Anda di halaman 1dari 34

Mata Kuliah : Kimia Klinik I (P)

Jenis Tugas : Kelompok

PEMERIKSAAN SPERMATOZOA

Oleh :
KELOMPOK 2

A. WAHDANIAH (PO714203191.002)
ANNISA SYAFRI (PO714203191.010)
ILMIA PUTRI USNUL (PO714203191.016)
KURNIAWATI (PO714203191.019)
PUTRI SRI SAQINAH S. (PO714203191.026)

KELAS A

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


PROGRAM SARJANA TERAPAN
POLITEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia Nya, penulis dapat menyusun makalah tentang “Pemeriksaan
Spermatozoa”. Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun
makalah ini adalah tugas dari mata kuliah Kimia Klinik I untuk mencapai nilai
yang memenuhi syarat. Penyusun makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan oleh penyusun. Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan
maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca, agar dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan makalah ini
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya penyusun untuk menambah wawasan.

Makassar, 19 Januari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN 4
A. Definisi 4
B. Morfologi 5
C. Tujuan Pemeriksaan 6
D. Metode Pemeriksaan Analisa Sperma 6
E. Persiapan Dan Sampling 14
F. Parameter Pemeriksaan Analisa Sperma 18
G. Keterbatasan Pra Analitik, Analitik Dan Pasca Analitik 24

BAB III PENUTUP 29


A. Kesimpulan 29
B. Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari
bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel
dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot
adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang
menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan
sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru.
Spermatozoa memiliki tiga bagian, terdiri dari kepala yang
ditudungi oleh akrosom, bagian tengah dan ekor. Kepala terutama terdiri
dari nukleus, yang mengandung informasi genetik sperma. Akrosom
merupakan vesikel terisi enzim yang menutupi ujung kepala, digunakan
sebagai “bor enzim” untuk menembus ovum. Akrosom merupakan
modifikasi lisosom yang dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang
diproduksi oleh kompleks golgi-retikulum endoplasma sebelum organel
ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif hingga sperma berkontak
dengan sel telur saat ketika enzim dilepaskan. Mobilitas spermatozoa
dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip cambuk yang gerakannya
dijalankan oleh energi yang dihasilkan oleh mitokondria yang
terkonsentrasi di bagian tengah sperma (Sherwood L. 2016)

Gambar 1.1 Anatomi Spermatozoa (Sherwood L. 2016)


Proses pembentukan dan pematangan spermatozoa dimulai dengan
pertumbuhan spermatogonium menjadi sel spermatosit primer. Sel – sel ini

1
membelah secara mitosis menjadi dua spermatosit sekunder yang sama
besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid
yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel bundar dengan sejumlah
protoplasma dan merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom
haploid. Proses spermatogenesis sangat tergantung pada hormonal tubuh.
Proses ini berlangsung dalam testis dan lamanya sekitar 65 sampai 72 hari
dan terjadi bersamaan pada waktu yang berbeda di berbagai wilayah testis
untuk produksi dan ketersediaan sperma dewasa (Irina Szmelskyj, 2015).
Kualitas sperma dapat dianalisis secara makroskopis dan
mikroskopis. Analisis secara makroskopis sperma diperiksa dengan
menganalisis volume sampel sperma, pH sperma (7,2-7,8), bau sperma,
warna sperma, dan visikositas sperma (WHO, 2010). Analisis sperma
secara mikroskopis dapat dilakukan dengan mengamati konsentrasi,
morfologi, vitalitas dan motilitas. Konsentrasi merupakan jumlah
spermatozoa yang dinyatakan dalam mililiter. Jumlah spermatozoa
berperan penting dalam pembuahan karena semakin banyak spermatozoa
maka kemungkinan pembuahan berhasil cukup tinggi. Morfologi
spermatozoa dapat diamati dengan melakukan pembuatan preparat kering
dan diwarnai dengan giemsa. Pemeriksaan morfologi ini bertujuan untuk
mengamati normal tidaknya morfologi spermatozoa. Kemudian
pemeriksaan vitalitas sperma, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar jumlah spermatozoa yang mati. Pemeriksaan
vitalitas sperma bertujuan untuk mengkonfirmasi pemeriksaan motilitas
dengan hasil yang Immotil. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
bahwa spermatozoa yang Immotil itu disebabkan karena kelainan flagel
atau karena spermatozoa yang sudah mati (Mohamed et al., 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sperma dan analisa sperma ?

2
2. Bagaimana morfologi spermatozoa ?
3. Apa tujuan pemeriksaan analisa cairan sperma ?
4. Bagaimana metode yang digunakan dalam pemeriksaan analisa
cairan sperma?
5. Bagaiamana proses persiapan dan sampling dalam pemeriksaan
analisa cairan sperma ?
6. Bagaimana parameter pemeriksaan analisa cairan sperma ?
7. Apa saja keterbatasan praanalitik, analitik dan pascaanalitik dalam
pemeriksaan analisa cairan sperma ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi sperma dan analisa sperma.
2. Untuk mengetahui morfologi spermatozoa.
3. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan analisa cairan sperma.
4. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pemeriksaan
analisa cairan sperma.
5. Untuk mengetahui persiapan dan sampling dalam pemeriksaan
analisa cairan sperma.
6. Untuk mengetahui parameter pemeriksaan analisa cairan sperma.
7. Untuk mengetahui keterbatasan pra analitik, analitik dan pasca
analitik dalam pemeriksaan analisa cairan sperma.

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pembaca
perihal spermatozoa dan analisa sperma.

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. Defenisi
Spermatozoa atau sel sperma juga disebut mani atau semen adalah
hasil produksi dari testis yang terdiri dari beberapa sel germinal yang sudah
matang. Spermatozoa bersama dengan plasma seminalis merupakan komposisi
dari cairan yang dikeluarkan pada saat seorang pria mengalami ejakulasi
berupa cairan kental dan keruh, berisi secret dari kelenjar prostat, kelenjar
lain, dan spermatozoa disebut sebagai semen.
Semen adalah cairan berwarna putih keabu-abuan yang dilepaskan
melalui penis saat orgasme. Semen membawa sperma atau spermatozoa dan
fruktosa serta enzim lain yang membantu sperma bertahan hidup sekaligus
memfasilitasi kesuksesan fertilisasi. Warna putih yang dihasilkan karena
kandungan protein dalam jumlah besar dan warna keruh yang dihasilkan
disebabkan oleh kandungan spermatozoa di dalamnya. Nama lain dari semen
adalah air mani. Semen dilepaskan melalui penis karena adanya proses
ejakulasi dan diproses di vestikula seminalis pada panggul yang merupakan
tempat cairan ini diproduksi. Ejakulasi dikendalikan oleh sistem saraf pusat
dan terjadi ketika ada gesekan pada alat kelamin, atau bentuk rangsangan
seksual lainnya. Rangsangan tersebut memicu impuls yang dikirim ke sum-
sum tulang belakang dan otak. Semen segar dapat diperoleh dengan
menggunakan metode penampungan vagina buatan maupun ejakulator.
Kualitas semen segar yang diperoleh sangat menentukan apakah semen
tersebut layak untuk diproses lanjut dan diinseminasikan.
Analisa sperma atau pemeriksaan sperma merupakan salah satu
elemen penting dalam mengetahui kualitas sperma seorang pria dengan
penilaian fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma dapat dilakukan
secara kimia dan imunologi. Menurut World Health Organization (WHO)
prosedur pemeriksaan sperma memiliki dua tahap, yaitu:
1. Pengujian makroskopik merupakan analisis terhadap beberapa
karakteristik fisik dari semen, yaitu bau, kekentalan, dan pH.

4
2. Pengujian mikroskopik merupakan analisis beberapa parameter
spermatozoa, yaitu konsentrasi (kepadatan), motilitas, dan morfologi
(struktur dan bentuk).
Sebelum menjalani analisa semen pasien di haruskan untuk tidak
melakukan kegiatan seksual selama 3-5 hari/abstinensi. Pengeluaran cairan
semen ini baiknya dilakukan pada pagi hari, dengan rentang waktu
pengeluaran sedekat mungkin dengan waktu pemeriksaan laboratorium.
Cairan semen langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah yang terbuat dari
gelas atau plastik, bermulut lebar, dapat ditutup, bersih dan kering. Pasien
diminta mencatat waktu pengeluaran semen tepat hingga ke menitnya dan
segera menyerahkan specimen kepada petugas laboratorium, petugas
laboratorium juga berkewajiban untuk mencatat waktu pada tiap-tiap
pemeriksaan.

B. Morfologi
Secara garis besar bagian – bagian spermatozoa (Gambar 2.1.)
terdiri atas kepala, bagian tengah dan ekor.

Gambar 2.1.Bagian – bagian spermatozoa


1. Kepala
Terdiri dari nukleus didalamnya membawa materi dan informasi
genetik yang akan diwariskan. Pada daerah 2 kepala terdapat juga

5
akrosom yang berisi akrosin, hyaluronidase dan bebrapa enzim
proteolitik yang berperan dalam proses fertilisasi yakni untuk menembus
sel ovum. Hyaluronidase berperan dalam mencerna filamen proteoglikan
pada jaringan sedangkan enzim proteolitik berperan dalam mencerna
protein.
2. Bagian Tengah
Pada bagian ini terdapat mitokondria yang berperan dalam
menghasilkan energi atau ATP, berfungsi dalam kelangsungan hidup
serta alat gerak spermatozoa yang bekerja sama dengan ekor dalam
pergerakannya.
3. Ekor
Berperan penting dalam motilitas sperma yang dipengaruhi oleh
ATP hasil produksi dari mitokondria. Ekor disusun oleh 3 komponen
utama yakni:
a. Kerangka utama yang dibentuk oleh 11 mikrotubulus dan
disebut sebagai aksonema
b. Membrane sel yang tipis dan menutupi aksonema
c. Beberapa mitokondria yang berkumpul dan mengelilingi dari
aksonema. Gerakan yang dihasilkan secara normal adalah 1 –
4 mm/menit didalam medium fluida.

C. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dilakukannya analisa sperma, yaitu:
1. Mengetahui analisis sperma pada manusia, baik secara makroskopis
dan mikroskopis untuk kemudian ditentukan apakah seorang pria
tersebut fertil atau infertil.
2. Mengetahui jumlah dan morfologi.
3. Mengetahui unsur-unsur didalamnya dan kelainan atau penyakit.

D. Metode Pemeriksaan Analisa Sperma

6
Metode pemeriksaan analisa cairan sperma atau semen dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Pemeriksaan secara makroskopis
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya
gumpalan atau koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma
yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar
dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma
mengalami pencairan (Likuifaksi). Likuifaksi terjadi karena daya
kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim
ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis meliputi:
a. Pengukuran volume
Volume semen yang normal berkisar antara 2 dan 5 ml. Hal
tersebut dapat diukur dengan menuangkan spesimen ke dalam
silinder bersih yang dikalibrasi dalam skala volume 0,1 ml.
Peningkatan volume dapat dilihat setelah periode abstinensia
yang lama. Penurunan volume lebih sering berhubungan
dengan terjadinya infertilitas dan mungkin menunjukkan
fungsi yang tidak baik dari salah satu organ penghasil semen,
terutama vesikula seminalis. Pengambilan spesimen yang tidak
lengkap juga harus dipertimbangkan.
b. pH
pH semen menunjukkan keseimbangan antara nilai pH dari
sekresi prostat yang asam dan sekresi vesikula seminal yang
bersifat alkali. pH harus diukur dalam 1 jam ejakulasi karena
dapat terjadi penurunan CO2. pH normal semen bersifat basa
dengan rentang 7,2 hingga 8,0. Peningkatan pH menunjukkan
infeksi di dalam saluran reproduksi. Penurunan pH mungkin
berhubungan dengan peningkatan cairan prostat, obstruksi
duktus ejakulataorius, atau vesikula seminalis yang kurang
berkembang. Pemeriksaan pH pada semen dapat diterapkan
pada alas strip reagen pH urinalisis dan warnanya

7
dibandingkan dengan grafik dari pabrikan. Kertas pemeriksaan
pH yang khusus juga dapat digunakan.
c. Bau
Sperma yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau
spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah
mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Baunya
sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin
(suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar
prostat.
d. Warna
Semen yang normal memiliki warna putih kelabu, tampak
translusen, dan memiliki bau basi yang khas. Ketika
konsentrasi sperma sangat rendah, spesimen mungkin tampak
hampir jernih. Peningkatan kekeruhan putih menunjukkan
adanya sel darah putih (leukosit) dan infeksi di dalam saluran
reproduksi. Variasi jumlah warna merah berhubungan dengan
adanya sel darah merah dan bersifat abnormal. Warna kuning
dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi urin, pengumpulan
spesimen setelah abstinensia yang berkepanjangan, dan obat-
obatan. Urin bersifat toksik terhadap sperma, sehingga
mempengaruhi evaluasi motilitas.
e. Likuifaksi
Spesimen yang segar adalah semen yang ada penggumpalan
dan harus mencair dalam 30 hingga 60 menit setelah
penggumpulan. Oleh karena itu, pencatatan waktu
penggumpulan sangat penting untuk mengevaluasi pencairan
semen. Kegagalan likuifaksi yang terjadi dalam waktu 60
menit dapat disebabkan oleh adanya kekurangan enzim prostat
dan harus dilaporkan. Analisis spesimen tidak dapat dimulai
sampai likuifaksi telah terjadi. Jika setelah 2 jam spesimen
tidak mengalami likuifaksi, volum yang sama dari saline buffer

8
fosfat fisiologis Dulbecco atau enzim proteolitik seperti alfa-
kimotrypsin atau bromelain dapat ditambahkan untuk
menginduksi likuifaksi dan memungkinkan sisanya dari
analisis yang akan dilakukan. Tindakan tersebut dapat
mempengaruhi pemeriksaan biokimia, motilitas sperma, dan
morfologi sperma, sehingga penggunaannya harus
didokumentasikan. Pengenceran semen dengan bromelain
harus diperhitungkan ketika menghitung konsentrasi sperma.
Granula berbentuk seperti jelly (badan gelatin) dapat
ditemukan dalam spesimen semen cair dan tidak memiliki
signifikansi klinis. Untaian mukus, jika ada, dapat
mengganggu analisis semen.
f. Viskositas (Kekentalan)
Viskositas spesimen mengacu pada konsistensi cairan dan
mungkin berhubungan dengan likuifaksi spesimen. Spesimen
yang mengalami likuifaksi secara tidak lengkap bersifat
menggumpal dan sangat kental. Spesimen semen yang normal
harus mudah ditarik ke dalam pipet dan membentuk tetesan
kecil yang tidak tampak menggumpal atau berserabut ketika
jatuh dari pipet akibat gravitasi. Tetesan yang membentuk
benang lebih panjang dari 2 cm dianggap sangat kental dan
dicatat sebagai abnormal. Derajat 0 (cair) hingga 4 (seperti gel)
dapat ditetapkan untuk laporan viskositas. Viskositas juga
dapat dilaporkan sebagai rendah, normal, atau tinggi.
Peningkatan viskositas dan likuefaksi yang tidak sempurna
dapat menghambat pemeriksaan motilitas sperma, konsentrasi
sperma, deteksi antibodi antisperma, dan pengukuran marker
biokimia.

2. Pemeriksaan secara mikroskopis

9
Meskipun fertilisasi dapat dicapai oleh satu spermatozoa,
jumlah sperma yang sebenarnya dalam spesimen semen merupakan
ukuran fertilitas yang valid. Berbagai faktor dapat memengaruhi
konsentrasi sperma, seperti jangka waktu abstinensia seksual sebelum
pengumpulan spesimen, infeksi, atau stres. Oleh karena itu, lebih dari
satu spesimen semen harus dievaluasi untuk pemeriksaan infertilitas.
Nilai referensi untuk konsentrasi sperma biasanya dinyatakan sebagai
lebih besar dari 20 hingga 250 juta sperma per mililiter. Konsentrasi
antara 10 dan 20 juta per mililiter dianggap garis batas (borderline).
Jumlah sperma total untuk ejakulasi dapat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi sperma dengan volum spesimen. Jumlah
sperma total lebih dari 40 juta per ejakulasi dianggap normal (20 juta
per mililiter × 2 mL)
a. Pergerakan Sperma (Motilitas)
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (200 C
- 250 C). Dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya
diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit
sperma tidak kental, sehingga spermatozoa mudah bergerak,
akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab
dengan bertambahnya waktu maka spermatozoa akan
memburuk pergerakannya, serta pH dan bau mungkin akan
berubah. Gerak spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan
dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-
zag, berputar-putar dan lain-lain.
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian
dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik,
contoh: - Yang tidak bergerak = 25% - Yang bergerak kurang
baik = 50% - Yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Presentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat
(umumnya kelipatan 5 misalnya: 10%, 15%, 20%). Jika
sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan

10
pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma
(banyaknya sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang
tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup.
b. Morfologi
Morfologi sperma dievaluasi berdasarkan dengan adanya
struktur kepala, leher (neckpiece), badan (midpiece), dan ekor.
Abnormalitas pada morfologi kepala berhubungan dengan
penetrasi ovum yang buruk, sedangkan abnormalitas pada
leher, badan, dan ekor mempengaruhi motilitas.
Sperma yang normal memiliki kepala berbentuk oval
dengan panjang sekitar 5 μm dan lebar 3 μm dan memiliki satu
ekor flagel dengan panjang 45 μm. Struktur penting untuk
penetrasi pada ovum adalah tudung akrosom yang
mengandung enzim yang terletak di ujung kepala sperma.
Tudung akrosom harus mencakup kira-kira setengah dari
kepala sperma dan menutupi kira-kira dua pertiga dari nukleus
sperma. Leher melekat pada ekor dan badan. Badan memiliki
panjang kira-kira 7,0 μm dan merupakan bagian paling tebal
dari ekor karena dikelilingi oleh selubung mitokondria yang
menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh ekor untuk
motilitas.

Gambar 2.2 Struktur normal spermatozoa

11
Morfologi sperma dievaluasi dengan slide yang dicat tipis
di bawah oil immersion. Pengecatan dibuat dengan
menempatkan sekitar 10 μL semen di dekat ujung buram slide
mikroskop yang bersih. Letakkan slide kedua dengan bersih,
pada tepi halus di depan tetesan semen pada sudut 45° dan
tarik slide hingga tepi tetesan semen, hal tersebut
memungkinkan semen untuk menyebar hingga ujung slide.
Ketika semen didistribusikan secara merata di seluruh slide
penyebar, tarik perlahan slide penyebar ke depan dengan
gerakan kontinyu melintasi slide pertama untuk menghasilkan
pengecatan. Pengecatan dapat dilakukan menggunakan
pewarnaan Wright, Giemsa, Shorr, atau Papanicolaou sesuai
ketersediaan laboratorium. Slide yang dikeringkan dengan
udara dapat stabil selama 24 jam. Setidaknya 200 sperma harus
dievaluasi dan adanya persentase sperma yang abnormal
dilaporkan. Abnormalitas yang diidentifikasi secara rutin
dalam struktur kepala meliputi kepala ganda, kepala besar dan
amorf, kepala berbentuk seperti jarum, kepala meruncing, dan
kepala sempit. Ekor sperma abnormal yang sering ditemui
adalah ekor ganda, menggulung, atau menekuk. Leher panjang
yang abnormal dapat menyebabkan kepala sperma menekuk ke
belakang dan mengganggu motilitas.

12
Gambar 2.3 Bentuk abnormal kepala dan ekor
spermatozoa

c. Perhitungan Sel Bulat


Diferensiasi dan enumerasi sel bulat (sperma imatur
dan leukosit) juga dapat dilakukan selama pemeriksaan
morfologi. Granulosit yang positif terhadap peroksidase
merupakan bentuk dominan leukosit dalam semen dan
dibedakan dari sel spermatogenik dan limfosit menggunakan
pewarnaan peroksidase. Dengan menghitung jumlah spermatid
atau leukosit yang terlihat dalam hubungannya dengan 100
sperma matur, jumlah per mililiter dapat dihitung
menggunakan rumus berikut, di mana N merupakan jumlah
spermatid atau neutrofil yang dihitung per 100 sperma matur,
dan S merupakan konsentrasi sperma dalam juta per mililiter:

Metode ini dapat digunakan jika perhitungan tidak


dapat dilakukan pada perhitungan hemositometer dan untuk
memverifikasi jumlah yang dilakukan oleh hemositometer.
Jumlah leukosit lebih dari 1 juta per mililiter per ejakulasi
menunjukkan kondisi inflamasi yang berhubungan dengan
infeksi dan kualitas sperma yang buruk dan dapat
mengganggu motilitas sperma serta integritas DNA.

3. Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa yang
mempunyai korelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh.
Penetapan kadar fruktosa memakai reaksi seliwanoff sebagai dasar;
pada reaksi itu fruktosa bereaksi dengan presorcinol dengan
menyusun warna merah. Reagen yang digunakan:

13
a. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5gram
Ba(OH)2. 8aq dalam 1000 ml aquadest
b. Larutan ZnSO4 0,175 N dibuat dari 50 gram ZnSO 4 7aq larut
dalam 1000 ml aquadest
c. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%; larutan ini
bertahan 2 bulan bila disimpan dalam lemari es
d. HCl sekitar 10 N dibuat dari 1 volum aquadest ditambah 6
volume HCl pekat.
Cara Kerja:
a. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan
terlebih dahulu mengencerkan 1,0 ml mani dengan 2,9 ml air.
Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur tambahkan
0,5 ml larutan ZnSO4 campur lagi dan pusingkanlah kuat-kuat
b. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko).
Tabung T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diidi 2
ml standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diiisi 2 ml air
c. Kepala tabung T, S dan B masing-masing dibubuhkan 2 ml
resorcinol dan 6 ml HCl
d. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dengan bejana air
90o selam 10 menit
e. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm
f. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/ASx200 = mg
fruktosa/ dL mani
Catatan:
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg
fruktosa/dL dan fruktosa itu berasal dari vesiculae seminales.
Selain dipengaruhi oleh kadar testosterone dalam tubuh, banyaknya
fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-proses
dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii; pada hypoplasia
dan radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial
ductuli ejaculatorii kadang fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli

14
ejaculatorii yang total akibat kadar fruktosa dalam mani menjadi
nol.

E. Persiapan dan Sampling


1. Persiapan dan Persyaratan
Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya terlebih
dahulu melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak mengeluarkan
sperma sedikit-dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut
penyelidikan, jangka waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu
spermiogenesis dan untuk sampel yang baik. Tetapi untuk baiknya pasien
diminta supaya tidak mengadakan kegiatan seksual selama 3-5 hari.
Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum melakukan
aktifitas, sedekat mungkin sebelum pemeriksaan laboratorium.

2. Cara Memperoleh Sperma


Banyak penderita tidak mengerti bagaimana cara memeriksakan
sperma. Kita harus maklum, bahwa pemeriksaan sperma lain dengan
pemeriksaan kencing atau tinja, karena bahan-bahan yang terakhir itu
dengan wajar dapat dikeluarkan oleh penderita. Tetapi masalah
memperoleh sperma yang akan diperiksa merupakan persoalan tersendiri
untuk penderita. Hal ini dapat dimengerti, sebab tidak pada setiap
kesempatan seseorang dapat mengeluarkan sperma. Adapun cara-cara
yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu dengan :
a. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling
dianjurkan. Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki
(penis) berulang-ulang, sampai terjadi ketegangan dan pada
klimaks akan keluar sperma. Sebelum melakukan masturbasi
hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar oleh
kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang
dalam menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim

15
atau jelly. Tetapi saat dipakai jangan sampai mencapai lubang
keluarnya sperma. Kebaikan dari cara ini, di samping
menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma,
juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat
dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol
kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan
tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
b. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan
hubungan saat akan keluar sperma. Walaupun cara ini banyak
dilakukan untuk memperoleh sampel sperma untuk diperiksa,
namun cara ini kurang baik karena hasilnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil pemeriksaannya
mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di bawah
kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina
sehingga tidak sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang
telah kita ketahui, bahwa sperma yang dikeluarkan pada waktu
ejakulasi terbagi menjadi beberapa tahap, paling sedikit dua
tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat yang
mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap
yang kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau
bahkan sering tidak dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung
porsi fruktosa yang terbanyak. Dalam pengendalian orgasme
sewaktu melakukan interuptus tidak menjamin bahwa sebagian
besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di vagina
sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang
tidak lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak
sewajarnya.
c. Coitus Condomatosus

16
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai
kondom untuk menampung mani tidak dianjurkan dan tidak
diperkenankan karena zat-zat pada permukaan karet kondom
mengandung suatu bahan yang bersifat spermicidal yang
mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh
spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan.
Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma
sewaktu pelepasan kondom atau menuangkan ke botol
penampung. Tetapi ada beberapa kondom khusus yang
dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma, karena
bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
d. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma
ialah dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran,
terbuat dari plastik dengan permukaan halus, dapat digerakkan
dengan baterai yang menghasilkan getaran lembut. Alat ini
kalau ditempelkan pada glans penis, akan menimbulkan rasa
seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup lama,
diharapkan sperma akan keluar.
e. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak
dianjurkan karena dipergunakan cairan fisiologis untuk
pembilasan, dan sperma tercampur dengan sekret vagina,
sehingga akan didapatkan hasil yang tidak mencerminkan
keadaan sesungguhnya.

3. Wadah Penampung
Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari gelas
atau plastik yang bermulut lebar dan yang lebih dahulu dibersihkan dan
dikeringkan. Wadah harus dapat ditutup dengan baik untuk menjaga
jangan sampai sebagian tertumpah. Pasien diminta mencatat waktu

17
pengeluaran mani tepat sampai menitnya dan menyerahkan sampel itu
selekasnya kepada laboratorium. Laboratorium juga wajib mencatat
waktu pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.

4. Penyerahan Sampel Sperma


Segera setelah sperma ditampung, maka sperma harus secepatnya
diserahkan kepada petugas laboratorium. Hal tersebut perlu dilakukan
karena beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah oleh
karena pengaruh luar. Sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah
pH, viskositas, motiltas dan berbagai sifat biokimianya.

5. Waktu Pemeriksaan
Setelah penderita diberikan penerangan tentang cara-cara serta
syarat-syarat pengeluaran sperma dan lainnya, maka waktu pengeluaran
sperma dapat pula ditetapkan. Hal ini tergantung dari kesiapan pasien dan
kesiapan laboratorium. Kalau syarat-syarat serta semua persiapan baik
penderita maupun laboratorium telah dipenuhi, maka pengeluaran sperma
dapat dilakukan.
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma
secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar.
Contoh sperma tidak boleh didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan
diatas 40OC, oleh karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan
viabilitas spermatozoa.

6. Hal-Hal Lain
Hal lain yang perlu diutarakan pada pasien adalah pada waktu
abstinensia janganlah minum obat - obat apapun, apalagi minum obat-
obat perangsang seks, tonikum atau semacamnya. Hal ini diperlukan agar
benar-benar sperma yang diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat – obatan.
Kalau perlu dicatat obat yang dimakan dalam 1-2 minggu sebelum
analisis dilakukan.

18
F. Parameter Pemeriksaan Analisa Sperma
 Pemeriksaan Makroskopik
1. Warna
Normal : berwarna putih kelabu homogen, kadangkala didapatkan
butiran seperti jeli yang tidak mencair.
Abnormal : Jernih menandakan jumlah sperma sangat sedikit
Merah kecoklatan à adanya sel darah merah
Kuning à pada penderita ikterus atau minum vitamin.
2. Bau
Normal : bau khas seperti bunga akasia
Abnormal : bau busuk infeksi.
3. Likuefaksi (mencairnya semen)
Sediaan diamati pada suhu kamar dan dicatat waktu pencairan.
Normal : mencair dalam 60 menit, rata-rata ± 15 menit.
4. Volume
Diukur dengan tabung/gelas ukur dari kaca.
Normal : > 2 ml.
5. Konsistensi
Cara :
a) Sampel diambil dengan pipet atau ujung jarum, kemudian biarkan
menetes.
b) Amati benang yang terbentuk dan sisa ampel di ujung pipet/jarum.
Normal : benang yang terbentuk <2 cm atau sisa sampel di ujung
pipet/jarum hanya sedikit.
6. pH
Cara :
a) Teteskan sampel pada kertas pH meter.
b) Bacalah hasilnya setelah 30 detik dengan membandingkan dengan
kertas standar.
Normal : pH 7,2 – 7,8

19
Abnormal : pH > 7,8 à infeksi
pH < 7 à pada semen azoospermia, perlu
dipikirkan kemungkinan disgenesis vas
deferens, vesika seminal, atau
epididimis.

 Pemeriksaan Mikroskopik
1. Pemeriksaan estimasi jumlah sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes sampel ke objek glass, kemudian tutup dengan
cover glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya
minimal. Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lapang pandang,
pada suhu kamar.
c. Jumlah rata-rata sperma yang didapat dikalikan dengan 106.
d. Jumlah rata-rata sperma yang didapat, juga digunakan sebagai
dasar pengenceran saat penghitungan dengan bilik hitung Neubauer
Improved.

Tabel 2.1 Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma


Jumlah sperma / lapang pandang Pengenceran
(400x)

< 15 1:5
15 – 40 1 : 10
40 – 200 1 : 20
> 200 1 : 50

2. Motilitas sperma
Cara :

20
a. Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke objek glass,
kemudian tutup dengan cover glass.
b. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya
minimal.
c. Pemeriksaan dilakukan dalam 4 -6 lapang pandang pada 200
sperma, pada suhu kamar (180 – 240 C).
d. Kecepatan gerak sperma normal adalah : 5 kali panjang kepala
sperma atau setengah kali panjang ekor sperma atau ± 25 μm/detik.
e. Dilihat gerakan sperma dan diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka.
(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak
tidak lurus.
(c) jika tidak bergerak maju.
(d) jika sperma tidak bergerak.
f. Lakukan pemeriksaan ulangan dengan tetesan sperma kedua

3. Morfologi sperma
Cara :
a. Teteskan 1 tetes (10 – 15 mikroliter) sampel ke salah satu ujung
objek glass.
b. Dengan objek glass kedua, dibuat apusan sampel seperti terlihat
pada gambar.
c. Sediaan dikeringkan di udara, selanjutnya difiksasi dengan etanol
95% : eter (1 : 1), biarkan sediaan kering.
d. Kemudian cat dengan Giemsa selama 30 menit, bilas dengan air
bersih, keringkan dan preparat siap diperiksa.
e. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x ( 40 x lensa
objektif, 10 x lensa okuler), kondensor diturunkan dan cahaya
minimal.

21
f. Pemeriksaan morfologi dilakukan pada 200 sperma meliputi kepala,
leher dan ekor, kemudian hasil yang didapat dibuat persentase.
Sperma Normal abnormal

kepala leher ekor

2 ...dst

200

4. Pemeriksaan elemen bukan sperma


Cara :
a. Dilakukan penghitungan sel selain sperma seperti leukosit, sel epitel
gepeng dan sel lain yang ditemukan. Pengitungan dilakukan dalam
100 sperma ditemukan berapa sel lain selain sperma
b. Perhitungan :
C=NxS C : jumlah sel dalam juta / ml
100 N : jumlah sel yang dihitung dalam 100 sperma
S : jumlah sperma dalam juta / ml
5. Pemeriksaan hitung jumlah sperma
Cara :
a. Siapkan hemositometer (pipet leukosit dan Bilik hitung NI)
b. Pasang bilik hitung NI dibawah miroskop dengan pembesaran 100x
atau 400x, cari kotak hitung seperti terlihat dalam gambar.

22
Gambar 2.4 Kotak dalam bilik hitung NI
c. Penghitungan dilakukan di kotak tengah yang terdiri dari 25 kotak
sedang yang masing-masing didalamnya terbagi lagi menjadi 16
kotak kecil.
d. Hisap semen sampai angka 0,5, kemudian hisap pengencer
aquadest/NaCl fisiologis sampai angka 11 à digunakan pengenceran
1 : 20. (Pengenceran lain dapat digunakan sesuai Tabel 1.
Pengenceran berdasarkan estimasi jumlah sperma).
e. Jumlah kotak sedang yang harus dihitung berdasar jumlah sperma
yang ditemukan :
 jumlah sperma dalam 1 kotak sedang < 10 à hitung 25 kotak.
 jumlah sperma dalam 1 kotak sedang 10-40 à hitung 10
kotak.
 jumlah sperma dalam 1 kotak sedang > 40 à hitung 5 kotak.
f. Buatlah rata-rata jumlah sperma.
g. Selanjutnya hitunglah jumlah sperma dan faktor koreksinya dengan
aturan seperti tertera dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 Jumlah penghitungan kotak dan faktor koreksi jumlah


sperma

Pengenceran Jumlah kotak sedang yang dihitung

25 10 5

23
Faktor koreksi

1 : 10 10 4 2

1 : 20 5 2 1

1 : 50 2 0,8 0,4

Contoh :
Rata-rata ditemukan 50 sperma yang dihitung dalam 5 kotak sedang
dengan pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 50/1 x 106 = 50 juta / ml
Rata-rata ditemukan 20 sperma yang dihitung dalam 10 kotak sedang
dengan pengenceran 1 : 20, maka jumlah sperma adalah :
= 20/4 x 106 = 5 juta / ml

G. Keterbatasan PraAnalitik, Analitik dan Pasca Analitik


1. Pemeriksaan Makroskopis
a) PraAnalitik
 Persiapan pasien
- Abstinentia selama 3-5 hari
- Catat riwayat penyakit

 Persiapan sampel
- Specimen dikeluarkan dengan cara masturbasi tdk mengunakan
pelicin, sabun, kondom dan lain-lain.
- Specimen ditabung dalam sebuah pot yang bersih dan kering.
- Bukan sperma yg dikumpulkan dlm 24 jam / > 5-7 hr setelah
ejakulasi sebelumnya.
- Sperma segera mungkin di periksa.

24
 Alat dan bahan
- Pipet 5 ml
- pH strip
- Gelas ukur

b) Analitik
 Cara kerja
- Warna: amati dan catat warna yang terlihat.
- Volume: diukur dengan gelas ukur.
- Catat volume sperma dalam ml.
- Bau: specimen yang segar memberikan bau yang khas.
- pH : celup ph meter strip ke dalam cairan sperma (range pH
6,1-10,0).Bandingkan warna yang terdapat pada strip dengan
warna pH standar
- Viskositas atau konsistensi : Aspirasi sampel kedalam pipet 5
ml dan kemudian biarkan menetes dan ukur panjang benang
tetesan tersebut (cm).
- Likuifaksi : - Likuifaksi sperma normal pada suhu ruangan
terjadi dalam 30 menit
- Catat waktu sperma menjadi cairan

 Nilai rujukan
- Warna : putih keabu-abuan atau putih
- Volume : 1,5-5 ml
- Bau : khas
- pH : 7,2-8
- viskositas : <3 cm
- konsistensi : kental

25
- likuifaksi : terjadi dalam 10- 20 menit dan lengkap dalam 30
menit. Konsistensi berubah menjadi encer dan bening.

c) Pasca Analitik
 Interpretasi
- Warna sperma kekuningan berhubungan dgn pyospermia.
- Warna kuning tua/merah coklat/ coklat : pendarahan kecil pd
vesika seminalis.
- < volume semen akibat gangguan pengeluaran sperma,
pengumpulan sampel yang tidak lengkap, interfal waktu
abstinensia yang terlalu pendek, kelainankongenital
ejakulatorius. Volume yang berlebihan (>5ml) juga
berhubungan dengan berkurangnya fertilitas.
- Bau busuk menujukkan adanya infeksi.
- pH < 7,2 akibat hipoplasia vesika seminalis atau kelainan
congenital bilaterarvas deferens, obstruksi pd duktus
ejakulatorius.
- pH >8menunjukan adanya infeksi pd prostat, vesika seminalis,
atauepidermis.
- Viskositas/kosistensi dilaporkan sebagai normal, lebih kental
atau sangatkental. Tidak normal bila tetesan membentuk
benang >2 cm.
- Liquifaksi tidak terjadi dalam 1 jam dilaporkan sebagai
liquifaksi abnormal,akibat sekresi prostat yang tidak adekuat

2. Pemeriksaan Mikroskopis
Tes dilakukan setelah liquifaksi lengkap dalam 1 ½ - 2 jam.
Suhu optimal 37oC.
a) Analitik
1) Motilitas: adalah persentase sperma yg bergerak dlm sampel.
 Alat dan bahan

26
 kaca slide
 kaca penutup
 pipet
 mikroskop

 Cara kerja
 Hitung rata-rata sperma yang motil dan yang tidak
motil paling sedikit di 5 lapangan pandang dan
jumlahkan persentase sperma yang motil.

Perhitungan:
(total sperma-sperma yang tidak motil) / total sperma x 100

2) Hitung sperma :
 Sperma terlebih dahulu diencerkan dgn larutan formalin
bikarbonat supaya sperma tidak bergerak dan lebih mudah
dihitung
 Cara perhitungan sama dengan cara menghitung leukosit
dalam kamar hitung.
 Alat dan bahan
 Hemositometer atau kamar hitung
 Reagant: Natrium bikarbonat 5 gram
 Formalin 1 ml
 Aqua steril sampai 100ml
 Cara kerja:
 Isap specimen ke dalam pipet leukosit sampai tanda
0,5 dan larutan pengencer sampai tanda 11. Kocok
bolak balik dengan menggunakan tangan.
 Isi dalam kamar hitung improved Neubauer.
 Biarkan selama 4 menit.

27
 Hitung sperma dalam 4 kotak sudut 4 sq mm dengan
pembesaran objektif rendah (40 x).
 Waktu menghitung, pastikan spermatozoa yang di
hitung adalah spermatozoa yang lengkap yakni yang
mempunyai ekor dan kepala.

Perhitungan :

Jumlah sperma/ml = n x pengenceran


vol KH
= n x 50.000

3) Morfologi
 Morfologi sperma dievaluasi dengan cara
membandingkan jumlah spermatozoa yang morfologinya
normal dan abnormal ( ukuran dan bentuk ).
 Sperma yang abnormal adalah yang tidak lengkap atau
yang mempunyai struktur abnormal.
 Karakteristik marfologi sperma yang normal, meliputi
region kepala ( oval ), regular, panjang : 4-5,5 im,lebar
2,5-3,5 im, dan rasio panjang/ dan lebar 1,5-1,75, leher
(bagian tengah) dan bagian ekor (3-5im)
 Ada 2 metode pewarnaan yang dipakai, yaitu : Giemza
dan wright.

28
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah yang telah kami susun, kami menyimpulkan
beberapa hal berikut:
1. Spermatozoa atau sel sperma juga disebut mani atau semen adalah
hasil produksi dari testis yang terdiri dari beberapa sel germinal yang
sudah matang
2. Analisa sperma atau pemeriksaan sperma merupakan salah satu
elemen penting dalam mengetahui kualitas sperma seorang pria
dengan penilaian fertilitas atau infertilitas.
3. Menurut World Health Organization (WHO) prosedur pemeriksaan
sperma memiliki dua tahap, yaitu:
 Pengujian makroskopik merupakan analisis terhadap beberapa
karakteristik fisik dari semen, yaitu bau, kekentalan, dan pH.

29
 Pengujian mikroskopik merupakan analisis beberapa
parameter spermatozoa, yaitu konsentrasi (kepadatan),
motilitas, dan morfologi (struktur dan bentuk).

B. Saran
Selain kesimpulan di atas, kami juga memberikan saran kepada pembaca
agar dapat menerapkan pemahaman mengenai spermatozoa dan analisa
sperma.

DAFTAR PUSTAKA

Abd Samad, I. 2000. Analisa Sperma. Makassar : Bagian Patologi Klinik


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Arthur C, Guyton. 1987. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gandoesobrata, R. 1987. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian rakyat.

Hardjoeno, Fitriani . 2011. Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar : Lembaga


penerbitan Universitas Hasanuddin.

Jaffar, M. 2011. Analisa Semen dan Interpretasi. Jakarta: 9th Quality Semi nar &
Workshop in Laboratory Medicine.

Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 8th. Edition. Ong OH,
Mahode AA, Ramadhani D. Editor. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 782-
803p.

30
WHO. 2004. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan Edisi 2.
Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai