ISOLASI SOSIAL
DISUSUN OLEH:
NIM : P07120120068
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negative atau
mengancam (Wilkinson, 2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negative dan mengancam (Twondsend,
2016). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi denngan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2017).
B. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari isolasi sosial adalah harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
1. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik
diri.
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa
bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri.
b. Faktor Biologik
Faktor genetic dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.
Genetic merupakan slah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan
struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbic diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansi, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda
dari yang dimiliki budaya mayoritas.
2. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik
diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain :
a. Stressor Sosiokultural
Stressor sosial budaya menyebabkan terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas
unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (Stuart & Sundeen, 1998).
c. Stressor Intelektual
Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan
dengan orang lain.
Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi
dengan orang lain.
Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang
lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada
gangguan berhubungan dengan orang lain.
d. Stressor Fisik
Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain.
Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain (Rawlins,
Heacock, 1993).
C. POHON MASALAH
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmako
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu , berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : faham, halusinasi.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung.
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi
ginjal, retensi urine.
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari 3 SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP 1, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain kedalam kegiatan harian.
Pada SP 2, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Pada SP 3, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan 2 orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018).
3. Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3
yaitu :
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi :
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/ perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/ perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang, dan setelah makan dan minum.
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauh mana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/ menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul pada gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala
insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali
tidurnya.
b. Tingkah Laku Sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan social pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :
Kontak social terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan social dengan sesame pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
Kontak social terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan social dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai
tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari 2 orang).
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
tata karma atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang punting rokok
sembarangan dan sebagainya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi
:
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
3. Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/ frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur social.
4. Aspek FIsik/ Biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep Diri
Citra Tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negative
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
Identitas Diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan/ hambatan dalam melakukan
hubungan social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(spiritual).
Status Mental
Kontak mata klien kurang/ tidak dapat mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
Kebutuhan Persiapan Pulang
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersihkan dan merapikan pakaian.
Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi.
Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah.
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang-orang lain (lebih sering menggunakan
koping menarik diri).
Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun masalah keperawatan yang muncul adalah (Nanda, 2018) :
1. Isolasi social : Menarik diri
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. Anjurkan anggota
Dengan dukungan
keluarga untuk secara
keluarga, klien
rutin dan bergantian
akan merasa
mengunjungi klien
diperhatikan.
secara bergantian
minimal 1x seminggu.
5. Beri reinforcement
atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN
SP Pasien SP Keluarga
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
pasien : siapa yang serumah, siapa keluarga dalam merawat pasien.
yang dekat, yang tidak dekat, dan 2. Jelaskan pengertian isolasi social,
apa sebabnya. tanda dan gejala serta proses
2. Mendiskusikan dengan pasien terjadinya isolasi social (gunakan
tentang keuntungan punya teman dan booklet).
bercakap-cakap. 3. Jelaskan cara merawat pasien
3. Mendiskusikan dengan pasien dengan isolasi social.
tentang kerugian tidak punya teman 4. Latih dua cara merawat : cara
dan tidak bercakap-cakap. berkenalan, berbicara saat
4. Latih cara berkenalan dengan pasien melakukan kegiatan harian.
dan perawat atau tamu. 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk jadwal dan memberikan pujian saat
latihan berkenalan. besuk.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M., & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Kellat, B. A. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Yosep,I., & Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika