Dr.
dr. Hanifah Oswari, SpA(K) yang selalu sukses membuat kami senam otak dengan diskusi
dan pertanyaan-pertanyaan saat ronde, merupakan teladan kami dalam hal konsistensi bekerja
dan waktu, pembagian tugas dan tanggung jawab. Dr. Hanifah selalu punya jawaban yang
paling „pas‟, akurat, dan penuh pertimbangan untuk segala pertanyaan yang kami ajukan,
Rasa hormat dan terima kasih saya kepada Dr. dr. Sukman Tulus Putra, SpA(K),
FACC, FESC dan dr. Evita B. Ifran, SpA(K) selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Anak II FKUI/RSCM yang telah menerima saya dan teman-
teman untuk belajar di institusi ini, serta dr. Endang Windiastuti, SpA(K). Kepada Dr. dr.
Aryono Hendarto, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM,
terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan sehingga saya diperkenankan mengikuti
program ini. Terima kasih Dr. Aryono sudah menjadi Ketua Departemen yang meskipun
sibuk namun perhatian dan sangat responsif dengan kebutuhan kami para fellow, terutama
dalam hal surat menyurat dan perizinan penelitian.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Divisi Gastroenterologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH beserta seluruh
staf Divisi Gastrohepatologi, yang dengan penuh semangat berbagi ilmu dan keterampilan
dalam bidang endoskopi. Terima kasih kepada Divisi Radiologi Anak yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar mengenai radiologi dalam bidang gastrohepatologi.
vi
Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Direktur Utama RSCM, Direktur
Keuangan RSCM, Kepala Bagian Penelitian FKUI/RSCM yang telah menyalurkan Hibah
Operasional RSCM 2015 yang memungkinkan penelitian ini berlangsung. Terima kasih juga
kepada para Staf Bagian Penelitian FKUI/RSCM yang senantiasa siap sedia menjawab
pertanyaan saya.
Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh sejawat PPDS Sp-II, Sp-I dari seluruh
tingkatan khususnya yang pernah bekerja bersama saat menjadi Madya Gastrohepatologi
selama masa pendidikan kami. Rasa terima kasih yang tidak terhingga khususnya kepada
rekan-rekan sesama Fellow Gastrohepatologi Anak dr. Fatima Safira Alatas, SpA, PhD dan
dr. Nuraini Irma Susanti, SpA serta dr. Frieda Handayani, SpA dan dr. Barry Army Bakry,
SpA atas kerja sama yang luar biasa selama kita menjalani masa pendidikan bersama. Tanpa
dukungan tulus dan semangat dari kalian rasanya tidak mungkin saya dapat melewati masa
pendidikan dengan baik.
vii
Kepada suamiku tersayang, dr. Trisna Haryo Prasetyo, SpAnKIC, terima kasih atas
semua kesabaran, pengertian, doa, dukungan, dan cintamu, sehingga saya tetap semangat
dalam menjalani pendidikan. Terima kasih atas semua obrolan yang menyenangkan, diskusi
yang menyegarkan, dan debat yang bermanfaat. Sulit dilukiskan betapa beruntungnya saya
memiliki suami seperti dirimu. Untuk putriku tercinta Natharania Adrianna dan putraku
tersayang Nathanael Aditya, terima kasih telah menjadi penyejuk hati, tujuan hidup, dan
sahabat kecil yang senantiasa menghibur, meramaikan, dan membahagiakan. Terima kasih
atas pengertian dan keikhlasan kalian semua selama mama menjalani pendidikan.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, tidak ada gading yang tak retak. Saya
mengharapkan semua kritik dan saran membangun untuk menyempurnakan tesis ini. Terima
kasih kepada semua pihak yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu, dengan rasa syukur
yang takkan cukup dituliskan dalam lembaran kertas. Saya mohon doa restu untuk memulai
perjalanan baru mendalami bidang yang saya pelajari ini. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat dan kiranya Allah Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan berkat-Nya bagi
kita semua.
“It’s good to have an end to a journey toward; but it is the journey that matters, in the end.”
Ernest Hemingway (1899-1961)
viii
Latar Belakang Lemak merupakan sumber energi penting, komponen utama struktur
membran sel dan media penyerapan vitamin larut lemak A, D, E, dan K. Lemak adalah
nutrisi utama perkembangan otak anak, penting untuk memeriksa malabsorpsi lemak secara
akurat dan tepat. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo merupakan rujukan pemeriksaan
analisis feses, dengan sekitar 840 pemeriksaan mikroskopik lemak per tahun. Pemeriksaan
mikroskopik lemak merupakan satu-satunya yang tersedia di laboratorium RSCM untuk
pemeriksaan lemak feses.
Tujuan Mengetahui kehandalan pemeriksaan mikroskopik lemak pada analisis feses dalam
menggambarkan malabsorpsi lemak pada anak.
Metode Uji diagnostik kehandalan pemeriksaan mikroskopik lemak menggunakan Sudan III
dibandingkan dengan steatokrit dalam mendiagnosis malabsorpsi lemak pada anak usia 6-60
bulan.
Hasil Didapatkan 68 sampel yang terdiri dari 41 laki-laki dan 27 perempuan, median usia
14,3 bulan. Konsistensi feses terbanyak adalah lembek (50,0%). Dengan metode mikroskopik
didapatkan lemak terbanyak adalah positif satu pada 29 sampel (42,6%). Sensitivitas
pemeriksaan mikroskopik lemak didapatkan sebesar 49,15%, spesifisitas sebesar 66,67%,
dengan nilai prediksi positif 90,63% dan nilai prediksi negatif 16,67%.
Kesimpulan Pemeriksaan mikroskopik lemak memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi
dalam mendiagnosis malabsorpsi lemak dan perlu dilengkapi dengan metode lain seperti
steatokrit.
Background Lipid is a very important source of energy, major component of cell membrane
structure and media for absorption of lipid-soluble vitamins A, D, E, and K. Lipid is the
major nutrition for brain development, and thus it is important to test lipid malabsorption
accurately. Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) is a referral hospital for fecal analysis,
with 840 lipid microscopic examination done each year. This microscopic test is the only
method currently available for fecal lipid malabsorption at CMH laboratory.
Objective To know whether the lipid microscopic test as a part of fecal analysis that is
performed routinely so far is effective in representing lipid malabsorption in children.
Methods Diagnostic test for effectivity of lipid microscopic test using Sudan III compared to
steatocrit test in diagnosing lipid malabsorption in children 6-60 months old suspected to
have lipid malabsorption.
Results Sixty-nine children consisting of 41 boys and 27 girls were included in the study,
with median age 14,3 months. The most common stool consistency was mushy (50,0%).
Using microscopic method the most frequent group was positive one in 29 subjects (42,6%).
Sensitivity of lipid microscopic test was found to be 49,15% with specificity 66,67%, PPV
90,63% and NPV 16,67%.
Conclusion Lipid microscopic test has a moderate sensitivity in diagnosing fat
malabsorption, and needs to be complemented with other method such as steatocrit.
xi
BAB I PENDAHULUAN
xii
Lampiran ................................................................................................................................... 35
xiii
Gambar 2.2 Gambaran mikroskopik sampel feses setelah pewarnaan dengan Sudan III .......... 8
Gambar 4.1 Panjang kolom lapisan lemak dan padat pada pemeriksaan steatokrit ................ 14
xiv
Tabel 5.2 Distribusi hasil malabsorpsi lemak berdasarkan pemeriksaan mikroskopik ............ 19
Tabel 5.5 Perbandingan hasil pemeriksaan lemak feses antara pemeriksaan mikroskopik
dengan pemeriksaan steatokrit ............................................................................... 20
Tabel 6.1 Penelitian pendahuluan: perbandingan antara steatokrit biasa dan asam ................. 26
xv
xvi
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
banyak diteliti, yang memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 95% dan PPV
90% untuk mendeteksi steatorea, dan juga dapat menilai lemak feses secara
kuantitatif.1 Di RSCM juga sudah pernah dilakukan penelitian serupa pada
tahun 1991 oleh Satari2 yang mendapatkan sensitivitas 88,2% dan
spesifisitas 88,9%. Selanjutnya pemeriksaan steatokrit asam dianggap layak
dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan yang terpercaya untuk menilai
steatorhea. Saat ini pemeriksaan steatokrit asam sudah tidak tersedia lagi di
RSCM untuk pemeriksaan rutin, satu-satunya pemeriksaan yang tersedia
untuk mengukur lemak dalam feses adalah pemeriksaan mikroskopik lemak
dalam analisis feses.
Hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi apakah
pemeriksaan mikroskopik lemak sebagai bagian dari analisis feses cukup
baik dalam menggambarkan keadaan malabsorpsi lemak yang sebenarnya.
Mengingat volume pemeriksaan yang cukup tinggi dan kemaknaannya
sebagai penunjang klinis, ditambah konsekuensi klinis malabsorpsi lemak
seperti malnutrisi pada anak khususnya balita, penting untuk mengetahui
apakah pemeriksaan mikroskopik yang sehari-hari dilakukan di RSCM
mampu menggambarkan secara akurat adanya malabsorpsi lemak pada
anak.
Universitas Indonesia
1. 4. Manfaat Penelitian
1. 4. 1. Manfaat dalam bidang akademik
Memperoleh data ilmiah mengenai karakteristik dan gambaran
malabsorpsi lemak pada anak.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
preparat ini dicampur dengan etil alkohol 90% yang akhirnya dicampur dengan
larutan Sudan III dan dibuat merata. Preparat dilihat dengan perbesaran 400x
untuk mencari bulatan-bulatan lemak yang berwarna kuning atau jingga muda.
Untuk menentukan asam lemak bebas, preparat tinja pada gelas objek
dicampur merata dengan asam asetat 36%, kemudian beberapa tetes larutan Sudan
III ditambahkan, dicampur, dan preparat dipanaskan di atas pembakar alkohol
sampai mulai mendidih. Pemanasan dilakukan secara berulang dengan cepat dan
kemudian diperiksa di bawah lapang pandang besar yang dilakukan pada waktu
preparat masih panas. Asam lemak bebas akan terlihat berupa bulatan-bulatan
berwarna jingga tua. Penilaian dilakukan berdasarkan 3 kriteria:
1. (+) / 1 positif: bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah
per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang
2. (++) / 2 positif: bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih dari 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang.
3. (+++) / 3 positif: bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA KONSEP
Absorpsi Lemak
EVALUASI
Universitas Indonesia
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Indonesia
Kriteria inklusi
Usia 6-60 bulan
Terindikasi untuk pemeriksaan analisis feses berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis (sebagai contoh, namun tidak terbatas pada,
diare, pankreatitis, kolestasis)
Kriteria eksklusi
Mendapat supositoria atau minyak mineral (mineral oil) dalam waktu
24 jam sebelum atau selama pengambilan sampel
Menggunakan bahan berminyak di area anus saat pengambilan sampel
(misalnya lotion atau krim yang mengandung minyak)
Data tidak lengkap
Keterangan:
n : besar sampel
Zα : nilai sebaran normal baku, sebesar 1,96 dengan α = 0,05 dan
interval kepercayaan 95%
P : sensitivitas uji diagnostik dari pustaka yaitu sebesar 76%18
Q :1–P
d : penyimpangan sebesar 10% = 0,1
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
F
Steatokrit = ------------ x 100%
F+S
A B C
Gambar 4.1 Panjang kolom lapisan lemak dan padat pada pemeriksaan
steatokrit. F adalah tinggi kolom lapisan lemak, sedangkan S tinggi kolom
lapisan padat tinja. Sebagai contoh hasil pemeriksaan steatokrit, A
menampilkan hasil pemeriksaan steatokrit 0,5%, B steatokrit 22,3%, dan C
steatokrit 45,2%.20
Usia
Usia anak dihitung sejak tanggal lahir hingga hari pemeriksaan analisis
feses.
Universitas Indonesia
Keterangan:
a. Kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi kelainan
Sensitivitas = a : (a+c) x 100%
b. Kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa subjek tidak
terdapat kelainan
Spesifisitas = d : (b+d) x 100%
c. Probabilitas seseorang mengalami kelainan apabila uji diagnostiknya
positif
Nilai prediksi positif = a : (a+b) x 100%
d. Probabilitas seseorang tidak mengalami kelainan apabila hasil ujinya
negatif
Nilai prediksi negatif = d : (c+d) x 100%
Universitas Indonesia
Pengolahan data
Universitas Indonesia
BAB V
HASIL PENELITIAN
Universitas Indonesia
Secara keseluruhan dari 68 subjek pada penelitian ini didapatkan sebagian besar
laki-laki dengan rasio laki-laki:perempuan 1,5:1 dan median (rentang) usia subjek
adalah 14,3 (6-60) bulan. Tabel 5.1 menunjukkan sebaran karakteristik subjek
penelitian. Sebagian besar subjek (29/68 atau 42,6%) berada dalam kelompok usia
6-12 bulan).
Universitas Indonesia
35
30 29
26
25
20
Subjek
15
10
7
6
5
0
Normal Lemak +1 Lemak +2 Lemak +3
Universitas Indonesia
Steatokrit
Mikroskopik Normal Malabsorpsi Malabsorpsi Malabsorpsi
lemak ringan lemak sedang lemak berat
Negatif 0 1 5 1
Positif 1 0 5 17 7
Positif 2 0 3 16 7
Positif 3 0 0 3 3
Korelasi antara pemeriksaan mikroskopik II dengan pemeriksaan steatokrit
dihitung dengan uji Spearman rs=0,177; p= 0,148
Universitas Indonesia
Steatokrit
Mikroskopik Malabsorpsi Tanpa
lemak malabsorpsi
Malabsorpsi lemak 29 3
Tanpa malabsorpsi 30 6
Universitas Indonesia
BAB VI
PEMBAHASAN
Lemak dalam feses terdiri dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan asam
lemak bebas, serta sterol dan fosfolipid. Pemeriksaan lemak feses masih
merupakan masalah bagi para ahli gastroenterologi. Dokter yang menghadapi
masalah malabsorpsi lemak terutama ingin mendapatkan metode yang paling
akurat untuk mendeteksi trigliserida dan produk digesti trigliserida, yakni asam
lemak bebas, monogliserida, dan digliserida, karena sebagian besar lemak yang
kita makan setiap hari dalam diet hampir seluruhnya terdiri dari trigliserida.21
Anak bukanlah orang dewasa kecil. Algoritme diagnosis dan terapi pada
anak seringkali diterapkan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada dewasa.
Sering diasumsikan bahwa hal-hal yang terjadi pada dewasa akan memberikan
pengaruh yang sama kepada anak, padahal anak memiliki beberapa mekanisme
fisiologis yang khusus, antara lain tumbuh kembang. Lemak seringkali dianggap
nutrien yang buruk karena berkaitan dengan kejadian kardiovaskular pada dewasa,
padahal anak yang sedang bertumbuh dan berkembang memerlukan lemak jenis
tertentu sebagai bagian dari diet sehat, karena beberapa faktor. Lemak merupakan
sumber energi yang besar, setiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, hampir dua
kali lipat dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Dengan adanya lemak
dalam diet, batas yang dianjurkan adalah 30-35% pada anak usia 1-3 tahun dan
25-35% pada anak usia 4-8 tahun, anak merasa kenyang dan cenderung tidak
makan berlebihan. Lemak adalah bahan baku pembentukan berbagai hormon,
yang sangat diperlukan bagi metabolisme normal anak maupun dewasa. Sistem
saraf di seluruh tubuh diselubungi oleh lapisan myelin yang tersusun dari lemak,
dan berfungsi mempercepat transmisi rangsang saraf. Selain itu, lemak
dibutuhkan untuk penyerapan beberapa jenis vitamin larut lemak yaitu A, D, E,
dan K.22
Sindrom malabsorpsi terdiri dari entitas klinis yang dapat berakibat pada
berbagai gangguan sistem organ, hingga gagal tumbuh. Malabsorpsi lemak
penting diketahui karena berpotensi menimbulkan gangguan jangka panjang
Universitas Indonesia
seperti malnutrisi, defisiensi vitamin larut lemak, gangguan produksi hormon, dan
gangguan tumbuh kembang. Rendahnya kadar asam lemak yang penting untuk
perkembangan otak dan fungsi normal otak merupakan faktor risiko yang
diketahui untuk berbagai gangguan perkembangan seperti gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), disleksia, dispraksia (gangguan
perkembangan koordinasi), dan autisme, selain juga berbagai gangguan psikiatri
dan neurologis di masa dewasa.23 Berstad dkk.24 menuliskan bahwa malabsorpsi
usus merupakan kondisi serius yang sayangnya seringkali tidak terdeteksi akibat
masalah metodologi.
Subjek penelitian terdiri dari 41 anak laki-laki dan 27 anak perempuan.
Perbandingan antara subjek laki-laki dan perempuan pada penelitian ini sebesar
1,5:1, namun berdasarkan literatur tidak ada pengaruh dari perbedaan jenis
kelamin terhadap fungsi digesti dan absorpsi lemak. Median usia subjek pada
penelitian ini adalah 14,3 bulan. Sebaran data untuk variabel usia pada penelitian
ini relatif heterogen, dengan rentang yang telah ditentukan yaitu 6-60 bulan. Batas
bawah 6 bulan ditentukan atas pertimbangan bahwa fungsi pankreas khususnya
produksi lipase pada bayi baru lahir belum sempurna, sehingga akan terjadi bias
dengan steatorhea fisiologis neonatal. Sementara itu batas atas 60 bulan (usia 5
tahun) ditetapkan dengan pertimbangan bahwa periode tersebut merupakan
periode emas perkembangan otak, yang dapat dipengaruhi oleh adanya
malabsorpsi lemak. Penelitian serupa oleh Ghosh dkk.25 yang memeriksa lemak
feses dengan metode mikroskopik menggunakan 100 subjek anak yang terdiri dari
46 laki-laki dan 54 perempuan, dengan rentang usia 11 hari hingga 15 tahun.
Sepanjang pengetahuan penulis ini adalah penelitian pertama yang menilai
malabsorpsi lemak secara khusus pada kelompok anak di bawah lima tahun
(balita).
Data berat badan lahir, berat badan sekarang, dan asupan diet/susu
sebenarnya merupakan data yang diharapkan dalam penelitian ini, namun karena
sebagian besar data tersebut tidak lengkap maka tidak diikutsertakan dalam
analisis, sebab dengan menghilangkan subjek dengan data berat lahir, berat badan
sekarang, dan asupan diet/susu yang tidak lengkap maka akan menghilangkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
terindikasi, dan sebagian besar mengalami diare. Namun demikian tidak ada
pasien yang ditemukan memiliki steatokrit 0-4% bahkan pada kelompok kontrol.
Steatokrit adalah suatu metode semikuantitatif untuk menentukan kadar
lemak dalam sampel feses yang diajukan oleh Phuapradit dkk.20 Pemeriksaan
tersebut menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang sangat baik, sehingga
digunakan sebagai baku emas pada penelitian ini. Amman dkk. kemudian
membuat suatu modifikasi terhadap metode ini dengan menambahkan asam
asetat, dan mendapatkan hasil yang lebih baik.1 pemeriksaan steatokrit asam
menunjukkan hasil yang berkorelasi secara linear dengan lemak feses kuantitatif
dalam feses 72 jam (r = 0,761 dan p<0,001). Pemeriksaan steatokrit asam pada
feses sewaktu memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 95% serta PPV 90%
untuk mendeteksi steatorea dibandingkan dengan pemeriksaan kuantitatif lemak
feses 72 jam. Van den Neucker dkk.28 meneliti ekskresi lemak feses dan steatokrit
asam pada 42 subjek, setengah dengan malabsorpsi lemak dan setengah lagi tanpa
malabsorpsi lemak. Pemeriksaan steatokrit asam terbukti berkorelasi bermakna
baik dengan ekskresi lemak feses (p<0,01) maupun konsentrasi lemak feses
(p<0,01). Sensitivitas dan spesifisitas steatokrit asam dalam mendiagnosis
malabsorpsi lemak sebesar 90% dan 100%. Tran dkk.29 juga meneliti pada pasien
anak efek pengasaman feses pada hasil steatokrit. Penelitian ini didasarkan pada
pemikiran bahwa sentrifugasi homogenat feses menjadi fase lipid, fase air, dan
fase padat merupakan proses yang dependen pH. Mereka membuktikn bahwa
hasil steatokrit meningkat menjadi lebih baik seiring dengan pengasaman feses,
dan hasil yang maksimal diperoleh pada pH feses terendah. Steatokrit asam
ditemukan lebih baik dibandingkan dengan steatokrit biasa. Sugai dkk.12
membandingkan kandungan lemak 148 sampel feses menggunakan metode van de
Kamer konvensional dan steatokrit. Steatokrit menunjukkan sensitivitas 87% dan
spesifisitas 97%, dengan PPV 97% dan NPV 87%. Namun saat mengevaluasi
hanya sampel feses dengan ekskresi lemak >20 g/hari, sensitivitas meningkat
98%. Ditemukan korelasi linear yang bermakna antara steatokrit dengan metode
kimia kuantitatif (r=0,80; p<0,0001). Steatokrit diakui Sugai dkk. merupakan
metode semikuantitatif untuk menentukan malabsorpsi lemak yang sederhana,
cepat, murah, dan terpercaya. Tran dkk.30 dalam penelitian yang lain menyatakan
Universitas Indonesia
bahwa nilai steatokrit sebagai uji tapis steatorhea masih menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Tran dkk. memodifikasi prosedur uji tersebut dengan pengasaman
feses dan membandingkannya dengan pemeriksaan Sudan III (mikroskopik)
dengan metode Drummey. Mereka menyimpulkan bahwa steatokrit asam lebih
baik hasilnya dibandingkan dengan steatokrit biasa, karena pengasaman feses
meningkatkan ekstraksi lemak sehingga meningkatkan reliabilitas metode
steatokrit untuk deteksi steatorea.
Pada penelitian ini awalnya direncanakan menggunakan metode steatokrit
asam, namun selanjutnya berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan
pada 28 sampel, tidak ada perbedaan antara hasil yang diperoleh berdasarkan
steatokrit biasa dan steatokrit asam, karena itu selanjutnya diputuskan untuk
melakukan penelitian dengan steatokrit biasa karena lebih praktis, mudah, dan
murah dari segi bahan baku maupun pelaksanaannya.
Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis asupan lemak dalam diet.
Bijoor dkk.31 menggunakan metode steatokrit asam pada sampel feses sewaktu
600 orang dewasa sehat di India dan mendapatkan bahwa ekskresi lemak dewasa
India lebih tinggi dibandingkan dengan di negara Barat (8,72 + 1,86 g vs 7 g
dalam 24 jam). Pemeriksaan mikroskopik lemak dengan metode Drummey pada
ke-600 sampel tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan. Sementara itu
Nakamura dan Takeuchi32 mendapatkan bahwa orang dewasa sehat di Jepang
memiliki lemak feses <5 g/hari. Hal ini disebabkan karena perbedaan budaya dan
etnik khususnya dalam hal jenis makanan dalam diet. Untuk diet Indonesia
sendiri, khususnya pada anak usia 6 bulan hingga 60 bulan yang digunakan
sebagai subjek dalam penelitian ini, diperkirakan tidak ada perbedaan komposisi
lemak dengan diet normal pada umumnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
panjang dan sedang secara lebih akurat dibandingkan dengan metode Van de
Kamer. Metode ini mungkin akan lebih relevan secara klinis apabila sebagian
besar asam lemak yang dikonsumsi berasal dari trigliserida rantai sedang (MCT).
Baru-baru ini Stallings dkk.37 mengembangkan suatu metode pemeriksaan
malabsorpsi lemak yang mereka namakan Malabsorption Blood Test (MBT) atau
pemeriksaan darah untuk malabsorpsi, yakni dengan memberikan asam
pentadekanoat dan asam triheptadekanoat per oral. Kedua jenis asam lemak dan
trigliserida ini memerlukan lipase pankreas untuk dapat diabsorpsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan darah untuk melihat kadar kedua asam lemak tersebut
dalam darah.
Pada anak di negara Barat pemeriksaan lemak feses secara akurat sangat
penting terutama dalam menentukan status malabsorpsi lemak pada fibrosis kistik,
dan penentuan saat untuk memulai terapi pengganti enzim. Karena itu banyak
literatur yang meneliti metode pemeriksaan lemak feses ini pada anak dengan
fibrosis kistik. Tardelli dkk.38 menggunakan metode low daily weight gain dan
steatokrit sebagai kriteria memulai terapi pengganti enzim pada bayi dengan
fibrosis kistik, karena memiliki sensitivitas gabungan sebesar 91,3% dan
spesifisitas 83,3% untuk diagnosis insufisiensi pankreas. Walkowiak dkk.39 dalam
penelitiannya pada 55 pasien dengan fibrosis kistik menemukan bahwa steatokrit
asam tidak menggambarkan ekskresi lemak feses pada pasien fibrosis kistik tanpa
atau dengan steatorea ringan, dan menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini memiliki
manfaat yang terbatas pada anak dengan fibrosis kistik. Di RSCM sendiri juga
ditemukan pasien anak dengan fibrosis kistik, dengan hasil pemeriksaan steatokrit
malabsorpsi lemak berat sehingga diputuskan untuk memulai pemberian enzim
pankreas.
Secara khusus kelebihan yang dimiliki penelitian ini adalah sebagai
penelitian operasional yang hasilnya dapat diaplikasikan di lapangan sebagai
bagian dari pelayanan. Penelitian serupa pada populasi anak Indonesia sangat
jarang dan hasil penelitian ini berpotensi untuk dapat dilanjutkan dengan
dilengkapi pemeriksaan fungsi pankreas terutama lipase, misalnya dengan
pemeriksaan fecal elastase-1 feses.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Sebagian besar pasien yang memerlukan pemeriksaan analisis feses adalah
anak berusia 6-12 bulan (42,6%).
2. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopik lemak kelompok terbanyak
ditemukan adalah lemak positif satu pada 29 (42,6%) subjek dan kedua
terbanyak positif dua pada 26 (38,2%) subjek. Setelah diklasifikasikan
menjadi malabsorpsi dan tanpa malabsorpsi kedua kelompok hampir
berimbang (52,9% vs 47,1%).
3. Distribusi malabsorpsi lemak berdasarkan pemeriksaan steatokrit adalah
terbanyak malabsorpsi lemak sedang pada 41 (60,3%) subjek dan setelah
klasifikasi kelompok malabsorpsi lemak lebih banyak (86,8%).
4. Pemeriksaan mikroskopik lemak feses memiliki sensitivitas sebesar
49,15% dan spesifisitas 66,67% dalam mendeteksi malabsorpsi lemak
pada anak berusia 6-60 bulan. Nilai prediksi positif sebesar 90,63%
sedangkan nilai prediksi negatif sebesar 16,67%.
Universitas Indonesia
7.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan mengkorelasikan pemeriksaan
malabsorpsi lemak dengan data asupan lemak pada anak, sehingga analisis
dapat dilakukan secara lebih mendalam dan mendapatkan gambaran yang
lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
mengenai korelasi antara pemeriksaan mikroskopik lemak dengan
steatokrit menggunakan seluruh massa sampel feses yang dihomogenisasi,
atau pengambilan beberapa kali feses, untuk meminimalkan kemungkinan
pengambilan hanya sebagian sampel feses yang lebih/kurang mengandung
lemak.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode steatokrit
dengan asam asetat 36% untuk melihat apakah metode tersebut dapat
mendeteksi malabsorpsi lemak secara lebih baik lagi.
4. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo akan dapat
meningkatkan pelayanan dalam mendeteksi malabsorpsi lemak secara
lebih baik dengan cara menggunakan pemeriksaan steatokrit sebagai
pelengkap pemeriksaan lemak feses.
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
1. Amann ST, Josephson SA, Toskes PP. Acid steatocrit: a simple, rapid
gravimetric method to determine steatorrhea. Am J Gastroenterol
1997;92:2280-4.
2. Satari HI. Tesis. Steatokrit: Metode sederhana untuk mendiagnosis
malabsorpsi lemak (penelitian pendahuluan). Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991.
3. Guandalini S. Pediatric malabsorption syndromes. Diunggah dari Medscape
Reference Drugs, Diseases & Procedures http://emedicine.medscape.com/
article/931041-overview. Terakhir diperbarui 2 Juli 2014. Diunduh 7 Juli
2015.
4. Abumrad NA, Davidson NO. Role of the gut in lipid homeostasis. Physiol
Rev. 2012;92:1061-85.
5. Keller J, Layer P. Human pancreatic exocrine response to nutrients in health
and diseases. Gut. 2005;54:vi1-28.
6. Armand M, Pasquier B, Andre M. Digestion and absorption of 2 fat
emulsions with different droplet sizes in the human digestive tract. Am J Clin
Nutr 1999;70:1096–106.
7. DiMagno EP, Malagelada JR, Go VL. Fate of orally ingested enzymes in
pancreatic insufficiency. Comparison of two dosage schedules. N Engl J Med
1977;296:1318–22.
8. Hiele M, Ghoos Y, Rutgeerts P. Starch digestion in normal subjects and
patients with pancreatic disease, using a 13CO2 breath test. Gastroenterology
1989;96:503–9.
9. Lindkvist B. Diagnosis and treatment of pancreatic exocrine insufficiency.
World J Gastroenterol. 2013;19:7258-66.
10. Lohr JM, Oliver MR, Frulloni L. Synospsis of recent guidelines on pancreatic
exocrine insufficiency. United European Gastroenterol J. 2013;1:79-83.
11. Drummey GD, Bensen JA, Jones CM. Microscopical examination of stool in
steatorrhoea. N Eng J Med 1961;264:85-7.
12. Sugai E, Srur G, Vazquez H, Benito F, Mauriño E, Boerr LA, dkk. Steatocrit:
a reliable semiquantitative method for detection of steatorrhea. J Clin
Gastroenterol. 1994;19:206-9.
13. van de Kamer JH, Huinink HB, Weyers HA. Rapid method for the
determination of fat in feces. J Biol Chem 1949;177:347-55.
14. Gullo L, Pezzilli R, Cassano A, Ligabue A, Ventrucci M, Barbara L. Clinical
effectiveness of a new enteric-coated pancreatic enzyme extract in the
treatment of pancreatic steatorrhoea. Curr Ther Res. 1988;44:105-9.
15. Seiler CM, Izbicki J, Varga-Szabó L, Czakó L, Fiók J, Sperti C, dkk.
Randomised clinical trial: a 1-week, double-blind, placebocontrolled study of
pancreatin 25 000 Ph. Eur. Minimicrospheres (Creon 25000 MMS) for
pancreatic exocrine insufficiency after pancreatic surgery, with a 1-year open-
label extension. Aliment Pharmacol Ther. 2013;37:691-702.
16. Borowitz D, Konstan MW, O’Rourke A, Cohen M, Hendeles L, Murray FT.
Coefficients of fat and nitrogen absorption in healthy subjects and individuals
with cystic fibrosis. J Pediatr Pharmacol Ther 2007;12:47-52.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
35. Maranhão HS, Wehba J. Steatocrit and Sudan III in the study of steatorrhea in
children: comparison with the Van de Kamer method. Arq Gastroenterol
1995;32:140-5.
36. Caliari S, Vantini I, Sembenini C, Gregori B, Carnielli V, Benini L. Fecal fat
measurement in the presence of long- and medium- chain triglycerides and
fatty acids. Comparison of three methods. Scand J Gastroenterol.
1996;31:863-7.
37. Stallings VA, Mondick JT, Schall JI, Barrett JS, Wilson M, Mascarenhas
MR. Diagnosing malabsorption with systemic lipid profiling:
pharmacokinetics of pentadecanoid acid and triheptadecanoid acid following
oral administration in healthy subjects and subjects with cystic fibrosis. Int J
Clin Pharmacol Ther. 2013;51:263-73.
38. Tardelli AC, Camargos PA, Penna FJ, Sarkis PF, Guimarães EV. Comparison
of diagnostic methods for pancreatic insufficiency in infants with cystic
fibrosis. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2013;56:178-81.
39. Walkowiak J, Lisowska A, Blask-Osipa A, Drzymala-Czyz S, Sobkowiak P,
Cichy W, dkk. Acid steatocrit determination is not helpful in cystic fibrosis
patients without or with mild steatorrhea. Pediatr Pulmonol. 2010;45:249-54.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia