DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1. M. ABDUL HAMID Z
2. CKRISTI DIANA DARMAYANI
3. ENIAWATI SYAFITRI
4. FAUZIAH
5. I MADE MARGITA PRATAMA
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas berkat
rahmat dan inayah-Nya terutama rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami
dapat menyusun Makalah Keperawatan Medikal Bedah I Sistem Perkemihan dengan
judul “Bnigna Prostate Hyperplasia”
Terimakasih kami ucapkan kepada pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I Sistem Perkemihan, Ibu Istianah Ners., M.Kep. yang telah membimbing dalam
pembuatan makalah ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada semua yang ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian tugas ini.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini, terdapat banyak
hambatan yang dihadapi, namun dengan ketabahan dan kerja keras kami serta dengan
masukan dari teman- teman sehingga Alhamdulillah segala sesuatu dapat teratasi.
Kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang hati demi
kesempurnaan makalah ini.
Klp II
ii
Daftar isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian dari Benigna Prostat Hypertropi(BPH) adalah pembesaran kelenjar
dan jaringan seluller, kelenjar prostat yang yang berhubungan dengan perubahan
endokrin. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Benigna Prostat Hypertropi adalah pembesaran
prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam dan
fransisca, 2006)
Beniga Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra (Schwartz, 2009
dalam Apriliana, 2015). Menurut Giddens (2004), mengatakan bahwa BPH
merupakan penyebab ganguan dan sumbatan aliran kemih yang paling banyak
banyak dijumpai pada pria lanjut usia.
Perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat pada dasarnya sudah
dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang
kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan
kemudian baru manifes dengan gejala klinik (Apriliana, 2015).
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita
akan memerlukan pengobatan untuk prostat hyperplasia (Apriliana, 2015), sehingga
penting halnya kita semua hususnya tenaga kesehatan untuk mengetahui sejak dini
penyebab, tanda gejala, tindakan perawatan serta tindakan preventif yang bisa di
lakukan untuk mencegah terjadinya BPH Bnigan Prostat Hiperplasia. Dalam
makalah ini akan meguaraikan terkait konsep dasar penyakit Bnigan Prostat
Hiperplasia serta konsep dasar asuhan keperawatan berhubungan dengan
komplikasi yang muncul akibat penyakit BPH Bnigan Prostat Hiperplasia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar penyakit BPH Bnigan Prostat Hiperplasia serta konsep
dasar asuhan keperawatan pada penyakit BPH Bnigan Prostat Hiperplasia
1
C. Tujuan
Untuk mengetahui Bagaimana konsep dasar penyakit BPH Bnigan Prostat
Hiperplasia serta konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit BPH Bnigan
Prostat Hiperplasia
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa kesehatan baik perawat maupun bidan dapat di
pergunakan sebagai modal dasar dalam mempelajari sub matakuliah
keperawatan medikal bedah
2. Bagi tenaga kesehatan
Bagi seorang tenaga kesehatan tentunya akan sangat bermanfaat, karena
akan sangat membantu untuk memberikan sumbangsih pengetahuan terkait
penyakit BPH Bnigna Prostate Hiypertropy
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan
hormon enstrogen (Mansjoer, 2000). Bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan testosterone estrogen karena produksi testosterone menurun dan
terjadi konversi testosterone menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer
(Apriliana, 2015).
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah
dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Perubahan mikroskopik ini terus
berkembang, akan terjadi patologik anatomik. Pada lelaki usia 50 tahun, angka
kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari
angka tersebut diatas akan menyebabkan dan tanda klinis (Apriliana, 2015).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostatadalah (Palupi, Saputri, N, & Palita, 2013)
4
a. Pembesaran prostat jinak
Pembesaran prostat jinak adalah kondisi pertumbuhan kelenjar
prostat yang berlebihan. terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi
penyebab gangguan ini, yakni bertambahnya usia dan berfungsinya sell
leydig pada testis sebgai penghasil hormon androgen utama, yaitu
testosteron. perubahan testosteron menjadi dehidrostestosteron (DHT) di
dalam sell prostat menjadi faktor masuknya DHT ke dalam inti sell prostat
yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga terjadi
pembentukan protein yang menyebabkan sell prostat bertambah banyak
(Abata, 2016).
b. Peradangan prostat
Lelaki dengan prostat yang membesar yang secara medis di kenal
sebagai benign prostatic hyperplasia (BPH), lebih mudah terkena
prostatitis (peraadangan prostat) biasanya karena ISK. Dalam BPH, yang
umum terjadi pada laki-laki lansia, kelenjar prostat tumbuh menghalangi
urine. Bakteri penyebab radang ini di antaranya adalah Bakteri Escherichia
col, Bakteri Klebseilla, Enterobakteri, Pseodomonas, Strptococus dan
stafilococcus (Abata, 2016).
c. Kanker Prostat
Kanker prostat adalah kanker yang menyerang kelenjar prostat,
sehinggal sell-sell tumbuh abnormal dan tidak terkendali dan
mengakibatkan kelenjar prostat meradang dan membesar sehingga dapat
menyumbat ureter sebagai saluran perkemihan. selain itu kanker prostat
juga merupakan tumor ganas yang tumbuh pada organ prostat dan
penyebaranya bisa melalui aliran darah sehingga dapat juga menyerang
organ-organ yang lain (Abata, 2016)
4. Manifestasi klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract
Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif (Palupi,
Saputri, N, & Palita, 2013).
5
1) Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi
pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2) Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak tuntas sehabis
miksi, kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining) anyang-anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia
karena overflow.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas.
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat
menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah,
perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer (Palupi, Saputri, N, &
Palita, 2013).
c. Gejala di luar saluran kemih.
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia
inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intra abdominal (Poernomo, 2000 dan Mansjoer, 2000 dalam Palupi,
Saputri, N, & Palita, 2013).
5. Patofisiologi
Memurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah
umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. pembesaran adenoma yang progresif menekan atau
mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan
kapsula bedah. Kapsula bedah ini menhan perluasanya dan adenoma cenderung
tumbuh ke dalam menuju lumenya, yang membatasi pengeluaran urine. akhirnya
di perlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. serat-
serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat,
6
terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid (lemah),
berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. karena terdapat sisi urine,
maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. peningkatan
tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. retensi progresif bagi air,
natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat
dengan drainage kateter.
Menurut mansjoer Arif, (2003) pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada ttraktus urinarius terjadi perlahan-lahan. pada tahap awal
terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor
mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi
lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat
sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika di lihat dari dalam vesika
dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor
sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil di namkan sakula dan
apabila besar di sebut diverkel. Fase penebalan detrusor adal fase kompensasi
yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
7
6. WOC
faktor usia/penuaan
testosteron Hormon endrogen dan
estrogen
masa hidup sell
ketidak seimbangan prostat lebih
dikonfersi oleh enzim Produksi sell stroma hormon estrogen dan lama
s-alpha reduktase dan sell epitel prostate testosteron pada usila
meningkat
jumlah sel tua
meningkat
DHT perubahan mikroskopik
dehidrotestoteron pada prostate
(perubahan patologik tidak di ganti
anatomi prostate) dengan sel-sel baru
lebih aktif menstimulasi
pertumbuhan proliferasi hiperplasia prostate
prostat kesulitan berkemih
penyempitan lumen
uretra posterior
disuria
tekanan intra vesikal meningkat
peningkatan resistensipada
leher bulu-buli dan prostate aliran urin tertahan refluk mencapai
hidroureter
ginjal
otot detrusor menebal dan
menegang (fase kompensasi ) statis urin melampaui
hidronefrosis
kemampuan akandung
kemih untuk
sakulasi atau divertikal media yang cocok menyimpan urin beban kerja ginjal
untuk pertumbuhan peregangan dan meningkat
kuman distensi kandung
keadaan berlanjut
kemih
MK: Resiko tinggi kerusakan ginjal
detrusor menjadi lelah dan infeksi
gangguan rasa
mengalami dekompensasi (tidak) nyaman nyeri gagal ginjal
9
f. Sistitis dan pielonefritis
9. Penatalaksanaan
a. Observasi
Biasanya di lakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang di
berikan yaitu mengurang minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak di perbolehkan minum alkohol
supaya tidak selalu sering miksi. Setiap 3 bulan di lakukan kontrol keluhan,
sisa kencing dan pemaeriksaan colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :
1) Mengurangi retensio otot polos prostate sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenalgik alfa.
2) Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormonr testosteron atau dihedrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5 α-redukstase
a) Penghambat enzim
Obat yang di pakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5mg /hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate sehingga
prostate dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini bekerja
lebih lambat dari pada golongan bloker dan manfaatnya hanya
jelas pada prostate yang sangat besar. Salah satu efek samping obat
ini adalah melemahkan libido, Ginekomastio, dan dapat
menurunkan nilai PSA.
b) Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di indonesia yaitu Eviprostat.
Efeknya di harapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan.
c) Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung
beratnya gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu
retensio urin berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, ada batu saluran kemih.
10
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka
biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
3) Terapi Invasive Minimal
a) Trans Uretral Microlowave Termoterapi (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberpa rumah
sakit besar. Dilakukan pemanasan prostate dengan gelombang
micro yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui suatu trans
duser yang diletakan di uretra pars prostatika.
b) High Itensisty Focused Ultrasuond (HIFU)
Enegi panas ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostate
berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik
yang mempunyai frekwensi 0,5-20 MHz. Energi yang di pancarkan
melalui alat yang diletakan transrektal dan di fokuskan kekelenjar
prostate. Teknik ini memerlukan anastesi umum. Data klinis
menunjukan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dan Qmax rata-
rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindkan belum di
ketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi sebanyak
10% setiap tahun. Meskipun sudah banyak modalitas yang telah di
temukan untuk mengobati pembesaran prostate, samapai saat ini
terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR
prostate
c) Transurethral Needle Ablation of The Prostate (TUNA)
Ablsi jarum Trans Suretra memakai energi dari frekwensi radio
yang menimbulkan panas sampai 100°C sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostate. sistem ini terdiri atas kateter tuna yang
di hubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi
pada frekwensi radio 490kHz. Kateter di masukan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan pemberian anastesi topikal xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelanjar prostate .
11
d) Stent Prostate
Stent Prostate di pasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostate. Stent di pasang intrluminal
di anatara leher bili-buli dan di sebalah proksimal
verumontanumsehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatka. Stent dapat di pasang secara temporal atau permanen.
pemasangan alat ini di peruntukan bagi pasien yang tidak mungkin
mejalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
12
menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus (Andra &
Yessie, 2013).
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu lama,
dan harus mengedan.
b) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
c) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa
d) Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang
e) Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam hari
13
2) Keragu-raguan pada berkemih awal
3) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,
dorongan dan frekuensi berkemih
4) Noktoria, dysuria, haematuria
5) Duduk untuk berkemih
6) Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria)
7) Konstipasi (protrusi protstat kedalam rectmum)
Tanda:
8) Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri
tekan kandung kemih
9) Hernia ingunalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukann kekosongan kandung kemih mengatasi
tahanan).
c. Makanan/cairan
Gejala:
1) Anoreksia, mual, muntah
2) Penurunan berat badan
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat, (pada prostatest
akut)
2) Nyeri panggul bawah
e. Keamanan
Gejala:
1) Demam
f. Seksualitas
Gejala:
1) Masalah tentang efek kondisi/penyakit kemampuan seksual
2) Takut inkontinential/menetas selama hubungan intim
3) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
g. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala:
14
1) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
2) Pengguanaan anti hipersensitiv atau antidepresan, antibiotic urinaria atau
gen antibiotic, obat yang dijual bebas, batuk flu/ alergi obat mengandung
simpatonimetic
h. Aktifitas/Istrahat
1) Riwayat pekerjaan
2) Lamanya istrahat
3) Aktifitas sehari-hari
4) Pengaruh penyakit terhadap aktivitas
5) Pengaruh penyakit terhadap istrahat
i. Hygene
1) Penampilan umum
2) Aktifitas sehari-hari
3) Kebersihan tubuh
4) Frekwensi mandi
j. Integritas ego
1) Pengaruh penyakit terhadap stress
2) Gaya hidup
3) Masalah financial
k. Neurosensory
1) Apakah ada sakit kepala
2) Status mental
3) Ketajaman penglihatan
l. Pernapasan
1) Apakah ada sisa napas
2) Riwayat merokok
3) Frekuensi pernapasan
4) Bentuk dada
5) Auskultasi
m. Interaksi sosial
1) Status perkawinan
2) Hubungan dalam masyarakat
15
3) Pola interaksi keluarga
4) Komunikasi verbal/non verbal
3. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan distensi kandung
kemnih.
b. Resti infeksi berhubungan dengan statis urin atau iritasi kandung kemih
c. Retensi urine berhubungan dengan dekompensasi otot destrusor
4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
Gangguan Setelah a. melaporkan nyeri Mandiri
rasa nyaman dilakukan hilang atau berkurang a. kaji nyeri, perhatikan a. memberikana informasi
nyeri intervensi b. skala nyeri ringan (0- lokasi, itensitas (skala 0-10) untuk membantu dalam
berhubungan keperawatan 3), sedang (4-7) berat lamanya. menentukan pilihan atau
dengan di harapkan (8-10) keefektifan intervensi
distensi nyeri hilang c. pasien tampak rileks b. plaster selang drainage pada b. mencegah penarikan
kandung atau d. pasien tidak meringis paha dan kateter pada kandung kemih dan
kemih berkurang e. tanda-tanda vital abdomen erosi pertemuan penis
dalam batas normal c. pertahankan tirah baring sekrotal
TD:120/80-130/90 c. tirah baring mungkin di
N: 80-100x/menit perlukan pada awal
R: 16-24x/menit selama fase retensio
S: 36,5-37,5°C akut. Namun ambulasi
f. klien dapat dini dapat memperbaiki
mendemonstrasikan pola berkemih normal
tehnik relaksasi nafas dan menghilangkan
dalam d. berikan tindakn nyeri kolik
kenyamanan, contoh:pijatan d. meningkatkan relaksasi,
punggung, membantu menfokuskan kembali,
pasien melakukan posisi perhatian dan dapat
yang nyaman, mendorong meningkatkan
penggunaan kemampuan koping
relaksasi/latihan nafas
dalam: aktifitas terapetik
Kolaborasi
a. masukan kateter dan
dekatkan untukkelancaran
drainase a. pengaliran kandung
kemih menurunkan
b. lakukan masase prostate tegangan dan kepekaan
kelenjar
b. membantu dalam
evakuasi duktus kelenjar
untuk menghilangkan
kongesti atau inflamasi.
c. berikan obat sesuai indikasi kontraindikasi bila
:naskotik contoh: eperidin infeksi terjadi
16
(demorot) c. di berikan untuk
menghilangkan nyeri
d. anti bacterial contoh: berat, memberikan
metenamin hipurat (hiprex) relaksasi mental dan
e. anti spamodik dan sedative fisik.
kandung kemih, contoh: d. menurungkan adanya
flavoksat (urispasi), bakteridalam traktus
oksibutinin ditropan urinarius juga yang
dimasukan melalui
sistem drainase
e. menghilangkan
kepekaan kandung
kemih
2 Resiko tinggi Setelah a. Tidak mengalami Mandiri
infeksi dilakukan tanda infeksi (Rubor, a. Pertahankan sistem kateter a. Mencegah pemasukan
berhubungan intervensi dolor, kalor, tumor, seteril, berikan perawtan bakteri dan infeksi/
dengan statis keperawatan fungsio laesa) keteter regular dengan sepsis lanjut.
urin diharapkan b. mencapai waktu sabun dan air, berikan
tidak terjadi penyembuhan optimal salep anti biotik disekitar
infeksi c. TTV normal sisi kateter.
TD:120/80-130/90 b. Ambulasi dengan kantung b. menghindari relfek,
N: 80-100x/menit darinase dependent. balik urine, yang dapat
R: 16-24x/menit memasukkan bakteri
S: 36,5-37,5°C kedalam kandung
d. Nilai lab normal kemih.
Leukosit: 5000-10000 c. awasi tanda vital c. Pasien yang mengalami
Hb : 14-16 perhatikan deman ringan, sistoskopsi dan/ atau
mengigil, nadi dan TUR prosta beresiko
pernapasan cepat, gelisah, untuk syok bedah/
peka, disorientasi. septik sehubungan
dengan manipulasi/
instrumentasi
d. Observasi drainase dari d. Adanya drain, insisi
luka sekitar kateter suprapubik
suprapubik. meningkatkan resiko
untuk infeksi, yang
diindukasikan dengan
eritema, drainase
purulen
e. Ganti balutan dengan e. balutan basah
sering menyebabkan kulit
(insisisupra/retropubik dan iritasi dan memberikan
perineal), pembersihan dan media untuk
pengeringan kulit pertumbuhan bakteri,
sepanjang waktu. peningkatan resiko
infeksi luka.
f. Gunakan pelindung kulit f. Memberikan
tipe ostomi. perlindungan untuk
kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan
menurunkan resiko
infeksi.
17
Kolaborasi
a. Berikan anti biotik sesui a. Mungkin di berikan
indikasi secara profilatik
sehubungan dengan
peningkatan risiko
infeksi pada
prostatektomi
3. Retensi urine Setelah a. menunjukan Mandiri
berhubungan dilakukan residu pasca a. Dorong pasien untuk a. Meminimalkan retensi
dengan intervesi berkemih kurang berkemih 2-4 jam dan bila urine distensi
dekompensasi keperawatan dari 50 ml tiba-tiba dirasakan berlebihan pada
Otot diharapkan dengan tak kandung kemih.
destrusor retensi urine adanya tetesan/ b. tanyakan pasien tentang b. Tekanan uretral tinggi
teratasi/ kelebihan aliran. inkontinensia setress penghambatan
berkurang b. Berkemih pengosongan kandung
dengan jumlah kemih/ dapat
yang cukup tak menghambat berkemih
teraba distensi sampai tekanan
kandung kemih. meningkat cukup
c. mampu untuk mengeluarkan
mengongkosong urine secara tidak
kan kandung sadar.
kemih dengan c. Observasi aliran urine, c. Berguna untuk
lengkap perhatikan ukuran dan mengevaluasi
d. Tidak terjadi kekuatan obstruksi dan pilihan
keraguan saat intervesi.
miksi d. awasi dan catat waktu dan d. Retensi urine
e. inkontinesia/ jumlah tiap berkemih. meningkatkan tekanan
menetes tidak perhatikan penurunan dalam saluran
terjadi lagi haluaran urine dan perkemihan atas, yang
perubahan berat jenis dapat mempengaruhi
fungsi ginjal. adanya
devisit aliran darah
keginjal menggangu
kemampuannya untuk
mengfilter dan
mengkonsentrasi
substansi.
e. Perkusi/ palpasi area supra e. Distensi kandung
pubik kemih dapat dirasakan
diarea supra pubik.
f. Dorong masukan cairan f. Peningkatan aliran
3000 ml sehari, dalam cairan
toleransi jantung bila di mempertahankan
indikasikan. perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal
dan kandung kemih
dari pertumbuhan
bakteri.
g. Awasi TTV dengan ketat. g. Khehilangan fungsi
Observasi hipertensi, ginjal mengakibatkan
edema perifer/ dependen, penurunan eliminasi
18
perubahan mental, timbang cairan dan akumulasi
tiap hari, pertahankan sisa toksik : dapat
pemasukan dan berlanjut kepenurunan
pengeluaran akurat. total.
h. Berikan atau dorong h. Menurunkan resiko
kateter lain dan perineal. infeksi asenden.
i. Berikan rendam duduk i. Meningkatkan
sesuasi indikasi. relaksasi otot,
penurunan edema, dan
Kolaborasi dapat meningkatkan
Berikan obat sesuai upaya berkemih.
a. antispasmodik, contoh: a. Menghilangkan
oksibutinin klorida spasme kandung
(ditropan) kemih sehubungan
dengan iritasi kateter.
b. finoksilbenzamin b. Diberikan untuk
(dibenzyline) membuat berkemih
lebih mudah dengan
merelaksasikan otot
polos prostat dan
menurunkan tahanan
terhadap aliran urine.
Digunakan dengan
kewaspadaan karena
mengecilakan kelenjar
dan mempunyai efek
samping tak enak
seperti pusing dan
irigasi kateter sesuai indikasi kelelahan
a. monitor labratory studies : a. Pembersihan prostat
BUN, kreatinin elektrolit (obstruksi) secara
nyata menyebabkan
dilatasi saluran
perkemihan atas (
ureter dan ginjal),
berpotensi merusak
fungsi ginjal dan
menimbulkan urema.
b. urinalisa dan kultur b. Statis urineria
pontesial untuk
pertumbuhan bakteri ,
peningkatan resiko
ISK.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bnigna prostate hypertropy (BPH) merupakan suatu jenis penyakit yang
menyerang pria seiring dengan bertambahnya usia, dimana prostat mengalami
pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. Asuhan keperawatan merupakan suatu hal
yang sentral dalam kasus ini, baik yang pre operasi maupun post operasi.
B. Saran
Masukan dan koreksi sangat kami butuhkan untuk perbaikan penyusunan makalah
berikutnya
20
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). Keperawatan Medical Bedah 1. Bengkulu: Nuha
Medika.
Judith, M., & Wilkinson. (2017). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Palupi, D. d., Saputri, M. A., N, P. A., & Palita, R. N. (2013). Asuhan Keperawatan
gangguan Sistem Reproduksi pada Lansia. Surakarta:
https://www.scribd.com/doc/177076928/Makalah-BPH.
21