KELOMPOK 5
Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia adalah
gangguan kejiwaan yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi,
gangguan realitas (berupa halusinasi dan waham), gangguan kognitif (tidak mampu berpikir
abstrak) serta mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Sari et al., 2019.).
Terdapat beberapa tipe skizofrenia namun terdapat satu tipe yaitu skizofrenia paranoid. Pada tipe
tersebut Skizofrenia paranoid merupakan salah satu contoh kasus gangguan mental yang sering
terjadi. Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe psikosis dimana antara realita serta pikiran
tidak bisa sejalan. Sehingga hal ini akan mempengaruhi bagaimana cara sesorang berperilaku
maupun berpikir (Romas & Widiantoro, 2022).
Dalam Gangguan skizofrenia paranoid tersebut biasanya akan muncul saat usia akhir masa
remaja atau saat dewasa awal. Kecenderungan pengidap skizofrenia paranoid adalah tidak mampu
berpikir secara rasional serta selalu merasa curiga terhadap segala sesuatu. Akibat dari keadaan
tersebut, penderita skizofrenia paranoid biasanya sulit untuk melakukan pekerjaan, sulit menjalin
hubungan dalam rumah tangga, berinteraksi serta bersosialisasi dengan orang lain dan lingkungan.
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara manapun.
Gambaran klinis didominasi oleh waham-waham yang secara relatif stabil, seringkali bersifat
paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi terutama halusinasi pendengaran dan
gangguan persepsi (Romas & Widiantoro, 2022).
Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 9,8% dari jumlah
penduduk Indonesia, meningkat dari tahun 2013 yang hanya sebesar 6%. Sedangkan prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai 7,0 per 1.000 penduduk yang meningkat dari
tahun 2013 sebesar 1,7 per 1.000 penduuduk. Di tinjau dari diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis
skizofrenia terbanyak terdapat pada skizofrenia paranoid sebanyak 40,8%, kemudian diikuti dengan
skizofrenia residual sebanyak 39,4%; skizofrenia hebrefenik sebanyak 12%; skizofrenia katatonik
sebanyak 3,5%; skizofrenia tak terinci sebanyak 2,1%; skizofrenia lainnya sebanyak 1,4%; dan
yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7% (Sari et al., 2019.).
Dalam hal tingginya kasus Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan
kognitif tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Oleh karena itu makalah dan
asuhan keperawatan ini dirasa penting untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut guna
mengetahui secara pasti bagaimanakah proses skizofrenia paranoid terjadi kepada seseorang dan
bagaimanakan asuhan keperawatan untuk merawat penderita secara optimal.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam dan bagaimanakah
asuhan keperawatan pada penderita skizofrenia tipe paranoid secara optimal.
1.3 Manfaat
Hasil dari makalah dan asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai data tambahan
sehingga dapat memperkaya refrensi dan pengetahuan berikutnya yang terkait dengan asuhan
keperawatan skizofrenia tipe paranoid. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai
informasi tambahan dan pemahaman bagi mahasiswa untuk melakukan asuhan keperawatan
sehingga akan didapatkan pelayanan intervensi yang tepat dalam penanganannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Menurut Videbeck (2020) menjelaskan bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh 2
faktor yaitu :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Faktor genetic merupakan faktor utama pencetus dari skizofrenia. Hal
tersebut dibuktikan dalam sebuah penelitian bahwa anak yang memiliki orang tua
salah satunya merupakan penderita skizofrenia memiliki resiko 15%; angka ini
mengalami peningkatan sampai 35% jika kedua orang tua biologis mengalami
skizofrenia (Videback, 2008).
Teori populer telah muncul yang menyatakan bahwa paparan virus atau respons
imun tubuh terhadap virus dapat berubah fisiologi otak orang dengan skizofrenia.
Meskipun para ilmuwan terus mempelajari kemungkinan ini, beberapa temuan telah
memvalidasi mereka. Sitokin adalah pembawa pesan kimiawi antara sistem imun sel,
memediasi respon inflamasi dan imun (Paramitha 2017)
Faktor Neuroanatomi dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu
yang merupakan penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih
sedikit. Hal tersebut diperlihatkan dengan sebuah kegagalan perkembangan atau
kehilangan pada jaringan lainnya. Biasanya otak pada penderita skizofrenia terlihat
lebih sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan
massa abu-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas
metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan
dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya
sel glia, biasa timbul pada pada trauma otak yang terjadi sejak lahir. Neurokimia.
Pada sebuah penelitian neurokimia secara konsisten menunjukkan adanya perubahan
system neurotransmitters pada otak penderita skizofrenia.
2) Faktor Psikologis
Skizofrenia biasa terjadi karena adanya kegagalan dalam menyelesaikan
perkembangan awal dalam hal psikososial seperti seorang anak yang tidak mampu
membentuk hubungan saling percaya yang dapat mengakibatkan konflik intrapsikis
seumur hidup. Skizofrenia yang parah biasanya akan terlihat pada ketidakmampuan
individu dalam mengatasi masalah yang ada. Hal tersebut terlihat adanya gangguan
identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah pencitraan, ketidakmampuan
untuk mengontrol diri sendiri juga (Gail W. Stuart, 2013)
3) Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Sebuah riset menunjukan bahwa pada faktor sosiokultural dan lingkungan
jumlah individu yang berada dari sosial ekonomi kelas rendah mengalami gejala
skizofrenia lebih banyak dibandingkan dengan individu dari sosial ekonomi yang
lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena berhubungan dengan kemiskinan, akomodasi
perumahan padat, nutrisi tidak memadai, tidak ada pelayanan perawatan prenatal,
sumber daya untuk menghadapi stress dan perasaan putus asa
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi skizofrenia antara lain sebagai berikut :
1) Biologis
Faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia pada seseorang
adalah faktor perantara yang meliputi factor neurotransmitter dan neurodegenerasi
factor psikoneuroimunologi, dan faktor psiko neuroendocrinologist. tersebut
merupakan suatu sistem yang berasal dari area tegmentum bagian ventral.
2) Lingkungan
Penilaian individu dalam hal toleransi terhadap stress yang ditentukan secara
biologis dalam berinteraksi dengan stressor lingkungannya untuk menentukan
terjadinya gangguan pikiran pada individu. Dalam penelitian lain mengungkapkan
bahwa kurangnya stimulasi dalam lingkungan sosial pasien skizofrenia kronis,
mampu meningkatkan gejala- gejala «negatif» pada pasien tersebut. Gejala negatif
yang sering timbul adalah penarikan diri dari masyarakat yang disebut dengan
kemiskinan pergaulan sosial.
3) Pemicu Gejala
Pemicu merupakan sebuah stimuli yang sering menimbulkan sebuah gejala
baru dari suatu penyakit.Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis
maladaptif yang berhubungan dengan sikap, perilaku individu, kesehatan, dan
lingkungan . Salah satu faktor sosial yang dapat mempengaruhi timbulnya
skizofrenia pada seseorang adalah kepadatan lingkungan di sekitar tempat tinggal.
Korelasi bahkan tidak ditemukan pada mereka yang tingga di kota dengan kepadatan
kurang dari 10.000 penduduk. Efek dari kepadatan penduduk ini juga lebih besar
pada penduduk yang tinggal di kota dibandingkan dengan yang tinggal di desa
Seseorang yang menderita skizofrenia tipe paranoid salah satunya menunjukkan
gejala gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak
menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat dan tindak kekerasan (Hawari,
2009) Dia menganggap bahwa orang lainlah penyebab kegagalan-kegagalannya.
Biasanya dia sangat peka (sensitif), emosional dan mudah sekali cemas. Dia juga
kurang percaya diri dan kualitas hidupnya juga menurun, serta sering diserang
penyakit depresi
b. Skizofrenia hebefrenik
Gejala yang menonjol adalah gangguan dalam proses berpikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku lebih kekanak-kanakan
sering terdapat pada jenis ini.
c. Skizofrenia katatonik
Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak yang tidak semestinya. Gaduh gelisah katatonik ini terdapat
hiperaktivitas pada motoric individu, namun tidak disertai dengan emosi yang
semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.
d. Skizofrenia Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Skizofrenia
Paranoid Menurut Sumarjono (2010) Skizofrenia paranoid adalah orang yang
mempunyai kepercayaan atau menganggap sesuatunya aneh, ada yang ganjil, yang salah
tetapi tidak mau diluruskan. Dia biasanya bersikap curiga yang berlebihan pada orang
lain, sering menganggap dirinya diguna-guna orang lain.
e. Episode skizofrenia akut
Gejala skizofrenia ini muncul secara mendadak sekali dan biasanya pasien seperti
keadaan sedang bermimpi. Dalam keadaan ini biasanya pasien akan merasakan perasaan
seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri merasa berubah. Prognosisnya baik dalam
waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik.
biasanya apabila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka akan muncul gejala-gejala
yang lainnya.
f. Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala primernya, tetapi
tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia menyerang (Maramis, 2008).
g. Skizofrenia skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif ini gejala-gejala muncul secara bersamaan, juga gejala-
gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2008).
2.5 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Antipsikotik konvensional menargetkan tanda-tanda positif dari skizofrenia, seperti
waham, halusinasi, gangguan berpikir, dan gejala psikotik lainnya, tetapi tidak memiliki
efek yang dapat diamati pada tanda-tanda negatif. Antipsikotik atipikal tidak hanya
mengurangi gejala positif tetapi juga, untuk banyak klien, mengurangi tanda-tanda
negatif dari kurangnya kemauan dan motivasi, penarikan sosial, dan anhedonia.
1) Tipikal
Antipsikotik tipikal memiliki potensi besar terjadinya efek samping
ekstrapiramidal. Semua antagonis reseptor dopamine tersedia dan dapat diberikan
dalam bentuk oral. Kecuali thioridazine, pimozide, dan molindone, semua
antipsikotik generasi pertama lainnya juga dapat diberikan secara Intravena.
Haloperidol dan fluphenazine dapat diberikan dalam bentuk Intravena dengan kerja
lama.(Chokhawala & Stevens, 2022)
Antipsikotik generasi pertama dikaitkan dengan efek samping
ekstrapiramidal yang signifikan. Klorpromazin adalah yang paling menenangkan,
sedangkan flufenazina, haloperidol, dan pimozide kurang menenangkan.
Antipsikotik generasi pertama juga dapat menurunkan ambang kejang, dan
klorpromazin dan thioridazine lebih bersifat epileptogenik daripada yang lain.
Haloperidol dapat menyebabkan irama jantung yang tidak normal, aritmia ventrikel,
gangguan irama jantung lebih dari 200-250x/menit, dan bahkan kematian mendadak
jika disuntikkan secara intravena. FGA lain dapat menyebabkan pemanjangan
interval QTc, kontraksi atrium dan ventrikel yang berkepanjangan, dan kelainan
konduksi jantunglainnya. Thioridazine memiliki peringatan yang didukung FDA
untuk kematian jantung mendadak. Efek samping yang disebabkan oleh blok alfa-
adrenergik ini biasanya terjadi saat memulai pengobatan, dan pasien sering
mengembangkan toleransi. Leukopenia, trombositopenia, dan diskrasia darah adalah
efek samping yang jarang dari pengobatan dengan FGA. Thioridazine dapat
menyebabkan pigmentasi retina, yang dapat berlanjut bahkan setelah penghentian
obat.(Chokhawala & Stevens, 2022).
2) Atipikal
Antipsikotik atipikal memiliki risiko lebih kecil menimbulkan efek efek samping
ekstrapiramidal. Ini dapat diberikan dalam bentuk oral atau parenteral. Risperidone,
olanzapine, aripiprazole, dan paliperidone tersedia dalam bentuk injeksi lepas-
panjang atau kerja-lama.(Chokhawala & Stevens, 2022) Antipsikotik generasi kedua
memiliki penurunan risiko efek samping ekstrapiramidal dibandingkan dengan
antipsikotik generasi pertama. Risperidone dikaitkan dengan pusing, kecemasan,
sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal. Asenapine adalah yang paling mungkin
menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Efek samping quetiapine yang paling
umum adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, dan pusing. Aripiprazole adalah efek
samping paling umum dari agitasi, sakit kepala, dan kegelisahan seperti akatisia.
(Chokhawala & Stevens, 2022)
b. Non Farmakologi
a) Terapi psikososial diberikan dengan tujuan agar penderita mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu
mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga
dan masyarakat. Penderita ini menjalani terapi psikososial hendaknya tetap
mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga hanya waktu menjalani
psikoterapi.
b) Psikoedukasi adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap seseorang
dengan gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan rehabilitasi
c) Independent Living Skills, Life skill merupakan keterampilan hidup yang sering juga
disebut kecakapan hidup adalah berbagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat
berperilaku positif dan beradaptasi dengan lingkungan yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya
sehari-hari secara efektif.
d) Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh
dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang
lain yang dapat dipercaya.
2.6 Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn R (L) Tanggal Pengkajian /jam: 24-10-2022/09.00 WIB
Umur : 28 Tahun RM No. : x246xx79
Alamat : Kalisongo, Malang
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan: SMA
Status : Belum menikah
Informan : Tn. K (kakak pasien)
Bila ya jelaskan: Klien sudah terdiagnosis menderita skizofernia paranoid dari beberapa tahun
yang lalu, dan sudah diberikan obat antispikotik yaitu haloperidol
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil ✓ Kurang Berhasil Tidak Berhasil
3. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang) ya ✓ tidak
Bila ya jelaskan: klien tidak pernah mengalami penyakit fisik dan gangguan tumbuh kembang
➢ RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pelaku/ usia Korban/ usia Saksi/ usia
1. Aniaya fisik 22 tahun
2. Aniaya seksual
3. Penolakan
4. Kekerasan dalam keluarga
5. Tindakan kriminal
6. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio, psiko, sosio, kultural, spiritual):
Klien mengalami masalah pada psikologis yaitu klien merasa dirinya selalu direndahkan saat
bekerja di pabrik
V. STATUS MENTAL
1. Penampilan
✓ tidak rapi ✓ penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak seperti
tidak sesuai biasanya
Jelaskan : Klien selalu ada yang menyuruh melakukan ide-ide yang aneh, jadi klien memakai
pakaian yang aneh yang tidak seharusnya dipakai, dan tidak merawat dirinya
Diagnosa Keperawatan: defisit perawatan diri
2. Kesadaran
➢ Kwantitatif/ penurunan kesadaran]
✓ compos mentis apatis/ sedasi somnolensia
sopor subkoma koma
➢ Kwalitatif
tidak berubah berubah
meninggi gangguan tidur: sebutkan tidak ada
hipnosa disosiasi: sebutkan tidak ada
3. Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan : klien tidak mengalami masalah tentang disorientas waktu, tempat maupun orang
Relasi Tidak ada masalah
Orientasi Klien mengatakan ada orang yang menyuruh melakukan hal-hal yang aneh
Klien mengatakan ada orang yang selalu menghina dirinya
Limitasi Tidak ada
Diagnosa Keperawatan: Halusinasi pendengaran
Peningkatan:
✓ hiperkinesia, hiperaktivitas gaduh gelisah katatonik
TIK grimase ✓ tremor gagap
stereotipi mannarism katalepsi akhopraxia
command automatism atomatisma nagativisme reaksi konversi
verbigerasi berjalan kaku/ rigit kompulsif lain-2 sebutkan
5. Afek/ Emosi
✓ adequat tumpul dangkal/ datar labil
inadequat anhedonia marasa kesepian eforia
ambivalen apati marah depresif/ sedih
cemas: ringan sedang berat panik
Jelaskan : Klien afek emosi yang sesuai dengan stimulus yang ada
Diagnosa Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
6. Persepsi
✓ halusinasi ilusi depersonalisasi derealisasi
Macam Halusinasi
✓ pendengaran penglihatan perabaan
pengecapan penghidu/ pembauan lain-lain, sebutkan...................
Jelaskan : klien mengatakan selalu mendengar suara untuk melakukan hal hal aneh, klien
mengatakan selalu ada yang menghina dirinya
Diagnosa Keperawatan: Halusinasi pendengaran
7. Proses Pikir
➢ Arus Pikir
✓ koheren inkoheren asosiasi longgar
fligt of ideas blocking pengulangan pembicaraan/ persevarasi
tangansial sirkumstansiality logorea
neologisme bicara lambat bicara cepat irelevansi
main kata-kata afasi assosiasi bunyi lain2 sebutkan..
Jelaskan : Klien untuk kalimat/pembicaraan dapat dipahami dengan baik, walaupun sedikit
susah berbicara
Diagnosa Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
➢ Isi Pikir
✓ obsesif ekstasi fantasi
bunuh diri ideas of reference pikiran magis
alienasi isolaso sosial rendah diri
preokupasi pesimisme fobia sebutkan.........................
waham: sebutkan jenisnya
agama somatik, hipokondrik kebesaran curiga
nihilistik sisip pikir siar pikir kontrol pikir
kejaran dosa
Jelaskan : Klien mengatakan selalu ada orang yang menyuruh untuk melakukan hal-hal yang
aneh
Diagnosa Keperawatan: Halusinasi pendengaran
➢ Bentuk Pikir
realistik ✓ nonrealistik
autistik dereistik
8. Memori
gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
gangguan daya ingat saat ini amnesia, sebutkan.........................
paramnesia, sebutkan jenisnya........................................................
hipermnesia, sebutkan ...................................................................
Jelaskan : klien tidak mengalami masalah pada memori
Diagnosa Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Jelaskan : Klien tidak mau menatap lawan bicara, klien hanya menunduk dan cenderung
menynediri
Diagnosa Keperawatan: isolasi sosial
VI. FISIK
1. Keadaan umum: Compos mentis
2. Tanda vital: TD:120/83 mmHg N:83 x/menit S:36˚C P:22 x/menit
3. kur: TB: 172 cm BB:66 kg turun naik
4. Keluhan fisik: tidak ✓ ya
Jelaskan: klien merasa tremor, kaku otot, kesulitan berbicara, dan gerakan tubuh yang tidak
terkontrol.
5. Pemeriksaan fisik:
Jelaskan : klien merasa tremor, kaku otot
Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
2. Genogram
P
: laki laki
: Perempuan
P
: pasien
: garis keturunan
: Garis perkawinan
: meninggal
3. Hubungan Sosial
a. Hubungan terdekat :
Klien mengatakan orang yang terdekat dengannya dirumah adalah ibunya, tetapi setelah ibunya
meninggal klien dekat dengan kakaknya saja, tidak memiliki teman dekat
b. Peran serta dalam kelompok/ masyarakat
Klien berdiam diri dirumah saja
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien lebih memilih murung dan menyendiri dirumah, merasa tidak percaya diri dengan dirinya
sendiri
Diagnosa Keperawatan: isolasi sosial dan harga diri rendah
1. Makan
✓ Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
2. BAB/BAK
✓ Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
3. Mandi
✓ Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
✓ Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
6. Pengginaan obat
Bantuan minimal ✓ Sebagian Bantuan total
Jelaskan: Klien minum obat psikotik (terdiagnosis menderita skizofernia paranoid), haloperidol,
reaksi beberapa minggu terakhir ini mengatakan adanya gejala ekstrapiramidal yang mengganggu. Tn.
K mengatakan bahwa Tn. R mengalami tremor, kaku otot, kesulitan berbicara, dan gerakan tubuh
yang tidak terkontrol.
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan Lanjutan ✓ Ya Tidak
Sistem pendukung Ya Tidak
Jelaskan : Klien lebih sering berdiam diri dirumah dengan melakukan hal hal yang aneh
Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial
ANALISA DATA
DO:
- Pasien tampak
bicara sendiri
- Pasien tampak
menyendengkan
telinga kearah
tertentu
- Pasien tampak
menutup telinga
- Pasien diberikan
obat anti
psikotik
Haloperidol
5mg
P:
- Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi
- Menghardik 3xsehari
Rabu, Tindakan Keperawatan S:
25-10- - Mengevaluasi kegiatan yang lalu SP1 Klien mengatakan masih
2023 - Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan mendengar bisikan untuk
cara bercakap-cakap dengan orang lain melakukan hal-hal aneh dan
- Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal ketika halusinasi muncul klien
kegiatan harian selalu menghardik seperti yang
- terapi obat dengan kolaborasi dengan dokter yitu diajarkan perawat
obat haloperidol
O:
- Klien tampak kesulitan
untuk berbicara
- Gerakan tubuh yang
tidak terkontrol
- Klien tampak tremor,
kaku otot
- Klien tampak berbicara
sendiri
- Klien mampu untuk
menghardik sendiri
- Klien tampak tenang
bercakap-cakap dengan
perawat
A:
Halusinasi Pendengaran (+)
P:
Pertahankan SP 1 dan SP 2
lanjutkan SP 3
Kamis, Tindakan Keperawatan S:
26-10- - Mengevaluasi kegiatan SP 1 dan SP 2 - Klien mengatakan setiap
2023 - Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan halusinasi klien muncul,
cara melakukan kegiatan klien selalu menghardik
- Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal seperti yang diajarkan
kegiatan harian perawat
- Klien mengatakan sudah
bercakap-cakap dengan
orang lain saat halusinasi
klien muncul
- Klien mengatakan senang
diberi kegiatan
- Klien menghardik sudah
memasukkan menghardik
dan bercakap-cakap
kedalam jadwal kegiatan
O:
- Klien tampak dapat
melakukan hal yang
diajarkan perawat ketika
disuruh mengulang
kegiatan kemarin yang
dilakukan pada SP 1 dan
SP 2
P :Pertahankan SP 1, 2, dan 3
DAFTAR PUSTAKA
Sari, D. D., Mayasari, D., & Graharti, R. (n.d.). Skizofrenia Paranoid pada Laki-laki Usia 45 Tahun
dengan Penatalaksanaan Holistik Kedokteran Keluarga: Laporan Kasus.