Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DENGAN PASIEN


GASTROENTERITIS DI PUSKESMAS KARANG TALIWANG

OLEH :

KAMALIA

042STYC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gastroenteritis atau diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang
air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari.Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab sebab lainnya (El
Ayuningtyas, 2017).
Gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
. Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume,
keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari
4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah, (Hidayat AAA, 2006).
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram
atau 200 ml/24 jam (Simadibrata K et al., 2009).
Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan/setengah cair (setengah padat) dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya berlangsung
kurang dari 7 hari terjadi secara mendadak (Soebagyo, 2008).
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi memberan mukosa
lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, (Betz, Cecily lynn, 2009).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen, yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.

B. Anatomi dan Fisiologi


Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Sherwood, 2010).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di
bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria
kiri pada regio abdomen.
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah
kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction)
dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk
kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan
bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat.
Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan
duodenum dan mengandung spinkter pilorik.
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel
yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa
lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian
terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body),
(2)daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar
mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau
kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang
melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan
parakrin (Sherwood, 2010).
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan
kelenjar oksintik mukosa lambung, yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus
yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel
parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik
artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk
menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka
berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice ).
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel
baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel
akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau
berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari.
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan
mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel
parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang
menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan
somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk
sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai
stimuli sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai
stimuli asam(Sherwood, 2010).
Rondhianto (2016) menjelaskan bahwa usus halus memiliki panjang
sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum (±
25 cm), jejunum (± 2,5 m), dan ileum (± 3,6 m). Fungsi usus halus adalah
mengabsorbsi makanan. Di usus halus terdapat pencernaan kimiawi, yaitu
senyawa yang dihasilkan usus halus dan dari pankreas.
Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :
a. Disakaridase, menguraikan disakarida menjadi monosakarida,
b. Erepsinogen, erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin,
erepsin mengubah pepton menjadi asam amino,
c. Hormon Sekretin, merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus, dan
d. Hormon CCK (kolesistokinin), erangsang hati untuk mengeluarkan cairan
empedu ke dalam usus halus.
Selain itu, senyawa kimia yang dihasilkan kelenjar pankreas adalah :
1) Bikarbonat, menetralkan suasana asam dari makanan yang berasal dari
lambung,
2) Enterokinase, mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta
mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin, tripsin mengubah pepton
menjadi asam amino,
3) Amilase, mengubah amilum menjadi disakarida,
4) Lipase Mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol,
5) Tripsinogen, merupakan tripsin yang belum aktif,
6) Kimotripsin, mengubah pepton menjadi asam amino,
7) Nuklease, menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugus pospat,
8) Hormon Insulin, menurunkan kadar gula dalam darah sampai menjadi
kadar normal, dan
9) Hormon Glukagon, menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar
normal.

A. Gambar 1. Anatomi Usus Halus Fisiologi


Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Sherwood, 2010).
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di
bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria
kiri pada regio abdomen.
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah
kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction)
dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk
kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan
bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat.
Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan
duodenum dan mengandung spinkter pilorik.
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel
yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa
lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian
terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body),
(2)daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar
mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau
kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang
melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan
parakrin (Sherwood, 2010).
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan
kelenjar oksintik mukosa lambung, yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus
yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel
parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik
artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk
menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka
berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice ).
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua
sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan
sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau
berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari.
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan
mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel
parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang
menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan
somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk
sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai
stimuli sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai
stimuli asam(Sherwood, 2010).
Rondhianto (2016) menjelaskan bahwa usus halus memiliki panjang
sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum (±
25 cm), jejunum (± 2,5 m), dan ileum (± 3,6 m). Fungsi usus halus adalah
mengabsorbsi makanan. Di usus halus terdapat pencernaan kimiawi, yaitu
senyawa yang dihasilkan usus halus dan dari pankreas.
Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :
a. Disakaridase, menguraikan disakarida menjadi monosakarida,
b. Erepsinogen, erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin,
erepsin mengubah pepton menjadi asam amino,
c. Hormon Sekretin, merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus, dan
d. Hormon CCK (kolesistokinin), erangsang hati untuk mengeluarkan cairan
empedu ke dalam usus halus.
Selain itu, senyawa kimia yang dihasilkan kelenjar pankreas adalah :
1) Bikarbonat, menetralkan suasana asam dari makanan yang berasal dari
lambung,
2) Enterokinase, mengaktifkan erepsinogen menjadi erepsin serta
mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin, tripsin mengubah pepton
menjadi asam amino,
3) Amilase, mengubah amilum menjadi disakarida,
4) Lipase Mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol,
5) Tripsinogen, merupakan tripsin yang belum aktif,
6) Kimotripsin, mengubah pepton menjadi asam amino,
7) Nuklease, menguraikan nukleotida menjadi nukleosida dan gugus
pospat,
8) Hormon Insulin, menurunkan kadar gula dalam darah sampai menjadi
kadar normal, dan
9) Hormon Glukagon, menaikkan kadar gula darah sampai menjadi kadar
normal.

Gambar 1. Anatomi Usus Halus

Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi


menjadi tiga daerah, yaitu kolon asenden, kolon transversum, dan kolon
desenden.
Fungsi kolon adalah :
a. menyerap air selama proses pencernaan,
b. tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli,
c. membentuk massa feses,
d. mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh, dan
e. pengeluaran feses dari tubuh defekasi.
Gambar 2. Anatomi Usus Besar
Rektum adalah penampungan feses setelah dari usus besar. Apabila
feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan
penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada dua, yaitu otot
polos dan otot lurik. Sedangkan anus adalah saluran pembuangan feses
setelah dari rektum.

Gambar 3. Anatomi Rektum & Anus


C. Etiologi
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan
parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah
kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah
infeksi virus terutama Rotavirus. Sebagian besar dari diare akut disebabkan
oleh infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi
dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6
golongan besar yaitu infeksi (disebakan oleh bakteri, virus atau infestasi
parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab
lainya Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping
sebab lain seperti racun, alergi dan dispepsi (El Ayuningtyas, 2017).
1. Virus Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype
1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe
40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus.
2. Bakteri yaitu Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli
(EPEC). Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli
(EIEC), Enterohemorragic E.coli(EHEC), Shigella spp.,
Camphylobacterjejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V.
Cholera 0139, salmonella (non-thypoid).
3. Parasit Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium coli,
Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis.
4. Heliminths yaitu Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria
philippinensis, Trichuris trichuria.
5. Non Infeksi yaitu Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imonodefisiensi, obat dll.

D. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut ditinjau dari ada atau
tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
1) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
2) Diare non spesifik : diare dietetis.
a. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
1) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
2) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,
misalnya: diare karena bronkhitis.
b. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5
hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1
minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
2) Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
( Brunner & Suddart. 2002)

E. Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itumenimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi darah.
Mekanisme terjadinya diare dan termaksutjugapeningkatan sekresi atau
penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa intestinal dan
eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal. Infeksi diare akut
diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi
dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di
kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan
darah. Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
tetenus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin
makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sek
lukosit polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebakan terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa
kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin.
Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk mengatasi pertahanan mukosa usus.
Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok :
1. Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa.
Hal ini ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
2. Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak
menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam
empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan
oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus. Exudative diarrhoea,
ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis ulcerativa, atau pada
tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan mukus.
Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.
2. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau pra-
renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah,
perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun
(sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat diobati, dapat menyebabkan
kematian.
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan
karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau
bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia
dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (El
Ayuningtyas, 2017).

F. Pathway

G. Manifestasi klinis
Diare karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan
hipovolemik atau karena gangguan kimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Kehilangan cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turtor kulit menurun serta
suara menjadi serak (El Ayuningtyas, 2017).
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi
gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin
disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang
tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006). Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering (El Ayuningtyas, 2017).
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh,
diare dapat dibagi menjadi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat (El
Ayuningtyas, 2017).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah :
a. Darah perifer lengkap
b. Serum elektrolit: Na+, K+, Cl
c. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda
d. Tanda gangguan keseimbangan
e. Asam basa (pernafasan Kusmaull)
f. Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen
g. Protozoa (Giardia, E. histolytica).
2. Feses :
a. Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pa da
jamur)
b. Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
c. Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut
karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan
sampai pada terapi definitive (Wedayanti, 2017).

I. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang terlambat
mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi
lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal
multi organ (El Ayuningtyas, 2017).
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.Haemolityc Uremic
Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUS
menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari
setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan
antibiotik
masih kontroversial. Sindrom Guillain–Barre, suatu polineuropati
demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah
infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain –Barre menderita infeksi C. jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan
mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom
Guillain –Barre belum diketahui.2 Artritis pasca-infeksi dapat terjadi
beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella,
Salmonella, atau Yersinia spp (El Ayuningtyas, 2017).

J. Penatalaksanaan
Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik,
seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan
selama beberapa hari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa
penyakit yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan
leukosit pada fesesnya Penatalaksanaan diare pada anak berbeda dengan
orang dewasa.
Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah dengan rehidrasi tetapi
bukan satu-satunya terapi melainkan untuk membantu memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/ menghentikan diare dan mencegah
anak dari kekurangan gizi akibat diare dan menjadi cara untuk mengobati
diare. Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi
dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta.
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah
terapi yang :
1. Tepat indikasi
2. Tepat dosis
3. Tepat penderita
4. Tepat obat
5. Waspada terhadap efek samping.
Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) yaitu:
rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah, pemberian Zinc selama 10
hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif,
nasihat kepada orangtua/pengasuh (KEMENKES RI, 2011). Penatalaksanaan
diare akut pada orang dewasa antara lain meliputi:
1. Rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit, cairan
Ringer Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik
ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml
b. Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai dengan
cairan yang dikeluarkan
c. Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat dipilih
oral atau i.v
d. Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi lengakap pada
akhir jam ke 3 setelah awal pemberian.
2. Terapi simptomatik, obat antidiare bersifat simptomatik dan diberikan
sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Beberapa golongan
antidiare: Antimotilitas dan sekresi usus, turunan opiat, Difenoksilat,
Loperamid, Kodein HCl, Antiemetik: Metoklopramid, Domperidon.
3. Terapi definitif, edukasi yang jelas sangat penting dalam upaya
pencegahan, higienitas, sanitasi lingkungan (El Ayuningtyas, 2017).
K. Pencegahan
1. Menggunakan air yang bersih.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
3. Menggunakan jamban yang bersih untuk buang air besar.
4. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya kekurangan cairan
bila terjadi dehidrasi (Audiana, Mio. 2017).

BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Herman (2012), pengkajian adalah langkah pertama yang
paling penting dalam proses keperawatan. Selama langkah pengkajian dan
diagnosis dari proses keperawatan, perawat mengumpulkan data dari klien
(atau keluarga, kelompok, komunitas), proses mengumpulkan data
mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur informasi yang
bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis
keperawatan.Pengkajian menurut Haryono, 2012.
1. Biodata
Terdiri dari Nama, Tempat tanggal lahir, Umur, Jenis kelamin, Tanggal
Mrs, Tanggal dikaji, No. Cm, No. Reg., penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh BAB cair lebih dari 3 kali (diare) yang mendadak dan
berlangsung singkat dalam beberapa jam kadang disertai muntah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran :
3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
d. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.

3. Pola fungsi kesehatan


a. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya
nyeri akibat distensi abdomen.

4. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala :
Bentuk : mesocepal, tidak ada benjolan
Rambut : berwarna hitam, persebaran atas-samping kepala, kebersihan
cukup
d. Mata : bentuk kedua mata simetris, sklera ikterik, pupil kanan dan kiri
bereaksi terhadap cahaya, konjungtiva anemis
e. Telinga : bentuk simetris, pendengaran tidak ada gangguan ataupun
hambatan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
f. Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, kebersihan cukup
g. Mulut : bentuk simetris, kebersihan cukup
h. Leher : bentuk simetris, tidak ada benjolan
i. Dada : bentuk simetris, terlihat hangat, kering, dan merah, tidak ada
benjolan, perkembangan dada normal
j. Abdomen : bentuk simetris, teraba bising usus, terdengar bising usus
k. Urogenital : tidak terpasang kateter, kebersihan cukup baik
l. Ekstremitas : bentuk simetris pada ekstremitas atas maupun bawah dan
kanan maupun kiri, tidak ada gangguan pada ekstremitas
m. Kulit dan kuku : turgor kulit baik, tidak ada lesi pada punggung, warna
kulit sawo matang, kuku jernih
n. Keadaan lokal : pasien mengalami buang air besar sebanyak 4 kali
sehari teraba bising usus, terdengar bising usus

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi
2. Defisit nutrisi
3. Intorelansi Aktivitas
4. Nyeri Akut
5. Gangguan integritas kulit/jaringan
6. Ansietas
7. Resiko Hipovolemia
8. Defisit pengetahuan
9. Resiko Syok
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Dx Intervensi
Hasil
1. Hipertermi SLKI : SIKI :
Definisi Setelah diberikan Manajemen Hipertermia
Suhu tubuh meningkat diatas asuhan keperawatan Observasi :
rentang normal tubuh selama…X24 jam 1. Indentfikasi penyebab
Penyebab diharapkan status hipertermi
1. Dehidrasi pernafasan pasien 2. Monitor suhu tubuh
2. Terpapar lingkungan panas normal dengan kriteria 3. Monitor kadar
3. Proses penyakit (mis, hasil : elektrolit
infeksi, kanker) Termoregulasi
4. Ketidaksesuaian pakaian 1. Menggigil menurun Terapeutik
dengan suhu lingkungan 2. Kulit merah 1. Sediakan lingkungan
5. Peningkatan laju menurun yang dingin
metabolisme 3. Kejang menurun 2. Longgarkan atau
6. Respon trauma 4. Suhu tubuh lepaskan pakaian
7. Aktivitas berlebihan membaik 3. Berikan cairan oral
8. Penggunaan incubator 5. Suhu kulit membaik 4. Lakukan pendinginan
Gejala dan tanda Mayor eksternal (mis, selimut
Subjektif : Mengeluh panas hipotermi atau
Objektif : Suhu tubuh diatas kompres dingin pada
nilai normal dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
Gejala dan tanda minor :
Subjektif Edukasi
Objektif 1. Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah
2. Kejang Kolaborasi
3. Takikardi 1. Kolaborasi pemberian
4. Takipnea cairan dan elektrolit
5. Kulit terasa hangat intravena, jika perlu
2. Defisit nutrisi Setelah diberikan Manajemen Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi asuhan keperawatan Observasi :
tidak cukup untuk memenuhi selama…X24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme diharapkan status 2. Identifikasi makanan
(PPNI,2016) pernafasan pasien yang disukai
Penyebab : normal dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
1. Kurangnya asupan hasil :
makanan 1. Porsi makanan yang Terapeutik
2. Ketidakmampuan menelan dihabiskan 1. Lakukan oral hygnel
makanan 2. Nafsu makan sebelum makan
3. Ketidakmampuan membaik
mencerna makanan Edukasi
4. Ketidakmampuan 1. Anjurkan posisi duduk
mengabsorbsi nutrien
5. Peningkatan kebutuhan Kolaborasi
metabolisme 1. Kolaborasi pemberian
6. Faktor ekonomi (mis. medikasi sebelum makan
finansial tidak mencukupi) (mis. Pereda nyeri,
7. Faktor psikologis (mis. antimetic).
stress, keengganan untuk 2. Kolaborasi ahli gizi untuk
makan) menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
Gejala dan Tanda Mayor dibutuhkan.
(PPNI,2016)
Subjektif : (Tidak tersedia) Manajemen Berat Badan :
Objektif : Berat badan Observasi
menurun minimal 10% dibawa 1. Monitor Berat Badan
rentang ideal 2. Monitor adanya mual
muntah
Gejala dan Tanda Minor
(PPNI,2016) Terapeutik
Subjektif : 1. Berikan perawatan mulut
a) Cepat kenyang setelah sebelum pemberian
makan makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun Edukasi
Objektif : 1. Jelaskan jenis makanan
a) Bising usus hiperaktif yang bergizi tinggi,
b) Otot pengunyah lemah namun tetap terjangkau.
c) Otot menelan lemah
d) Memberan mukosa
pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok
berlebihan
h) Diare

3. Intorelansi Aktivitas Setelah diberikan Manajemen Energi :


Definisi : asuhan keperawatan Observasi :
Ketidakcukupan energi selama…X24 jam 1. Indetifikasi gangguan
untuk melakukan aktivitas diharapkan status fungsi tubuh yang
sehari-hari pernafasan pasien mengakibatkan
Penyebab : normal dengan kriteria kelelahan
1. Ketidakseimbangan hasil : 2. Monitor kelelahan
antara suplai dan Toleransi Aktivitas fisik dan emosional
kebutuhan oksigen 1. Frekuensi nadi 3. Monitor pola dan jam
2. Tirah baring menurun tidur
3. Kelemahan 2. Kemudahan 4. Monitor lokasi dan
4. Imobilitas melakukan ketidaknyamanan
5. Gaya hidup monoton aktivias sehari- selama melakukan
hari meningkat aktivitas
Gejala dan tanda mayor 3. Kekuatan tubuh Terapeutik :
Subjektif : Mengeluh lelah bagian atas 1. Sediakan lingkungan
Objektif : meningkat nyaman dan rendah
1. Frekuensi jantung 4. Kekuatan tubuh stimulus
meningkat >20% dari bagian atas (mis,cahaya,suara,
kondisi istirahat meningkat kunjungan)
5. Keluhan lelah 2. Lakukam latihan
Gejala dan tanda minor menurun rentang gerak pasif
Subjektif : 6. Dyspnea saat dan/atau aktif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas 3. Berikan aktiivitas
aktivitas menurun distraksi yang
2. Merasa tidak nyaman 7. Dyspnea setelah menenangkan
setelah beraktivitas aktivitas 4. Fasilitasi duduk disisi
3. Merasa lemah menurun tempat tidur, jika
8. Perasaan lemah tidak dapat berpindah
Objektif : menurun atau berjalan
1. Tekanan darah berubah 9. Warna kulit
>20 % dari kondisi membaik Edukasi :
istirahat 10. Frekuensi nafas 1. Anjurkan tirah baring
2. Gambaran EKG membaik 2. Anjurkan melakukan
menunjukkan aritmia aktivitas secara
saat/ setelah aktivitas bertahap
3. Gambaran EKG 3. Ajarkan strategi untuk
menunjukkan iskemia mengurangi kelelahan
4. Sianosis Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.

4. Nyeri Akut Setelah diberikan Manajemen Nyeri :


Definisi asuhan keperawatan Observasi :
Pengalaman sensorik atau selama…X24 jam 1. Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan diharapkan status karakterikstik, durasi,
dengan kerusakan jaringan pernafasan pasien frekuensi, kualitas,
actual atau fungsional. normal dengan kriteria intensitas nyeri
Penyebab : hasil : 2. Indentifiaksi skala
1. Agen pencedera Tingkat Nyeri : nyeri
fisiologis 1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi nyeri non
(mis.inflamasi, menurun verbal
iskemia,neoplasma) 2. Meringis 4. Indentifikasi faktor
2. Agen pencedera menurun yang memperberat
kimiawi (mis. Terbakar, 3. Gelisah dan memperingan
bahan kimia iritan ) menurun nyeri
3. Agen pencedera fisik 4. Kesulitan tidur
(mis. Abses, amputasi, 5. Muntah Terapeutik :
terbakar, terpotong, menurun 1. Berikan tehnik
mengangkat berat, 6. Mual menurun nonfarmaklogis untuk
prosedur operasi, 7. Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
trauma, latihan fisik membaik 2. Fasilitasi istirahat dan
berlebihan). 8. Pola napas tidur.
Gejala dan Tanda Mayor membaik
Subjektif : Mengeluh nyeri 9. Tekanan darah Edukasi :
Objektif : membaik 1. Anjurkan memonitor
1. Tampak meringis 10. Nafsu makan nyeri secara mandiiri
2. Bersikap protektif (mis, membaik 2. Jelaskan stratetgi
waspada posisi 11. Pola tidur meredakan nyeri
menghindari nyeri ) membaik
3. Gelisah Kolaborasi :
4. Frekuensi nadi 1. Kolaborasi pemberian
meningkat analgetik, jika perlu.
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif : Tidak tersedia
Objektif :
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir
tertanggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis
5. Gangguan integritas Setelah diberikan Perawatan Integritas Kulit :
kulit/jaringan asuhan keperawatan Observasi :
Definisi : kerusakan kulit selama…X24 jam a. Identifikasi penyebab
(dermis dan/atau epidermis) diharapkan status gangguan integritas kulit
atau jaringan (membrane pernafasan pasien (mis. Perubahan sirkulasi,
mukosa, kornea, fasia, otot, normal dengan kriteria perubahan status nutrisi,
tendon, tulang, kartilago, hasil : penurunan kelembaban,
kapsul sendi dan/atau 1) Peradangan luka suhu lingkungan ekstrem
ligament) (PPNI,2016) menurun dan penurunan monilitas).
Penyebab : 2) Nyeri menurun
1. Perubahan sirkulasi 3) Kerusakan lapisan Terapeutik :
2. Perubahan status nutrisi kulit menurun a. Ubah posisi tiap 2 jam
(kelebihan atau 4) Kemerahan jika tirah baring
kekurangan) menurun b. Gunakan produk
3. Kekurangan/kelebihan 5) Tekstur membaik berbahan ringan atau
volume cairan alami dan hipoalergik
4. Penurunan mobilitas pada kulit
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang Edukasi :
ekstrem a) Anjurkan memakai
7. Faktor mekanis (mis., pelembab (mis. Lotion,
penekanan pada tonjolan serum)
tulang, gesekan) atau b) Anjurkan minum Air yang
faktor elektris cukup
(elektrodiatermi, energi c) Anjurkan meningkatkan
listrik bertegangan tinggi) asupan nutrisi
8. Efek samping terapi
radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar
informasi tentang upaya
mempertahankan/
melindungi/ integritas
jaringan

Gejala dan Tanda Mayor


(PPNI,2016)
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor


(PPNI,2016)
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif :
a) Nyeri
b) Perdarahan
c) Kemerahan
d) Hematoma
6. Ansietas Setelah diberikan Reduksi Ansietas:
Definisi : Kondisi emosional asuhan keperawatan Observasi :
dan pengalaman subyektif selama…X24 jam a) Identifikasi saat tingkat
individu terhadap objek yang diharapkan status ansietas berubah (mis.
tidak jelas dan spesifik akibat pernafasan pasien Kondisi, waktu, stressor)
antisipasi bahaya yang normal dengan kriteria b) Monitor tanda-tanda
memungkinkan individu hasil : ansietas
melakukan tindakan untuk 1) Perilaku gelisah
menghadapi ancaman. menurun Terapeutik :
Penyebab : 2) Perilaku tegang a) Dengarkan dengan penuh
1) Krisis situasional menurun perhatian
2) Kebutuhan tidak terpenuhi 3) Pola tidur membaik b) Motivasi mengidentifikasi
3) Krisis maturasional situasi yang memicu
4) Ancaman terhadap konsep kecemasan
diri
5) Ancaman terhadap Edukasi:
kematian a) Anjurkan keluarga untuk
6) Kekhawatiran mengalami tetap bersama pasien
kegagalan b) Latih tekhnik relaksasi
7) Disfungsi sistem keluarga Kolaborasi : Kolaborasi
8) Hubungan orang tua-anak pemberian terapi antiansietas.
tidak memuaskan
9) Faktor keturunan
(tempramen mudah
Teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar lingkungan (mis.
Toksin, polutan dan lain-
lain)
12) Kurang terpapar informasi

Gejala dan tanda mayor :


Subjektif : Merasa bingun,
merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi,
sulit berkonsentrasi
Objektif : tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur

Gejala dan tanda minor :


Subjektif : Mengeluh pusing,
anoreksia, palpitasi, merasa tak
berdaya.
Objektif : frekuensi napas
meningkat, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesis, tremor,
muka tampak pucat, suara
bergetar kontak mata buruk,
sering berkemih, berorientasi
pada masa lalu.
a. Kondisi klinis tetkait
1) Penyakit kronis
progresif (mis. Kanker,
pentakit autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitallisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis
penyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh
kembang
7. Resiko Hipovolemia Setelah diberikan Observasi :
Definisi : Berisiko mengalami asuhan keperawatan a) Monitor status hidrasi
penurunan volume cairan selama…X24 jam (mis. Frekuensi nadi,
intravaskuler, interstisial, dan diharapkan status kekuatan nadi, akral,
atau intraseluler pernafasan pasien pengisian kapiler,
Faktor Resiko : normal dengan kriteria kelembapan mukosa,
1) Kehilangan cairan secara hasil : turgor kulit, tekanan
aktif 1) A darah)
2) Gangguan absorbsi supan cairan b) Monitor berat badan
cairan meningkat harian
3) Usia lanjut 2) D c) Monitor hasil pemeriksaan
4) Kelebihan berat badan ehidrasi menurun laboratorium
5) Status hipermetabolik 3) T
6) 7.Kekurangan intake ekanan darah Terapeutik :
cairan membaik a) Catat intake-output dan
Kondisi Klinis : hitung balans cairan 24
1) Penyakit Addison jam
2) Perdarahan b) Berikan asupan cairan,
3) Luka bakar sesuai kebutuhan
4) AIDS c) Berikan cairan intravena
5) Muntah
6) Diare Kolaborasi : Kolaborasi
pemberian diuretic, jika perlu

8. Defisit pengetahuan Setelah diberikan Observasi :


Definisi : Ketiadaan atau asuhan keperawatan a) Identifikasi kesiapan dan
kurangnya informasi kognitif selama…X24 jam kemampuan menerima
yang berkaitan dengan topic diharapkan status informasi
tertentu pernafasan pasien b) Identifikasi faktor-faktor
Penyebab : normal dengan kriteria yang dapat meningkatkan
1) Keterbatasan kognitif hasil : dan menurunkan motivasi
2) Gangguan fungsi kognitif 1) Perilaku sesuai perilaku hidup bersih dan
3) Kurang terpapar informasi anjuran meningkat sehat
4) Kurang mampu mengingat 2) Kemampuan
menjelaskan tentang Terapeutik :
Gejala dan tanda mayor : suatu topik a) Sediakan materi dan
Subjektif : Menanyakan meningkat media pendidikan
masalah yang dihadapi 3) Perilaku sesuai kesehatan
Objektif : dengan pengetahuan b) Jadwalkan pendidikan
1. Menunjukkan perilaku meningkat kesehatan sesuai
tidak sesuai anjuran kesepakatan
2. Menunjukkan persepsi c) Berikan kesempatan
yang kelitu terhadap untuk bertanya
masalah
Edukasi :
Gejala dan tanda minor : a) Jelaskan faktor resiko
Subjektif : Tidak tersedia yang dapat mempengaruhi
Objektif : kesehatan
a) Menjalani pemeriksaan b) Ajarkan perilaku hidup
yang tidak tepat bersih dan sehat
b) Menunjukkan perilaku
berlebihan
Kondisi klinis terkait :
1) Kondisi klinis yang
dihadapi klien
2) Penyakit akut
3) Penyakit kronis

9. Resiko Syok Setelah diberikan Pencegahan syok :


Definisi : Berisiko mengalami asuhan keperawatan Observasi :
ketidakcukupan aliran darah ke selama…X24 jam a) Monitor status cairan
jaringan tubuh, yang dapat diharapkan status b) Monitor tingkat
mengakibatkan disfungsi pernafasan pasien kesadaran dan respon
seluler yang mengancam jiwa normal dengan kriteria pupil
a. Faktor Resiko hasil : c) Monitor status
1) Hipoksemia 1) Haus menurun kardiopulmonal
2) Hipoksia 2) Kekuatan nadi
3) Hipotensi meningkat Terapeutik :
4) Kekurangan volume 3) Tingkat kesadaran a) Berikan oksigen untuk
cairan meningkat mempertahankan saturasi
b. Kondisi klinis terkait 4) Akral dingin oksigen >94%
1) Perdarahan menurun b) Persiapkan intubasi dan
2) Pneumothoraks ventilasi mekanis
3) Cedera Medulla c) Pasang jalur IV
Spinalis d) Pasang kateter urine
4) Infark Miokard
Edukasi :
a) Jelaskan penyebab resiko
syok
b) Jelaskan tanda dan gejala
syok
c) Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian IV
b) Kolaborasi pemberian
transfusi darah

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah
di tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap
selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi
respon klien (Deswani, 2009).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Lismidar, dkk., 2005).
DAFTAR PUSTAKA

El Ayuningtyas, 2017. Studi Penggunaan Antibiotik Seftriakson Pada Pasien


Diare (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo). Bachelors
Degree (S1) Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.
Audiana, Mio. 2017. Audina, Maria Ignasia Olga, G0c214041 (2017) Gambaran
Jumlah Dan Jenis Leukosit Pada Penderita Diare Akut Karena Infeksi Di
Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang. Diploma Thesis, Muhammadiyah
University Of Semarang.
Wedayanti, 2017. Gastroenteritis Akut. Kepaniteraan Klinik Madya Bagian / Smf
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rsup
Sanglah.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Standar Diagnosis Keperawtan
Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator Diagnostik.Edisi 1.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) .Standar Intervensi Keperawtan
Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Standar Luaran Keperawtan
Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan
II.
Pathway
Faktor infeksi, Malabsorbsi, Makanan, Psikologis

Gangguan Osmotik Gangguan Sekresi Gangguan mortilitas


Terdapat makanan yang tidak bisa dserap Rangsangan tertentu (toksin)
pada dinding usus Hiperperistaltik Hipoperistaltik
Tekanan osmotik rongga usus meningkat Peningkatan sekresi air dan elektrolit Kesempatan absorbsi berkurang Bakteri tumbuh berlebih
Pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus
ke dalam rongga usus Isi usus berlebihan
Isi usus berlebihan Diare Feses mengandung banyak asam laktat
Iritasi saluran G I Pengeluaran cairan berlebihan Perubahan status kesehatan Iritasi Kulit perianel
Gangguan
Nyeri Mual dan Muntah Asidosis Metbaolik Dehidrasi Resiko integritas
Ketidakseimban kulit/jaringan
Akut Anoreksia Gangguan Sirkulasi Kurang Informasi Koping tidak efektif
gan cairan
Intake Adekuat
Resiko Syok Ansietas
Defisit
Defisit Pengetahuan
Kelelahan
Nutrisi

Intoleransi
Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai