Anda di halaman 1dari 28

A.

 Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa


tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai


penyebabnya

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya.

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1
sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum
pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung
mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter
pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus
kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :

1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.


2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :

a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot


esophagus.

b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk
otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.

c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan
dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura
minor (lengkung kelenjar).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe.

4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada
dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus
atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung.
Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief
cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor
intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam
usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia
pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-
kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi
oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar
gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain
yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit,
terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk


lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif
merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak
duodenum.

Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia


seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang
oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen
simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus
(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding
lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang
mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan
arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria
ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta
berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati
melalui vena porta.

Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.

b. Fisiologi

Fisiologi Lambung :

1. Mencerna makanan secara mekanikal.

2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL


gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus,
HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi
langsung masuk kedalam aliran darah.

3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah
menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.

5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh


HCL.

6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)


kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan
terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

3. Etiologi

a. Perubahan pola makan

b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama

c. Alkohol dan nikotin rokok

d. Stres

e. Tumor atau kanker saluran pencernaan

4. Insiden

Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 %


orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan
skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 %
yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8
% (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut
Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 %
penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah
asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya
sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)

5. Manifestasi Klinik

a.  nyeri perut (abdominal discomfort)


b. Rasa perih di ulu hati

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah

d. Nafsu makan berkurang

e. Rasa lekas kenyang

f. Perut kembung

g. Rasa panas di dada dan perut

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

6. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

7. Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.

8. Penatalaksanaan Medik

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung


2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan
yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

3) Atur pola makan

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus
DF reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)


golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik
(mencegah terjadinya muntah)

9. Test Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti


halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan
gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk
memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain.

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk


menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.

b. Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran


makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya


normal atau sangat tidak spesifik.

d. USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak


dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan
pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang


dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data.
Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa
pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas
kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari
lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan
kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di
dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji
Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

2. Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,


muntah

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

4. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan


untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien


melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, 1. Berguna dalam pengawasan
beratnya (skala 0 – 10) kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
2. Berikan istirahat dengan posisi
semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler
dapat menghilangkan
3. Anjurkan klien untuk
tegangan abdomen yang
menghindari makanan yang
bertambah dengan posisi
dapat meningkatkan kerja asam
telentang
lambung
3. dapat menghilangkan nyeri
4. Anjurkan klien untuk tetap
akut/hebat dan menurunkan
mengatur waktu makannya
5. Observasi TTV tiap 24 jam aktivitas peristaltik

6. Diskusikan dan ajarkan teknik 4. mencegah terjadinya perih


relaksasi pada ulu hati/epigastrium

7. Kolaborasi dengan pemberian 5. sebagai indikator untuk


obat analgesik melanjutkan intervensi
berikutnya

6. Mengurangi rasa nyeri atau


dapat terkontrol

7. Menghilangkan rasa nyeri dan


mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang


diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan 1. Untuk mengidentifikasi
haluaran tiap jam secara indikasi/perkembangan dari
adekuat hasil yang diharapkan

2. Timbang BB klien 2. Membantu menentukan


keseimbangan cairan yang
3. Berikan makanan sedikit tapi
tepat
sering
3. meminimalkan anoreksia, dan
4. Catat status nutrisi paasien:
mengurangi iritasi gaster
turgor kulit, timbang berat
badan, integritas mukosa 4. Berguna dalam
mulut, kemampuan menelan, mendefinisikan derajat
adanya bising usus, riwayat masalah dan intervensi yang
mual/rnuntah atau diare. tepat Berguna dalam
pengawasan kefektifan obat,
5. Kaji pola diet klien yang
kemajuan penyembuhan
disukai/tidak disukai.
5. Membantu intervensi
6. Monitor intake dan output secara
kebutuhan yang spesifik,
periodik.
meningkatkan intake diet
klien.
7. Catat adanya anoreksia, mual,
muntah, dan tetapkan jika ada
6. Mengukur keefektifan nutrisi
hubungannya dengan medikasi.
dan cairan
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar 7. Dapat menentukan jenis diet
(BAB). dan mengidentifikasi
pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,


muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk


memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,
dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan volume
pengisian kapiler, status sirkulasi perifer dan hidrasi
membran mukosa, turgor kulit seluler

2. Awasi jumlah dan tipe masukan 2. Klien tidak mengkomsumsi


cairan, ukur haluaran urine cairan sama sekali
dengan akurat mengakibatkan dehidrasi
3. Diskusikan strategi untuk atau mengganti cairan untuk
menghentikan muntah dan masukan kalori yang
penggunaan laksatif/diuretik berdampak pada
keseimbangan elektrolit
4. Identifikasi rencana untuk
meningkatkan/mempertahanka 3. Membantu klien menerima
n keseimbangan cairan optimal perasaan bahwa akibat
misalnya : jadwal masukan muntah dan atau penggunaan
cairan laksatif/diuretik mencegah
kehilangan cairan lanjut
5. Berikan/awasi hiperalimentasi
IV 4. Melibatkan klien dalam
rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil

5. Tindakan daruat untuk


memperbaiki ketidak
seimbangan cairan elektroli

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan


kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang
penyakitnya.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana
tingkat kecemasan yang
2. Berikan dorongan dan berikan dirasakan oleh klien sehingga
waktu untuk mengungkapkan memudahkan dlam tindakan
pikiran dan dengarkan semua selanjutnya
keluhannya
2. Klien merasa ada yang
3. Jelaskan semua prosedur dan memperhatikan sehingga
pengobatan klien merasa aman dalam
segala hal tundakan yang
4. Berikan dorongan spiritual diberikan

3. Klien memahami dan


mengerti tentang prosedur
sehingga mau bekejasama
dalam perawatannya.

4. Bahwa segala tindakan yang


diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu
Tuhan Yang Maha Esa.

5. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap


tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi

DATAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC

Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan,
edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC

Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

DIPOSTING OLEH FOSIMMIK DI 00.52 
LABEL: PENCERNAAN

TIDAK ADA KOMENTAR:

Posting Komentar

LINK KE POSTING INI

Buat sebuah Link

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DISPEPSIA

A.    PENGERTIAN

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di
perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik
berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk
dispepsia (Mansjoer, 2000).

Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah makan, yg


berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram & begah perut. Kerap kali kali
diperberat karena makanan yg berbumbu, berlemak / makanan berserat cukup tinggi, & karena
asupan kafein yg berlebihan, dyspepsia tiada kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi
pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).

Batasan dispepsia

1.      Dyspepsia organic, kalau/jika sudah diketahui adanya kelainan organic sebagai 


penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata terhadap organ tubuh
misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, pembengkakan/radang pancreas,
pembengkakan/radang empedu, & lain – lain.

2.      Dyspepsia non-organik / dyspepsia fungsional, / dyspepsia non-ulkus (DNU), kalau/jika tak jelas
penyebabnya. Dyspepsia fungsional tiada diikuti kelainan / gangguan struktur organ berlandaskan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, endoskopi ( teropong saluran pencernaan).

B.     ETIOLOGI

Seringnya, dispepsia dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux.. Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yg terjadi pada saluran cerna atas dampak proses
penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung lansia
biasanya mengalami menurunnya hingga 85%. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, bisa menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum bisa
diketemukan.

Penyebab dispepsia secara rinci ialah:

1.      Menelan udara (aerofagi)

2.      Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung


3.      Iritasi lambung (gastritis)

4.      Ulkus gastrikum / ulkus duodenalis

5.      Kanker lambung

6.      Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7.      Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)

8.      Kelainan gerakan usus

9.      Stress psikologis, kecemasan, / depresi

10.  Infeksi Helicobacter pylory

11.  Perubahan pola makan

12.  Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan & dlm waktu yg lama

13.  Alkohol & nikotin rokok

14.  Stres

15.  Tumor / kanker saluran pencernaan

C.     TANDA DAN GEJALA

1.      Nyeri perut (abdominal discomfort)

2.      Rasa perih di ulu hati

3.      Mual, kadang-kadang hingga muntah

4.      Nafsu makan berkurang

5.      Rasa lekas kenyang

6.      Perut kembung

7.      Rasa panas di dada & perut

8.      Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

D.    PATHWAY
E.     PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yg tak teratur, obat-obatan yg tak jelas, zat-zat seperti nikotin &
alkohol serta adanya keadann kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi minus sehingga
lambung mau kosong, kekosongan lambung bisa membuat dampak erosi pada lambung dampak
gesekan antara dinding-dinding lambung, keadann demikian bisa membuat dampak peningkatan
produksi HCL yg mau merangsang terjadinya keadann asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tak adekuat baik makanan maupun
cairan.

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada
sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran
pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium,
radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

1.      Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk


menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya.
Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.

2.      Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan.


Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan
sebaiknya menggunakan kontras ganda.

3.      Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) : Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional,


gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

4.      USG (ultrasonografi) : Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun
dapat dimanfaatkan

5.      Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak.
Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

G.    PENATALAKSANAAN

1.      Penatalaksanaan non farmakologis

a.       Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

b.      Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin
rokok, dan stres

c.       Atur pola makan

2.      Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang
memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap
placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya
muntah).

H.    PENCEGAHAN
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan
jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi,
cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1.      Identitas

a.       Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat

b.      Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dgn pasien,
alamat

2.      Pengkajian

a.       Alasan utama datang ke rumah sakit

b.      Keluhan utama (saat pengkajian)

c.       Riwayat kesehatan sekarang

d.      Riwayat kesehatan dahulu

e.       Riwayat kesehatan keluarga

f.       Riwayat pengobatan & alergi

3.      Pengkajian Fisik

a.       Keadann umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene & lain-
lain.

b.      Data sistemik

1).          Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba, & lain-lain.

2).          Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis, kelopak mata, konjungtiva,
sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, & lain-lain.

3).          Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, & lain-lain.

4).          Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan, pengisian kapiler,
edema, & lain-lain.

5).          Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat, orientasi manusia, &
lain-lain.

6).          Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual & tenggorokan,
kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon & rektum, rectal toucher, & lain-lain.
7).          Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan & cara jalan, kemampuan mencukupi aktifitas
sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral, patah tulang, & lain-lain.

8).          Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, & lain-lain.

9).          Sistem reproduksi: infertil, kasus menstruasi, skrotum, testis, prostat, payudara, & lain-lain.

10).      Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, & pancaran), BAK, vesika urinaria.

4.      Data penunjang

5.      Terapi yg diberikan

6.      Pengkajian kasus psiko-sosial-budaya-& spiritual

a.       Psikologi

1).    Perasaan klien sesudah mengalami kasus ini

2).    Cara menangani perasaan tersebut

3).    Rencana klien sesudah masalahnya terselesaikan

4).    Jika rencana ini tak terselesaikan

5).    Pengetahuan klien tentang kasus/penyakit yg ada

b.      Sosial

1).    Aktivitas / peran klien di masyarakat

2).    Kebiasaan lingkungan yg tak disukai

3).    Cara mengatasinya

4).    Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya

c.       Budaya

1).    Budaya yg diikuti karena klien

2).    Aktivitas budaya tersebut

3).    Keberatannya dlm mengikuti budaya tersebut

4).    Cara menangani keberatan tersebut

d.      Spiritual

1).    Aktivitas ibadah yg biasa dikerjakan sehari-hari

2).    Kegiatan keagamaan yg biasa dikerjakan

3).    Aktivitas ibadah yg sekarang tak bisa dikerjakan


4).    Perasaaan klien dampak tak bisa melaksanakan hal tersebut

5).    Upaya klien menangani perasaan tersebut

6).    Apa keyakinan klien tentang peristiwa/kasus kesehatan yg sekarang sedang dialami

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.

Intervensi:

1).    Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?

R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan

2).    Ajarkan teknik distraksi/relaksasi

R/mengurangi rasa nyeri

3).    Beri posisi nyaman

R/untuk mengurangi rasa nyeri

4).    Beri posisi semifowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

5).    Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mengura ngi rasa nyeri

2.       Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui rute normal
(diare), abnormal (perdarahan).

Intrvensi:

1).    Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

R/mengetahui keadaan klien

2).    Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari

R/memenuhi kebutuhan cairan

Hitung  balance cairan

R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan

3).    Anjurkan untuk bed rest

R/mempercepat pemulihan kondisi


4).    Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mempercepat penyembuhan

5).    Kolaborasi/lanjutkan program therapi transfusi

R/mempercepat pemulihan kesehatan klien

3.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.

Intervensi:

1).    Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi

R/mengetahui keadaan klien

2).    Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari

R/memenuhi kebutuhan cairan

3).    Anjurkan untuk bed rest

R/mempercepat pemulihan kondisi

4).    Beri kompres hangat

R/vasodilatasi pembuluh darah

5).    Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mempercepat penyembuhan

6).    Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi anti biotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mempercepat penyembuhan

4.      Nausea berhubungan dengan faktor fisiologi (nyeri).

Intervensi :

1).    Monitor TTV: TD, N, RR, T

R/mengetahui keadaan klien

2).    Monitor adanya mual

R/mengetahui keadaan klien

3).    Ajarkan teknik napas dalam

R/mengurangi nyeri

4).    Anjurkan makan sedikit dan sering


R/supaya tidak mual dan tidak muntah

5).    Anjurkan untuk bedrest

R/mempercepat pemulihan kondisi

6).    Beri posisi semifowler

R/memenuhi kebutuhan oksigen

7).    Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat anti emetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi

R/mempercepat proses penyembuhan

DATAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta : EGC

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada klien dgn gangguan sistem

pencernaan, edisi pertama, Jakarta : Salemba Medika

Price & Wilson. 1994. Patofisiologi, edisi 4, Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001.  Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa:
Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. 2001.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3.
Jakarta: FKUI

Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), Jakarta : EGC

Carpenito. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), Jakarta: EGC

Corwin,. J. Elizabeth. 2001. Patofisiologi, Jakarta : EGC

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), Jakarta :
EGC

Ganong. 1997. Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC

Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, Jakarta : EGC

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), Jakarta : EGC

Hinchliff. 1999. Kamus Keperawatan, jakarta : EGC

Price, S. A dan Wilson, L. M. 1995.  Patofisiologi, Jakarta : EGC

Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), Jakarta : EGC

Diposting oleh Bambang Sumantri di 07.11 


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Cari Blog Ini

Telusuri

Translate

Powered by  Translate

Follow by Email

LP

LP KE 2 DISPEPSIA

Contoh Laporan Pendahuluan Infeksi


Saluran Kemih
Infesi saluran kemih merupakan infeksi traktus urinarius yang disebabkan karena adanya mikro
organisme patogenik dalam traktus urinarius dengan atau disertai tanpa dan gejala, infeksi ini sering
mengenai kandung kemih, prostate, uretra dan ginjal (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 1428).

Infeksi saluran kemih disebabkan oleh karena Escherichia colli, klabsiella, proteus, pseudomonas dan
enterobachter (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002: 1432, Long, C.B, 1995 : 304).
Pathways:

Menurut Smeltzer, S.C & Bare, B.G (2002: 1432) dan Long, C.B (1995 : 304) infeksi saluran kemih
atau ISK sering dimanifestasikan sebagai:

1. Rasa nyeri pada suprapubik terutama saat kencing


2. Sering kencing
3. Perasaan tidak tertahankan untuk kecing (urgensi)
4. Tidak bisa mengeluarkan kecing secara lampias (hesitancy)
5. Berkemih kadang menetes

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita infeksi saluran kemih diantaranya:

1. Sepsis,
2. Gagal ginjal,
3. Pielonefritis (Smeltzer & Bare, 2002: 1433).

Penatalaksanaan

1. Pemberian agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus
urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina dengan demikian
memperkecil infeksi ragi vagina.
2. Variasi program pengobatan telah mengobat infeksi saluran kemih ini, misalnya dosis
tunggal, program medikasi short course (3-4 hari), atau long-course 7-10 hari
3. Penggunaan medikasi mencakup sulfisoxasol, sulfamethoxazole.
4. Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan risiko kekambuhan infeksi
5. Jika kekambuhan terjadi setelah agens antimikrobial selesai diberikan, maka program short
course (3-4 hari) dari terapi antimikrobial dosis penuh diberikan.
6. Jika kekambuhan tidak terjadi maka medikasi diberikan setiap malam berikutnya selama 6
sampai 7 bulan.

Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi

*Tujuan: nyeri dapat dikendalikan

*Intervensi

 Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan
faktor presipitasi)
 Kaji dan nilai skala nyeri
 Observasi syarat ketidaknyamanan verbal
 Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
 Kelola nyeri dengan pemberial analgetik secara terjadwal

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih


*Tujuan: menunjukkan kontinensia urine

*Intervensi:

 Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna yang tepat,
 Pantau hasil laboratorium urine
 Instruksikan pasien untuk merespon segera terhadap kebutuhan eliminasi
 Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, diantara waktu makan dan di
awal petang

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang tidak adekuat


*Tujuan: faktor resiko infeksi hilang

*Intervensi:

 Kaji faktor resiko/ yang menyebabkan infeksi


 Kaji pola makan dan minum
 Edukasi personal hygiene yang sesuai
 Pantau tanda-tanda infeksi (Dolor, color, rubor)
 Pantau hasil laboratorium (Lekosit)
 Kolaborasikan dengan medis untuk terapi antibiotik

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap sumber-sumber


informasi
*Tujuan pengetahuan klien bertambah dengan kriteria hasil (dengan indikator 1-5: tidak ada,
terbatas, cukup, banyak, atau luas)

*Intervensi:

 Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit


 Beri informasi yang tepat tentang kejang
 Beri informasi penanganan awal pada kejang
 Berikan pujian pada klien bila mampu menjawab dengan tepat
 Berikan informasi dengan kalimat yang mudah dipahami

DAFTAR PUSTAKA

 Smeltzer,S.C. & Bare,B.G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner, Suddarth
(Terjemahan), Edisi 8, EGC, Jakarta
 Judith M. W, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Tags
Laporan Pendahuluan Medikal Bedah

Facebook Twitter Google+ LinkedIn Pinterest WhatsApp Telegram

Destur Purnama Jati


Seorang penulis blog dan juga Youtube creator. Selain itu juga berkiprah di dunia
EO (Event Organizer) terutama dibidang kesehatan. Terkadang juga mengisi
pelatihan seputar PPGD dan sejenisnya.
Related Articles
08/12/2015

0
Lakukan Tindakan Ini Saat Anda Tersengat…

06/30/2015

0
Makalah Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL…

09/14/2014

Anda mungkin juga menyukai