OBAT-OBAT EMERGENCY
(LIVE-SAVING MEDICINE)
OLEH:
NAMA : HESTI
NIM : PO714251181023
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai permenkes RI nomor 58 tahun 2014 bahwa Rumah Sakit harus dapat
menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian. Oleh karena itu dituntut peran aktif dari Instalasi
Farmasi untuk mengelola obat emergency yang disimpan di ruangan mulai dari
daftar standar obat emergency yang boleh disimpan, cara penyimpanan serta
jaminan ketersediaan obat pada saat akan digunakan.
PEMBAHASAN
Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib
memiliki sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam
penanganan kasus emergensi. Sediaan emergensi yang dimaksud adalah obat-obat
yang bersifat life saving atau life threatening beserta alat kesehatan yang
mendukung kondisi emergensi. Untuk itu pengelolaan obat emergensi menjadi
hal yang penting dan menjadi tanggung jawab bersama, baik dari instalasi farmasi
sebagai penyedia sediaan farmasi dan alat kesehatannya, serta dokter dan perawat
sebagai pengguna. Selain itu pengelolaan sediaan emergensi ini masuk di dalam
standar Akreditasi Rumah Sakit yaitu standar Managemen Penggunaan Obat
(MPO) dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi
yang sudah ditetapkan rumah sakit
Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi yang sama untuk
setiap unit perawatan. Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan,
bentuk sediaan dan jumlah. Alangkah baiknya juga disediakan daftar dosis untuk
obat emergensi. Daftar obat emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat
penyimpanan obat emergensi agar memudahkan dokter/perawat yang akan
memakai obat tersebut.
Obat-obat emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat
disimpan pada troli, kit, lemari, tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan
kebutuhan unit. Perbedaan tempat penyimpanan tersebut menyesuaikan dengan isi
dan kebutuhan unit tersebut, sebagai contoh untuk troli bisa ditempatkan
defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah dibawa oleh petugas kesehatan
untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat emergensi. Lokasi
penyimpanan obat-obat tersebut harus mudah diakses ketika dibutuhkanya dan
tidak terhalang oleh barier fisik atau benda lain. Selain itu perlu juga
mempertimbangkan stabilitas obatnya yaitu pada suhu ruang yang terkontrol.
Guna menjamin keamanan baik dari penyalahgunaan maupun dari pencurian,
tempat penyimpanan obat harus dikunci atau disegel dengan segel yang memiliki
nomor register yang berbeda-beda dan segel tersebut terbuat dari bahan sekali
pakai, artinya ketika segel dibuka, segel tersebut akan rusak sehingga tidak bisa
dipakai lagi. Penggunaan segel sekali pakai memiliki keuntungan sebagai
indikator apakah obat emergensi tersebut dalam keadaan utuh atau tidak.
Obat emergensi harus selalu terjaga stok obatnya agar selalu siap dipakai.
Oleh karena itu, petugas yang ada di unit terkait harus segera melaporkan
penggunaan obat emergensi tersebut kepada petugas farmasi untuk dilakukan
penggantian stok dan penyegelan kembali untuk menjaga keamanan dan
kelengkapan obat tersebut. Penggantian harus dilakukan sesegera mungkin, dan
rumah sakit perlu menetapkan standar waktu maksimal penggantian obat agar
obat selalu siap digunakan pada saat dibutuhkan. Apabila ada keterbatasan
kemampuan maupun jumlah petugas farmasi, penggantian obat emergensi bisa
diprioritaskan untuk unit yang rawan/sering terjadi kasus emergensi terlebih
dahulu. Bisa juga dengan menetapkan standar waktu yang berbeda untuk
penggantian obat emergensi pada unit yang sering dengan yang jarang
pemakaiannya.
PENUTUP
A. Kesimpulan