OLEH :
KAMALIA
042STYC17
A. Definisi
Gastroenteritis atau diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang
air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari.Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab sebab lainnya (El
Ayuningtyas, 2017).
Gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
. Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume,
keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari
4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah, (Hidayat AAA, 2006).
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram
atau 200 ml/24 jam (Simadibrata K et al., 2009).
Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan/setengah cair (setengah padat) dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung
kurang dari 7 hari terjadi secara mendadak (Soebagyo, 2008).
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi memberan mukosa
lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, (Betz, Cecily lynn, 2009).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen, yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
D. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut ditinjau dari ada atau
tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
1) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
2) Diare non spesifik : diare dietetis.
a. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
1) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
2) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
b. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5
hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1
minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
2) Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
( Brunner & Suddart. 2002)
E. Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itumenimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi darah.
Mekanisme terjadinya diare dan termaksutjugapeningkatan sekresi atau
penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa intestinal dan
eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal. Infeksi diare akut
diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi
dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di
kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan
darah. Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
tetenus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin
makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sek
lukosit polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebakan terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa
kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin.
Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk mengatasi pertahanan mukosa usus.
Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok :
1. Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa.
Hal ini ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
2. Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak
menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam
empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan
oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus. Exudative diarrhoea,
ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis ulcerativa, atau pada
tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan mukus.
Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.
2. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau pra-
renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah,
perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun
(sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat diobati, dapat menyebabkan
kematian.
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan
karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau
bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia
dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (El
Ayuningtyas, 2017).
F. Pathway
G. Manifestasi klinis
Diare karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan
hipovolemik atau karena gangguan kimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Kehilangan cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turtor kulit menurun serta
suara menjadi serak (El Ayuningtyas, 2017).
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi
gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin
disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang
tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006). Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering (El Ayuningtyas, 2017).
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh,
diare dapat dibagi menjadi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat (El
Ayuningtyas, 2017).
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah :
a. Darah perifer lengkap
b. Serum elektrolit: Na+, K+, Cl
c. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda
d. Tanda gangguan keseimbangan
e. Asam basa (pernafasan Kusmaull)
f. Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen
g. Protozoa (Giardia, E. histolytica).
2. Feses :
a. Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pa da
jamur)
b. Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
c. Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut
karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan
sampai pada terapi definitive (Wedayanti, 2017).
I. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang terlambat
mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi
lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal
multi organ (El Ayuningtyas, 2017).
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.Haemolityc Uremic
Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUS
menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari
setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan
antibiotik
masih kontroversial. Sindrom Guillain–Barre, suatu polineuropati
demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah
infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain –Barre menderita infeksi C. jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan
mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom
Guillain –Barre belum diketahui.2 Artritis pasca-infeksi dapat terjadi
beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella,
Salmonella, atau Yersinia spp (El Ayuningtyas, 2017).
J. Penatalaksanaan
Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik,
seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan
selama beberapa hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa
penyakit yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan
leukosit pada fesesnya Penatalaksanaan diare pada anak berbeda dengan
orang dewasa.
Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah dengan rehidrasi tetapi
bukan satu-satunya terapi melainkan untuk membantu memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/ menghentikan diare dan mencegah
anak dari kekurangan gizi akibat diare dan menjadi cara untuk mengobati
diare. Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi
dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta.
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah
terapi yang :
1. Tepat indikasi
2. Tepat dosis
3. Tepat penderita
4. Tepat obat
5. Waspada terhadap efek samping.
Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) yaitu:
rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah, pemberian Zinc selama 10
hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif,
nasihat kepada orangtua/pengasuh (KEMENKES RI, 2011). Penatalaksanaan
diare akut pada orang dewasa antara lain meliputi:
1. Rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit, cairan
Ringer Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik
ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
b. Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai dengan
cairan yang dikeluarkan
c. Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat dipilih
oral atau i.v
d. Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi lengakap pada
akhir jam ke 3 setelah awal pemberian.
2. Terapi simptomatik, obat antidiare bersifat simptomatik dan diberikan
sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Beberapa golongan
antidiare: Antimotilitas dan sekresi usus, turunan opiat, Difenoksilat,
Loperamid, Kodein HCl, Antiemetik: Metoklopramid, Domperidon.
3. Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting dalam upaya
pencegahan, higienitas, sanitasi lingkungan (El Ayuningtyas, 2017).
K. Pencegahan
1. Menggunakan air yang bersih.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
3. Menggunakan jamban yang bersih untuk buang air besar.
4. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya kekurangan cairan
bila terjadi dehidrasi (Audiana, Mio. 2017).
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Herman (2012), pengkajian adalah langkah pertama yang
paling penting dalam proses keperawatan. Selama langkah pengkajian dan
diagnosis dari proses keperawatan, perawat mengumpulkan data dari klien
(atau keluarga, kelompok, komunitas), proses mengumpulkan data
mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur informasi yang
bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis
keperawatan.Pengkajian menurut Haryono, 2012.
1. Biodata
Terdiri dari Nama, Tempat tanggal lahir, Umur, Jenis kelamin, Tanggal
Mrs, Tanggal dikaji, No. Cm, No. Reg., penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh BAB cair lebih dari 3 kali (diare) yang mendadak dan
berlangsung singkat dalam beberapa jam kadang disertai muntah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran :
3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
d. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
4. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala :
Bentuk : mesocepal, tidak ada benjolan
Rambut : berwarna hitam, persebaran atas-samping kepala, kebersihan
cukup
d. Mata : bentuk kedua mata simetris, sklera ikterik, pupil kanan dan kiri
bereaksi terhadap cahaya, konjungtiva anemis
e. Telinga : bentuk simetris, pendengaran tidak ada gangguan ataupun
hambatan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
f. Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, kebersihan cukup
g. Mulut : bentuk simetris, kebersihan cukup
h. Leher : bentuk simetris, tidak ada benjolan
i. Dada : bentuk simetris, terlihat hangat, kering, dan merah, tidak ada
benjolan, perkembangan dada normal
j. Abdomen : bentuk simetris, teraba bising usus, terdengar bising usus
k. Urogenital : tidak terpasang kateter, kebersihan cukup baik
l. Ekstremitas : bentuk simetris pada ekstremitas atas maupun bawah dan
kanan maupun kiri, tidak ada gangguan pada ekstremitas
m. Kulit dan kuku : turgor kulit baik, tidak ada lesi pada punggung, warna
kulit sawo matang, kuku jernih
n. Keadaan lokal : pasien mengalami buang air besar sebanyak 4 kali
sehari teraba bising usus, terdengar bising usus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi
2. Defisit nutrisi
3. Intorelansi Aktivitas
4. Nyeri Akut
5. Gangguan integritas kulit/jaringan
6. Ansietas
7. Resiko Hipovolemia
8. Defisit pengetahuan
9. Resiko Syok
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Dx Intervensi
Hasil
1. Hipertermi SLKI : SIKI :
Definisi Setelah diberikan Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat diatas asuhan keperawatan Observasi :
rentang normal tubuh selama…X24 jam 1. Indentfikasi penyebab
Penyebab diharapkan status hipertermi
1. Dehidrasi pernafasan pasien 2. Monitor suhu tubuh
2. Terpapar lingkungan panas normal dengan kriteria 3. Monitor kadar
3. Proses penyakit (mis, hasil : elektrolit
infeksi, kanker) Termoregulasi
4. Ketidaksesuaian pakaian 1. Menggigil menurun Terapeutik
dengan suhu lingkungan 2. Kulit merah 1. Sediakan lingkungan
5. Peningkatan laju menurun yang dingin
metabolisme 3. Kejang menurun 2. Longgarkan atau
6. Respon trauma 4. Suhu tubuh lepaskan pakaian
7. Aktivitas berlebihan membaik 3. Berikan cairan oral
8. Penggunaan incubator 5. Suhu kulit membaik 4. Lakukan pendinginan
Gejala dan tanda Mayor eksternal (mis, selimut
Subjektif : Mengeluh panas hipotermi atau
Objektif : Suhu tubuh diatas kompres dingin pada
nilai normal dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
Gejala dan tanda minor :
Subjektif Edukasi
Objektif 1. Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah
2. Kejang Kolaborasi
3. Takikardi 1. Kolaborasi pemberian
4. Takipnea cairan dan elektrolit
5. Kulit terasa hangat intravena, jika perlu
2. Defisit nutrisi Setelah diberikan Manajemen Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi asuhan keperawatan Observasi :
tidak cukup untuk memenuhi selama…X24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme diharapkan status 2. Identifikasi makanan
(PPNI,2016) pernafasan pasien yang disukai
Penyebab : normal dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
1. Kurangnya asupan hasil :
makanan 1. Porsi makanan yang Terapeutik
2. Ketidakmampuan menelan dihabiskan 1. Lakukan oral hygnel
makanan 2. Nafsu makan sebelum makan
3. Ketidakmampuan membaik
mencerna makanan Edukasi
4. Ketidakmampuan 1. Anjurkan posisi duduk
mengabsorbsi nutrien
5. Peningkatan kebutuhan Kolaborasi
metabolisme 1. Kolaborasi pemberian
6. Faktor ekonomi (mis. medikasi sebelum makan
finansial tidak mencukupi) (mis. Pereda nyeri,
7. Faktor psikologis (mis. antimetic).
stress, keengganan untuk 2. Kolaborasi ahli gizi untuk
makan) menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
Gejala dan Tanda Mayor dibutuhkan.
(PPNI,2016)
Subjektif : (Tidak tersedia) Manajemen Berat Badan :
Objektif : Berat badan Observasi
menurun minimal 10% dibawa 1. Monitor Berat Badan
rentang ideal 2. Monitor adanya mual
muntah
Gejala dan Tanda Minor
(PPNI,2016) Terapeutik
Subjektif : 1. Berikan perawatan mulut
a) Cepat kenyang setelah sebelum pemberian
makan makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun Edukasi
Objektif : 1. Jelaskan jenis makanan
a) Bising usus hiperaktif yang bergizi tinggi,
b) Otot pengunyah lemah namun tetap terjangkau.
c) Otot menelan lemah
d) Memberan mukosa
pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok
berlebihan
h) Diare
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian IV
b) Kolaborasi pemberian
transfusi darah
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah
di tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap
selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi
respon klien (Deswani, 2009).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Lismidar, dkk., 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Intoleransi
Aktivitas