Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN JIWA: ISOLASI SOSIAL
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Prof. dr. SOEROJO MAGELANG
PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun oleh :
Dwi Almira Trisnanagari
P1337430120022

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2022
KONSEP DASAR

A. Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998). Atau
suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat,
2006). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001).
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial (Budi Anna Kelliat, 2006).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam
masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga yang dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologis dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

C. Manifestasi Klinik
Menurut Stuart & Sundeen (2006), tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Menurut Towsend dan Carpenito (1998) isolasi sosial sering ditemukan dengan
adanya tanda dan gejala berikut:
1. Kurang sopan
2. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan memperhatikan kebersihan diri
5. Komunikasi verbal kurang
6. Menyendiri atau mengisolasi diri
7. Kurang sadar atau tidak peduli lingkungan sekitarnya
8. Asupan makanan terganggu
9. Retensi urine dan feses
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energy(tenaga)
12. Rendah diri
13. Posisi tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
14. Menolak berhubungan dengan orang lain

D. Akibat Yang Dapat Ditimbulkan


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsangan apapun
dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori
eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
E. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine (CPZ). Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP). Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari(Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP). Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca
encepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina
dan fenotiazine (Andrey, 2010).
2. Electro Convulsive Therapy (ECT)/ Terapi Kejang Listrik
Electro Convulsive Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
3. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu
orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Stuart & Sundeen, 2016).
4. Terapi Kelompok
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis
seseorang (Deden Dermawan& Rusdi, 2013)

F. Pohon Masalah
Akibat : Resiko perubahan persepsi sensori:

halusinasi Core problem :


Isolasi sosial: menarik diri

Penyebab : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


(Budi Anna Keliat, 2009)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Masalah Keperawatan
Masalah Data Yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Resiko perubahan Data Subjektif:
persepsi sensori: 1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
halusinasi dengan stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7. Klien ingin memukul/melempar barang-
barang Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
Isolasi sosial: Data Subyektif :
menarik diri Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Gangguan konsep Data subyektif :
diri: harga diri Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
rendah bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

C. Fokus Intervensi
Diagnosa 1: Isolasi
Sosial
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri. Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial. Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
a) K–P
b) K – P – P lain
c) K – P – P lain – K lain
d) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga. Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a) Salam, perkenalan diri
b) Jelaskan tujuan
c) Buat kontrak
d) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a) Perilaku menarik diri
b) Penyebab perilaku menarik diri
c) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
d) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Diagnosa 2 : Harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan. Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Tindakan:
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
a) Kegiatan mandiri
b) Kegiatan dengan bantuan sebagian
c) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Tindakan:
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

D. Strategi Pelaksanaan
(SP 1 : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan)
Fase Orientasi “Selamat pagi ”
“Saya Deva safira, Saya suka dipanggil Deva, Saya mahasiswa
Poltekkes yang akan merawat bapak.”
“Bapak namanya siapa? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan bapak hari ini?” Bagaimana kalau kita berbincang tentang
keluarga dan teman-teman bapak ? kita mau berbincang dimana?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Bapak mau kita berbincang berapa
lama? Bagaimana kalau 15 menit”
Fase Kerja (Pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah dengan bapak? Siapa yang paling
dekat dengan bapak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan bapak?
Apa yang membuat bapak jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang bapak rasakan selama dirawat disini? Jadi ibu merasa
sendirian? Siapa saja yang bapak kenal di sekitar sini?”
“Apa saja kegiatan yang biasa bapak lakukan dengan teman yang
sudah kenal?”
“Apa yang menghambat bapak dalam berteman atau berbincang
dengan orang lain?”
”Menurut bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman
? benar sekali pak, ada teman ngobrol. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai
teman apa pak? Ya betul, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya pak. Kalau
begitu mau ya pak belajar bergaul dengan orang lain ?”
Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan
orang lain”
“Begini pak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi.
Contoh: Nama Saya A, senang dipanggil A. Asal saya dari Semarang,
hobi memancing”
“Selanjutnya bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya
dari mana dan hobinya apa?”
“Ayo pak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba
berkenalan dengan saya!”
“bagus sekali pak! Coba sekali lagi. Bagus”
“Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut bapak bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal lain yang menurut bapak
menarik. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan
sebagainya.”
Fase Terminasi ”Bagaimana perasaan bapak setelah belajar berkenalan dengan saya?”
”Bapak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi
selama saya tidak ada. Sehingga bapak siap untuk berkenalan dengan
orang lain. Bapak mau praktekkan ke orang lain? Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak bapak
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, bapak mau
kan?”
”Baiklah, sampai jumpa besok ya Pak.”
DAFTAR PUSTAKA

Budi Ana Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika Fitria,
Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.
Stuart dan Sundeen. 2016. Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC .

Anda mungkin juga menyukai