Anda di halaman 1dari 118

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“7 MASALAH UTAMA KEPERAWATAN JIWA”

DOSEN BAPAK NS. ECHA EFFENDY SISWANTO AMIR, S.KEP

DISUSUN OLEH :

NAMA : FIRYALDIANIS IFADA ABUKASI


KELAS : KEPERAWATAN B SEMETER 5
NIM : 01808010051

STIKES GRAHA MEDIKA KOTA KOTAMOBAGU


LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Firyaldianis Ifada Abukasi

Nim : 01808010051

Kelas : Keperawatan B

Semester : Semester 5 (Lima)

Mengetahui

Dosen Pengampuh

Ns. Echa Effendy Siswanto Amir, S.kep


NIK 093180012016066
DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR PUSTKA

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB 2 PEMBAHASAN

1. ISOLASI SOSIAL
2. HALUSINASI
3. HARGA DIRI RENDAH
4. RESIKO BUNUH DIRI
5. DEFISIT PERAWATAN DIRI
6. PERILAKU KEKERASAN
7. WAHAM

BAB 3 PENUTUP

A. PENUTUP
B. SARAN
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan Kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Word Health Organization
(WHO) 2016, terdapat sekitar 35% orang terkena bipolar, 21% terkena Skizofrenia,
serta 47,% terkena demensia. Di indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas Manusia untuk jangka panjang
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2014, adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Pada pasal 70 menjelaskan bahwa klien dengan gangguan jiwa
mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di fasilitas pelayanan Kesehatan yang mudah
dijangkau, mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan
kebutuhannya. (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka, dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut: Bagaimana memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
diagnosa utama

C. TUJUAN

Untuk Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk menerapakan asuhan


keperawatan
BAB 2

PEMBAHASAN

1. LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL


A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat,
2001)

B. ETIOLOGI
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat
kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal
jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti,
2012: 79)
C. RENTANG RESPON
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina
saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan
Respon adaptif Respon maladaptif
Menyendiri
kesepian manipulasi
Otonomi menarik diri impulsif
Bekerja sama ketergantungan narcisme
Interdependen
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.

d. Interdependen (saling ketergantungan)


Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku
dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha
untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya
egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna

E. AKIBAT YANG DI TIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan
pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal
yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak.

b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)

G. POHON MASALAH

effect Resiko Gangguan sensori Persepsi


Halusinasi

Isolasi Sosial
Core (Masalah Utama)

Causa Gangguan Konsep Harga Diri Rendah

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif : Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif : Klien tampak menyendiri.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial.
3. Tujuan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu…… perkenalkan nama saya
Khairil Anwar, biasa dipanggil Anwar. Saya mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal yang akan dinas di ruangan Dewa Ruci ini
selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 sampai jam
14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu
siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu…… hari ini? O.. jadi Bu merasa bosan dan tidak
berguna. Apakah Ibu masih suka menyendiri ??
c. Kontrak.
Topik: Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perasaan Bu dan kemampuan yang Bu miliki? Apakah bersedia?
Tujuananya Agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus ibu
dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu : Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit saja ya?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tamu?.
2. Fase kerja.
Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain? A
apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain? Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap
dengan orang lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi?
(sampai menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya teman
ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekrang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih
dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan orang lain
kita sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Contohnya: nama saya Khairil Anwar, senang sipanggil Anwar.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
nama Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba ibu
berkenalan dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-hal
yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan
sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman
ibu. (dampingi pasien bercakap-cakap).
3. Terminasi.
a.    Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain!
b.    Rencana Tindak Lanjut
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap
dengan teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini
ada jadwal kegiatan, kita isi pasa jam 11:00 dan 15:00 kegiatan ibu
adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika ibu melakukanya
secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu
tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu
ulangi? Naah bagus ibu.
c.    Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan
latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah ibu bersedia?
Waktu :Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat : Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr,Wb.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif : Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif : Klien tampak menyendiri.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial.
3. Tujuan :
a.  Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b.  Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang.
c. Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik.
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?
b.   Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman?
Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana
perasaan ibu setelah mulai berkenalan?
c.   Kontrak
Topik :Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagai mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu
semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?
2.  Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas
di ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih
ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika
pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah silahkan
ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah
bagus sekali ibu, selain nama,alamat, hobby apakah ada yang ingin ibu
ketahui tetang perawat C dan D? (bantu pasien mengembangkkan topik
pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa kegiatan yang biasa ibu
lakukan pada jam ini? Bagai mana kalau kita menemani teman ibu yang
sedang menyiapkan makan siang di ruang makan sambil menolong teman
ibu bisa bercakap-cakap dengan teman yang lain. Mari bu.. (dampingi
pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu bincangkan dengan teman ibu.
ooh tentang cara menyusun piring diatas meja silahkan ibu( jika pasien diam
dapat dibantu oleh perawat) coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun
piring di atas meja kepada teman ibu? apakah harus rapi atau tidak?
Silahkan bu, apalagi yang ingin bu bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu
melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap
ibu.
3. Terminasi.
a.  Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan juru masak di
dapur ? kalau setelah merapikan kamar bagaimana ibu? apa pengalaman
ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya
kita bergabung dengan orang banyak?
b. Rencana Tindak Lanjut
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal
kegiatan bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan
makan siang. Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan
makan siang.
c.  Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
dalam melakukan berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke
laundry. apakah ibu bersedia?
Waktu : Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat : Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok B. saya permisi Assalamualaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 3 (TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif : Klien Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan
orang lain.
Data objektif : Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan
orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial.
3. Tujuan :
a.  Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b.  Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a.   Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b.   Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c.   Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
1.  Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b.   Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap dengan otrang
lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-cakap? Bagaimana
dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap, apakah sudah dilakukan?
Bagus ibu.
c.   Kontrak :
Topik :Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi bu berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak,
serta bercakap-cakap dengan teman sekamar saat melakukan kegiatan
harian. Apakah ibu bersedia?
Waktu :Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tamu?
2.  Fase Kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru masak
sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang disana.
Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap bergabubg
dengan banyak orang? Nah ibu sesampainya disana ibu langsung bersalaman
dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita pelajari, ibu bersikap biasa
saja dan yakin bahwa orang-orang disana senang dengan kedatangan ibu. baik
lah bu kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai
dengan kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat melakukan
kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh merapikan kamar
baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan Nn. E? baiklah bu.
kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu kamar tidur ya bu( perawat
mengaja pasien E untuk menemani pasien merapikan tempat tidur dan
menyapu kamar, kemudian memotivasi pasien dan teman sekamar bercakap-
cakap.
3.  Terminasi.
a.  Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan juru masak di
dapur ? kalau setelah merapikan kamar bagaimana ibu? apa pengalaman
ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya kita
bergabung dengan orang banyak?
b. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang ibu kenal dan
melakukan kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry.
c.   Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
dalam melakukan berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke laundry.
apakah ibu bersedia?
Waktu :Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat : Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di ruang tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa
besok B. saya permisi Assalamualaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 4 (EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data subjektif : Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif : Klien sudah mau keluar kamar.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial.
3. Tujuan :
a.  Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b.  Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
5. Tindakan Keperawatan.
a.   Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b.   Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c.    Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B.     PROSES PELAKSANAAN


1. Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu. Apakah ibu masih kenal dengan
saya?
b. Evaluasi/ Validasi
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? masih ada perasaan kesepia,
rasa enggan berbicara dengan orang lain? Bagaimana dengan kegiatan
hariannya sudah dilakukan?dilakukan sambil bercakap-cakap kan ibu?
sudah berapa orang baru yang ibu kenal? Dengan teman kamar yang lain
bagaimana? Apakah sudah bercakap-cakap juga? Bagaiman perasaan
ibu setelah melakukan semua kegiatan? Waah ibu memang luar biasa.
c.    Kontrak
Topik :Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi ibu dalam menjemput pakaian ke laundry atau latihan
berbicara saat melakukan kegiatan sosial. Apakah ibu bersedia?
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau
20 menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tam?
2.  Fase Kerja
Baiklak, apakah bu sudah mempunyai daftar baju yang akan di ambil?
(sebaiknya sudah disipakan oleh perawat) baiklah ibu mari kita berangkat
ke ruangan laundry.(komunikasi saat di ruangan laundry).
Nah ibu caranya yang pertama adalah ibu ucapkan salam untuk ibu siti,
setelah itu ibu bertanya kepada ibu Siti apakah pakaian untuk ruangan
melati sudah ada? Jika ada pertanyaan dari ibu siti ibu jawab ya.. setelah
selesai, minta ibu siti menghitung total pakaian dan kemudian ibu ucapkan
terimakasih pada Ibu siti.. Nah sekarang coba ibu mulai ( perawat
mendampingi pasien)
3.   Terminasi.
a.   Subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap saat menjemput
pakaian ke ruangan laundry? Apakah pengalaman yang menyenangkan
bu?
b. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang ibu kenal
dan melakukan kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry.
c.   Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah bu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang
kebersihan diri. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
bu. saya permisi Assalamualaikum
2. LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. DEFINISI HALUSINASI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman
persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam
Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,
2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

H. ETIOLOGI
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote,
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem
syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain,
isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang
ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan
mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku
agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan
gejala.

I. RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini
merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan
dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera
walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien
mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak
sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

J. JENIS HALUSINASI
Menurut  Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penciuman (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi kinestik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

K. TANDA DAN GEJALA


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata
cepat, diam, asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
L. PENATALAKSANAA MEDIS
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien
dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini
dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien
mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar
dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara
tuntas dan teratur.
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 –
900 mg perhari.
Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan
koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf
pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi
menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2
-5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan,
dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi
50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan
efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan
halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu,
klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi
sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat
harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-
betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien
mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas
terjadwal

M. POHON MASALAH

effect Resiko menyiderai diri, orang lain dan


lingkungan

Core (Masalah Utama) Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Causa
Isolasi sosial : menarik diri
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN

1. KONDISI
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya
bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang
berbahaya.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. TUJUAN
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai
berikut. :
1)     Ekspresi wajah bersahabat
2)     Menunjukkkan rasa senang
3)     Klien bersedia diajak berjabat tangan
4)     Klien bersedia menyebutkan nama
5)     Ada kontak mata
6)     Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7)     Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a.     Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan
dasar klien.
b.    Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi
c.    Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut
1. Jelaskan cara menghardik halusinasi
2. Peragakan cara menghardik halusinasi
3. Minta klien memperagakan ulang
4. Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien
yang sesuaiMasukkan dalam jad
5. wal kegiatan klien

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan
Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya
Mahasiswa Akper Muhammadiyah Kendal, Saya sedang praktik di
sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang.
Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c. Kontrak
1)   Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?”
2)   Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3)   Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ??? Bagaimana kalau di ruang
tamu saya ???
2. Fase Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu
saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan
agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1)    Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi
Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu
peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu
sudah bisa.”
2)    Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya
tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu.
Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu
peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu
sudah bisa.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi. Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan
atau bayangan itu agar tidak muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan
M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau
teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T.
apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan dating
1)   Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2)   Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
3)   Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum,……………

STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
3. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
4. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi :
a. Salam terapeutik
” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari ini? mas masih ingat dong
dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah massudah makan?
b. Evaluasi validasi
c. ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi tentang
halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan kepada saya tntang isi suara-suara
yang mas dengar dan apakah mas bisa mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik?”
d. Kontrak
Topik
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar
dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu
“Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja,
bagaimana mas setuju?”
Tempat
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”
2. Fase kerja
”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan membuat
mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan
kemarin apakah sudah dilakukan?”
”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat
bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak mas mengobrol
sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif
”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali mas
mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana perasaan mas setelah
kita berbincang-bincang?”
b. Evaluasi obyektif
”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas pilih untuk mengontrol
halusinasinya adalah......
c. Rencana Tindak lanjut
”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus praktekkan cara yang telah
saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran mas.”

d. Kontrak yang akan datang


Topik
“bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri
dengan kegiatan yang bermanfaat.”
waktu
“jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas setuju?”
tempat
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas
sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAA KE 3 (TIGA)


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
3. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktifitas / kegiatan harian.
4. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi :
a.Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
b. Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara-
suara yang kita bicarakan kemarin
c.Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa dikendalikan
engan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas
setuju?”
2. Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu
caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan
kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan
lain.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
b. Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
c. Rencana Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol
halusinasi seperti yang sudah diajarkan tadi?
d. Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh
obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok
pagi.”
STRATEGI PELAKSANAA KE 4 (EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
A. KONDISI KLIEN
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Gangguan Persepsi Sensori halusinasi
C. TUJUAN
Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi :
a. Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
b. Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara-
suara yang kita bicarakan kemarin.
c. Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas
setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang
warnanya....ini namanya....dosisnya.....mg dan yang
warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini diminum....sehari siang dan malam,
kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang warnanya....ini
berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas dengar sedangkan
yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah. Kedua obat ini
mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin
meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas? Tolong nanati mas
sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan setelah minum obat ini. Obat ini
harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kemudian mas jangan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
gejala seperti yang mas alami sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal
yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr obat,
benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya mas..?!!”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
b. Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum
tadi? Kemudian berapa dosisnya?
c. Rencana Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau
saatnya minum obat.”
d. Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok
pagi.”
3. LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH (HDR)

N. PENGERTIAN
Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian
negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapaikeinginan (Budi Ana Keliat, 1999).

O. ETIOLOGI
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menaksika kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis
transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai
tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan
fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara:
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
2. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam
tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh
kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007). Tanda dan
Gejalanya:
a. Data subjektif: mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan
orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan
sesuatu.
b. Data objektif: tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan
tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak
murung.

P. AKIBAT
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku
yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES
RI, 1998 : 336). Tanda dan gejala:
Data Subyektif:
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif:
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

Q. PROSES TERJADINYA MASALAH


Hasil riset Malhi (2008) menyimpulkan bahwa Harga Diri Rendah diakibatkan
oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini menyebabkan berkurangnya tantangan
dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah.
Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.
Secara umum gangguan konsep diri Harga Diri Rendah dapat terjadi secara
situasional dan kronik (Iyus Yosep, 2010) :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya kecelakaan, putus sekolah,
perceraian, PHK, perasaan malu karena sesuatu terjadi pada dirinya
(perkosaan atau pernah dipenjara), termasuk dirawat di rumah sakit yang
dapat terjadi karena:
- Privacy klien yang kurang diperhatikan
- Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh tidak sesuai harapan
karena penyakit yang dialami
- Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai privacy klien
misalnya: berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan sebelumnya
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung sebelum sakit/dirawat,
dimana klien mempunyai cara berpikir yang negatif.

R. RENTANG RESPON

S. TANDA DAN GEJALA


Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20) :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

T. POHON MASALAH

effect
Isolasi Sosial

Core (Masalah Utama)


Gangguan Konsep Harga Diri Rendah

Causa
Koping Individu Tidak Efektif
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

HARGA DIRI RENDAH

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DO : Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ mengahiri kehidupan, poduktifitas menurun,
cemas dan takut
DS : Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/ tidak tahu
apa-apa, mengkritik diri sendiri., klien mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri, klien mengungkapkan rasa bersalah terhadap sesuatu/
seseorang
2. Diagnosa Keperawatan: harga diri rendah
3. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dengan aspek positif yang
dimiliki
2. Pasien dapat menilai kemampan yang dapat digunakan
3. Pasien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai kemampuan
4. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
4. Tindakan Keperawatan
1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan
Mas? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa
Stikes graha medika, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Mas
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c. Kontrak
“Bagaimana , kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan
yang pernah T lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat T dilakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai ,kita akan pilih satu
kegiatan untuk kita latih"
“Dimana kita duduk untuk bincang-bincang? bagaimana kalau di ruang tamu
Berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit saja?”
2. Fase Kerja
“ Mas ,apa saja kemampuan yang T miliki ? Bagus ,apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Mas lakukan ?
Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapa? Mencuci piring
……….dst”.
“Wah ,bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang Mas miliki”.
“ Mas dari lima kegiatan kemampuan ini ,yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? “
“Coba kita lihat ,yang pertama bisakah ,yang kedua………sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan).Bagus sekali ada 3 kegiatan
yang masih bisa kerjakan di rumah sakit ini.”
“Sekarang ,coba Mas pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”. “O yang nomor satu ,merapikan tempat tidur? Kalau
begitu,bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur
Mas”.Mari kita lihat tempat tidur Mas ya.”
“Coba lihat ,sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur ,mari kita pindahkan dulu bantal
dan n selimutnya.bagus!Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita
balik.”Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya ,kita mulai dari atas ya bagus!
Sekarang sebelah kaki ,tarik dan masukkan ,lalu sebelah pinggir
masukkan .Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan di sebelah atas
kepala. Mari kita lipat selimut ,nah letakkan sebelah bawah kaki ,bagus!”
“Mas sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali .Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan ?Bagus”
“ Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Mas
lakukan tanpa disuruh , tulis B(bantuan ) jika diingatkan bisa melakukan
,dan T ( tidak) melakukan .”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan
tempat tidur ? yach?, Mas ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat
dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya , merapikan tempat tidur , yang
sudah Mas praktekkan dengan baik sekali”
“Coba ulangi bagaimana cara merapikan tempat tidur tadi, Bagus sekali.”
“Sekarang ,mari kita masukkan pada jadual harian . Mas,Mau berapa kali
sehari merapikan tempat tidur. Bagus ,dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa?
Lalu sehabis istirahat ,jam 16.00”
“Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Mas
lakukan tanpa disuruh , tulis B(bantuan ) jika diingatkan bisa melakukan
,dan T ( tidak) melakukan”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Mas masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan
tempat tidur? Ya bagus,cuci piring …. Kalau begitu kita akan latihan
mencuci piring besok ya jam 08.00 pagi di dapur sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya…Assalamu’alaikum”
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
DO : Klien tampak tenang, sudeh mau menghargai dirinya sendiri.

DS : Klien menyatakan sudah mau berinteraksi dengan lingkungannya.


2. Diagnosa Keperawatan: Harga Diri Rendah
3. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
yang lain (yang belum dilakukan)
4. Tindakan Keperawatan.
Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
2. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan
3. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan dirumah sakit
4. Bantu klien melakukannya, kalau perlu beri contoh
5. Beri pujian atas kegiatan dan keberhasilan klien

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
“assalammua ‘laikum, Mas… masih ingat saya??? baguss
Bagaimana perasaan Mas pagi ini ? Wah tampak gembira”
“ Bagaimana Mas, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin tadi
pagi ? Bagus ( kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi ), Sekarang
kita akan latihan kemampuan kedua, masih ingat apa kegiatan itu Mas “Ya
benar kita akan latihan memcuci piring didapur ruangan ini”
“Waktunya 10 menit, mari kita ke dapur”
2. Fase Kerja
“Mas, sebelum kita memcuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapanya,
yaitu serabut tepes untuk membersikan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas, Mas bisa mneggunakan air yang mengalir
dari kran ini, oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa – makanan.”
“sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“setelah semuanya perlengkapan tersedia, Mas ambil satu piring koto, lalu
buang dulu sisa makanan yang ada dipiring tersebut ketemapat sampah,
kemudian Mas bersikan piring tersebut dengan menggunakan sabut tepes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring, setelah selesai disabuni bilas
dengan menggunakan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di
piring tersebut, setelah itu Mas bisa mengkeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia didapur, nah selesai”
“sekarang coba Mas yang melakukan”
“Bagus sekali, Mas dapat mempraktekkan cuci piring dengan baik, sekarang
dilap tanganya “
3. Fase Terminasi
“bagaimana perasaan Mas setelah latihan cuci piring” Coba ulangi cara
mencuci piring…baguss”
“ bagaimana kalau kegiatan cuci piring ini dimasukan menjadi kegiatan
sehari – hari Mas. mau berapa kali Mas mencuci piring ? bagus sekali Mas
mencuci piring tiga kali setelah makan”
“besok kita akan latihan untuk kemampuan ke tiga, setelah merapikan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu ? ya benar kita akan
latihan mengepel”
“mau jam berapa? Sama dengan sekarang ? sampai jumpa…
Assalamu’alaikum
2. LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

A. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan
karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam
melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/
bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah
tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh
diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

B. KLASIFIKASI
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar
kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan
oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia
bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri.
Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap
otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan
bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri
lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang
menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian
menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan
dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia. Karena
itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan itu di
dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus
bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai
contoh adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress
atau depresi. Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa
juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di
sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu
bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang
erat kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang idak menyadari
Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan,
kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu
memperhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra
yang halus, seperti minum racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras
dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi
di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan
hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi.
Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan
keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh istri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha
bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat
memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

E. STRESTOR PENCETUS
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan
pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang
mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga
membuat individu semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
F. POHON MASALAH

effect
Resiko Perilaku kekerasan

Core (Masalah Utama) Resiko Bunuh Diri

Causa Harga Diri Rendah


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

RESIKO BUNUH DIRI

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien : klien mengatakan hidupnya sudah tidak berguna lagi dan
mencoba bunuh diri dengan meminum pembersih lantai
2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan
a. klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri
4. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Melindungi klien dari perilaku bunuh diri
c. Modifikasi lingkungan klien :
- Jauhkan dari benda – benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri
- Tempatkan klien di ruangan yang nyaman dan mudah terlihat oleh
perawat
d. Awasi klien secara ketat setiap saat
e. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
f. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi bapak, perkenalkan nama saya B saya mahasiswa dari Stikes
Bina Sehat Ppni Mojokerto. Kalau boleh tahu nama bapak siapa? Bapak
biasanya dipanggil siapa?
b. Evaluasi atau Validasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana tidurnya semalam pak?
c. Kontrak
Topik : Bapak bagaimana kalau kita bicara mengenai apa yang bapak
rasakan selama ini?
Tempat : Kita berbicara dimana pak? Bagaimana kalau kita berbicara
ditaman?
Waktu : Bagaimana kalau kita berbicara sekarang pak? Bapak bisa?
Cuma 30 menit saja pak
2. Fase Kerja
Bagaimana perasaan bapak setelah mengalami kejadian ini? Apakah dengan
kegagalan yang bapak alami ini bapak merasa paling menderita di dunia ini?
Apakah bapak masih merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Maaf
pak kalau boleh tahu mengapa bapak ingin mengakhiri hidup? Padahal bapak
kan masih terbilang muda. Jika iya, bapak menggunakan cara apa? Apakah
bapak tidak takut mati? Jika bapak masih ada rasa takut, kenapa bapak tidak
mencoba melawan keinginan tersebut? Apakah bapak sudah mempunyai
seorang anak? Apa yang akan bapak lakukan kalau keinginan bunuh diri
muncul? . Bapak kalau boleh saya menyarankan, bapak bisa menceritakan
masalah bapak kepada orang yang bisa bapak percaya, saya juga bersedia
mendengarkan cerita bapak, saya akan menemani bapak. Masih ada banyak
cara lain untuk menyelesaikan masalah, bukan dengan jalan mengakhiri
kehidupan. Saya yakin bapak adalah orang yang kuat dan bisa menjadi
seorang bapak yang baik untuk anak bapak nantinya, dan saya juga yakin
sekali kalau anak bapak nanti menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Bila keinginan bunuh diri tersebut muncul, bapak bisa melawannya dengan
mencoba selalu berfikir positif. Bapak bisa menceritakan masalah bapak
kepada orang yang dipercaya, termasuk para perawat disini. Kami akan
menemani bapak terus, jadi para perawat disini setia menemani bapak
kapanpun. Saya percaya bapak adalah orang yang kuat dan dapat mengatasi
masalah
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien
Data Subyektif
“ Bagaimana perasaan bapak setelah bercerita sebentar dengan saya? “
Data Obyektif
Pasien tidak menunjukkan keinginan untuk bunuh diri selama fase kerja
dan klien bersedia berbagi cerita untuk mengalihkan bila keinginan bunuh
diri muncul.
b. Rencana Tindak Lanjut
“ Baiklah bapak, bagaimana kalau nanti kita bercerita kembali mengenai
pengalaman bapak yang menyenangkan dan kegiatan yang bapak sukai? “.
c. Kontrak Akan Datang
Topik : “ Baiklah bapak, saya rasa cukup perbincangan kita untuk
pertemuan kali ini. Saya senang sekali bisa berbincang- bincang dengan
bapak, bagaimana kalau nanti kita lanjutkan untuk berbicara mengenai
aktivitas bapak .
Waktu : “ Menurut bapak enaknya jam berapa? Bagaimana kalau nanti
sore jam 15.00 saya temani bapak jalan-jalan sambil berbincang-
bincang?“.
Tempat : “ Bapak melakukan ho? Bagaimana kalau ditaman? Terima
kasih pak sudah mau berbagi cerita dengan saya “.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien : klien tampak murung, suka menyendiri, dan penampilan kusut
2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan : Meningkatkan harga diri klien
4. Rencana Tindakan
a. Mengevaluasi kegiatan yang telah di lakukan sebelumnya
b. Meningkatkan harga diri klien :
- Mengidentifikasi aspek positif klien
- Mendorong klien untuk berpikir positif terhadap diri sendiri
- Membantu klien mengeksplorasikan perasaan
- Mengidentifikasi sumber – sumber harapan ( misal : hubungan antar
sesame, keyakinan, hal – hal untuk di selesaikan )

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamu’alaikum pak, masih ingat dengan saya kan ? saya perawat yang
berbincang – bincang dengan bapak kemarin.
b. Evaluasi / validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya semalam bu ?
bapak masih ingat kana pa yang kita bicarakan kemarin
c. Kontrak
Topik : bapak, seperti yang kita bicarakan tadi pagi, kita akan berbincang
– bincang sambil menikmati udara segar di taman
Tempat : bapak mau duduk dimana ? oww, di sini saja. . .baiklah pak
Waktu : kita berbincang – bincang sekarang bagaimana pak ?
2. Fase Kerja
Pak, bagaimana udara di taman ini ? segar kan ? bapak suka dengan taman
ini ? oh iya, apakah bapak sudah pernah jalan – jalan ke taman ini ? kalau
pernah, dengan siapa bapak biasanya ke sini ? ( ekspresi klien tampak sedih,
dan berkaca – kaca saat memegang dan melihat tempat duduk yang sedang
kami duduki). Kenapa dengan bangku ini pak ? apakah bapak ingin bercerita
sesuatu ? saya siap mendengarkan cerita bapak, jadi istri bapak dulu sering
mengajak jalan – jalan ke taman kalau libur kerja ? baiklah, kalau begitu saya
akan akan mengajak bapak ke tempat lain saja, mari pak. Naah, ini kita sudah
sampai di tempat yang mungkin bisa membuat bapak menjadi lebih nyaman
( masjid). Apakah bapak masih sedih ? tenang pak, saya tidak akan menyakiti
bapak.apa yang sudah bapak lakukan saat ini sudah sangat bagus, bapak sudah
mau menceritakan apa yang bapak rasakan saat ini, dan bisa mencegah
keinginan bapak untuk bunuh diri yang sering muncul. Bapak sudah sholat ?
mari kita sholat dulu pak kalau bapak belum sholat. Apakah di rumah bapak
juga melaksanakan sholat 5 waktu ? Sepertinya sudah mulai gelap pak, mari
kita pulang. Tapi jangan lupa di rumah bapak tetap harus melaksanakan sholat
yaa. . .
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien
Data subyektif :
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang dengan saya ?
Data obyektif :
Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan menerapkan cara untuk
mengalihkan keinginan bunuh diri yang sering muncul meskipun rasa
takut pasien terulang kembali, ekspresi klien tampak sedih saat melihat
bangku dan jalan – jalan di taman, namun klien tampak lebih tenang
ketika saya ajak ke tempat lain ( masjid )
b. Rencana tindak lanjut
Baiklah pak, bagaiman kalau kita berbincang – bincang tentang rencana
masa depan dan menceritakan pengalaman bapak selam dirawat disini ?
c. Kontrak yang akan datang
Topik : baiklah pak, saya kira sudah cukup perbincangan kita hari ini.
Bagaimana kalau lain kali kita berbincang – bincang lagi tentang rencana
masa depan dan mencerikan pengalaman bapak selama dirawat disini ?
Waktu : bapak mau kapan ? bagaimana kalau besok pagi kita
sambung lagi ?
Tempat : bapak mau berbincang – bincang dimana ?di sini saja,
baiklah pak besok kita ketemu di sini untuk melanjutkan perbincangan
kita hari ini. Terima kasih bapak sudah mau berbincang – bincang dengan
saya.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 3 (TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien : klien tampak murung, belum berani berinteraksi dengan
lingkungan yang ramai
2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan :
a. Klien dapat meningkatkan harga dirinya
b. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
c. Klien dapat memobilisasi dukungan social
4. Rencana tindakan (SP 3)
a. Mengevaluasi kegiatan yang telah di lakukan sebelumnya
b. Mengidentifikasi pola koping yang biasa di gunakan klien
c. Menilai pola koping yang dimiliki klien
d. Mengajarkan klien mekanisme koping yang adaptif
e. Membantu klien merencanankan masa depan yang realistis
f. Memobilisasi dukungan social
g. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik :
Selamat pagi pak, bertemu dengan saya lagi. Jadi bapak pasti tidak lupa
dengan saya Bapak masih ingat saya kan ? semoga saja masih ingat
b. Evaluasi / validasi :
Bagaimana perasaan bapak hari ini ? tidurnya semalam nyenyak pak ?
Bapak masih ingat tidak apa sudah kita bicarakan di pertemuan
pertemuan pertama dan kedua kemarin ? Ya benar, kemudian bapak ingat
tidak kita kemarin kemana saja ?
c. Kontrak
Topik : bapak sesuai dengan pembicaraan kita kemarin, bagaimana
kalau hari ini membuat rencana untuk masa depan dan bapak
menceritakan pengalaman bapak selama dirawat disini.
Waktu : bapak mau berapa lama ? bagaimana kalau 30 menit ?
Tempat : baiklah pak, sesuai dengan perjanjian kita kemarin hari ini
kita akan berbincang – bincang di masjid ini
2. Fase Kerja
pak, kemarin kan kita sudah berbincang – bincang banyak tentang aktivitas
bapak. Sebelum kita membuat rencana masa depan, boleh tidak saya tau
bagaimana ceritanya bapak bisa masuk kesini ? padahal bapak orang yang
baik. Apakah bapak mau bercerita sedikit kepada saya ? mungkin perasaan
bapak akan menjadi lebih baik. Baiklah saya akan mendengarkan. Jadi bapak
gagal dalam berumah tangga karena bapak di PHK dari pekerjaan bapak ?
saya tahu bagaimana perasaan bapak saat ini, dan sangat berat menerima
keadaan yang saat ini. Tapi saya mangerti bahwa bapak adalah orang yang
baik dan kuat, saya yakin bapak pasti bisa melewati ini semua. Di dalam
kehidupan itu pasti ada masalah pak, tapi bapak perlu tahu bahwa kalau ada
masalah pasti ada solusinya dan pasti ada hikmahnya. Bapak harus tahu,
mengakhiri hidup itu adalah bukan solusi yang baik. Bahkan dalam agama
yang bapak anut pasti bunuh diri itu juga tidak baik dan di larang. Apakah
bapak tidak berpikir mengenai keluarga yang bapak tinggalkan kalau bapak
melakukan percobaan bunuh diri tersebut ?dan bagaimana dengan istri
bapak ?seharusnya bapak harus bisa membuktikan kepada istri bapak, bahwa
bapak adalah orang yang kuat dan bertanggung jawab. Bagaimana pak ? saya
tahu dan mengerti, memang tidak mudah tapi saya yakin bapak pasti bisa.
Terbukti menurut cerita yang saya dengar, bapak adalah orang yang baik dan
pekerja keras makanya masih banyak orang yang peduli dengan bapak.
Bagaimana kalau saya bantu membuat rencana untuk masa depan setelah
bapak keluar dari sini ? bapak bersedia ?
Kita mulai dari bapak setelah dari sini yaa ? Nah, setelah keluar dari sini
bapak mau tinggal di mana ?di rumah bapak sendiri atau di rumah orang tua
bapak ? baiklah, bapak mau tinggal dengan orang tua bapak yaa.. Apa yang
bapak inginkan selama ini belum tercapai ? nah, bagus. Setelah keluar dari
sini bapak coba mencari pekerjaan lagi, agar keinginan bapak menjadi orang
yang sukses dapat terwujud. Bagus sekali perencanaan yang sudah bapak
buat, saya yakin bapak pasti bisa. Semoga sukses pak. . .
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien :
Data subyektif :Bagaimana perasaan bapak setelah membuat rencana
untuk masa depan kemarin ?
Data obyektif : Pasien dapat mengungkapkan mekanisme koping yang
adaptif, serta membuat perencanaan untuk masa depan.
b. Rencana tindak lanjut :
Pak, rencana untuk masa depan yang sudah kita buat kemarin saya harap
bisa membantu bapak setelah bapak keluar dari sini dan bapak menjadi
seseorang yang jauh lebih baik, lebih kuat, dan menjadi seseorang yang
lebih maju. Bapak pasti bisa menghadapi dan menyelesaikan setiap
masalah yang bapak hadapi, jangan mudah menyerah dan satu hal
mengakhiri hidup adalah bukan solusi yang tepat. Ingat yaa pak. . .
c. Kontrak yang akan datang
Topik : setelah kita berbincang – bincang banyak pak, bagaimana kalau
sekarang bapak belajar untuk berinteraksi, ngobrol, berbicara tentang
rencana yang sudah kita buat kepada keluarga ?
Waktu : jika bapak bersedia, bagaimana jika nanti kita bertemu lagi
jam 13.00
Tempat : dan untuk tempatnya, bagaimana kalau kita bertemu di ruang
perawatan saja ?
STRATEGI PELAKSANAAN KE 4 (EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : klien masih nampak murung, namun sudah tidak menyendiri
lagi dan mau berinteraksi dengan lingkungan
2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan : klien dapat memobilisasi dukungan social
4. Rencana tindakan Keperawatan :
a. Mengevaluasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
b. Mengevaluasi kemampuan klien
c. Membuat RTL keluarga : rencana pulang

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi bu, ibu masih ingat dengan saya kan ?
b. Validasi / validasi
Bagaiman perasaan ibu setelah saya ajarkan dan ibu mempraktekkannya
langsung ke klien ?
c. Kontrak
- Topik : baiklah bu, sesuai dengan apa yang sudah kita
bicarakan kemarin hari ini kita akan mengevaluasi perkembangan
klien setelah kita berikan perawatan beberapa kali
- Waktu : sekarang juga ibu bisa kan ? hanya 30 menit saja kok
bu
- Tempat : kita ngobrol di sinbi saja yaa bu ?
2. Fase Kerja
Seperti yang sudah saya sering katakan yaa bu, dukungan, motivasi dan
perhatian dari keluarga lah yang sangat di butuhkan oleh klien yang
mengalami resiko bunuh diri
Ibu kemarin sudah mempraktekkannya dengan baik, naah sekarang
waktunya mengevaluasi dari apa yang sudah lakukan terhadap klien, dan
juga untuk mengetahui perkembangan klien setelah kita berikan beberapa
kali
Ibu bisa melihat klien sudah mau berinteraksi dengan lingkungannya,
bagaimana perasaaan ibu ? meskiun perkembangan hanya sedikit, tapi
setidaknya klien mampu merespon pembicaraan kita dengan baik
Saya harap, ibu melakukan apa yang sudah saya bicarakan kemarin tidak
hanya ibu praktekkan kemarin saja. Tapi ibu harus melakukannya setiap
bertemu dengan klien di sini maupun di rumah nanti. Karena memang itulah
yang sangat dibutuhkan oleh klien untuk mempercepat proses
penyembuhannya.
3. Fase Terminasi
Evaluasi respon klien
a. Data subyektif
Bagaimana perasaan ibu ?
b. Data obyektif
Keluarga klien mampu berperan dan mempraktekkan apa yang sudah di
katakana oleh perawat dengan baik
Ingat kan bu apa yang sudah saya katan dari beberapa hari kemari ?
Ibu bisa melakukan apa yang sudah saya katakan setiap bertemu
dengan klien, ibu bisa mempraktekkannya selama klien di sini maupun
di rumah karena itu yang sangat dibutuhkan oleh klien dan mengurangi
pikiran klien untuk melakukan percobaan bunuh diri
3. LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. PENGERTIAN
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan diri,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).

B. ETIOLOGI
A. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri
adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu
melindungi dan memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan
inisiatif dan keterampilan. Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor
Biologis, beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri. Faktor selanjutnya adalah
kemampuan realitas yang menurun. Klien dengan gangguan jiwa
mempunyai kemampuan realitas yang kurang, sehingga menyebabkan
ketidak pedulian dirinya terhadap lingkungan termasuk perawatan diri.
Selanjutnya adalah faktor Sosial, kurang dukungan serta latihan kemampuan
dari lingkungannya, menyebabkan klien merasa
B. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurangnya atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual,
cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun
2000 faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah body Image,
praktik social, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan
kondisi fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu
dimanja dalam kebersihan diri maka,kemungkinan akan terjadi perubahan
pola personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat gigi,
shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita
DM yang harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat
budaya di sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh
dimandikan. Ada pula kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri, missal sabun, shampoo, dll.
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukan nya.

C. JENIS-JENIS DEFISIT PERAWATAN DIRI


Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.

D. TANDA DAN GEJALA


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut :
1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,memperoleh
atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran air
mandi,mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar pakaian.Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih
pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu
3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,mempersiapkan
makanan,melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi
pakaian untuk toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,dan
menyiram toilet atau kamar kecil.
E. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan tidak melakukan perawatan


seimbang diri tidak seimbang diri

F. POHON MASALAH

Gangguan Pemeliharaan Kesehatan


effect

Core (Masalah Utama) Defisit Perawatan Diri

Causa Isolasi Sosial


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

RESIKO BUNUH DIRI

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :Pasien merasa lemas dan tidak berdaya.
b. Data Objektif :Badan kurus, kulit bersih dan mulut bersih tapi klien masih
terlihat lemah, klien terlihat mengacuhkan makanan nya.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Keperawatan Diri : Makan dan minum
3. Tujuan Tindakan keperawatan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan, pentingnya manfaat makan dan minum.
c. Klien dapat menjelaskan cara makan dan minum yang baik.
d. Klien dapat melakukan pemenuhan makan dan minum dengan bantuan
perawat.
e. Klien dapat melakukan pemenuhan makan dan minum dengan bantuan
perawat.
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Evaluasi pengetahuan klien tentang manfaat makan dan minum
c. Ajarkan klien mempraktekan tata cara makan dan minum yang baik
d. Bantu klien mempraktekan tata cara makan dan minum yang baik
e. Anjurkan klien memasukan kegiatan makan dan minum secara mandiri
di dalan jadwal kegiatan harian.
B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamualaikum..!! Selamat Pagi Bu , apa kabar pagi ini??
b. Evaluasi / Validasi
“Apakah ibu sudah mandi & gosok gigi sendiri?bagaimana perasaan
ibu setelah mandi dan menggosok gigi?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu.. sesuai janji kita kemarin, hari ini jam 11 kita
berjumpa lagi dan akan membicarakan tentang manfaat dan tata cara
makan dan minum yang baik”
Waktu :“ sesuai janji kita kemarin , kita akan mengobsrol selama 15
menit ya bu, bagaimana ibu setuju?”
Tempat :“ Bagaimana kalau kita berbincang di ruang makan ini saja?”
2. Fase Kerja
Berapa kali ibu makan sehari ? Iya baguss ! Ibu makan 3 X Sehari ! Kalau
minum, sehari berapa gelas bu? Betul, Minum 10 Gelas sehari? Apa saja
yang disiapkan untuk makan? Dimana ibu makan? Bagaimana cara makan
yanag baik menurut ibu? Apa yang dilakukan sebelum makan. Apa pula
yang dilakukan setelah makan ?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif :
“..Bagaimana perasaan ibu setelah, kita membicarakan tentang cara
Makan dan minum yang baik? Baik sekali bu, ibu sudah bisa
menyebutkan manfaat makan dan minum dengan baik”
b. Rencana Tindak Lanjut
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika
kita menjaga kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan
latihan, Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal ya
bu..! makan 3 X sehari, dan minum 8 – 10 gelas sehari..”
c. Kontrak yang akan datang.
Topik : “Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu
lagi, dan membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara
Toileting yang baik dan benar (BAB dan BAK) besok..”
Waktu : “.Ibu mau jam berapa ? bagaimana kalau jam 11 ?”
Tempat : “Ibu maunya kita berbincang dimana ? bagaimana kalau
di ruang makan..? baiklah bu, besok saya akan kesini jam 11 ya !
Sampai Jumpa besok ya bu.. Saya permisi. Assalamualaikum..Wr.
Wb..”.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien
Data Subjektif :Pasien merasa lemas dan tidak berdaya.
Data Objektif : Kulit kotor, baju bau pesing, sekitar kamar klien bau pesing
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Keperawatan Diri : Toileting (BAB dan BAK)
3. Tujuan Tindakan keperawatan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya..
b. Klien dapat menjelaskan cara BAK dan BAB dengan benar.
c. Klien dapat melakukan pemenuhan kebutuhan BAK dan BAB dengan
benar dengan bantuan perawat
d. Klien dapat melakukan pemenuhan makan dan minum secara mandiri
e. Klien dapat memasukan kegiatan BAK dan BAB dengan benar ke dalam
jadwal harian
4. Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya..
b. Jelaskan cara BAK dan BAB dengan benar.
c. Bantu Klien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan BAK dan BAB
dengan benar
d. Anjurkan klien melakukan pemenuhan makan dan minum secara mandiri
e. Anjurkan klien untuk memasukan kegiatan BAK dan BAB dengan benar
ke dalam jadwal harian
B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamualaikum..!! Selamat Pagi Bu , apa kabar pagi ini??
b. Evaluasi / Validasi
“Apakah ibu sudah mandi & gosok gigi sendiri? Bagaiman perasaan ibu
setelah mandi dan menggosok gigi? Sudah makan pagi ini..?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu.. sesuai janji kita kemarin, hari ini jam 11 kita
berjumpa lagi dan akan membicarakan tentang tata cara BAK dan BAB
yang baik”
Waktu : “ sesuai janji kita kemarin , kita akan mengobsrol selama 15
menit ya bu, bagaimana ibu setuju?”
Tempat : “ Bagaimana kalau kita berbincang di ruang makan ini saja?”
2. Fase Kerja
“ Berapa kali ibu BAB sehari ? Kalau BAK berapa kali sehari ?, kalau ibu
BAB dan BAK di mana biasanya ? Setelah BAK dan BAB biasanya apa yang
ibu lakukan ? Menurut ibu apa manfaatnya jika menjaga kebersihan setelah
BAB dan BAK ?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan tentang cara BAB
dan BAK yang baik? Bagaimana perasaan ibu setelah membersihkan diri
setelah BAB dan BAK? BAgus sekali bu, ibu sudah bisa menyebutkan
dengan baik cara BAK dan BAB yang benar !”
b. Rencana Tindak Lanjut
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kita
menjaga kebersihan diri setelah BAB dan BAK. Sekarang, coba ibu
masukan kedalam Jadwal Kegiatan Harian ibu, sesuai ceklis, BAB 1x di
toilet, BAK 1x di toilet/dikamar?”
c. Kontrak yang akan datang.
Topik : “ Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi,
dan membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara berhias diri
(berpakaian dan berdandan) !”
Waktu : “ Ibu mau jam berapa? bagaimana kalau jam 11?”
Tempat : “ Ibu maunya kita berbincang dimana? bagaimana kalau di ruang
makan? baiklah bu, besok saya akan kesini jam 11 ya! Sampai Jumpa
besok ya bu Saya permisi. Assalamualaikum..Wr. Wb..”.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 3 (TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Subjektif : Pasien merasa lemas dan tidak berdaya.
Data Objektif : Baju kotor dan berantakan, rambut acak2an, muka kusam.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Keperawatan Diri : Berhias (berpakaian dan berdandan)
3. Tujuan Tindakan keperawatan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan cara berhias dengan benar.
c. Klien dapat melakukan pemenuhan kebutuhan berhias dengan benar
dengan bantuan perawat.
d. Klien dapat melakukan pemenuhan berhias secara mandiri.
e. Klien dapat memasukan kegiatan berhias dengan benar ke dalam jadwal
harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Jelaskan cara berhias (berpakaian dan berdandan) dengan benar.
c. Bantu Klien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan berdandan dengan
benar.
d. Anjurkan klien melakukan pemenuhan berdandan secara mandiri.
e. Anjurkan klien untuk memasukan kegiatan berdandan dengan benar ke
dalam jadwal harian

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamualaikum..!! Selamat Pagi Bu , apa kabar pagi ini??
b. Evaluasi / Validasi
“Apakah ibu sudah mandi & gosok gigi sendiri? Bagaiman perasaan ibu
setelah mandi dan menggosok gigi? Sudah makan pagi ini..? sudah
BAB / BAK pagi ini? Dimana ibu BAB dan BAK pagi ini? Apa yang ibu
lakukan setelah BAB / BAK..?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah bu.. sesuai janji kita kemarin, hari ini jam 11 kita
berjumpa lagi dan akan membicarakan tentang berhias (berpakaian dan
berdandan)?
Waktu :“ Sesuai janji kita kemarin , kita akan berbincang bincang selama
15 menit ya bu, bagaimana ibu setuju?”
Tempat : “ Bagaimana kalau kita berbincang di ruang makan ini saja?”
2. Fase Kerja
“Menurut ibu apa itu berhias? Apa manfaat berpakaian dan berdandan untuk
ibu? Bagus sekali ibu bisa menyebutkan manfaat berhias dan berpakaian!
Sekarang coba ibu tunjukan cara berpakaian dan berdandan yang baik? Bagus
sekali ibu sudah dapat menunjukan cara berhias dan berpakaian yang baik!
Mulai besok coba ibu masukan Berhias dan Berpakaian kedalam kegiatan
harian!”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif :
“..Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan tentang manfaat
dan tata cara berhias dan berpakaian yang baik..? BAgus sekali bu, ibu
sudah bisa menyebutkan dengan baik tentang manfaat dan cara berhias
dan berpakaian yang baik, “
b. Rencana Tindak Lanjut
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi ibu tentang cara
berhias dan berpakaian yang baik dan benar, mulai besok coba ibu
masukan ke jadwal kegiatan harian ibu”
c. Kontrak yang akan datang.
Topik : .Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi,
dan mengevaluasi tentang kebutuhan dan latihan cara berhias diri
(berpakaian dan berdandan)!”
Waktu : “Ibu mau jam berapa..? bagaimana kalau jam 11?”
Tempat : “Ibu maunya kita berbincang dimana? bagaimana kalau di ruang
makan..? baiklah bu, besok saya akan kesini jam 11 ya! Sampai Jumpa
besok ya bu.. Saya permisi. Assalamualaikum..Wr. Wb”.
STRATEGI PELAKSANAAN KE 4 (EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien terlihat duduk di salah satu sisi kamar. klien terlihat rapi dengan rambut
yang di sisir.
2. Diagnosis Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus:
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan membersihkan tempat BAB/BAK

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat siang ibu? Sudah dilakukan jadwal harian yang telah kita
lakukan kemarin? Bagus sekali ibu dapat melakukan secara mandiri
semua latihan yang telah kita lakukan”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu siang hari ini?”
c. Kontrak
Topik: “Bagaimana kalau kita latihan cara BAK/BAB yang baik?”
Waktu: “Kita akan membutuhkan waktu sekitar 30 menit, bagaimana
menurut ibu?”
Tempat: “Kita akan latihan cara BAB/BAK yang baik jadi kita latihan
langsung di tempat BAB/BAK”
2. Fase Kerja
“Menurut ibu dimana kita BAB/BAB yang benar? Benar ibu kita BAB/BAK
di ruang tertutup dan ada saluran pembuangan kotoran. Jadi kita tidak boleh
BAB/BAK di sembarang tempat”
“Sekarang coba ibu sebutkan bagaimana cara membersihkan/cebok? Bagus
ibu cebok itu adalah cara membersihkan bokong atau tempat keluar
BAB/BAK dengan air yang bersih dan jernih. Setelah ibu cebok pastikan
juga tidak ada BAB/BAK yang tersisa di WC dengan cara menyirami WC
dengan air bersih. Setelah di pastikan bokong dan WC bersih baru ibu
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah cara BAB/BAK yang baik” ibu
terlihat tersenyum dan wajah yang segar”
b. “Rencana tindak lanjut
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. ibu sehabis ibu
melakukan mandi kemudian melakukan cara berdandan dan cara makan
yang baik dan benar. Jika ibu merasakan keinginan BAB/BAK ibu
dapat melakukan latihan yang telah kita lakukan. Beri tanda M
(Mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau diingatkan
dan T (Tidak) tidak melakukan”.
c. Kontrak yang akan datang
Topik: “Baiklah Ny. M sekarang kita akhiri pertemuan ini, kalau Ny. M
masih ada yang ingin ditanyakan atau ada masalah yang ingin
dibicarakan boleh kepada perawat lain yang dinas diruangan ini. Saya
permisi dulu ya Ny. M. Selamat siang”.
4. LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep, 2010).

B. ETIOLOGI
Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan yaitu:
1. Faktor predisposisi :
A. Faktor biologis
 Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
 Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini
sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
B. Faktor psikologis
 Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
 Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima
pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
 Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif
maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku
destruktif.
C. Faktor social kultural
 Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
 Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
2. Faktor prespitasi :
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:
 Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
 Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
 Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
 Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.

C. MEKANISME KOPING
Menurut stuart dan laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok,
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perangan
dengan temennya.

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan

E. PENATALKSANAAN
Farmakologi:
a) Obat anti psikosis:Penotizin
b) Obat anti depresi:Amitripilin
c) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
d) Obat anti insomnia:Phneobarbital

Non-Farmakologi:
a) Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
b) Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang merupakan
perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.

F. POHON MASALAH

effect Gangguan Konsep Harga Diri Rendah

Core (Masalah Utama) Perilaku kekerasan

Causa Resiko Menciderai Diri Sendiri,Orang Lain


dan Lingkungan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PERILAKU KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
1. Pasien dapat mengidentifikasi PK
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
3. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
4. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
5. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan Perilaku
Kekerasan

B. PROSES PELAKSANAAN
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas
dalam).
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairil Anwar,
saya biaya dipanggil Anwar. Saya  perawat yang dinas diruang Madrim ini,
saya dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7
sampai jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu. Nama
ibu siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah
yang ibu rasakan,”

2. Fase Kerja
“ apa yang menyebabkan ibu R marah?
Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa
yang ibu R rasakan?“
Apakah ibu R merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan
selanjutnya”
“ Apakah dengan ibu R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar
satu cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5
kali. Bagus sekali ibu R sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini ibu R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ibu R sudah terbiasa melakukannya”.

3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu? ”
“ Coba ibu  R sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan  dan apa
yang ibu lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu
dibantu dan T, bila ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah ibu R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Ibu…Assalamu’alaikum.”  
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua

B. PROSES PELAKSANAAN
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan 
harian cara ke dua.
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya
Anwar”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah
dengan     kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”

2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita
latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu
kesal atau marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut
dengan memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan
kasur, ya bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan
secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat
tidur Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“
Coba ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa
ibu mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore,
lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
Bu.“ sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa!
Assalamu’alaikum”
STRATEGI PELAKSANAAN KE 3 (TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada bicara
agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal   
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal

B. PROSES PELAKSANAAN
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
(evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan,
latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal
latihan mengungkapkan marah secara verbal)
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya
Anwar”, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya
lihat jadual kegiatan hariannya. “Bagus,
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 10 menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara  ibu baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya bu: 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan
suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu
mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan baik:” bu, tolong
sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan . Bagus bu. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?’
“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus
sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“ Bagaimana kalau besok  kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu
yaitu dengan cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik
sampai nanti ya Ibu…Assalamu’alaikum”

STRATEGI PELAKSANAAN KE 4 (EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
B. PROSES PELAKSANAAN
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual  
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa) 
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” Betul Ibu
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?”   
2. Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana
yang mau di coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan
langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan
agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu
bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”
3. Fase Terminasi
“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa
kali ibu sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan
pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang
marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat
tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu  ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat! “
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah ibu, setuju bu?”….Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN KE 5 (LIMA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan :  Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi psikofarmaka

B. PROSES PELAKSANAAN
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum
obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna
minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara
teratur)
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya
Anwar, “sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita
bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat tadi?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”        
2. Fase Kerja
“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu minum?
warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?Bagus”“Obatnya ada 3
macam bu, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang
merah jambu ini namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus ibu
minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti
setelah minum obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya
ibu bias mengisap-isap es batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar?
Disini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”“ Sekarang kita masukkan
waktu minum obat kedalam jadwal ya bu”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum
obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum!
Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol
perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual
kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat
siang bu, sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum
5. LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

A. PENGERTIAN
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien (Aziz R, 2003).

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. TANDA DAN GEJALA


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung

D. AKIBAT YANG MUNCUL


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan yang
diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

E. JENIS WAHAM
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

F. FASE-FASE WAHAM
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat
miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan
selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya
pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,
menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal  yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat
rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi
hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan
dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

G. RENTANG RESPON
H. POHON MASALAH

effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core (Masalah Utama) Perubahan proses pikir : Waham

Causa Harga Diri Rendah


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

WAHAM

STRATEGI PELAKSANAAN KE 1 (SATU)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan dia tahu bahwa saudaranya ingin mengahancurkan
hidupnya dan ingin menyakiti dirinya
DO : Klien terlihat ketakutan dan bingung.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir : Waham Curiga
3. Tujuan :
a Klien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c Klien mampu menggunakan obat dengan benar

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum perkenalkan nama saya maya, saya praktikan dari
STIK Muhamadiyah.saya aka bertugas dari pukul 8 sampai pukul 2 siang
nanti . Pada hari ini kita akan belajar orientasi realita ya bu .” Nama ibu
siapa? Ibu senang dipanggil apa?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ada keluhan yang Ibu rasakan hari
ini? ” “saya lihat Ibu seperti ketakutan dan bingung Bu?”
Kontrak
Topik: “Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Ibu Y rasakan
sekarang?”

Waktu : “Berapa lama Ibu Y mau berbincang-bincang dengan saya?


Bagaimana kalau 20 menit Bu?”
Tempat : “Dimana enaknya kita bercakap-cakap Bu? Ibu mau disini,di
depan atau ditaman bu?” ”baik ibu kita akan berbincang-bincang di
taman.”
2. Fase Kerja
ibu tidak usah khawatir karena kita berada ditempat yang aman. Ibu masih
ingat tidak apa yang menyebabkan ibu di bawa ke sini? Oh jadi kemarin ibu di
bawa ke sini karena di bawa oleh petugas saat ibu sedang menjemur baju ya
bu? Ibu sebelumnya pernah di rawat di sini tidak bu? jadi sebelumnya ibu
pernah di rawat 3 kali di sini ya? Sebelum di sini ibu pernah di rawat di mana
saja? Di rumah sakit panti Agung ya bu sebelum dari sini? apakah ada
keluarga yang sakit sama seperti ibu? tidak ada, tapi adik kandung saya bunuh
diri gara- gara tidak punya uang bagaimana respon dari keluarga ibu tentang
sakitnya ibu sekarang? oh baik jadi keluarga ibu sangat peduli ya dengan
sakitnya ibu kali ini, makanya ibu di bawa ke sini agar ibu dapat beristirahat
dan bisa menenangkan fikiran ibu ya? iya ibu bagaimana perasaan ibu setelah
di sini? Jadi ibu di sini sudah bisa mulai tenang kalau tidak memingkirkan
masalah sama kakak ipar ibu ya? sebelumnya bagaimana hubungan ibu
dengan kakak ipar ibu? Oh baik jadi hubungan ibu sama kakak ipar ibu
kurang baik ibu tidak suka dengan kakak ipar ibu, karena kakak ipar ibu suka
menghabiskan uang suami ibu dan selalu punya niatan untuk melukai ibu ya
bu? Sebelumnya ibu tahu tidak ciri-ciri orang yang mau menyakiti? ibu sering
disakiti sama kakak ipar? bagian mana yang disakiti bu? kalau disakiti bisa
hilang dalam berapa waktu?coba bu liat bagianmana yang disakiti? nah ini
tidak ada luka bu? berati ibu?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“tadi kita sudah belajar tentang orientasi realita ya bu? Ibu masih ingat
tidak kita sudah melakukan apa tadi? O ya Bagus”
2 Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kegiatan orientasi realita tentang berpikir positif ibu
terus lakukan?”
“ibu tidak usah takut ya bu”
3 Kontrak
Topik : “Baikalah ibu besok kita akan bercakap-cakap lagi, besok ibu
mau bercakap-cakap tentang apa bu? Bagaimana kalau kesukaan ibu
dirumah, memasak atau kegemaran ibu?” baik ibu besok kita akan
membicarakan tentang kegemaran ibu”
Waktu : “Mau jam berapa Ibu? Ya baiklah bu jam 09.00 besok ya bu .”
Tempat: “tempatnya besok mau di mana ibu?” baik ibu kita besok
bertemu disini lagi.”“Kalau begitu, saya permisi dulu ya bu.
Assalamu’alaikum ibu”
STRATEGI PELAKSANAAN KE 2 (DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan merasa senang setelah berbincang-bincang
DO : Klien terlihat mulai bahagia
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir : Waham Curiga
3. Tujuan :
a. Klien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan Klien
mampu menggunakan obat dengan benar

B. PROESES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum ibu, sesuai dengan kesepakatan kita kemarin , saya
datang lagi bu untuk membicarakan kegemaran ibu”
b. Evaluasi Validasi
“sebelumnya ibu masih ingat dengan saya bu?” “coba ibu sebutkan nama
saya?” “bagus ibu , masih mengingat saya, dan ibu masih ingat yang kita
bicarakan kemarin bu?”
c. Kontrak
Topik: “Bisa kita mulai berbincang-bincang tentang apa yang Ibu gemari
?”
Waktu : “waktunya 15 sampai 20 menit bagaimana bu? “
Tempat : “tempatnya di taman seperti kemarin ya bu?”

2. Fase Kerja
ibu apa saja yang menjadi kegemaran atau hobi ibu? wah ternyata ibu pandai
menjahit? ibu bisa ceritakan kepada saya kapan pertama kali ibu mulai
mencoba menjahit itu bu? siapa yang mengajarkan kepada ibu pertama
kalinya bu? apakah ibu punya hasil dari jahitan ibu sebelumnya? Bisa di
perlihatkan kepada saya bu? waaah bagus sekali jahitan ibu, ini tampak rapi.
bagaimana kalau sekarang ibu melanjutkan kemampuan ibu tersebut? coba
kita buat jadwal untuk kemampuan ibu ini ya, berapa kali sehari ibu mau
melakukannya bu? apa yang ibu harapkan dari kemampuan ibu ini? ada tidak
bu kemampuan lain yang ibu miliki?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang
kemampuan yang ibu miliki”
b. Rencana Tindak Lanjut
”setelah ini coba ibu lakukan kembali ya bu sesuai dengan jadwal yang
telah kita buat.” “saya akan lihat kembali apa yang ingin ibu rajut.” “ibu
sebelumnya ibu masih ingat tidak bu obat yang ibu minum selama ini?”
Mari…kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach… lakukan ya
bu, dan beri tanda kalau sudah dilakukan seperti M ( mandiri ) kalau
dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan
dan T ( tidak ) tidak melakukan?
c. Kontrak
Topik : “Baikalah ibu besok saya akan kembali datang lagi bu, besok kita
akan membicarakan tentang obat yang harus ibu minum, setuju?”
Waktu : “untuk waktunya besok jam 12.00 bagaimana bu?”
Tempat: “bagaimana kalau tempatnya besok di depan kamar ibu?” “Kalau
begitu, saya permisi dulu ya bu. Assalamu’alaikum ibu”
STRATEGI PELAKSANAAN KE 3 (TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan merasa senang setelah berbincang-bincang
DO : Klien merasa senang berbincang-bincang dengan perawat dan
merasa ada yang memperhatikan klien tersebut
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir : Waham Curiga
3. Tujuan :
a. Klien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan Klien mampu
menggunakan obat dengan benar

B. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum ibu, sesuai dengan kesepakatan kita kemarin , saya
datang lagi bu” “sebelumnya saya bisa lihat Jadwal Kegiatan Harian
ibu?“
b. Evaluasi Validasi
”ibu sampai mana sekarang ibu merajutnya? Bisa saya lihat bu?”
c. Kontrak
Topik: “baik ibu sesuai dengan janji kita untuk membicarakan tentang
obat yang ibu minum?” ”apakah ibu sudah ingat obat yang selama ini
ibu minum?”
Waktu : “waktunya 20 menit bagaimana bu? “
Tempat : “tempatnya di depan kamar ibu ya”
2. Fase Kerja
Ibu perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang , dan tidurnya juga
tenang Obatnya ada tiga macam ya bu, yang warnanya orange ini
namanya CPZ , yang putih ini THP, dan yang merah jambu ini namanya
HLP. Semuanya ini harus diminum 3 kali sehari, setiap jam 7 pagi, 1
siang dan 7 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa
kering, untuk mengatasinya ibu bisa mengisap-isap es batu. Bila mata
terasa berkunang – kunang, Ibu sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu. sebelum minum obat ini, ibu lihat dulu label di kotak
obat, apakah benar namanya ibu tertulis di sana, berapa dosisnya yang
harus ibu minum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah
nama obatnya sudah benar Ibu obat ini harus diminum secara tertratur dan
kemungkinan besar ibu minum salam waktu yang lama. Sebaiknya ibu
tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum
berkonsultasi dengan dokter.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya obat
yang ibu minum?” “coba ibu sebutkan kembali obat yang ibu
minum?”
b. Rencana Tindak Lanjut
“setelah ini, ibu coba untuk minum obat sesuai dengan yang saya
ajarkan tadi” “ibu jangan sampai lupa ya bu dan ibu bisa
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian ibu“
c. Kontrak
Topik : “nanti saya akan bicara dengan suami dan keluarga ibu, untuk
membicarakan cara merawat ibu dirumah.
Waktu : “dua hari lagi saya akan kembali mengunjungi ibu”
Tempat: “untuk tempatnya seperti sekarang saja ya bu.“ ”Kalau begitu,
saya permisi dulu ya bu. Assalamu’alaikum ibu
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada
ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan
dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan
biopsikososial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan
dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat ( Riyadi
dan Purwanto, 2009).
Salah satu cara untuk mengatasi pasien gangguan jiwa dengan
hubunganterapeutik. Hubungan terapeutik perawat-pasien merupakan pengalaman
timbal balik dan pengalaman emosional bagi pasien. Dalam hubungan ini perawat
menggunakan diri dan teknik-teknik klinis tertentu dalam menangani pasien untuk
meningkatkan pemahaman dan perubahan perilaku pasien. Perawat memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan persepsi, pikiran dan perasaannya.
Juga penting bagi perawat untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan kekuatan ego
pasien serta mendukung sosialisasi dan hubungan dengan keluarga (Stuart, 2007).

B. SARAN
Bagi pelayanan keperawatan, disarankan agar adanya asuhan keperawatan pada
keluarga, konseling atau pendidikan kesehatan terkait stigma yang terjadi diantara
keluarga yang mempunyai penderita gangguan jiwa sehingga kelaurga berguna untuk
pengetahuan keluarga dan mengerti dalam sikap yang akan diambil dalam tindak
lanjut pengobatan pada keluarga yang sakit. Selain itu, perlu dukungan dari berbagai
pihak terutama dari petugas kesehatan dan keperawatan di masyarakat untuk tetap
memberi semangat kepada keluarga yang mempunyai gangguan jiwa agartetap sabar
dan berusaha untuk menerima kondisinya sehingga tetap memiliki semangat dalam
memberi pengobatan pada keluarga yang sakit.

Anda mungkin juga menyukai