Anda di halaman 1dari 95

IDENTIFIKASI TELUR CACING NEMATODA USUS

MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PADA


SAMPEL KUKU PETANI SAWAH DI WILAYAH
KELURAHAN TANETE KECAMATAN
BULUKUMPA KABUPATEN
BULUKUMBA
TAHUN 2020

KTI

Oleh:

KIKI FATMASARI
NIM. E.17.02.040

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2020
IDENTIFIKASI TELUR CACING NEMATODA USUS
MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PADA
SAMPEL KUKU PETANI SAWAH DI WILAYAH
KELURAHAN TANETE KECAMATAN
BULUKUMPA KABUPATEN
BULUKUMBA
TAHUN 2020

KTI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Analis


Kesehatan (Amd.Kes)
Pada Program DIII Analis Kesehatan
Stikes Panrita Husada Bulukumba

Oleh:

KIKI FATMASARI
NIM. E.17.02.040

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2020
i
ii
iii
KATA PENGANTAR

ُ‫ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya, sehingga

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Identifikasi Telur Cacing Nematoda Usus

Menggunakan Metode Sedimentasi Pada Sampel Kuku Petani Sawah Di Wilayah

Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba” dapat

diselesaikan. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat akademik untuk

memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan

STIKes Panrita Husada Bulukumba.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. H. Idris Aman, S.Sos selaku Ketua Yayasan Panrita Husada Bulukumba yang

senang memberi semangat untuk menyelesaikan Proposal KTI ini.

2. Dr. Muriyati, S.Kep,M.Kes selaku Ketua Stikes panrita Husada Bulukumba

yang telah memberi motivasi kepada penulis.

3. Dr. A. Suswani Makmur, S.Kep,Ns,M.Kes selaku Wakil Ketua 1 yang selalu

senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

4. Subakir Salnus, S.Si, M.Si selaku Ketua Program Studi DIII Analis Kesehatan

yang telah membagi ilmu dan pengetahuan.

5. Dzikra Arwie, S.Si.,M.Kes selaku Pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, dan saran bagi penulis

dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

iv
6. Fatimah, S.Si.,M.Si selaku Pembimbing Kedua yang dengan teliti, penuh

kesabaran, dan telah meluangkan waktu dan tenaga serta pikiran untuk

membimbing dan mengarahkan penulis.

7. Asriyani Ridwan, S.Km.,M.Kes selaku penguji pertama yang banyak

meluangkan waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam

menyelesaikan hasil Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Dr. Asnidar, S.Kep, Ns, M.Kes selaku penguji pertama yang banyak

meluangkan waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam

menyelesaikan hasil Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Syamsuddin dan Fatimah selaku orang tua, yang tak henti-hentinya

memberikan dukungan moril dan material dalam membantu penulis

menyelesaikan pendidikan di STIKES Panrita Husada Bulukumba.

10. Seluruh dosen dan staf dalam lingkungan pendidikan yang telah memberikan

bimbingan kepada saya selama mengikuti pendidikan DIII Analis Kesehatan

di STIKES Panrita Husada Bulukumba

11. Rekan-rekan mahasiswa(i) jurusan Analis Kesehatan STIKES Panrita Husada

Bulukumba, yang banyak membantu dalam penulisan KTI ini, serta semua

pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu - persatu

Kepada semua pihak yang telah membantu, semoga mendapat imbalan

yang setimpal dari Allah SWT. Penulis berharap semoga Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini dapat diteruskan sampai pada penelitian dan menjadi Karya Tulis

Ilmiah yang utuh. Selain itu, penulis berharap Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi pembaca.

v
Bulukumba, Maret 2020

Penulis

vi
STIKes Panrita Husada Bulukumba
Karya Tulis Ilmiah
Agustus, 2019
ABSTRAK

KIKI FATMASARI. E.17.02.040. Identifikasi Telur Cacing Nematoda Usus


Menggunakan Metode Sedimentasi Pada Sampel Kuku Petani Sawah Di Wilayah
Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba, (di bimbing
oleh Dzikra Arwie dan Fatimah)

5 Bab, 90 Halaman, 3 Tabel, 2 Grafik, 6 Lampiran

Infeksi kecacingan merupakan suatu penyakit yang terjadi di usus sebagai


investasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda
usus. Petani yang setiap hari kontak langsung dengan tanah, akan mempercepat
penyebaran infeksi kecacingan baik melalui kuku tangan ataupun kuku kaki.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi telur cacing nematoda usus
menggunakan metode sedimentasi pada sampel kuku petani sawah di wilayah
Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini
telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2020 di Laboratorium Mikrobiologi
Analis Kesehatan STIKes Panrita Husada Bulukumba. Jenis penelitian yang
digunakan adalah observasi laboratorium dimana sampel yang digunakan
sebanyak 21 sampel dengan teknik pengambilan secara purposive sampling. Dari
hasil penelitian sampel kuku petani yang telah diuji terdapat telur cacing
nematoda usus yaitu 4% jenis Ascaris Lumbricoides dan 96% tidak terdapat telur
cacing nematoda usus. Kesimpulan penelitian ini diharapkan agar masyarakat
yang setiap hari bekerja dan kontak langsung dengan tanah, khususnya para petani
sawah mampu memperhatikan kebersihan diri, terutama kebersihan kuku dan
membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan
agar terhindar dari infeksi kecacingan.

Kata kunci: infeksi kecacingan, telur cacing nematoda usus, sampel kuku petani
sawah

Daftar Pustaka: 28 Referensi (2007-2019)

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................

Lembar Persetujuan..................................................................................................i

Lembar Pengesahan.................................................................................................ii

Surat Pernyataan Keaslian Penelitian.......................................................................i

Kata Pengantar........................................................................................................iv

Abstrak...................................................................................................................vii

Daftar Tabel............................................................................................................xi

Daftar Gambar.......................................................................................................xii

Daftar Lampiran....................................................................................................xiii

Daftar Grafik.........................................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................5

C. Tujuan Penelitian..................................................................................6

D. Manfaat Penelitian................................................................................6

1. Manfaat Teoritis.............................................................................6

2. Manfaat Aplikatif...........................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

A. Tinjauan Teori.......................................................................................7

1. Pengertian Nematoda Usus............................................................7

viii
2. Jenis Nematoda Usus......................................................................8

3. Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths.................9

4. Nematoda Usus Golongan Non Soil Transmitted Helminths.......24

5. Pemeriksaan Cacing Metode Sedimentasi...................................28

B. Kerangka Teori....................................................................................31

C. Kerangka Konsep................................................................................32

D. Hipotesis Penelitian.............................................................................32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................32

A. Desain Penelitian.................................................................................32

B. Variabel Penelitian..............................................................................32

C. Defenisi Penelitian..............................................................................32

D. Waktu dan Lokasi Penelitian..............................................................33

E. Populasi dan Sampel...........................................................................33

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...............................................................34

G. Instrumen Penelitian............................................................................35

H. Alur Penelitian....................................................................................38

I. Pengolahan dan Analisa Data..............................................................39

J. Etika Penelitian...................................................................................40

K. Jadwal Penelitian.................................................................................41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................42

ix
A. Hasil Penelitian...................................................................................42

B. Pembahasan.........................................................................................46

BAB V PENUTUP.................................................................................................50

A. Kesimpulan.........................................................................................50

B. Saran ..................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52

MASTER TABEL..................................................................................................55

DOKUMENTASI PENELITIAN..........................................................................57

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................68

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ..................................................................................41

Tabel 4.1 Kontaminasi Telur cacing nematoda usus pada sampel kuku petani

sawah di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa................................43

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan spesies telur cacing nematoda usus.........................44

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Telur cacing Ascaris lumbricoides.....................................................10

Gambar 2.2 Siklus hidup Ascaris lumbricoides.....................................................12

Gambar 2.3 Telur cacing Trichiuris trichiura........................................................15

Gambar 2.4 Siklus hidup Trichiuris trichiura........................................................16

Gambar 2.5 Telur cacing Hookworm.....................................................................18

Gambar 2.6 Siklus hidup Hookworm.....................................................................20

Gambar 2.7 Telur cacing Strongyloides stercoralis...............................................22

Gambar 2.8 Siklus hidup Strongyloides stercoralis...............................................23

Gambar 2.9 Telur cacing Oxyiuris vermicularis....................................................25

Gambar 2.10 Siklus hidup Enterobius vermicularis..............................................26

Gambar 2.11 Kerangka Teori.................................................................................30

Gambar 2.12 Kerangka Konsep.............................................................................31

Gambar 3.1 Alur Penelitian....................................................................................36

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Pengumpulan Data Awal....................................67

Lampiran 2. Informend consent (Lembar Peretujuan)...........................................69

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dari KESBANGPOL.......................................70

Lampiran 4. Surat Izin penelitian Dari Kampus STIKES......................................71

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari DPMPTSP................................................72

Lampiran 6. Laporan Harian Selama Penelitian....................................................73

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 persentase kontaminasi telur cacing nematoda usus.............................44

Grafik 4.2 persentase spesies telur cacing nematoda usus.....................................45

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan bahwa

kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu lebih dari 1,5 miliar

orang atau 24% dari populasi dunia yang telah terinfeksi cacing Soil

Transmitted Helminth (STH). Infeksi kecacingan yang tersebar luas di daerah

tropis dan subtropis, dengan angka terbesar terjadi di bagian sub-sahara

Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur. Lebih dari 267 juta anak-anak usia pra

sekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah yang tinggal di daerah

dimana parasit ini secara intensif ditransmisikan, dan membutuhkan

pengobatan dan intervensi pencegahan (WHO, 2019).

Infeksi kecacingan merupakan suatu penyakit yang terjadi di usus

sebagai investasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan

nematoda usus. Diantara nematoda usus terdapat spesies yang penularannya

dapat melalui tanah atau biasa juga disebut dengan cacing jenis Soil

transmitted helminth (STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura,

Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale (Saputra, dkk., 2019).

Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bulukumba tentang

jumlah kasus infeksi kecacingan di kabupaten bulukumba yaitu berdasarkan

suspek pada tahun 2017 yaitu sekitar 397 orang yang terinfeksi kecacingan,

pada tahun 2018 jumlah kasus infeksi kecacingan meningkat sekitar 425

1
2

orang, dan pada tahun 2019 kasus infeksi kecacingan menurun sekitar 181

orang. Jumlah kasus infeksi kecacingan berdasarkan wilayah pada tahun 2019,

terdapat satu wilayah yang menduduki infeksi kecacingan tertinggi

dikabupaten bulukumba yaitu wilayah tanete kecamatan bulukumpa yaitu

sekitar 39 orang yang terinfeksi kasus kecacingan (Dinkes, 2019).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 01

Mei 2020 Dari data puskesmas tanete kecamatan bulukumpa pada tahun 2019

yang mencakup desa dan kelurahan didapatkan jumlah suspek kecacingan

pada anak-anak yang berusia 1-5 tahun berjumlah 12 orang, pada usia 6-15

tahun berjumlah 16 orang , pada usia 16-45 tahun berjumlah 2 orang, dan pada

usia 45 tahun berjumlah 9 orang penderita yang terinfeksi kecacingan (Data

Puskesmas Tanete, 2019).

Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah di Indonesia ini

merupakan masalah kesehatan utama di daerah urban dan semi urban yang

memiliki sanitasi lingkungan yang buruk, kebiasaan higiene kurang baik dan

status sosial ekonomi yang masih rendah. Kebiasaan penduduk yang tidak

menggunakan alas kaki pada saat bekerja di kebun atau di sawah dan

kebiasaan mencuci tangan yang kurang dilakukan, serta kaki yang kurang

bersih setelah dari kebun kemungkinan besar mengalami risiko penularan

infeksi kecacingan yang dapat ditularkan melalui tanah (Sandy, dkk., 2015).

Soil transmitted helminth (STH) adalah nematoda usus yang di

tularkan melalui tanah. Beberapa nematoda yang sering menginfeksi manusia

yaitu Ascaris lumbricoides (ascariasis), Trichuris trichiuria (trichuriass),


3

cacing tambang (ada dua spesies, yaitu Necator americanus menimbulkan

necatoriasis, Ancylostoma duodenale menimbulkan ancylostomasis),

Strongyloides stercolaris menimbulkan strongyloidosis atau strongyloidiasis

[ CITATION RAH19 \l 1057 ]. Sedangkan telur cacing Non soil transmitted

helminth (Non STH) adalah nematoda usus yang siklus hidupnya tidak

membutuhkan tanah. Ada beberapa spesies cacing yang termasuk kelompok

ini, yaitu Oxyuris/Enterobius vermicularis (cacing kremi) menimbulkan

enterobiasis dan Trchinnela spiralis dapat menimbulkan trichinosis serta

parasit yang paling baru ditemukan Capillaria philippinensis (Rowardho, dkk.,

2015).

Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur

cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung

telur cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan (Hairani, 2015). Cacing

usus adalah salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di

indonesia, diantaranya cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Infeksi

cacing usus dapat menurunkan tingkat gizi, kecerdasan ataupun produktivitas

setiap penderita ini sehingga baik secara ekonomi akan menyebabkan kerugian

karena berkurangnya karbohidrat, protein serta kehilangan darah (Martilla,

dkk., 2015).

Menurut Onggowaluyo pada tahun 2002 bahwa penularan kecacingan

diantaranya adalah menggunakan tangan maupun kuku jari tangan yang kotor.

Kuku yang panjang tentunya dapat menjadi tempat melekatnya berbagai

kotoran maupun telur cacing nematoda yang kemudian masuk ke dalam tubuh
4

sewaktu kita memakan sesuatu dan sebelumnya tidak mencuci tangan.

Margono (2000) mengungkapkan kebiasaan mencuci tangan sangat penting

dilakukan agar tidak terpapar dengan STH (Soil Transmitted Helminth) yang

dapat menularkan infeksi kecacingan. Mencuci tangan disertai air dan sabun

mampu untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari

pemukaan kulit dan secara bermakna dapat mengurangi jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit lainnya seperti virus, bakteri, dan parasit

lainnya pada kedua tangan pada permukaan kulit, kuku, dan jari jari tangan

(Eryani, dkk., 2015).

Petani merupakan salah satu profesi yang sebagian besar kegiatannya

dapat bersentuhan dengan tanah. Hanya sedikit petani yang hanya

menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot atau alas kaki dan sarung

tangan saat bekerja, sehingga petani sawah yang tidak menggunakan alat

pelindung diri akan langsung bersentuhan dengan tanah dan mendapat infeksi

lebih dari 70% (Parweni, dkk., 2018).

Kelurahan Tanete merupakan salah satu wilayah dengan jumlah

penduduk pada tahun 2019 sebanyak 4921 jiwa yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan. Dengan jumlah pekerja petani sawah sebanyak 2.256 jiwa.

Sebagian besar dari pekerja petani tersebut kegiatannya hanya bersentuhan

dengan tanah. Apabila saat bekerja tidak menggunakan alas kaki atau sandal

serta sarung tangan maka memungkinkan sisa tanah yang masuk dalam kuku

pekerja. Tanah sebagai sumber infeksi kecacingan. Masyarakat yang setiap


5

hari memiliki kontak langsung dengan tanah, akan mempercepat penyebaran

infeksi kecacingan pada masyarakat tersebut.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marieta Puspa Regina pada tahun

2018 menyatakan bahwa pemeriksaan untuk mendeteksi kecacingan jenis

nematoda usus dengan metode sedimentasi formol ether diyakini sebagai

teknik terbaik. Pada metode ini terdiri atas ether sebagai pelarut lemak

sehingga dapat memudahkan untuk mendeteksi telur cacing nematoda usus

dan dapat ditemukan hasil yang positif, selain itu metode sedimentasi

memiliki sensitivitas yang baik dalam mendeteksi telur cacing STH (Soil

Transmitted Helminht) dan mempunyai tingkat keakuratan yang cukup baik

(Regina, dkk., 2018).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan judul “Identifikasi telur cacing nematoda usus

menggunakan metode sedimentasi pada sampel kuku petani sawah di wilayah

Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba”

B. Rumusan Masalah

Kecacingan merupakan suatu masalah kesehatan utama bagi

masyarakat setempat, dampak kecacingan sendiri dapat menurunkan kualitas

SDM dimana salah satu penyebab karena kurangnya kesadaran masyarakat

akan kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Penyakit kecacingan beresiko

tinggi dapat menginfeksi kulit serta terdapat gejala yang lebih serius terhadap

infeksi kecacingan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa di Kelurahan

Tanete masih banyak petani yang kurang memperhatikan kebersihan diri,


6

terutama pada bagian kuku. Kuku sendiri adalah bagian tubuh manusia yang

tumbuh pada ujung jari pada pangkal kuku yang berfungsi melindungi dari

kotoran. Sehingga dapat menjadi masalah besar bagi kesehatan, oleh karena

itu penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: Apakah terdapat telur

cacing nematoda usus pada sampel kuku petani sawah di wilayah Kelurahan

Tanete Kecamatan Bulukumpa dengan menggunakan metode sedimentasi ?

C. Tujuan Penelitian

Diketahui adanya telur cacing nematoda usus menggunakan metode

sedimentasi pada sampel kuku petani sawah di wilayah Kelurahan Tanete

Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada

masyarakat khususnya para pekerja petani sawah yang belum mengetahui

tentang bahaya infeksi telur cacing nematoda usus bagi kesehatan dan

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan pada

tubuh kita.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dalam bidang Parasitologi pada Program Studi DIII Analis

Kesehatan Panrita Husada Bulukumba dan dapat dijadikan panduan atau

referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Nematoda Usus

Nematoda merupakan spesies terbesar di antara cacing parasit

dimana terdapat kurang lebih 10.000 jenis cacing yang hidup di berbagai

jenis habitat mulai dari tanah, air tawar, air asin, tanaman serta hewan.

Nematoda memiliki sifat patogen yan bisa menyerang baik tanaman,

hewan atapun manusia di seluruh dunia[ CITATION Ind17 \l 1057 ].

Nematoda usus adalah sekelompok cacing yang perlu diperhatikan

karena masih banyak masyarakat yang mengidap kecacingan karena

beberapa faktor yang menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter

tersebut. Faktor penunjang diantaranya adalah keadaan alam serta iklim,

sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk serta masih

berkembangnya kebiasaan yang kurang baik [ CITATION Sih16 \l 1057 ].

Manusia merupakan hospes Nematoda usus yang penularannya

dapat terjadi melalui tanah atau Soil transsmitted helmints (STH), sebagai

tempat hidup dan berkembangnya telur dan larva cacing sebelum menular

ke dalam tubuh manusia. Telur nematoda usus ini sangat senang pada

daerah yang lingkungan kumuh, yang terdapat sampah-sampah anorganik,

dan salah satu tempat yang merupakan lokasi yang berdampak tersebut

adalah tempat persawahan dimana para petani hanya akan beraktifitas

7
8

disawah yang tentunya akan berkontak langsung dengan tanah setiap

harinya dan sekaligus menjadi mata pencarian para penduduk setempat

(Idris dan Fusvita, 2017).

Pemeriksaan telur Nematoda usus dapat dilakukan dengan berbagai

metode pemeriksaan yaitu, metode direct slide (metode langsung), metode

floutasi (metode pengapungan), dan metode sedimentasi (pengendapan)

(Idris dan Fusvita, 2017).

2. Jenis Nematoda Usus

Soil transmitted helminths (STH) adalah kelompok cacing

nematoda yang menginfeksi manusia melalui kontak dengan telur atau

larva parasit melalui tanah. Kelompok cacing ini berkembang di negara

tropis dan subtropis; yang termasuk dalam golongan STH yang umum

adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan hookworm (Necator

americanus atau Anchylostoma duodenale) (Bethony et al, 2006). Adapun

faktor faktor yang menyebabkan infeksi telur cacing yaitu minimnya

perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan sebelum makan

dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku, makan di sembarang

tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, BAB tidak di WC yang

bisa menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang

mengandung telur cacing serta ketidaksediaan sumber air yang bersih

[ CITATION Hay15 \l 1057 ].

Soil transmitted helminth (STH) termasuk kelompok infeksi yang

menyebabkan masalah kesehatan global dengan kurang lebih 1,5 milyar


9

penduduk dunia terinfeksi setidaknya oleh salah satu jenis patogen parasit

STH. Soil transmitted Helminth telah menjadi endemik pada setidaknya

120 negara dan diestimasikan menyumbang lebih dari 5 juta Disability

Adjusted Life Year (DALY) Soil transmitted helminth lebih sering

ditemukan pada anak-anak yang tinggal pada iklim tropis dan lembap.

Faktor sosial ekonomi seperti sumber air bersih dan kesadaran kebersihan

diri yang rendah berkorelasi positif dengan kejadian transmisi STH secara

fecal-oral. Ada tiga spesies yang termasuk kelompok Soil transmitted

helminth, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiuria, Necator

americanus atau Ancylostoma duodenale, Strongyloides stercolaris

(Abdulhadi, dkk., 2019).

Non soil transmitted helminth adalah nematoda usus yang siklus

hidupnya tidak membutuhkan tanah. Ada tiga spesies yang termasuk

kelompok ini, yaitu Oxyuris/Enterobius vermicularis (cacing kremi)

menimbulkan enterobiasis dan Trchinnela spiralis dapat menimbulkan

trichinosis serta parasit yang paling baru ditemukan Capillaria

philippinensis (Rowardho, dkk., 2015).

3. Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminths

a. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

Cacing gelang (A. lumbricoides) merupakan nematoda usus

terbesar (panjang mencapai 30 cm). Cacing ini termasuk Soil

transmitted helmint karena membutuhkan tanah untuk proses

pematangan telur menjadi telur infektif [CITATION San14 \t \l 1057 ].


10

Manusia merupakan inang (hospes) perantara pada cacing

dewasa Ascaris lumbricoides dan cacing ini tidak memiliki hospes

perantara [CITATION San14 \t \l 1057 ]. Telur cacing Ascaris

lumbricoides ini dapat menular melalui kontak langsung dengan tanah

yang terdapat telur cacing dan makanan yang terbuka sehingga dapat

terkontaminasi oleh debu yang mengandung telur. Infeksi dengan

kasus ringan pada umumnya tidak menimbulkan gejala. Adapun gejala

klinik pada kasus kecacingan tergantung dari beratnya infeksi

kecacingan, keadaan umum penderita, daya tahan tubuh, dan

kerentanan penderita terhadap infeksi cacing[ CITATION Rez18 \l 1057 ].

1) Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Rhabdidata

Familia : Ascarididae

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides

Sumber : [CITATION Ide07 \l 1057 ]

2) Morfologi

Ascaris lumbricoides adalah cacing nematoda yang

berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan

mempunyai ukuran 10-31 cm, ekor melingkar, dan memiliki 2


11

spikula dengan diameter 2-4 mm. Sedangkan cacing betina

mempunyai ukuran 22-35 cm terkadang sampai 39 cm dengan

diameter 3-6 mm, ekor lurus pada bagian 1/3 anterior, dan

memiliki cincin kopulasi. Cacing A. lumbricoides memiliki 4

macam telur yang dapat dijumpai pada feses, yaitu telur fertilized

egg (telur yang dibuahi), telur unfertilized (telur yang tidak

dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi tetapi tidak ada

lapisan albuminnya) dan telur infektif (telur yang mengandung

larva) (Elfred, dkk., 2016). Menurut Soedarto (2008) ciri-ciri telur

cacing Ascaris lumbricoides yaitu:

a) Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides fertil

1. Berbentuk oval

2. Ukuran : panjang 45-75 µm dan lebar 35-50 µm

3. Terdapat lapisan albumin yang permukaannya bergerigi

4. Berwarna Kuning Kecoklatan

b) Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides infertil

1. Berbentuk oval memanjang

2. Ukuran : sekitar 80-55 µm

3. Tidak terdapat lapisan albumin

4. Berwarna kuning kecoklatan


12

Gambar 2.1 Telur Ascaris lumbricoides fertil dan infertil


(Elfred, dkk., 2016)

3) Siklus hidup

Cacing ini keluar bersama dengan tinja penderita. Jika telur

cacing dibuahi jatuh di tanah yang lembab dan suhunya optimal,

telur akan berkembang menjadi telur yang infektif yang

mengandung larva cacing. Untuk menjadi infektif diperlukan

pematangan di tanah yang lembab dan teduh selama 20-24 hari

dengan suhu optimum 30° (Elfred, dkk., 2016).

Proses tersebut dapat memerlukan waktu kurang lebih 2

bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa. Dua bulan

sejak masuknya telur infektif melalui mulut cacing betina mulai

mampu bertelur dengan jumlah produksi telurnya mencapai

300.000 butir perhari (Elfred, dkk., 2016).


13

Gambar 2.2 Siklus hidup Ascaris lumbricoides


(Elfred, dkk., 2016)

4) Cara Penularan

Cara penularan Ascariasis dapat melalui beberapa jalur

yaitu masuknya telur yang infektif kedalam mulut bersama

makanan atau minuman yang sudah tercemar, lalu tertelan melalui

tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu

udara dimana telur tesebut akar metretas pada saluan pernapasan

bagian atas, kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki

aliran darah (Teuku, 2010).

5) Diagnosis

Diagnosis askariasis dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan laboratorium. Diagnosis ini dapat ditegakkan apabila

ditemukan telur cacing dalam tinja, larva dalam sputum, cacing

dewasa keluar dari mulut, anus atau hidung. Tingkat suatu infeksi

askariasis dapat dilakukan dengan memeriksa jumlah telur per

gram tinja ataupun jumlah cacing betina dalam tubuh penderita.

Satu ekor cacing betina per hari menghasilkan 200.000 telur atau

2000-3000 telur per gram tinja (Elfred, dkk., 2016).


14

b. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

Trichiuriasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Trichiuris trichiura, salah satu cacing yang dalam kelompok STH.

Cacing ini mempunyai tubuh mirip cambuk, sehingga cacing ini sering

disebut cacing cambuk (whipworm). Cacing cambuk ini tersebar luas di

daerah tropis di daerah berhawa panas, lembab dan hanya dapat

ditularkan dari manusia ke manusia melalui Fecal oral transmission

atau melalui makanan yang terkontaminasi tinja. Prevalensi cacingan

ini di Indonesia bervariasi antara 60-90% cacing T. trichiura dewasa

meletakan diri pada mukosa usus penderita, terutama di daerah sekum

dan kolon, dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus.

Meskipun demikian cacing ini dapat ditemukan hidup di apendiks dan

ileum bagian distal (Elfred, dkk., 2016).

1) Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Enoplea

Ordo : Trichocephalida

Familia : Trichuridae

Genus : Trichuris

Spesies : Trichuris trichiura

Sumber : [CITATION Ide07 \l 1057 ]


15

2) Morfologi

Cacing trichiura memiliki bentuk khas, mirip cambuk

dengan 3/5 panjang tubuh, anteriornya berbentuk langsing seperti

tali cambuk, sedangkan 2/5 bagian tubuh posterior ini lebih tebal

dan mirip pegangan cambuk. Organ kelamin ini tidak berpasangan

dan berakhir di vulva yang terletak pada tempat tubuhnya mulai

menebal (Elfred, dkk., 2016).

Telur berukuran 50x25 mikron, memiliki bentuk seperti

tempayan, pada kedua tutupnya terdapat operculum yaitu

semacam penutup yang jernih dan menonjol. Dinding telur terdiri

atas dua lapis, bagian dalam berwarna jernih bagian luar berwarna

kecoklatan. Dalam sehari, 1 ekor cacing betina dapat

menghasilkan 3.000-4.000 telur (Elfred, dkk., 2016). Menurut

soedarto (2008) ciri-ciri telur cacing Trichiuris trichiura yaitu:

a) Berwarna coklat mirip biji melon

b) Berukuran sekitar 50-25 µm

c) Mempunyai dua kutup jernih yang menonjol

Gambar 2.3 Cacing dan telur Trichuris trichiura


(Elfred, dkk., 2016)
16

3) Siklus hidup

Telur yang keluar bersama tinja dalam keadaan belum

matang, tidak infektif. Telur ini perlu pematangan dalam tanah

selama 3-5 minggu sampai terbentuk telur infektif yang berisi

embrio di dalamnya (Elfred, dkk., 2016).

Jika telur yang infektif tertelan oleh manusia maka di

dalam usus halus dinding telur pecah dan larva keluar menuju

sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Pada bagian

proksimal usus halus, telur menetas keluar larva dan menetap 3-10

hari. Setelah dewasa cacing akan turun ke usus besar dan menetap

selama beberapa tahun. Waktu yang diperlukan sejak telur infektif

tertelan sampai cacing betina menghasilkan telur adalah 30-90

hari. Cacing T. trichiura dewasa dapat hidup beberapa tahun

lamanya di dalam usus manusia (Elfred, dkk., 2016).

Gambar 2.4 Siklus hidup Trichuris trichiura


(Elfred, dkk., 2016)
17

4) Diagnosis

Diagnosis trichuriasis dapat ditegakkan berdasarkan

penemuan telur dalam tinja atau ditemukannya cacing dewasa

pada anus. Tingkat infeksi ditemukan dengan memeriksa jumlah

telur pada setiap gram tinja (Elfred, dkk., 2016).

c. Hookworm (Cacing Tambang)

Infeksi cacing hookworm banyak ditemukan di negara tropis

dan sub tropis yang bersuhu tropis dan mempunyai kelembaban tinggi.

Cacing A. Duodenale menimbulkan ankilostomiasis, cacing dewasa N.

americanus menimbulkan nekatoriasis. Cacing N. Americanus

ditemukan terutama di beberapa negara barat dan juga negara-negara

tropis seperti Afrika, Asia Tenggara, Indonesia, Australia, kepulauan

pasafik, dan beberapa bagian amerika. Cacing A. duodenale ini

tersebar terutama di mediterania, Asia Utara, India Utara, Cina dan

Jepang. Infeksi ini banyak dijumpai pada pekerja tambang. Cacing

hookworm dewasa hidup dalam usus halus terutama di jejenum dan

duodenum manusia dengan cara menggigit membran mukosa

menggunakan giginya dan menghisap darah yang keluar dari luka

gigitan (Elfred, dkk., 2016).

Infeksi hookworm ini akan menunjukkan gejala seperti

kekurangan zat besi. Pada anemia defisiensi besi ini yang berlangsung

terus menerus menunjukkan kekuranagan darah disertai infeksi usus


18

kronis. Parasit memakan sel darah dan akan mengakibatkan

kekurangan darah dapat berlangsug terus menerus (Elfred, dkk., 2016).

1) Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Strongylida

Familia : Ancylostomatidae

Genus : Necator/ Ancylostoma

Spesies : Ancylostoma deudenale

Necator americanus

Sumber : [CITATION Ide07 \l 1057 ]

2) Morfologi

Cacing hookworm dewasa memiliki bentuk silindris

berwarna keabuan dengan ukuran panjang cacing betina sampai 9-

13 mm, sedangkan cacing jantan berukuran antara 5-11 mm. Pada

ujung posterior cacing jantan terdapat bursa kopulatris yang

merupakan suatu alat bantu kopulasi. Cacing hookworm dapat

dibedakan morfologinya berdasarkan bentuk tubuh, rongga mulut

(buccal capsule) dan bursa kopulatriksnya. Necator americanus

menyerupai bentuk S sedangkan Ancylostoma duodenale

menyerupai bentuk C. Necator mempunyai buccal capsule yang

sempit, dinding ventral memiliki sepasang benda pemotong


19

dengan bentuk bulan sabit sedangkan sepasang lagi kurang lebih

hanya berada di dinding dorsal. Ancylostoma duodenale memiliki

buccal capsule yang lebih besar dibandingkan Necator

americanus (Elfred, dkk., 2016). Menurut Soedarto (2008) ciri-ciri

telur cacing Hookworm yaitu:

a) Berbentuk lonjong

b) Tidak berwarna

c) Berukuran sekitar 65-40 µm

d) Dinding telur tipis

e) Berisi embrio yang mempunyai empat blastomer

f) Tembus sinar

Gambar 2.5 Telur cacing Hookworm (cacing tambang)


(Elfred, dkk., 2016)

3) Siklus hidup

Daur hidup hookworm hanya membutuhkan satu hospes

defenitif yaitu manusia. Tidak ada hewan yang bertindak sebagai

hospes reservoir. Telur keluar bersama tinja pada tanah yang

cukup baik, suhu optimal 23-33°C, dalam 24-48 jam akan


20

menetas, keluar larva rhabditiform berukuran (250-300) x 17 m

(Elfred, dkk., 2016).

Mulut larva ini terbuka dan aktif makan sampah organik

atau bakteri pada tanah sekitaran tinja. Setelah berganti kulit dua

kali, larva rhabditiform dalam waktu seminggu berkembang

menjadi larva filariform yang tidak infektif yang tidak dapat

makan di tanah. Larva filariform mempunyai bentuk lebih kurus

dan panjang dibandingkan larva rhabditiform. Larva filariform

mencari hospes yaitu manusia yang selanjutnya akan menginfeksi

kulit manusia, pembuluh darah dan limfe selanjutnya masuk

kedalam darah mengikuti aliran darah menuju jantung dan paru-

paru. Kemudian menembus dinding kapiler masuk ke dalam

alveolus. Sesudah berganti kulit dua kali larva cacing mengadakan

migrasi ke bronki, trakea dan faring akhirnya tertelan masuk

dalam saluran eosofagus. Di dalam eosofagus larva berganti kulit

untuk ketiga kalinya, migrasi larva berlangsung sekitar 10 hari.

Dari eosofagus larva masuk ke usus halus berganti kulit yang

keempat kalinya lalu tumbuh menjadi cacing dewasa jantan dan

betina. Dalam satu bulan cacing betina sudah mampu bertelur

untuk melanjutkan keturunannya (Elfred, dkk., 2016).


21

Gambar 2.6 Siklus hidup cacing Hookworm (cacing tambang)


(Elfred, dkk., 2016)

4) Diagnosis

Gejala klinis biasanya tidak spesifik sehingga untuk

menegakkan diagnosis infeksi kecacingan perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk dapat menemukan telur cacing

tambang di dalam tinja ataupun larva cacing hookworm di dalam

biakan atau tinja yang sudah agak lama. Diagnosis banding untuk

infeksi cacing tambang adalah penyakit penyebab lain seperti

anemia, beri-beri, dermatitis, asma bronkiale tuberculosis dan

penyakit gangguan perut lainnya Tubuh manusia merupakan

mekanisme pertahanan yang mencegah masuk dan menyebarnya

agen infeksi yang disebut sistem imun (Elfred, dkk., 2016).

d. Strongyloides stercoralis (Cacing Benang)

Manusia merupakan host utama cacing ini, penyakit yang

ditimbulkannya biasa disebut strongilodiasis. Nematoda ini sering

terdapat di daerah tropis dan subtropis, sedangkan di daerah yang


22

beriklim dingin jarang ditemukan. Pada umumnya yang sering hidup

parasitik didalam tubuh manusia adalah cacing betina. Cacing betina

parasitik biasanya berbentuk benang halus, tidak memiliki warna, semi

transparans, panjangnya ± 2,2 mm dilengkapi sepasang uterus, dan

sistem reproduksinya ovovivipar. Cara perkembangbiakanya diduga

secara partenogenesis [ CITATION Pad16 \l 1057 ].

1) Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Rhabtidia

Familia : Strongylididae

Genus : Strongyloides

Spesies : Strongyloides stercoralis

Sumber : [CITATION Ide07 \l 1057 ]

2) Morfologi

Nematoda ini halus seperti benang tanpa rongga mulut,

ukurannya 5-10 mm, telur menyerupai telur cacing tambang, tidak

mempunyai siklus paru-paru. Infeksi yang terjadi dengan menelan

larva (Elfred, dkk., 2016). Menurut Soedarto (2008) ciri-ciri telur

cacing Strongyloides stercoralis yaitu:

a) Bentuk telur mirip cacing tambang

b) Berukuran sekitar 55×30 µm


23

c) Berdinding tipis tembus sinar

Gambar 2.7 Telur cacing jantan dan betina Strongyloides stercoralis


(Elfred, dkk., 2016)

3) Siklus hidup

Cacing jantan dan betina dewasa tinggal di usus kecil.

Setelah pembuahan, cacing betina menembus mukosa usus kecil

dan bertelur di submukosa. Telur menetas dan larva menembus

mukosa kembali ke lumen usus. Jika kondisi lingkungan

menguntungkan, larva akan keluar dengan tinja ke dalam tanah.

Sesudah 2-3 hari di tanah, mereka berubah menjadi dewasa,

bertelur, dan larva menetas bisa berubah menjadi dewasa, dan

seterusnya. Jika kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan,

larva dalam tinja akan berkembang dan berubah menjadi larva

bentuk filaria yang infektif, yang menembus usus (auto-infeksi).

Larva menembus kulit dari tanah atau dengan autoinfeksi interna

yang dibawa oleh darah ke paru, naik ke trakea, turun ke

kerongkongan dan matang di usus kecil menjadi dewasa. Kurang

lebih 28 hari setelah infeksi, cacing betina sudah bisa

memproduksi telur [ CITATION Pad16 \l 1057 ].


24

Gambar 2.8 Siklus Hidup Strongyloides Stercoralis


(Elfred, dkk., 2016)

4) Diagnosis

Strongiloidiasis jika ditemukan larva rabditiform dalam

feses segar, dan dalam biakan darah atau dalam aspirasi

duodenum. Biakan feses sekurang-kurangnya selama 2x24 jam

menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa Strongylodies

stercoralis yang hidup bebas [ CITATION Pad16 \l 1057 ].

4. Nematoda Usus Golongan Non Soil Transmitted Helminths

a. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi)

Merupakan suatu infeksi parasit yang biasanya menyerang

anak-anak, dimana cacing ini tumbuh dan berkembangbiak di dalam

usus. Penyakit cacingan biasanya melanda orang-orang miskin yang

sehari hari sulit mendapat makanan dan kadang hanya bisa mengais

sampah di jalan-jalan dan menelan sisa makanan basi ditengah

kerumunan lalat [ CITATION Pad16 \l 1057 ].


25

1) Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Oxyurida

Familia : Oxyuridae

Genus : Enterobius

Spesies : Enterobius vermicularis

Sumber : [CITATION Ide07 \l 1057 ]

2) Morfologi

Cacing betina memiliki panjang 8-13 cm. diujung

anteriornya terdapat pelebaran kutikulum seperti sayap disebut

alae. Bulbus esofagus terlihat jelas, ekornya panjang dan

runcing. Memiliki uterus yang gravid melebar dan penuh dengan

telur cacing. Cacing jantan ini berukuran 2-5 cm, memiliki sayap

dan ekornya melingkar bentuknya seperti tanda tanya (?).

Spikulum pada ekor jarang ditemukan [ CITATION Pad16 \l 1057 ].

Menurut Soedarto (2008) ciri-ciri telur cacing Enterobius

vermicularis yaitu:

a) Bentuk telur asimetris

b) Tidak berwarna

c) Dinding tembus sinar

d) Berisi larva yang hidup


26

e) Ukuran telur 50-60 µm × 30 µm

Gambar 2.9 Telur Oxyuris vermicularis


(Elfred, dkk., 2016)

Gambar 2.9 (f) Oxyuris vermicularis betina (m) oxyuris


vermicularis jantan
(Elfred, dkk., 2016)

3) Siklus Hidup

Habitat cacing dewasa biasanya terletak dirongga sekum,

usus besar, dan di usus halus berdekatan dengan rongga sekum.

Makanannya adalah isi dari usus. Infeksi cacing kremi terjadi

melalui infeksi langsung pasien (fecal-oral), inhalasi Aerosol

debu yang terkontaminasi. Cacing dewasa tinggal di usus besar.


27

Setelah pembuahan, cacing jantan mati. Pada cacing betina yang

gravid memiliki 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi didaerah

perianal untuk bertelur dengan kontraksi uterus. Telur jarang

dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja.

Telur akan matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan pada

suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin

dan pada keadaan lembab telur ini dapat hidup sampai 13 hari

(Padoli, 2016).

Gambar 2.10 Siklus Hidup Enterobius vermicularis


(Elfred, dkk., 2016)

4) Diagnosis

Dianosis ditegakkan dengan menemukan adanya telur

dan cacing dewasa. Telur cacing ini dapat ditemukan dengan

mudah melalui pemeriksaan menggunakan anal swab yang


28

ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum buang

air besar [ CITATION Pad16 \l 1057 ].

5. Pemeriksaan Cacing Metode Sedimentasi

Status kecacingan seseorang dapat dipastikan dengan menemukan

telur cacing pada pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan telur cacing

nematoda usus terdiri dari pemeriksaan mikroskopik dan makroskopik.

Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan

kualitatif dan kuantitatif (Regina, dkk.,2018).

Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara

seperti pemeriksaan langsung (direct slide) yang merupakan pemeriksan

rutin yang dilakukan, metode flotasi/pengapungan, metode selotip, teknik

sediaan tebal dan metode sedimentasi. Pemeriksaan kuantitatif dikenal

dengan beberapa metode yaitu metode Stoll, flotasi Kuantitatif dan metode

Kato-Katz4 (Regina, dkk.,2018).

Metode sedimentasi menggunakan larutan dengan berat jenis yang

lebih rendah dari organisme parasit, sehingga parasit dapat mengendap di

bawah. Metode ini terdiri dari metode sedimentasi biasa yang hanya

memanfaatkan gaya gravitasi, dan metode sedimentasi Formol-Ether

(Ritchie) yang mengunakan gaya sentrifugal dan larutan formalin-eter

pada cara kerjanya. metode sedimentasi menggunakan larutan yang

memiliki berat jenis lebih rendah dari organisme parasit, sehingga

organisme berkonsentrasi dalam sedimen (Regina, dkk.,2018).


29

Sedimentasi biasa tidak menggunakan alat sentrifus melainkan

dibiarkan selama 1 jam sedangkan sedimentasi Formol-Ether

membutuhkan alat sentrifus. Sedimentasi Formol-Ether diyakini sebagai

yang terbaik, karena terdiri atas eter sebagai pelarut lemak sehingga makin

memudahkan deteksi parasit dari debris yang meningkatkan hasil temuan

positif. Kelemahan dari metode sedimentasi adalah sediaan yang diamati

kotor, masih terdapat debris sehingga cukup menyulitkan sewaktu proses

pengamatan di bawah mikroskop (Regina, dkk.,2018).

Metode sedimentasi merupakan metode pemeriksaan telur cacing

yang menggunakan prinsip kerja berdasarkan gaya sentrifugal, sehingga

telur cacing (berupa endapan) akan terpisah dengan akuades (berupa

supernatan)[ CITATION Rez18 \l 1057 ].

Pemeriksaan kotoran kuku pada petani sawah dapat dijadikan

sebagai pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis kecacingan.

Prinsip dari pemeriksaan ini diambil dari potongan dan swab kotoran kuku

lalu diperiksa dibawah mikroskop (Rahmadhini, 2016).

Adapun prosedur kerja pemeriksaan cacing nematoda usus

menggunakan sampel kuku petani sawah dengan menggunakan metode

sedimentasi, yaitu:

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian.

b. Dimasukkan larutan KOH 10% (fungsi penambahan KOH 10% ini

untuk memisahkan kotoran kuku atau melarutkan komponen kuku


30

sehingga elemen telur cacing dapat terdeteksi) sebanyak 20 ml dalam

wadah penampung atau pot.

c. Dimasukkan potongan kuku kedalam wadah yang berisi larutan KOH

10% untuk dan diberi label.

d. Didiamkan selama 24 jam agar semua kotoran kuku dapat larut lalu

masukkan kedalam sentrifuge.

e. Kemudian sentrifuge bahan tersebut dengan kecepatan 2500 rpm

selama 5 menit agar kecepatan mengendapnya kotoran kuku lebih

cepat.

f. Diambil sedimen dengan menggunakan pipet dan diletakkan di objek

glass dan ditutup deck glass

g. Dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran

objektif 10× untuk mencari dasar atau lapang pandang pada preparat

kuku dan 40× untuk lebih memperjelas telur cacing pada bagian kuku

dan termasuk preparat basah (Rahmadhini dan Mutiara, 2015).

Pada bahan yang telah diambil, apabila tidak langsung dilakukan

pemeriksaan mikroskopik, maka dapat diberikan formalin 10% pada bahan

kotoran kuku setelah dilakukan perendaman dengan KOH 10% selama 24

jam.
31

B. Kerangka Teori

Kecacingan adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

cacing. Parasit cacing yang sering menyebabkan kecacingan adalah golongan

nematoda usus Soil transmitted helminths (STH) dan Non soil transmitted

helminths (Non STH), yakni Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura,

Hookworm, Strongyloides stercoralis, dan Enterobius vermicularis. Jenis

cacing ini dapat menginfeksi manusia melalui tanah. Salah satu faktor yang

dapat menyebabkan infeksi kecacingan yaitu personal higiene yang buruk dan

kondisi lingkungan yang kurang baik.

Personal higiene Kondisi lingkungan


yang buruk yang kurang baik

Telur Cacing Nematoda

usus

Kotoran pada kuku Terkontaminasi


dengan telur cacing
dan termakan

Penegakan infeksi Masuk kedalam


kecacingan tubuh manusia
32

Gambar 2.11 Kerangka Teori

Keterangan: variabel yang dipilih

C. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi

1. Lingkungan Infeksi Kecacingan

2. Sanitasi

3. Personal higiene Identifikasi Cacing

Ascaris Trichiuris Strongyloyde Enterobius


Hookworm
lumbricoides trichiura s stercoralis vermicularis

NEGATIF/POSITIF

Gambar 2.12 Kerangka Konsep

Keterangan :

variabel yang diteliti

variabel yang tidak diteliti


33

D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya telur cacing

nematoda usus pada sampel kuku petani sawah yang sering bersentuhan

langsung dengan tanah di Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa

Kabupaten Bulukumba.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasi

laboratorik, yaitu untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya telur cacing

nematoda usus pada sampel kuku petani sawah di wilayah Kelurahan Tanete

Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah mengidentifikasi adanya telur cacing

nematoda usus menggunakan metode sedimentasi pada sampel kuku petani

sawah di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten

Bulukumba.

C. Defenisi Penelitian

1. Kuku petani adalah kuku yang diperoleh dari petani yang tidak memakai

alat pelindung saat bekerja. Mempunyai ciri-ciri kuku yang tampak

kekuningan sampai kehitaman, terlihat rapuh dan kasar.

2. Metode sedimentasi adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan

telur cacing nematoda usus pada sampel kuku petani menggunakan

prinsip kerja berdasarkan gaya sentrifugal.

3. Nematoda usus adalah nematoda yang penularannya dapat terjadi melalui

tanah. Terdapat berbagai jenis cacing yang dapat menginfeksi yaitu

32
33

Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura, Hookworm, Strongyloides

stercoralis.

D. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2020.

2. Lokasi Penelitian

Pengumpulan sampel dilakukan disekitar persawahan milik petani

sedangkan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Analis Kesehatan Stikes Panrita Husada Bulukumba.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 2.256 petani sawah baik

pria maupun wanita yang ada di Wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan

bulukumpa Kabupaten Bulukumba.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah perwakilan petani sawah

sebanyak 21 orang yang terjangkau memenuhi kriteria penelitian.

Penentuan sampel dilakukan secara proporsional sampling.

Berdasarkan Rumus Besar Sampel (Dahlan. S, 2016)

za 2 . P .Q
n=
d2

(1,96)2 . 0,5 .(1−0,5)


n= ¿¿

3,84 .0,25
n=
0,0441
34

0,96
n= =21
0,0441

Keterangan :

n : Jumlah subjek

za : Nilai standar dari alpha (1,96)

P : Proporsi dari kategorik (Nilainya diperoleh dari

kepustakaan)

Q :1-P

d : Presisi Penelitian (0,21)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, yaitu menentukan pengambilan sampel dengan

cara menetapkan ciri- ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian

sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Petani sawah yang sering bersentuhan langsung dengan tanah

b. Kuku petani yang tampak kekuningan sampai kehitaman, kelihatan

rapuh, dan kasar

c. Petani yang tidak menjaga kebersihan kuku

2. Kriteria Ekslusi

a. Petani yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian

b. Petani yang menggunakan pelindung tangan dan pelindung kaki saat

bersentuhan dengan tanah

c. Petani yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan


35

G. Instrumen Penelitian

1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing

nematoda usus pada kuku yaitu Gunting kuku, Wadah penampung/pot (B-

e Instrument), Gelas kimia 100 ml (Pyrex) Objek glass (Sail Braind),

Deck glass (Sail Braind), Pipet tetes/pasteur (Pyrex), Tabung reaksi

(Pyrex), Sentrifuge, Mikroskop (Olympus), Rak tabung reaksi, Pinset.

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing

nematoda usus pada kuku yaitu Sampel potongan kuku, Larutan KOH

10% yang berfungsi melarutkan komponen kuku sehingga elemen telur

dapat terdeteksi, Alkohol 70%, Kapas dan Label.

3. Prosedur Penelitian

a. Pemeriksaan

1) Metode : Sedimentasi Formol Ether (Richie/pengendapan)

2) Prinsip : Dengan adanya gaya sentrifuge dapat memisahkan

antara suspensi dan supernatannya sehingga telur dapat terendap.

b. Cara Pemeriksaan

1. Sterilisasi alat

a) Alat- alat yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu

seperti gelas kimia, tabung reaksi, objek glass, deck glass,

pipet pasteur, pinset, wadah penampung/ pot, gunting kuku,

sentrifuge, mikroskop dan rak tabung reaksi.


36

b) Semua alat-alat gelas dimasukkan kedalam oven untuk

dilakukan sterilisasi selama 2 jam pada suhu 160°C.

2. Pengambilan sampel

a) Peneliti mendatangi tempat kerja responden

b) Peneliti melakukan wawancara kepada responden sekaligus

menjelaskan kepada responden tentang tindakan yang akan

dilakukan dengan memberikan lembar informed consent atau

lembar persetujuan pengambilan sampel.

c) Kuku disterilkan menggunakan kapas yang telah diberi

alkohol 70% kemudian dipotong dengan menggunakan alat

pemotong kuku yang steril dan dimasukkan ke dalam wadah

penampung/pot. Sampel segera dibawa ke Laboratorium

Mikrobiologi Analis Kesehatan STIKES Panrita Husada

Bulukumba.

3. Persiapan Sampel

a. Pra Analitik

1) Alat-alat yang telah disterilkan dikeluarkan dari oven

terlebih dahulu seperti gelas kimia, pinset, tabung reaksi,

rak tabung reaksi, deck glass, objek glass, serta pipet

pasteur dan Mikroskop harus dalam keadaan bersih dan

kering.

2) Bahan yang akan digunakan dipersiapkan seperti sampel

potongan kuku petani, larutan KOH 10%, Kapas dan


37

alkohol 70%, serta label dalam kode sampel dalam

pemeriksaan

b. Analitik

1) Disiapkan Alat dan Bahan yang akan digunakan

2) Dimasukkan larutan KOH 10% sebanyak 20 ml dalam

wadah gelas kimia

3) Dimasukkan potongan kuku kedalam wadah yang berisi

larutan KOH 10% dan diberi label.

4) Didiamkan selama 24 jam lalu pindahkan ke tabung

reaksi yang telah diberi label kode sampel dan masukkan

kedalam sentrifuge.

5) Kemudian sentrifuge bahan tersebut dengan kecepatan

2500 rpm selama 5 menit.

6) Larutan bagian atas dibuang dan endapan diambil

menggunakan pipet dan diletakkan di objek glass dan

ditutup deck glass

7) Preparat diamati dimikroskop dengan pembesaran

objektif 10× dan 40× (Meilinda, dkk., 2018)

c. Pasca Analitik

Interpretasi dan pengamatan hasil :

1) Positif (+) : Ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides,

telur cacing Hookworm, telur cacing Trichuris trichiura,

telur cacing Strongyloides stercoralis dan Oxyuris


38

vermicularis pada sampel kuku petani sawah di

Kecamatan Bulukumpa.

2) Negatif (-) : Tidak ditemukan telur cacing Ascaris

lumbriciodes, telur cacing Hookworm, telur cacing

Trichuris trichiura, telur cacing Strongyloides stercoralis

dan Oxyuris vermicularis pada pemeriksaan kuku petani

sawah di Kecamatan Bulukumpa.

3) Pencatatan dan pelaporan hasil

4) Dokumentasi

H. Alur Penelitian

Persiapan perizinan Penyusunan Study


dan administrasi proposal penelitian literatur
penelitian
Penelitian

Pra analitik Analitik Pasca analitik


- Persiapan alat dan - Pemeriksaan sampel - Interpretasi
bahan kuku menggunakan hasil penelitian
- Persiapan sampel metode sedimentasi
kuku petani

Analisa data

Pelaporan hasil

Seminar penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
39

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis, pengolahan

data melalui tahapan sebagai berikut :

a) Editing

Data yang diperoleh melalui hasil uji laboratorium, kemudian

dilakukan pengecekan pengisian dan pengecekan kembali hasil uji

laboratorium setelah penelitian selesai, yang bertujuan untuk melihat

kemungkinan adanya kekeliruan dalam penulisan hasil dari

laboratorium.

b) Coding

Sampel yang sudah diambil dilakukan pemberian kode-kode agar

memudahkan dalam proses analisis data selanjutnya.

c) Entry data

Data dimasukkan dalam variabel sheet dengan bantuan komputer.

d) Tabulasi data

Untuk menilai jumlah keseluruhan hasil yang diperoleh dari

penelitian, caranya dengan menyusun data sedemikian rupa sehingga

memudahkan dalam penjumlahan dan hasil kemudian diolah dan

dimasukkan dalam tabel.

2. Analisa data

Menurut Kemenkes (2012) Data yang didapatkan dari pemeriksaan

kemudian dianalisa berdasarkan jenis telur cacing yang didapatkan,


40

sehingga penulis dapat mempresentasikan jumlah tersangka yang positif

terinfeksi telur cacing nematoda usus dan jumlah tersangka yang tidak

terinfeksi telur cacing nematoda usus.

Persentase hasil yang terinfeksi nematoda usus

꞊ Jumlah kuku yang terinfeksi nematoda usus ×100%


Jumlah sampel

J. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari

program studi Analis Kesehatan Stikes Panrita Husada Bulukumba.

Kemudian peneliti mendekati responden penelitian. Setelah mendapatkan

persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

yang meliputi:

1. Lembar persetujuan ( Informed conset )

Lembar persetujuan di berikan pada subyek yang akan di teliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang di lakukan. Jika

subyek bersedia di teliti maka harus menandatangani lembar persetujuan

(informend consent). Jika subyek menolak untuk tidak di teliti maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya responden.

2. Kerahasiaan (Anonfidentility)

Peneliti menjamin kerahasian informasi yang di peroleh dari

responden.

3. Tanpa Nama (Anonimity )


41

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan

mencamtumkan nama subyek pada lembar informend consent yang diisi

oleh subyek, lembar tersebut hanya di beri kode.

K. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal penelitian

Bulan 2020
Jenis Feb Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept
Kegiatan
Pengajuan
Judul Acc
Bimbingan
penyusunan
proposal
Ujian proposal

Revisi

Penelitian

Bimbingan
hasil
Penelitian
Ujian
hasil/Revisi
Monoskrip
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran lokasi penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini sebanyak 21 sampel kuku

petani sawah yang berada di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan

Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh peneliti terhadap sampel kuku petani sawah yang berada di wilayah

Kelurahan Tanete ini terdapat beberapa petani sawah yang tidak

menggunakan APD dikarenakan dianggap menganggu pekerjaan mereka

disawah. Selain itu kondisi tanah yang lembek dan bercampur dengan air,

dianggap sulit jika menggunakan APD seperti sarung tangan. Hal ini

tanpa disadari dapat memicu melekatnya kotoran yang mengandung telur

cacing pada kuku jari tangan petani sawah di Kelurahan Tanete.

Identifikasi telur cacing nematoda usus dilaksanakan pada bulan Juli–

Agustus 2020. Pemeriksaan ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Analis kesehatan STIKes Panrita Husada Bulukumba.

2. Data Penelitian

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada sampel kuku petani sawah

yang diperoleh dari wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa

Kabupaten Bulukumba dengan menggunakan metode pengendapan

42
43

(sedimentasi) untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing nematoda

usus.

Tabel 4.1 Kontaminasi Telur cacing nematoda usus pada sampel kuku
petani sawah di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa
Telur cacing nematoda usus
No Kode Sampel
Positif Negatif
1 1 Tidak ditemukan
2 2 Tidak ditemukan
3 3 Tidak ditemukan
4 4 Tidak ditemukan
5 5 Tidak ditemukan
6 6 Tidak ditemukan
7 7 Tidak ditemukan
8 8 Tidak ditemukan
9 9 Tidak ditemukan
10 10 Ditemukan
11 11 Tidak ditemukan
12 12 Tidak ditemukan
13 13 Tidak ditemukan
14 14 Tidak ditemukan
15 15 Tidak ditemukan
16 16 Tidak ditemukan
17 17 Tidak ditemukan
18 18 Tidak ditemukan
19 19 Tidak ditemukan
20 20 Tidak ditemukan
21 21 Tidak ditemukan
Sumber : data primer, 2020

Tabel hasil pemeriksaan telur cacing nematoda usus pada sampel

kuku petani sawah tersebut menunjukkan terdapat 1 sampel positif


44

terkontaminasi telur cacing nematoda usus atau sekitar 4% dan sebanyak

21 sampel atau 96% tidak ditemukan adanya kontaminasi telur cacing

nematoda usus.

Persentase Kontaminasi Telur Cacing Nematoda Usus Pada Sampel


Kuku Petani Sawah Yang Ada Di Wilayah Kelurahan Tanete
Kecamatan Bulukupa Kabupaten Bulukumba Tahun 2020

100%

50%

0%
Positif Negatif

Grafik 4.1 persentase kontaminasi telur cacing nematoda usus

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan spesies telur cacing nematoda usus

Spesies Telur Cacing Nematoda Usus


Kode
Ascaris Trichiuris Ancylostoma Strongyloid
No
Sampel lumbricoides Trichiura deudenale es
dan Necator stercoralis
americanus
1 01 − − − −
2 02 − − − −
3 03 − − − −
4 04 − − − −
5 05 − − − −
6 06 − − − −
7 07 − − − −
8 08 − − − −
9 09 − − − −
45

10 10 + − − −
11 11 − − − −
12 12 − − − −
13 13 − − − −
14 14 − − − −
15 15 − − − −
16 16 − − − −
17 17 − − − −
18 18 − − − −
19 19 − − − −
20 20 − − − −
21 21 − − − −
Sumber : data primer, 2020

Hasil pemeriksaan spesies telur cacing nematoda usus pada sampel

kuku petani sawah diketahui beberapa spesies telur cacing nematoda usus.

Namun, spesies telur cacing nematoda usus yang ditemukan adalah telur

cacing Ascaris lumbricoides pada satu sampel kuku petani sawah yang

diperiksa.

Presentasi spesies telur cacing nematoda usus yang ditemukan pada

sampel kuku petani sawah yang diperiksa dapat di tunjukan pada grafik

berikut:

Persentase Spesies Telur Cacing Nematoda Usus Pada Sampel Kuku


Petani Sawah Di Wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba
Tahun 2020
46

Acylostoma
Ascaris
deudenaledan
lumbricoides
necator americanus
100%
0%

Grafik 4.2 persentase spesies telur cacing nematoda usus


B. Pembahasan

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif diperoleh

gambaran mengenai hasil pemeriksaan yang menunjukkan terdapatnya telur

cacing nematoda usus dan jenis telur cacing nematoda usus pada sampel kuku

petani sawah yang berada di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan

Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.

Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti, kesadaran masyarakat

tentang pentingnya menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan sudah

terbilang baik. Petani sawah menjadi pekerjaan yang paling umum dikenal di

wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa karena diwilayah ini

memiliki tanah yang cukup subur sehingga banyak dimanfaatkan oleh

penduduk sekitar sebagai lahan untuk bercocok tanam. selain itu para pekerja

petani sawah dapat dijadikan salah satu subjek penelitian karena dalam

kesehariannya para pekerja selalu kontak dengan tanah. Pada kondisi tersebut,

hal yang paling erat kaitannya dengan tanah adalah kuku. Secara otomatis,

tanah dapat menempel pada kuku apabila tidak menggunakan APD seperti

sarung tangan pada saat bersawah. Petani yang memiliki kuku yang tampak

kekuningan sampai kehitaman, kelihatan rapuh, dan kasar, hal ini akan
47

berisiko cacing maupun telur cacing masuk kedalam kuku dan akan tertelan

ketika makan. Berdasarkan tabel 4.1 hasil dari penelitian yang diketahui

bahwa persentase sebagian sampel kuku petani sawah di wilayah Kelurahan

Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Terdapat telur cacing

nematoda usus yakni 4,0% dan yang tidak terkontaminasi telur cacing

nematoda usus yaitu 96,0%.

Hasil penelitian yang dilakukan Ni Kadek pada tahun 2018, mengenai

telur cacing nematoda usus pada sampel kuku petani di Desa Bug-bug

Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat, diantaranya digunakan sebagai

bahan uji pemeriksaan dan didapatkan telur cacing nematoda usus yakni

7,14% (Parweni, dkk, 2018).

Hasil pemeriksaan sampel kuku petani sawah yang memberikan hasil

positif tersebut di ketahui hanya ada jenis telur cacing Ascaris lumbricoides

dengan persentase 100%, karena tidak ditemukan spesies telur lainnya dalam

sampel kuku petani sawah tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian

(Hasibuan, 2017) yang juga hanya menemukan banyak telur cacing STH jenis

Ascaris lumbricoides pada sampel kuku petani, hal ini diduga disebabkan oleh

beberapa faktor penunjang tumbuh kembang telur cacing, yaitu kelembaban,

iklim, suhu, dan lingkungan yang sesuai. Telur cacing tumbuh dengan baik

ditanah dan area sekitar sawah dan menginfeksi manusia (petani) yang bekerja

tanpa menggunakan APD (Alat pelindung diri).

Berbeda halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Umamah, 2019) di Desa Ngagrong Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali


48

terkait pemeriksaan telur cacing nematoda usus pada kuku petani yang

menunjukkan tidak ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides maupun

Trichiuris trichiura terhadap 30 sampel yang diperiksa.

Berdasarkan data survey dari kantor kelurahan tanete pada tahun 2020

bahwa penduduk diwilayah ini masih berada dalam lingkungan yang

menguntungkan seperti kualitas MCK yang sudah lebih baik yaitu 90%

dengan kepemilikan jamban yang sudah dimilki oleh seluruh masyarakat

sehingga masyarakat sudah tidak lagi BAB di saluran irigasi atau sungai,

begitu pula dengan sumber air bersih masyarakat untuk melakukan aktivitas

sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, dan lain-lain menggunakan air

bersih langsung dari pegunungan dan terdapat 10% masih memiliki kualitas

MCK yang kurang baik sehingga dalam penelitian ini hanya terdapat satu

sampel yang positif yang mendominasi yaitu telur cacing Ascaris

lumbricoides.

Dominasi dari Telur Ascaris lumbricoides terhadap sampel kuku petani

sawah pada penelitian ini disebabkan adanya lapisan hialin yang tebal, dan

lapisan albuminoid yang berfungsi untuk melindungi isi telur, sehingga telur

dapat bertahan lama pada kuku yang kotor. Sedangkan telur cacing cacing

parasit spesies lainnya tidak memiliki lapisa albuminod sehingga selama di

lingkungan jika menemukan rintangan maka ada kemungkinan telur tidak

mampu bertahan akibatnya mudah mengalami kerusakan. Selanjutnya, telur

yang fertil ini akan menjadi infektif setelah 18 hari hingga beberapa minggu

(bergantung pada keadaan kelembaban, iklim, dan keadaan tanah pada saat
49

petani bersawah). Telur Ascaris lumbricoides dapat ditemukan pada tanah

dengan kelembaban tinggi pada suhu 25°- 30°C, sehingga sangat baik untuk

menunjang perkembangan telur cacing tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan dengan hasil penelitian Rafilqi, dkk.,

2016 bahwa terdapatnya telur cacing nematoda usus pada sampel kuku dapat

disebabkan berbagai faktor. Beberapa pekerja petani yang sebagian memakai

alat pelindung diri tetapi tidak secara lengkap memudahkan masuknya telur

infektif melalui berbagai organ tubuh seperti tangan, kaki dan mulut.

Berdasarkan asumsi peneliti rendahnya pemakaian alat pelindung diri pada

pekerja yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit cacingan disebabkan

karena masih rendahnya pengetahuan pekerja tentang pentingnya penggunaan

APD serta masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya infeksi

penyakit cacing.

Pemeriksaan telur cacing nematoda usus ini dilakukan menggunakan

metode sedimentasi selain dapat mendeteksi telur cacing secara kualitatif

metode ini juga memiliki sensitivitas yang baik dalam mendeteksi telur cacing

nematoda usus dan mempunyai tingkat keakuratan yang cukup baik. Dengan

prinsip kerja berdasarkan gaya sentrifugal, sehingga telur cacing (berupa

endapan) akan terpisah dengan aquadest (berupa supernatan).

C. Keterbatasan Peneliti

Peneliti menemukan keterbatasan penelitian dalam proses pengambilan

sampel sebanyak 21 sampel yang dilakukan selama sepuluh hari dengan waktu

yang cukup lama, yang seharusnya empat sampai lima hari dapat
50

terselesaikan, hal ini disebabkan karena keterbatasan peneliti dalam

menjangkau responden. Akibat pandemi Covid-19 yang mengharuskan jaga

jarak dan selalu keadaan sehat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa terdapat telur cacing nematoda usus yakni 1 sampel positif yaitu

sebanyak 4% dengan jenis telur cacing Ascaris lumbricoides dan 21 sampel

negatif atau 96% tidak terdapat telur cacing nematoda usus pada sampel kuku

petani sawah di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten

Bulukumba.

B. Saran

1. Bagi masyarakat

Penulis mengharapkan agar masyarakat yang setiap hari bekerja

dan kontak langsung dengan tanah, khususnya para petani sawah

sebaiknya selalu memperhatikan kebersihan diri, terutama kebersihan

kuku dan membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun dan air

mengalir sebelum makan.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada para petani

sawah mengenai upaya pencegahan penyakit infeksi kecacingan dengan

penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap pada saat bekerja.

50
51

3. Program Study DIII Analis Kesehatan

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontaminasi telur cacing

nematoda usus terkait perilaku masyarakat saat bertani disawah dengan

menggunakan pemeriksaan pada sampel feses.

DAFTAR PUSTAKA
52

Abdulhadi, Swastika, & Sudarmaja. (2019). Prevalensi Dan Hubungan Infeksi


Soil-Transmitted Helminths Terhadap Status Gizi Pada Siswa Sd Negeri 6
Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Jurnal
Medika Udayana, 8(9), 1-7.
Ali, R. U., Zulkarnaini, & Affandi, D. (2016). Hubungan Personal Hygiene dan
Sanitasi Lingkungan dengan Angka Kejadian Kecacingan (Soil
Transmitted Helminth) Pada Petani Sayur di Kelurahan Maharatu
Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Dinamika Lingkungan
Indonesia, 3(1), 24-32.
Elfred, Arwati, H., & Suwarno. (2016). Gambaran Basofil, TNF-α, dan IL-9 Pada
Petani Terinfeksi STH di kabupaten Kediri. Jurnal Biosains
Pascasarjana, 18(3).
Eryani, D., Fitriangga, A., & Kahtan, I. M. (2015). Hubungan Personal Hygiene
Dengan Kontaminasi Telur Soil Transmitted Helmith Pada Kuku Dan
Tangan Siswa SDN 07 Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak. Jurnal
Mahasiswa PSPD FK, 1-20.
Hairani, B., Waris, L., & Juhairiyah. (2014). Prevalence of soil-transmitted
helminths (sth) in primary school children in subdistrict of Malinau Kota,
District of Malinau, East Kalimantan Province. Jurnal Epidemiologi dan
Penyakit Bersumber Binatang, 5(01), 43-48.
Hasibuan, F. K. (2017). Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted Helminths
(STH) Pada Kuku Petani Sawah Di Desa Mojosari Kecamatan Kepanjen
Dengan Metode Sedimentasi. 1-24.
Hayati, I. (2015). Gambaran Hitung Jenis Leukosit Siswa Kelas 1-3 SDN 03 Kayu
Manis Selupu Rejang Yang Terinfeksi Cacing Nematoda Usus. Jurnal
Gradien, 11(1), 1070-1074.
Ideham, B., & Pusarawati, S. (2007). Helmintologi Kedokteran. Surabaya:
Airlangga Universitty Press.
Idris, A. S., & Fusvita, A. (2017). Identifikasi Telur Nematoda Usus (Soil
Transmitted Helmints) Pada Anak Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Puuwatu. Biowallaceae, 4(1), 566-571.
Indriyati, L. (2017). Inventarisasi Nematoda Parasit Pada Tanaman, Hewan Dan
Manusia. EnviroScienteae, 13(3), 195-207.
Martila, Sandy, S., & Paembonan, N. (2015). Hubungan Higiene Perorangan
dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Negeri Abe Pantai Jayapura.
PLASMA, 1(2), 87-96.
Meilinda, F., Hariani, N., & Sudiastuti. (2018). Mortalitas Prevalensi Dan
Intensitas Telur Cacing Parasit Pada Kuku Siswa Sekolah Dasar Di Sdn
007 Kelurahan Bugis Dan Sdn 007 Kelurahan Sungai Pinang Luar
Kecamatan Samarinda Kota. Bioprospek 13, 13(1), 1-6.
Padoli. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. In S. M. Dr. Padoli,
Mikrobiologi Dan Parasitologi Keperawatan (p. 295). Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Parweni, A. N., Getas, W. I., & Zaetun, S. (2018). Infeksi Kecacingan Nematoda
Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil Transmitted Helminth) Pada
53

Petani Sayur Sawi Hijau Di Desa Bug-Bug Kecamatan Lingsar Kabupaten


Lombok Barat. Jurnal Analis Medika Bio Sains, 5(2), 68-72.
Rahmadhini, N. S. (2016). Uji Diagnostik Kecacingan Antara Pemeriksaan Feses
Dan Pemeriksaan Kuku Pada Siswa SDN 1 Krawangsari Kecamatan Natar
Lampung Selatan. pp. 1-57.
Rahmadhini, N. S., & Mutiara, H. (2015). Pemeriksaan Kuku sebagai
Pemeriksaan Alternatif dalam Mendiagnosis Kecacingan. Majority, 4(9),
113-117.
Rahmawati, A. (2019). Efek Higiene Sanitasi Terhadap Infeksi Kecacingan pada
Anak SD. Jaringan Laboratorium Medis, 01(01), 6-10.
Regina, M. P., Halleyantoro, R., & Bakri, S. (2018). Perbandingan Pemeriksaan
Tinja Antara Metode Sedimentasi Biasa Dan Metode Sedimentasi Formol-
Ether Dalam Mendeteksi Soil-Transmitted Helminth. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 7(2), 527-537.
Rezki, N., & Berliana, S. N. (2018). Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted
Helminth (Sth) Pada Murid Sekolah Dasar Negeri (Sdn) 91 Kecamatan
Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Sains Dan Teknologi Laboratorium
Medik, 3(1), 18-21.
Rowardho, D., Sayono, & Ismail, T. S. (2015). Keberadaan Telur Cacing Usus
Pada Kuku Dan Tinja Siswa Sekolah Alam Dan Non Alam. J. Kesehat.
Masy. Indones., 18-25.
Sandy, S., & Irmanto, M. (2014). Analysis of risk factors for infection models
roundworm (Ascaris lumbricoides) on elementary school students in Arso
District of The Keerom Regency, Papua. 5(1), pp. 35-42.
Sandy, S., Sumarni, S., & Soeyoko. (2015). Analisis Model Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Infeksi Kecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada
Siswa Sekolah Dasar Di Distrik Arso Kabupaten Keerom, Papua. Media
Litbangkes, 25(1), 1-14.
Saputra, F. R., Wiadnya, I. R., & Fikri, Z. (2019). Gambaran Tingkat Infeksi
Cacing Soil Transmitted Helminth (Sth) Pada Pengrajin Gerabah Di Desa
Banyumulek Lombok Barat. Jurnal Analis Medika Bio Sains, 6(2), 116-
119.
Sihombing, R. J. (2016). Analisis Kuantitatif Telur Cacing Nematoda Usus
Metode Kato Katz Kuantitatif Pada Murid SDN NO.101777 Saentis
Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang TAHUN 2010. Nommensen
Journal Of Medicine, 02(1), 1-83.
Sinaga, E., Wanti, & Kusmiyati. (2014). Sanitasi, Higiene Perorangan, dan
Pencemaran Tanah oleh Cacing pada Kecacingan pada Anak di Kelurahan
Liliba, Kecamatan Oebobo Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Global Medical and Communication, 2 (1), 42-48.
Soedarto . (2008). Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press.
Teuku, R. I. (2010). Ascariasis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 10(2), 109-116.
Umamah, S., & Nugroho, R. B. (2019). Prevalensi Nematoda Usus Golongan Soil
Transmitted Helminth (STH) Pada Kuku Dan Feses Petani Sayuran Di
Desa Ngagrong Kecamatan Ampel Kabupaten Boyoali. Journal Of Health,
1-6.
54
55

MASTER TABEL

Tabel 4.1 Kontaminasi Telur cacing nematoda usus pada sampel kuku petani
sawah di wilayah Kelurahan Tanete Kecamatan Bulukumpa
Telur cacing nematoda usus
No Kode Sampel
Positif Negatif
1 1 Tidak ditemukan
2 2 Tidak ditemukan
3 3 Tidak ditemukan
4 4 Tidak ditemukan
5 5 Tidak ditemukan
6 6 Tidak ditemukan
7 7 Tidak ditemukan
8 8 Tidak ditemukan
9 9 Tidak ditemukan
10 10 Ditemukan
11 11 Tidak ditemukan
12 12 Tidak ditemukan
13 13 Tidak ditemukan
14 14 Tidak ditemukan
15 15 Tidak ditemukan
16 16 Tidak ditemukan
17 17 Tidak ditemukan
18 18 Tidak ditemukan
19 19 Tidak ditemukan
20 20 Tidak ditemukan
21 21 Tidak ditemukan
Sumber : data primer, 2020
56

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan spesies telur cacing nematoda usus

Spesies Telur Cacing Nematoda Usus


Kode
Ascaris Trichiuris Ancylostoma Strongyloid
No
Sampel lumbricoides Trichiura deudenale es
dan Necator stercoralis
americanus
1 01 − − − −
2 02 − − − −
3 03 − − − −
4 04 − − − −
5 05 − − − −
6 06 − − − −
7 07 − − − −
8 08 − − − −
9 09 − − − −
10 10 + − − −
11 11 − − − −
12 12 − − − −
13 13 − − − −
14 14 − − − −
15 15 − − − −
16 16 − − − −
17 17 − − − −
18 18 − − − −
19 19 − − − −
20 20 − − − −
21 21 − − − −
Sumber : data primer, 2020
57

DOKUMENTASI PENELITIAN

A. Tahap Pra Analitik

Pengisian lembar persetujuan Pengambilan sampel kuku petani sawah


penelitian (informed consent)

Persiapan alat dan bahan


Keterangan: Tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur, pinset, objek glass, deck
glass, pipet pasteur, pipet tetes, Larutan KOH 10%.
58

DOKUMENTASI PENELITIAN

Sentrifuge Mikroskop

Proses sterilisasi alat Sampel uji

Sampel uji Sampel uji


59

DOKUMENTASI PENELITIAN

Sampel uji

B. Tahap Analitik

Penambahan larutan Penambahan larutan KOH 10%


60

Perendaman selama 24 jam Proses Sentrifuge

DOKUMENTASI PENELITIAN

Pembuatan supernatan Pengambilan suspensi

Pembuatan preparat Hasil pembuatan preparat (1)


61

Hasil pembuatan preparat (2) Hasil pembuatan preparat (3)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Hasil pembuatan preparat (4)

C. Tahap Pasca Analitik


62

Pemeriksaan Mikroskop

DOKUMENTASI PENELITIAN

No Kode sampel Hasil pemeriksaan

1. 01

Tidak ditemukan

2. 02

Tidak ditemukan
63

3 03

Tidak ditemukan

4. 04

Tidak ditemukan

5. 05

Tidak ditemukan
64

6 06

Tidak ditemukan

7 07

Tidak ditemukan

8. 08

Tidak ditemukan

9. 09

Tidak ditemukan
65

Telur Ascaris lumbricoides


10 10

Ditemukan

11 11

Tidak ditemukan

12. 12

Tidak ditemukan

13. 13

Tidak ditemukan
66

14. 14

Tidak ditemukan

15. 15

Tidak ditemukan

16
16.

Tidak ditemukan

17. 17

Tidak ditemukan
67

18. 18

Tidak ditemukan

19. 19

Tidak ditemukan

20. 20

Tidak ditemukan

21. 21
68

Tidak ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Pengumpulan Data Awal


69
70

Lampiran 2. Informend consent (Lembar Peretujuan)


71

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dari KESBANGPOL


72

Lampiran 4. Surat Izin penelitian Dari Kampus STIKES


73

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari DPMPTSP


74

Lampiran 6. Laporan Harian Selama Penelitian


75
76

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kiki Fatmasari

Nim : E.16.01.040

Tempat / Tanggal Lahir : Tanete, 01 Januari 1999

Alamat : Tanete, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten

Bulukumba

Institusi : Stikes Panrita Husada Bulukumba

Angkatan : Kedua (2017/2020)

Biografi : - SDN 209 Tanete Tahun Lulus 2011

- SMPN 14 Bulukumba Tahun Lulus 2014

- SMAN 2 Bulukumba Tahun Lulus 2017

Anda mungkin juga menyukai