Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan Obat Emergency

Oleh

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada

Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib memiliki
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam penanganan kasus emergensi.
Sediaan emergensi yang dimaksud adalah obat-
obat yang bersifat life saving atau life threatening beserta alat kesehatan yang
mendukung kondisi emergensi. Untuk itu pengelolaan obat emergensi menjadi hal yang
penting dan menjadi tanggung jawab bersama, baik dari instalasi farmasi sebagai penyedia
sediaan farmasi dan alat kesehatannya, serta dokter dan perawat sebagai pengguna. Selain itu
pengelolaan sediaan emergensi ini masuk di dalam standar Akreditasi Rumah Sakit yaitu
standar Managemen Penggunaan Obat (MPO) dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit.

Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Rumah Sakit, pengelolaan obat emergensi harus menjamin beberapa hal sebagai berikut :

1. Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi yang
sudah ditetapkan rumah sakit
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
3. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
5. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain

Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit seharusnya memiliki kebijakan maupun
prosedur agar lebih mudah dan tertata dalam pelaksanaannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di
antaranya adalah penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan,
dan penggantian sediaan emergensi.

Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit dan dapat terakses segera
saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus ada pada setiap unit
perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-obat tersebut bisa
ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi emergensi. Apabila
terjadi keadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat sediaan emergensi,
maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan tim code blue rumah
sakit.

Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi yang sama untuk setiap unit
perawatan. Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan, bentuk sediaan dan
jumlah. Alangkah baiknya juga disediakan daftar dosis untuk obat emergensi. Daftar obat
emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat penyimpanan obat emergensi agar
memudahkan dokter/perawat yang akan memakai obat tersebut.
Obat-obat emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat disimpan pada
troli, kit, lemari, tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan kebutuhan unit. Perbedaan
tempat penyimpanan tersebut menyesuaikan dengan isi dan kebutuhan unit tersebut, sebagai
contoh untuk troli bisa ditempatkan defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah
dibawa oleh petugas kesehatan untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat
emergensi. Lokasi penyimpanan obat-obat tersebut harus mudah diakses ketika
dibutuhkanya dan tidak terhalang oleh barier fisik atau benda lain. Selain itu perlu juga
mempertimbangkan stabilitas obatnya yaitu pada suhu ruang yang terkontrol.

Guna menjamin keamanan baik dari penyalahgunaan maupun dari pencurian, tempat
penyimpanan obat harus dikunci atau disegel dengan segel yang memiliki nomor register
yang berbeda-beda dan segel tersebut terbuat dari bahan sekali pakai, artinya ketika segel
dibuka, segel tersebut akan rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Penggunaan segel sekali
pakai memiliki keuntungan sebagai indikator apakah obat emergensi tersebut dalam keadaan
utuh atau tidak.

Penataan sediaan emergensi juga harus memenuhi prinsip keamanan, sebagai


pertimbangan untuk obat yang penampilan dan penamaannya mirip (Look Alike Sound Alike
atau LASA), ditempatkan tidak berdekatan dan diberi label LASA untuk mencegah terjadinya
kesalahan pengambilan. Untuk obat-obat yang termasuk dalam daftar High Alert Medication
(HAM) juga diberi label HAM.

Dalam penggunaannya, tempat penyimpanan obat emergensi harus dibuka dengan cara
menarik segel sampai putus dan mengambil obat sesuai dengan yang dibutuhkan, kemudian
dokter menulis resep yang berisi obat yang sudah digunakan. Resep tersebut diberikan
kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian obat yang sudah digunakan. Pada saat
mengambil dan mengganti obat emergensi, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah
menulis pada lembar pemakaian dan penggantian sediaan emergensi yang berisi daftar nama
pasien yang menggunakan, berikut nama obat, tanggal kadaluarsa dan jumlahnya serta tidak
lupa mengisi nama petugas yang melakukannya dan no segel yang baru.

Obat emergensi harus selalu terjaga stok obatnya agar selalu siap dipakai. Oleh karena
itu, petugas yang ada di unit terkait harus segera melaporkan penggunaan obat emergensi
tersebut kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian stok dan penyegelan kembali
untuk menjaga keamanan dan kelengkapan obat tersebut. Penggantian harus dilakukan
sesegera mungkin, dan rumah sakit perlu menetapkan standar waktu maksimal penggantian
obat agar obat selalu siap digunakan pada saat dibutuhkan. Apabila ada keterbatasan
kemampuan maupun jumlah petugas farmasi, penggantian obat emergensi bisa diprioritaskan
untuk unit yang rawan/sering terjadi kasus emergensi terlebih dahulu. Bisa juga dengan
menetapkan standar waktu yang berbeda untuk penggantian obat emergensi pada unit yang
sering dengan yang jarang pemakaiannya.

Sediaan emergensi perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara berkala untuk
memastikan kualitas obat di dalamnya. Oleh karena itu rumah sakit juga harus menetapkan
jangka waktu monitoring obat emergensi. Apabila terdapat obat yang rusak atau hampir
kadaluarsa maupun obat yang sudah kadaluarsa ditemukan, maka harus segera dilakukan
penggantian. Setelah dilakukan penggantian stok obat, perlu dilakukan kembali penyegelan
dengan menggunakan segel dengan nomor register yang baru oleh petugas farmasi. Dalam
melakukan monitoring obat-obat emergensi perlu adanya lembar catatan yang berisi
mengenai catatan pengecekan pengambilan, pemakaian dan penggantian obat emergensi yang
berfungsi untuk memastikan obat emergensi dalam keadaan utuh dan siap dipakai.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I., 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 72 Tahun 2016:


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan, Jakarta.

KARS, 2012, Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi, Komisi Akreditasi Rumah Sakit,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai