Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

SKIZOFRENIA

OLEH:

NAMA : HESTI

NIM : PO714251181023

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FARMASI (DIV FARMASI)


JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsikhas


proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata
atau sebenarnya, dan autisme. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik
yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita
skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya
antara 15-25 tahun dan padaperempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan.
Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1Kejadian skizofrenia pada
pria lebih besar daripada wanita.

Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian


pada imigran dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4%
lebih besar dibandingkan wanita. Di Indonesia,hampir 70% mereka yang
dirawat di bagian psikiatri adalah karena skizofrenia. Angka di masyarakat
berkisar 1-2% dari seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup
mereka.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah pendudukyang banyak


dapatmemiliki prevalensi skizofreniayang tinggi. Namun sangat disayangkan
data prevalensi skizofreniatidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu
dilakukan kajian skizofreniasecara komprehensifagar pencegahan penyakit
skizofrenia dapat dilakukan dengan baik.

B. Hal Pokok Bahasan


Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai skizofrenia.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dibidang psikiatri, menyebabkan


hendaya berat, tidak mampu mengenali realitas sehingga tidak mampu
menjalankankehidupan sehari-hari seperti orang normal, dengan perjalanan
kronis ditandai dengan kekambuhan yang terjadi secara berulang.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab


dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada
interaksi pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim, 2013).

B. Epidemiologi

World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa 7 dari 1000 orang


populasi dewasa adalah pasienSkizofrenia. Di Indonesia, menurut Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat adalah sebanyak
1,7 per 1000 orang.Menurut data dari WHO, Amerika Serikat maupun
Epidemological Cathment Area (ECA), prevalensi Skizofrenia rentang angka 1-
1,5 persen(Sadock & Sadock, 2010). Skizofreniaterjadi pada 15-20/100.000
individu per tahun dengan risiko morbiditas selama hidup 0,8 persenbaik pria atau
wanita dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa
(Lieberman, 2008).

Semakin awal umur terkena penyakit ini, diprediksikan prognosis


menjadi semakin buruk. Skizofreniabiasanya dimulai di usia dewasaawal,
antara usia 15 dan 25 tahun. Pria cenderung menderita Skizofrenia sedikit
lebih awal daripada perempuan, usia puncak onset pada pria 15-25 tahun,
sedangkan wanita 25-35 tahun. InsidensiSkizofreniapada pria sedikit lebih besar
dibandingkan pada wanita. Insiden pada wanita lebih tinggi setelah usia 30 tahun.
Rata-rata usia onset adalah 18 pada pria dan 25 tahun pada wanita. Onset
Skizofreniacukup langka untuk orang di bawah usia 10 tahun, atau lebih dari 40
tahun (Sadock & Sadock, 2010).

Penyakit ini berhubungan dengan jenis kelamin, dimana jenis kelamin laki-
laki, tingkat pendidikan yang rendah, gejala negatif yang dominan, dan
gangguan kognitif secara umum prognosisnya buruk. Penelitian menunjukkan
hanya sekitar 20 persenpasienSkizofreniadilaporkan bisa menjadi pulih
sempurna. Sebagian besar individu dengan Skizofreniamasih membutuhkan
dukungan kehidupan sehari-harinya, baik secara formal ataupun informal dan
banyak gangguannya kronis dengan eksaserbasi dan remisi dengan gejala
yang aktif dan deteorisasi mental yang progresif (Sadock, et al., 2015)

C. Etiologi

Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari penyebab fisik,


jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual yang sekaligus timbul bersamaan
sehingga akhirnya memunculkan gangguan pada jiwa (Saddock, et al.,
2009). Faktor genetik, neurodevelopmentaldan sosial berpengaruh terhadap
Skizofreniamasih belum dapat dijelaskan secara utuh. Jalur terakhir yang
paling jelas adalah peningkatan aktivitas dari dopamin, serotonin, dan glutamat
(Katona, et al., 2012).

Menurut model diatesis-stress, Skizofreniaterjadi karena gangguan integrasi


dari faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan (diatesis),
bila diaktifkan oleh pengaruh yang penuh tekanan antara faktor biologis,
psikososial dan lingkungan, memungkinkan timbulnya Skizofrenia.
Komponen biologis berupa kelainan genetik, gangguan fungsi atau
struktural otak, neurokimia, infeksi, sedangkan psikologis (contohnya situasi
keluarga yang penuh tekanan atau kematian kerabat dekat), dan komponen
lingkungan seperti penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma (Sadock, et
al., 2015).

D. Patofisiologi

Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak,


terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamin (Sadock, 2015). Namun, proses
patofisiologi skizofrenia masih belum diketahui secara pasti. Secara umum,
penelitian-penelitian telah menemukan bahwa skizofrenia dikaitkan dengan
penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk mediotemporal),
bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian
ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah
daerah hipokampus dan parahipokampus (Abrams, Rojas, & Arciniegas, 2008).

Pada penelitian neuroimaging penderita dengan skizofrenia, ditemukan


penurunan volume talamus dan deformitas thalamus, abnormalitas pada
nukleus ventrolateral (Smith, et.al., 2011).

E. Faktor Predisposisi
1. Usia
Sebagian besar pasien skizofrenia memiliki awitan di usia produktif,
sekitar umur 15-55 tahun.
2. Faktor genetik
Faktor genetik juga berperandalam pravelensi gangguan skizofrenia.
Pravelensi angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi
saudara kandung adalah 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua
yang menderita skizofrenia adalah 7-16%; bagi kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-60%; bagi kembar dua telur (heterozigot)
adalah 2 15%; bagi kembar satu telur (monozigot) adalah 61-86%.
3. Jenis Kelamin
Pravelensi skizofrenia pada pria dan wanita sama. Kedua jenis kelamin
tersebut berbeda awitan dan perjalanan penyakitnya. Awitan terjadi
lebih dini pada pria dibanding wanita yaitu sekitar umur 8 sampai
25 tahun pada pria dan umur 25 sampai 35 tahun pada wanita.
4. Pendidikan
Sebagian besar pasien skizofrenia mengalami kegagalan dalam
mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pekerjaan atau
pernikahan.10Pencapaian pendidikan yang lebih rendah sangat
berhubungan dengan pasien skizofrenia. Hal ini diakibatkan
berkurangnya kemampuan memperhatikan materi edukasi pada pasien,
juga kesulitan dalammempelajari hal-hal yang baru.

F. Terapi dan Tujuan Terapi


1. Terapi Farmakologi

Obat-obat yang dapat digunakan untuk pasien schizophrenia adalah berasal


dari golongan antipsikotik. Golongan obat ini dianggap dapat mengendalikan
gejala dengan mempengaruhi neurotransmiter dopamin di otak. Tujuan
pengobatan dengan antipsikotik adalah untuk secara efektif mengontrol tanda dan
gejala schizophrenia dengan dosis serendah mungkin.

2. Terapi non-farmakologis
a. Psikoterapi
Psikoterapi untuk penderita skizofrenia bertujuan agar penderita dapat
mengendalikan gejala yang dialaminya. Terapi ini akan
dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan. Beberapa metode
psikoterapi, antara lain:
 Terapi individual. Pada terapi ini, psikiater akan mengajarkan
keluarga dan teman pasien bagaimana berinteraksi dengan pasien.
Di antara caranya adalah dengan memahami pola pikir dan perilaku
pasien.
 Terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan mengubah perilaku
dan pola pikir pasien. Kombinasi terapi perilaku kognitif dan obat-
obatan, akan membantu pasien memahami pemicu halusinasi dan
delusi, serta mengajarkan pasien cara mengatasinya.
 Terapi remediasi kognitif. Terapi ini mengajarkan pasien cara
memahami lingkungan sosial, serta meningkatkan kemampuan
pasien dalam memperhatikan atau mengingat sesuatu, dan
mengendalikan pola pikirnya.
b. Terapi elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif merupakan metode yang paling efektif, untuk
meredakan keinginan bunuh diri, mengatasi gejala depresi berat, dan
menangani psikosis. Terapi dilakukan 2-3 kali sepekan, selama 2-4
minggu, dan dapat dikombinasikan dengan psikoterapi dan pemberian
obat.
Dalam terapi ini, pasien akan diberikan bius umum, dan obat untuk
membuat otot pasien lebih rileks. Kemudian, dokter akan memasang
elektroda di ubun-ubun pasien. Arus listrik rendah akan mengalir
melalui elektroda, dan memicu kejang singkat di otak pasien.
G. Penatalaksanaan dengan Algoritma

H. Edukasi Pasien

Edukasi pasien mengenai penyakit dan pengobatannya serta pentingnya


kepatuhan untuk mencegah timbulnya komplikasi sehingga pasien mau
mengonsumsi obat secara teratur.
Salah satu hal yang dapat diedukasikan mengenai kepatuhan adalah penekanan
bahwa menghentikan pengobatan secara tiba-tiba dapat berbahaya karena gejala
akan kambuh kembali dan dapat membahayakan dirinya sendiri serta orang lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Skizofrenia merupakan suatu kelainan psikiatri yang ditandai dengan dua


gejala, yaitu gejala primer dan gejala sekunder. Gejala primer dari skizofrenia
adalah gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikiran), gangguan afek
dan emosi, gangguan kemauan, dan gejala psikomotor. Gejala sekunder dari
skizofrenia adalah waham dan halusinasi.

Pengobatan yang dilakukan harus komprehensif, multimodal, dan dapat


diterapkan secara empiris terhadap pasien. Salah satu terapi yang diberikan yaitu
psikoterapi.Psikoterapi merupakan usada jiwa yang diberikan agar pasien dapat
mengalami perubahan berupa perubahan rasa, pikiran, perilaku, kebiasaan yang
dilakukan.

Tujuan umum dari psikoterapi adalah memperkuat motivasi untuk melakukan


halhal yang benar, mengurangi tekanan emosi, mengembangkan potensinya,
mengubah kebiasaan, mengubah struktur kognitif individu, meningkatkan
pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat,
meningkatkan pengetahuan diri, meningkatkan hubungan antar pribadi, mengubah
lingkungan sosial individu, mengubah proses somatik, dan mengubah status
kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA
Siti Zahnia1, Dyah Wulan. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia Mahasiswa.
Universitas Lampung. Lampung.
Sri Wahyuni, Ayu. 2018. Bunuh Diri Pada Skizofrenia Universitas Udayana.
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai