Anda di halaman 1dari 32

OSTEOARTRITHIS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal dengan dosen pembimbing
Ns. Yosi Maria Wijaya, MS

Oleh

1. Aulia Lika Nadila 30120115012


2. Detrika Laura Sari Munthe 30120115021
3. Dora Ade Sinurat 30120115023
4. Icha Julia Putri 30120115030
5. Titus Yusriadi 30120115049

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
Jl. Parahyangan Kav.8 Blok B No.1 Kota Baru Parahyangan, Padalarang
Telp: 022-6803961, Fax: 022-6803963
E-mail: sekretariat@stikesborromeus.ac.id;Website: www.stikesborromeus.ac.id

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan dijumpai khusus
pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit degeneratif. Osteoarthritis merupakan
penyakit persendian yang kasusnya paling umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013).
Berdasarkan National Centers for Health Statistics, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang
dewasa antara usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis (Anonim, 2011).
Prevalensi dan tingkat keparahan osteoarthritis berbeda-beda antara rentang dan lanjut
usia (Hansen & Elliot, 2005). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004,
diketahui bahwa osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai
24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Osteoarthritis adalah penyakit kronis yang belum
diketahui secara pasti penyebabnya, akan tetapi ditandai dengan kehilangan tulang rawan
sendi secara bertingkat (Murray, 1996). Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas
pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai
36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun
menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak
dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas
hidupnya karena prevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-
progresif, osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di
Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis (Soeroso, 2006) Prevalensi osteoarthritis
lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus
yang ada.
Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi osteoarthritis,
menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin,
obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai kolerasi terhadap terjadinya
osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis meningkat secara dramatis di antara
orang yang memiliki usia lebih dari 50 tahun. Hal ini adalah karena terjadi perubahan
yang berkait dengan usia pada kolagen dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan
dari tulang rawan sendi dan juga karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang
rawan (Lozada, 2013).
Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit osteoarthritis disbanding pria karena
pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan tekanan jangka panjang pada lutut
mereka. Selain itu, faktor sosial seperti pekerjaan yang dilakukan seharian juga
mempengaruhi timbulnya osteoarthritis, terutama pada atlet dan orang-orang yang
pekerjaannya memerlukan gerakan berulang (pekerja landskap, mangetik atau
mengoperasikan mesin), memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoarthritis. Hal ini adalah
karena terjadinya cedera dan meningkatkan tekanan pada sendi tertentu (Anonim, 2013a).
Gaya hidup juga mempengaruhi kehidupan seseorang yang menderita penyakit
osteoarthritis. Perubahan gaya hidup dan pengobatan yang dilakukan dapat membantu
mengurangi keluhan osteoarthritis. Perubahan berat badan dapat meningkatkan tekanan
pada bagian sendi, terutamanya pada bagian lutut dan pinggul. Diet yang sehat diperlukan
untuk mengurangi berat badan. Pola makan yang sehat berserta olahraga dapat
menurunkan terjadinya osteoarthritis (Anonim, 2013b). Menurut The American
Geriatrics Society (2001), kurang aktifitas fisik dikenal sebagai faktor risiko untuk
banyak penyakit pada populasi manula dan peningkatan aktifitas fisik pada pasien
osteoarthritis akan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal?
2. Bagaimana etiologi Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal?
3. Bagaimana manifestasi klinis Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal?
4. Bagaimana pemeriksaan Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal?
5. Bagaimana penatalaksanaan Osteoartritis pada gangguan sitem muskuloskleletal?
6. Bagaimana komplikasi Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal?
7. Bagaimana asuhan keperawatan Osteoartritis pada gangguan system
musculoskeletal?
C. Tujuan
1. Memahami definisi Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal
2. Memahami etiologi Osteoartritis pada system gangguan system musculoskeletal
3. Memahami manifestasi klinis Osteoartritis pada gangguan system muskuloskletal
4. Memahami pemeriksaan diagnostic Osteoartritis pada gangguan system
muskuloskeletal
5. Memahami penatalaksanaan Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal
6. Memahami komplikasi Osteoartritis pada gangguan system musculoskeletal
7. Memahami ashuan keperawatan Osteoartritis pada gangguan system
musculoskeletal
8. Untuk menjelaskan penatalaksanaan dari Osteoartritis
9. Untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan gangguan musculoskeletal dengan
Osteoartritis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar Medis
a. Pengertian
Osteoarthritis (OA) sebagai suatu bentuk arthritis yang paling umum adalah
gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif
lambat, ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya
pertumbuhan tulang baru pada permukaan persendian (Price & Wilson, 2013;
Kowalak, Welsh&Mayer, 2012).
Osteoarthritis (OA) sebagai suatu bentuk arthritis yang paling umum adalah
gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif
lambat, ditandai dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya
pertumbuhan tulang baru pada permukaan persendian (Price & Wilson, 2013;
Kowalak, Welsh&Mayer, 2012).
Osteoarthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan deteriorasi kartilago
sendi dan pembentukan tulang baru reaktif di margin dan area subkondral sendi.
Degenerasi ini disebabkan oleh adanya gangguan kondrosit, biasanya di pinggul dan
lutut (Paramitha, 2011).
b. Anatomi dan Fisiologi
Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan
tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk
mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan
antara lain : 1). Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi, 2). Capsul sendi
yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas
bila bergerak, 3). Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang
mengatur luasnya gerakan, 4). Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi
untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi. 5). Ligamentum-
ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah
tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan
tubuh. Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang
terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut
articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur disebut articulatio
tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio
tibio fibular proksimal (Kisner and Colby, 2013). Sendi lutut merupakan suatu sendi
yang disusun oleh beberapa tulang , ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk
suatu kesatuan yang disebut dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut
terdiri dari:
1. Tulang-tulang pembentuk sendi lutut
a. Tulang Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari
columna femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan
trochantor minor, di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat
dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis,
di antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin,
2013).
b. Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os
fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal
kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin,
2013).
c. Tulang Fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.
Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar.
(Syaifuddin, 2013).
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan
yang berubah 14 hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan
patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 2013).
2. Ligamentum Pada Sendi Lutut
Ligamen merupakan stabilisasi pasif pada struktur tulang itu
sendiri.Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus.
Stabilisator pasif sendi lutut terdiri dari beberapa ligament yaitu ligament
collateral, ligamen cruciatum, ligamen transversus genu yang berkelompok dalam
satu group disebut Ligamentum Extracapsular, sedangkan ligamen Popliteum
obliqum dan ligamen patella disebut ligamen kapsuler (Putz and Pabst, 2008)
Ligament cruciatum memegang peranan sebagai stabilitas utama sendi lutut
dimana ligament cruciatum anterior membentang dari bagian anterior tibia
melekat pada bagian lateral condilus lateralis femur yang berfungsi sebagai
penahan gerak translasi os.tibia terhadap os.femur kearah anterior mencegah
hyperektensi lutut dan membantu saat roling dan gliding sendi lutut. Sedangkan
ligament cruciatum posterior merupakan ligamen terkuat dari sendi lutut, ligamen
ini berbentuk kipas membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas
dan melekat pada condilus medialis femur, ligamen ini berfungsi sebagai penahan
gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior (Putz and Pabst, 2008).
Ligament collateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial
maupun lateral. Arah ligament collateral lateral dan medial akan memberikan
gaya bersilang sehingga akan memperkuat stabilitas sendi terutama pada posisi
ekstensi. Ligament collateral medial terletak lebih posterior di permukaan medial
sendi tibiofemoral, seluruh ligament collateral medial memegang pada gerakan
full ROM ekstensi lutut. Ligament collateral lateral membentang dari permukaan
luar condilus lateralis femoris ke arah caput fibula, dalam gerakan flexi lutut
ligamen ini sisi lateral lutut (Putz and Pabst, 2008). Ligamentum popliteum
obliquum merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari
sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian
dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus
dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus (Putz
and Pabst, 2008). Ligamentum Patellae melekat (diatas) pada tepi bawah patella
dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini
sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps
femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra
patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra
patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit. Ligamentum
transversum lutut terletak membentang paling depan dan menghubungkannya dua
insertio dari kedua meniscus lateral dan medial , terdiri dari jaringan connective
(Putz and Pabst, 2008). Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan
stabilisator sendi lutut. Di samping ligament ada juga bursa pada sendi lutut.
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran synovial. Ada
beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b)
bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris,
(e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris (Safrin Arifin dan Sriyani, 2013).
3. Persarafan sendi lutut
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang
yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur
pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1). N.
Femoralis, 2). Obturatorius, 3). N. Peroneus communis, dan 4). Tibialis
4. Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending
genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang
descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis
anterior (Guyton and Hall, 2011). Aliran vena pada sendi lutut mengikuti
perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis.
c. Etiologi
Faktor predisposisi yang memungkinkan terjadi osteoarthritis:

1. Usia. Umumnya ditemukan pada usia lanjut (diatas 50 tahun). Karena pada
usia lansia pembentukan kondrotin sulfat (substansi dasar tulang rawan)
berkurang dan terjadi fibrosis tulang rawan.
2. Jenis kelamin. Kelainan ini ditemukan pada pria dan wanita, tetapi seiring
ditemukan lebih banyak pada wanita pascamenopause (osteoarthritis primer).
Osteoarthritis sekunder lebih banyak ditemukan pada pria.
3. Ras. Lebih sering ditemukan pada orang Asia, khususnya cina, eropa, dan
amerika daripada kulit hitam.
4. Faktor keturunan. Faktor genetic juga berperan pada timbulnya OA. Bila ibu
menderita OA sendi interfalang distal, anak perempuannya mempunyai
kecenderungan terkena OA 2-3 kali lebih sering.
5. Faktor metabolic/endokrin. Klien hipertensi, hiperurisemia, dan diabetes lebih
rentan terhadap osteoarthritis. Berat badan berlebihan akan meningkatkan
risiko OA, baik pada wanita ataupun pria.
6. Faktor mekanis dan kelainan geometris sendi.
 Trauma dan faktor predisposisi. Trauma yang hebat terutama fraktur
intraartikulas atau dislokasi sendi merupakan predisposisi
osteoarthritis. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga yang
menggunakan, dan gangguan kongruensi sendi akan meningkatkan
OA.
 Cuaca dan iklim. OA lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca
dingin atau lembap.
7. Diet. Salah satu tipe osteoarthritis yang bersifat umum di Siberia disebut
penyakit Kashin-Beck yang mungkin disebabkan oleh menelan zat toksin
yang disebut fusaria.
d. Klasifikasi Osteoartritis
Osteoartritits dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Osteoarthritis primer. Osteoartrititis primer tidak diketahui dengan jelas


penyabebnya, dapat mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritits jenis ini
terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat
poliartikular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalang,
yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus Heberden).
Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada
orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan
mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut,
ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi.
Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri
dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan
antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan
dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru
yang terbentuk di sekitar sendi-sendi.

Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun
banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil
(carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau
intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA
inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse
Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).

2. Osteoartrititis sekunder. Osteoartrititis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit


yang menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan osteoartritits
sekunder. Beberapa keadaaan yang dapat menimbulkan osteoartrititis sekunder
adalah sebagai berikut :
a. Trauma atau instabilitas. Osteoartritits sekunder terutama terjadi akibat
fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi, tungkai bawah yang
tidak sama panjang, adanya hipermobilitas dan instabilitas sendi,
ketidaksejaajaran dan ketidaserasian permukaan sendi.
b. Faktor genetic /perkembanagan. Adanya kelaiana genetic dan kelaiana
perkembanagan tubuh (dysplasia epifisia, dysplasia asetabular, penyakit
Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan, tergelincirnya
epifisis) dapat menyebabkan oseoartrititis.
c. Penyakit metabolic/endokrin. Osteoartrititis sekunder dapat pula
disebabkan oleh penyakit metabolic/sendi (penyakit okronosis,
akromegali, mukokolisakarida, deposisi Kristal, atau setelah inflamasi
pada sendi).

Selama ini OA sering dipandang sebagai suatu proses penolakan yang tidak dapat
dihindari. Ternyata OA merupakan penyakit gangguan homeostatis metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
belum jelas diketahui.

e. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan
tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Kondrosit merupakan sel yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan proteoglikan dan kolagen rawan sendi.
Saat terjadi stress biomekanik tertentu akan terjadi pengeluaran enzim lisosom
dan menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di
sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sintesis
proteoglikan dan kolagen akan meningkat tajam namun substansi ini juga
dihancurkan dengan kecepatan tinggi, sehingga pembentukan tidak seimbang
dengan kebutuhan.
Terjadilah perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika kartilago. Rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya, menjadi
lebih lunak dan mempersempit rongga sendi dan menimbulkan rasa nyeri. Sendi
yang paling sering terkena adalah sendi-sendi sinovial yang harus menanggung
berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalang
distal dan proksimasi.
Perubahan-perubahan degeneratif yang disebabkan karena peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan
mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki krepitasi, deformitas, adanya
hipertropi atau nodulus.
Saat terjadi erosi kartilago, terjadi juga pembentukan tulang baru (osteofit) yang
juga menimbulkan perubahan kontur tulang dan pembesaran tulang (Kowalak,
Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013).
f. Manifestasi klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan
gaya berjalan. (Soeroso J. Et all, 2007). Nyeri merupakan keluhan utama tersering
dari pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh keainan seperti tulang,
membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi.

Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :

1. Fase Nyeri Akut.


Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang tibul, dan diperberat
oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan istirahat.
2. Fase Nyeri kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya)
sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan
gerakan sendi tidak licin disertai bunyi gemeretak (Krepitus). Sendi terasa
lebih kaku setelah istrahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku.

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah sebagai
berikut :
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. ( Soeroso,
2006).
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai
sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan
saja ) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).Pada penelitian
dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga
berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang
( Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae
di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).
2. Hambatan gerak sendi; gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat, terasa paling nyeri
pada akhir hari, dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin
parah, sampai pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan
rasa nyeri dan bisa mengganggu tidur.
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang
hari dengan periode istirahat. Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien
berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari(
Soeroso, 2006 ).
5. Krepitasi; rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).
6. Pembesaran sendi (deformitas).
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
7. Perubahan gaya berjalan.
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri kastrena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
8. Tanda-tanda peradangan; tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai
pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

Penyebab nyeri sendi pada pasien OA:

Sumber Mekanisme
Sinovium Peradangan
Tulang subkondral Hipertensimedularis, mikrofraktur
Osteofit Peregangan ujung saraf periosteum
Ligamentum Peregangan
Kapsul Peradangan, distensi
Otot Kejang

g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit
ini tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komlikasi yaitu:
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Rupture Baker Cyst, Bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan.
h. Tes diagnostic
Pemeriksaan radiologi:
1) Foto Rontgen/X-Ray menunjukkan:
 Penyempitan rongga atau bagian tepi sendi
 Endapan tulang mirip kista dala rongga serta tepi sendi
 Sklerosis rongga subkondrium
 Deformitas tulang akibat degenerasi atau kerusakan sendi
 Pertumbuhan tulang di daerah yang menyangga beban tubuh
 Fusi atau penyatuan sendi
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3) Artroskopi memperlihatkan bone spurs dan penyempitan rongga sendi
Pemeriksaan Laboratorium:
1) Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal, kecuali jika ada peradangan
2) Pemeriksaan darah: adanya peningkatan LED akibat sinovitis yang luas
(Paramitha, 2011; Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)
i. Penatalaksanaan medic
1. Obat-obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak
mampuan. Obat-obat anti inflamasi non steroid bekerja sebagai analgetik dan
sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang
kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga
perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk
(pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya
yang menahun dan ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Disatu pihak
pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin
orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada
tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai
dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.

j. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat kesehatan sekarang
 Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan atau pada tungkai
 Perasaan tidak nyaman pada beberapa periode/ waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi
3. Riwayat kesehatan dahulu
 Klien mengatakan pernah merasakan radang sendi sejak lama akibat
kelelahan pada saat melakukan aktivitas
4. Riwayat psikososial
Pasien dengan OA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena
pasien merasakan adanya kelemah-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
5. Aktivitas/istirahat
Gejala : nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress
pada sendi, kekakuan di pagi hari.
Tanda : malaise, keletihan, keterbatasan rentang gerak : atrofi otot, kulit :
kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
6. Kardiovaskular
Gejala : jantung cepat, tekanan darah turun
7. Integritas Ego
Gejala : faktor-faktor stress akut dan kronik : misalnya financial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
8. Makanan atau cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/cairan adekuat : mual, anoreksia, kesulitan mengunyah
Tanda : penurunan berat badan, kekeringan pada memebran mukosa
9. Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi,
ketergantungan pada orang lain.
10. Neurosensori : kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jaringan tangan
Tanda : pembengkakan sendi
11. Nyeri dan keamanan
Gejala : fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan kekakuan
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
2. Hambatan mobilitas fisik berhungan dengan kekuatan sendi, kerusakan
integritas struktur tulang
3. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit

c. Asuhan Dasar Keperawatan

Nyeri akut b.d penurunan fungsi NOC NIC


tulang  Pain Level, Pain Management
Definisi : pengalaman sensori dan  Pain Control, - Lakukan
emosional yang tidak  Comfort level pengkajian nyeri
menyenangkan yang muncul akibat Kriteria hasil : secara
kerusakan jaringan yang aktual atau  Mampu mengontrol komprehensif,
potensial atau digambarkan dalam nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
hal kerusakan sedemikian rupa nyeri, mampu kualitas dan
(International Association for the menggunakan tehnik faktor presipitasi
study of Pain): awitan yang tiba-tiba nonfarmakologi untuk - Observasi reaksi
atau lambat dari intensitas ringan mengurangi nyeri, nonverbal dari
hingga berat dengan akhir yang mencari bantuan) ketidaknyamanan
dapat diantisipasi atau diprediksi  Melaporkan bahwa - Gunakan teknik
dan berlangsung <6 bulan. nyeri berkurang komunikasi
Batasan karakteristik: dengan menggunakan terapeutik untuk
 Perubahan selera makan manajemen nyeri mengetahui
 Perubahan tekanan darah  Mampu mengenali pengalaman nyeri
 Perubahan frekuensi jantung nyeri (skala, pasien
 Perubahan frekuensi intensitas, frekuensi - Kaji kultur yang
pernapasan dan tanda nyeri) mempengaruhi
 Laporan isyarat  Menyatakan rasa respon nyeri
 Diaforesis nyaman setelah nyeri - Evaluasi
 Perilaku distraksi berkurang pengalaman nyeri
(mis.,berjalan mondar- masa lampau
mandiri mencari orang lain - Evaluasi bersama
dan atau aktivitas lain, pasien dan tim
aktivitas yang berulang) kesehatan lain
 Mengekspresikan perilaku tentang
(mis.,gelisah, merengek, ketidakefektifan
menangis) kontrol nyeri

 Masker wajah (mis.,mata masa lampau

kurang bercahaya, tampak - Bantu pasien dan

kacau, gerakan mata keluarga untuk

berpencar atau tetap pada mencari dan

satu fokus meringis menemukan

 Sikap melindungi area nyeri dukungan

 Fokus menyempit - Kontrol

(mis.,gangguan persepsi lingkungan yang

nyeri, hambatan proses dapat

berfikir, penurunan interaksi mempengaruhi

dengan orang dan nyeri seperti suhu

lingkungan) ruangan,
pencahayaan dan
 Indikasi nyeri yang dapat
kebisingan
diamati
- Kurangi faktor
 Perubahan posisi untuk
presipitasi nyeri
menghindari nyeri
- Pilih dan lakukan
 Sikap tubuh melindungi
penanganan nyeri
 Dilatasi pupil
(farmakologi, non
 Melaporkan nyeri secara
farmakologi dan
verbal
interpersonal)
 Gangguan tidur - Kaji tipe dan
Faktor yang berhubungan : sumber nyeri
 Agen cedera (mis.,biologis, untuk
zat kimia, fisik, psikologis) menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkat istirahat
- Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
- Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat
alergi
- Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
- Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
- Tentukan
NOC analgesic pilihan,
 Joint Movement : rute pemberian,
Active dan dosis optimal
 Mobility Level - Pilih rute
 Self care :ADLs pemberian secara
 Transfer performance IV, IM untuk
Kriteria Hasil : pengobatan nyeri
 Klien meningkat secara teratur
dalam aktivitas fisik - Monitor vital sign
 Mengerti tujuan dari sebelum dan
peningkatan mobilitas sesudah
 Memverbalisasikan pemberian
perasaan dalam analgesik pertama
meningkatkan kali
kekuatan dan - Berikan analgesik
kemampuan tepat waktu
berpindah terutama saat
 Memperagakan nyeri hebat
penggunaan alat - Evaluasi
 Bantu untuk efektivitas
mobilisasi (walker) analgesik, tanda
dan gejala
NIC
Exercise therapy :
ambulation
- Monitoring vital
sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
- Konsultasikan
dengan terapi
fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
- Bantu klien untuk
menggunakan
tongkat saat
berjalan dan
cegah terhadap
cedera
- Ajarkan pasien
atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
- Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
- Latih pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan
- Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
ps
- Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
NIC
Environment
Management
(Manajemen
lingkungan)
- Sediakan
lingkungan yang
aman untuk
pasien
- Identifikasi
kebutuhan
NOC keamanan pasien,
 Risk Kontrol sesuai dengan
Kriteria Hasil : kondisi fisik dan
 Klien terbebas dari fungsi kognitif
cedera pasien dan
 Klien mampu riwayat panyakit
menjelaskan terdahulu pasien
cara/metode untuk - Menghindari
mencegah lingkungan yang
injury/cedera berbahaya
 Klien mampu (misalnya
menjelaskan faktor memindahkan
resiko dari perabotan)
lingkungan/perilaku - Memasang side
personal rail tempat tidur
 Mampu memodifikasi - Menyediakan
gaya hidup untuk tempat tidur yang
Hambatan mobilitas fisik b.d mencegah injury nyaman dan
kekakuan sendi, kerusakan  Menggunakan bersih
integritas struktur tulang fasilitas kesehatan - Menempatkan
Definisi : keterbatasan pada yang ada saklar lampu
pergerakan fisik tubuh atau satu atau  Mampu mengenali ditempat yang
lebih ekstremitas secara mandiri dan perubahan status mudah dijangkau
terarah. kesehatan pasien
Batasan karakteristik : - Membatasi
 Penurunan waktu reaksi pengunjung
 Kesulitan membolak-balik - Menganjurkan
posisi keluarga untuk
 Melakukan aktivitas lain menemani pasien
sebagai pengganti - Mengontrol
pergerakan lingkungan dari
(mis.,meningkatkan kebisingan
perhatian pada aktivitas - Memindahkan
orang lain, mengendalikan barang-barang
perilaku, focus pada yang dapat
ketunadayaan/aktivitas membahayakan
sebelum sakit) - Berikan
 Dispnea setelah beraktivitas penjelasan pada
 Perubahan cara berjalan pasien dan

 Gerakan bergetar keluarga atau

 Keterbatasan kemampuan pengunjung

melakukan keterampilan adanya perubahan

motorik halus status kesehatan

 Keterbatasan kemampuan dan penyebab

melakukan keterampilan penyakit.

motorik kasar
 Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi
Faktor yang berhubungan :
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme
selular NIC

 Ansietas Self-Care Assistance :

 Indeks masa tubuh diatas Toileting

perentil ke-75 sesuai usia - Pertimbangkan

 Gangguan koknitif budaya pasien


ketika
 Konstraktur
mempromosikan
 Kepercayaan budaya tentang
aktivitas
aktivitas sesuai usia
perawatan diri
 Fisik tidak bugar
- Pertimbangkan
 Penurunan ketahanan tubuh
usia pasien ketika
 Penurunan kendali otot
mempromosikan
 Penurunan massa otot
aktivitas
 Malnutrisi
perawatan diri
 Gangguan muskuloskeletal
NOC - Lepaskan pakaian
 Gangguan neuromaskular,
 Activity Intolerance yang penting
nyeri
 Mobility : physical untuk
 Agens obat impaired memungkinkan
 Penurunan kekuatan otot  Fatique level penghapusan
 Kurang pengetahuan tentang  Anxiety self control - Membantu pasien
aktivitas fisik  Ambulation ke toilet /
 Keadaan mood depresif  Self care Deficit commode /
 Keterlambatan Toileting bedpan / fraktur
perkembangan  Self Care Deficit pan / urinoir pada
 Ketidaknyamanan Hygiene selang waktu
 Disuse, kaku sendi  Urinary incontinence : tertentu
 Kurang dukungan functional - Pertimbangkan
lingkungan (mis., fisik atau Kriteria Hasil : respon pasien
sosial)  Pengetahuan terhadap
 Keterbatasan ketahanan perawatan Ostomy : kurangnya privasi
kardiovaskular tingkat pemahaman - Menyediakan
 Kerusakan integritas stuktur yang ditunjukkan privasi selama
tulang tentang pemeliharaan eliminasi

 Program pembatasan gerak ostomi untuk - Memfasilitasi

 Keengganan memulai eliminasi kebersihan toilet

pergerakan  Perawatan diri : setelah selesai


ostomi : tindakan eliminasi
 Gaya hidup monoton
pribadi untuk - Ganti pakaian
 Gangguan sensori perseptual
mempertahankan pasien setelah
ostomi untuk eliminasi
Resiko cidera b.d penurunan
eliminasi - Menyiram toilet /
fungsi tulan
 Perawatan diri : membersihkan
Definisi : beresiko mengalami
aktivitas kehidupan penghapusan alat
cedera sebagai akibat kondisi
sehari-hari (ADL) (commode,
lingkungan yang berinteraksi
mampu untuk pispot)
dengan sumber adaptif dan sumber
melakukan aktivitas - Memulai jadwal
defensif individu
perawatan fisik dan ke toilet, sesuai
Faktor resiko:
pribadi secara mandiri - Memulai pasien /
 Eksternal
atau dengan alat bantu tepat lain dalam
- Biologis (mis.,tingkat
 Perawatan diri toilet rutin
imunisasi komunitas,
hygiene : mampu - Memulai
mikroorganisme)
untuk mengelilingi
- Zat kimia (mis.,agens
mempertahankan kamar mandi,
nosokomial, pola
kebersihan dan sesuai dan
ketegangan, atau faktor
penampilan yang rapi dibutuhkan
koknitif, afektif, dan
secara mandiri dengan - Menyediakan alat
psikomotor) atau tanpa alat bantu bantu
- Cara  Perawatan diri (mis.,kateter
pemindahan/transpor Eliminasi : mampu eksternal atau
- Nutrisi (mis.,desain, untuk melakukan urinal), sesuai
struktur, dan pengaturan aktivitas eliminasi - Memantau
komunitas, bangunan, secara mandri atau integriitas kulit
dan / atau peralatan) tanpa alat bantu pasien
 Internal  Mampu duduk dan
- Profil darah yang turun dari kloset
abnormal  Membersihkan diri
(mis.,leukositosis/leukop setelah eliminasi
enia, gangguan faktor  Mengenali dan
koagulasi, mengetahui
trombositopenia, sel kebutuhan bantuan
sabit, talasemia, untuk eliminasi
penurunan hemoglobin)
- Disfungsi biokimia
- Usia perkembangan
(fisiologis,psikososial)
- Disfungsi efektor
- Disfungsi imun-
autoimun
- Disfungsi integratif
- Malnutrisi
- Fisik (mis.,integritas
kulit tidak utuh,
gangguan mobilitas)
- Psikologis (orientasi
afektif)
- Disfungsi sensorik
- Hipoksia jaringan
Defisit perawatan diri b.d
penurunan fungsi tulang
Definisi : hambatan kemampuan
untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri
Batasan Karakteristik
 Ketidakmampuan
melakukan hygiene
eliminasi yang tepat
 Ketidakmampuan menyiram
toilet atau kursi buang air
(commode)
 Ketidakmampuan naik ke
toilet atau commode
 Ketidakmampuan
memanipulasi pakaian untuk
eliminasi
 Ketidakmampuan berdiri
dari toilet atau commode
 Ketidakmampuan untuk
duduk di toilet atau
commode
Faktor yang Berhubungan
 Gangguan kognitif
 Penurunan motivasi
 Kendala lingkungan
 Keletihan
 Hambatan mobilitas
 Hambatan kemampuan
berpindah
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskular
 Nyeri
 Gangguan persepsi
 Ansietas berat
 Kelemahan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai dan seringkali
menimbulkan kecacatan yang akan berakibat menurunkan produktifitas perorangan.
Banyaknya faktor risiko yang berperan mengakibatkan risiko untuk terkenanya
penyakit ini tinggi. Pengobatan osteoarthritis secara farmakologik (steroid dan non
steroid) memang jelas bermakna mengurangi keluhan rasa nyeri sebagaimana
dikerjakan secara klinik sampai saat ini. Gejala yang sering terjadi yaitu, nyeri sendi,
hambatan pergerakan, krepitasi, perubahan gaya berjalan, dan kekakuan.
2. Saran
Dengan sernakin rnajunya ilrnu kedokteran dan farrnasi, diharapkan suatu saat
diternukan etiologi penyakit osteoarthritis yang pasti, sehingga suatu saat dapat
diternukannya obat yang benar-benar spesifIk atau khas untuk pengobatan
osteoarhtritis, sehingga diharapkan dapat rnernberikan hasil yang signifIkan dalarn
rnenurunkan insidensi. Selain itu juga harus disertai dengan pencegahan dini terhadap
penyakit ini, yaitu dengan cara rnengurangi atau rnenghindari faktor resiko yang
berperan (terutama obesitas).
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada praktek Klinik Keperawatan.
Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta:
EG

Noor Helmi, Zairin. 2012. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai