DISUSUN OLEH :
DINA ISLAMIYATI
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Assamualaikum,Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat,taufik,serat hidayah-Nya Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT,atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan dengan baik,tepat waktunya yang berjudul “Isolasi Sosial”. Laporan
pendahuluan ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah keperawatan jiwa II
.dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih yang sebesar besarnya kepada:
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna,baik
dari segi penulisan,bahasa ataupun penyusunannya.oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun,khususnya dari dosen pengampuh mata kuliah
Keperawatan Jiwa II menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik
dimasa yang akan datang.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………. 1
C. Tujuan………………………………………………………………………….... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………. 15
B. Saran ………………………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isolasi social atau menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri
sering melakukan kegiatan yang ditujkan untuk mencapai kepuasan diri, dimana
pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan
berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi social),
termasuk juga kehidupam emosionalnya, semakun sering pasien menarik diri,
semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan social dan
emosional dengan orang lain.
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
berhubungan sosial. Sedangkan isolasi sosial adalah keadaaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Riyadi dan Purwanto, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari isolasi social ?
2. Apa saja etiologi dari isolasi social ?
3. Bagaimana rentang respon dari isolasi social ?
4. Apa saja psikodinamika dari isolasi social ?
5. Apa saja tanda dan gejala dari isolasi social ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari isolasi social ?
7. Bagaimana mekanisme koping dari isolasi social ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari isolasi social ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan isolasi sosial ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini tidak lain untuk mengetahui bagaiamana
konsep dasar penyakit serta untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan
jiwa dengan diagnose isolasi social.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Respon Adatif Respon Maladatif
4
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan
pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus
menerus, sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain
tidak mendukungnya. (Trimelia, 2011: 9).
D. Psikodinamika
1) Das Es
Das Es yang dalam bahasa Inggris disebut The Id adalah aspek
kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Jadi Das Es merupakan
faktor pembawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian
yang berupa dorongan-dorongan instintif yang fungsinya untuk
mempertahankan konstansi atau keseimbangan. Misalnya rasa lapar
dan haus muncul jika tubuh membutuhkan makanan dan minuman.
Dengan munculnya rasa lapar dan haus individu berusaha
mempertahankan keseimbangan hidupnya dengan berusaha
memperoleh makanan dan minuman.
2) Das Ich
Das Ich yang dalam bahasa Inggris disebut The Ego merupakan aspek
kepribadian yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya. Menurut Freud, Das Ich merupakan aspek psikologis
dari kepribadian yang fungsinya mengarahkan individu pada realitas
atas dasar prinsip realitas (reality principle). Misal ketika individu
lapar secara realistis hanya dapat diatasi dengan makan. Dalam hal ini
Das Ich mempertimbangkan bagaimana cara memperoleh makanan.
Dan jikakemudian terdapat makanan, apakah makanan tersebut layak
untuk dimakan atau tidak. Dengan demikian Das Ich dalam
berfungsinya melibatkan proses kejiwaan yang tidak simple dan untuk
itu Freud menyebut perlengkapan untuk berfungsinya Das Ich dengan
proses sekunder.
5
3) Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau The Super Ego adalah aspek sosiologis dari
kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang
sifatnya normative. Menurut Freud Das Ueber Ich terbentuk melalui
internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau
berarti bagi individu. Aspek kkepribadian ini memiliki fungsi :
a) sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es
disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapoat diterima
masyarakat.
b) mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip moral.
c) mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi dengan
conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa
conscentia berkembang melalui internalisasi dari peringatan dan
hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh
positif yang diberikan kepada anak-anak.
Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
1. Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2. Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3. Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4. Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau
tertekan.
5. Fase genital (genital stage)terjadi sejak individu memasuki
pubertas dan selanjutnya.
Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada
organ reproduksi.
E. Tanda dan Gejala
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
6
3) Klien merasa bosan.
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala Objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan.
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri.
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun.
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang.
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan).
7) Ekspresi wajah tidak berseri.
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15).
F. Manifestasi Klinis
1) Menghindar dari orang lain (menyendiri)
2) Komunikasi kurang/tidak ada.
3) Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
4) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5) Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
G. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respons sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik. Koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi,
isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap
pengaruh ganngguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti
7
model intelegensia atau kreatifitas yang tinggi orang tua harus secara aktif
mendidik anak dan dewasa muda tentang ketramppilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan
tenaga serta kemampuan memberikan dukungan secara berkesinambungan.
Ada 5 sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi
dengan stresor yaitu ketrampilan dan kemampuan, ekonomi, teknik pertahanan
dukungan sosial dan komunikasi.
H. Penatalaksanaan Isolasi Sosial
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang
grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga
diri seseorang. (Prabowo, 2014: 113)
8
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
2) Keluhan Utama
3) Factor Predisposisi dan Presipitasi
4) Psikososial
5) Fisik
6) Status Mental
a. Penampilan diri i. Isi Pikir
b. Pembicaraan j. Tingkat
c. Aktivitas Kesadaran
Motorik k. Memori
d. Afek l. Kemampuan
e. Emosi menilai
f. Interaksi selama m. Tingkat
wawancara konsentrasi
g. Persepsi n. Daya Tilik Diri
h. Proses Pikir
B. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS : Isolasi Sosial Menarik Diri
- Klien menyediri
- Menolak
berhubungan
dengan orang lain.
DO :
- Klien terlihat lebih Menarik Diri
suka sendiri.
- Klien menolak
komunikasi.
2. DS :
- Klien sering bicara
sendiri.
- Klien sering
tertawa sendiri.
9
DO : Halusinasi
- Klien terlihat
sering bicara
sendiri
- Klien terlihat Menarik diri
tertawa sendiri.
C. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
10
latihan. 1. Evaluasi kegiatan berkenalan
(berapa orang). Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat
melakukan kegiatan harian
(latih dua kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan 2-3 orang pasien,
perawat dan tamu, berbicara
saat melakukan kegiatan
harian
SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan
berkenalan (berapa orang) &
bicara saat melakukan dua
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat
melakukan kegiatan harian (2
kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan 4-5 orang.
berbicara saat melakukan 4
kegiatan harian
SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan
berkenalan, bicara saat
melakukan empat kegiatan
harian. Beri pujian
2. Latih cara bicara social:
meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
berkenalan >5 orang, orang
11
baru, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
dan sosialisasi
SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
dan sosialisasi. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang
telah mandiri
4. Nilai apakah isolasi sosial
teratasi.
Halusinasi Setelah dilakukan tindakan SP 1
diharapkan klien mampu 1. Identifikasi halusinasi: isi,
mengontrol halusinasinya frekuensi, waktu terjadi,
dengan kriteria hasil : situasi pencetus, perasaan,
1. Mengidentifikasi respon
halusinasi: isi, waktu 2. Jelaskan cara mengontrol
terjadi, frekuensi, halusinasi : hardik, obat,
situasi pencetus, cakap-cakap, kegiatan
perasaan, respon. harian
2. Pasien mampu 3. Latih cara mengontrol
mengulang cara halusinasi dengan
mengontrol halusinasi: menghardik
hardik, obat, cakap- 4. Masukkan pada jadwal
cakap dan melakukan kegiatan untuk latihan
kegiatan. menghardik
SP 2
1. Evaluasi kegiatan
menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan obat (
jelaskan 6 benar: jenis,
12
guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum
obat
SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum
obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap saat terjadi
halusinasi
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat
dan bercakap-cakap
SP 4
1. Evaluasi kegiatan
menghardik, minum obat
dan latihan bercakap-cakap.
Beri pujian
2. Laihan cara mengntrol
halusinasi dgn melakukan
kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan latihan
menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan
kegiatan harian
SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik dan minum
13
obat, bercakap-cakap dan
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang
telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi
terkontrol.
F. Implementasi Keperawatan
Pada implementasi perawat melakukan tindakan berdasarkan perencanaan
mengenai diagnose yang telah dibuat sebelumnya.
G. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pemberian asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan isolasi sosial
dapat disimpulkan bahwa :
a. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam asuhan keperawatan perlu
membina hubungan saling percaya antara perawat dengan pelayan dan
merupakan kunci utama dalam proses selanjutnya.
b. Dukungan dan kepedulian keluarga perlu guna membantu proses
penyembuhan klien, karena klien selalu merasa tidak berarti lagi.
B. Saran
Berikut ini adalah saran yang di buat untuk semua pihak agar menjadi lebih
baik dimasa yang akan datang.
1. Untuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya, binalah hubungan saling
percaya dengan klien agar terjadi komunikasi terapeutik sehingga
klien dapat mengungkapkan semua permasalahan agar tercapai
keberhasilan proses keperawatan.
2. Untuk keluarga klien sisipkan waktu untuk mengunjungi klien selama
dirawat di RSJ dan terimalah klien apa adanya serta berikan dukungan
dan perhatian yang dapat mempercepat penyembuhan klien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, GW dan Sundeen, S.J 2008, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC.
Kusumawati dan Hartono 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2013, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Yusuf, Ah, Fitryasari PK, Rizky dan Nihayati, Hanik Endang 2015, Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Jakarta: Salemba Medika.
16
17
18