Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

MANAJEMEN PENGATURAN POSISI PADA PASIEN ASMA


BRONKIAL DI RUANG KEMUNING RSUD Dr. M.YUNUS BENGKULU
TAHUN 2019

ANNISA WULANDARI
P0 5120217003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
HALAMAN JUDUL
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
MANAJEMEN PENGATURAN POSISI PADA PASIEN ASMA
BRONKIAL DI RUANG KEMUNING RSUD M.YUNUS BENGKULU
TAHUN 2019

Proposal Penelitian ini Diajukan sebagai pedoman untuk

penyusunan Karya Tulis Ilmiah

DISUSUN OLEH:

ANNISA WULANDARI
NIM. P05120217003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

MANAJEMEN PENGATURAN POSISI PADA PASIEN ASMA


BRONKIAL DI RUANG KEMUNING RSUD M.YUNUS BENGKULU

TAHUN 2019

Disiapkan dan dipesentasikan oleh :

ANNISA WULANDARI
NIM. P05120217003

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk
Dipresentasikan Dihadapan Tim Penguji Program Studi DIII Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Pada Tanggal :

Oleh
Dosen Pembimbing
Pembimbing

Dahrizal,S.Kp.,MPH
NIP.197109262001121002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Manajemen Pengaturan Posisi Pada Pasien
Asma Bronkial di Ruang Kemuning RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun 2019 ”.
Penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan
bimbingan dan bantuan baik materi maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya lah Karya Tulis Ilmiah ini
dapat terselesaikan.
2. Bapak Darwis S.Kp., M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
3. Bapak Dahrizal S.Kp., MPH, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu, sekaligus pembimbing dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
4. Ibu Ns. Mardiani, S.Kep., MM selaku ketua program studi DIII keperawatan
Bengkulu.
5. Seluruh Dosen dan Staf Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
6. Orang tua, keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril
dan spiritual yang sangat berarti bagi penulis.
7. Seluruh mahasiswa-mahasiswi seperjuangan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Prodi DIII Keperawatan Bengkulu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi
penulisan maupun penyusunan dan metodelogi. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar penulis dapat
berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.

iii
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah yang telah penulis susun
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan
positif terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa Prodi Keperawatan
Bengkulu lainnya.

Bengkulu, 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4
1.3 Tujuan Studi Kasus............................................................................. 5
1.4 Manfaat Studi Kasus........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuhan Keperawatan Pasien Anemia ................................................. 6
2.1.1 Pengkajian............................................................................... 6
2.1.2 Diagnosa Keperawatan............................................................ 10
2.1.3 Intervensi................................................................................. 11
2.1.4 Implementasi........................................................................... 13
2.1.5 Evaluasi................................................................................... 13
2.2 Konsep Dasar Manajemen Pengaturan Posisi...................................... 14
2.2.1 Definisi Pengaturan Posisi...................................................... 14
2.2.2 Tujuan Pengaturan Posisi....................................................... 14
2.2.3 Intervensi Pengaturan Posisi Semi Fowler ........................... 14
2.2.4 Intervensi Pengaturan Posisi Tripod....................................... 16
BAB III METODOLOGI STUDI KASUS
3.1 Rancangan Studi Kasus....................................................................... 18
3.2 Subyek Studi Kasus............................................................................. 18
3.3 Fokus Studi.......................................................................................... 18
3.4 Definisi Operasional............................................................................ 19
3.5 Tempat dan Waktu ............................................................................ 19
3.6 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data........................................ 19
3.7 Penyajian Data..................................................................................... 20
3.8 Etika Studi Kasus................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman


Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan 12

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma Bronkial atau lebih populer disebut asma merupakan masalah


kesehatan masyarakat yang serius terjadi di berbagai negara diseluruh dunia.
Asma adalah suatu kondisi di mana jalan udara dalam paru-paru meradang
hingga lebih sensitif terhadap faktor khusus (pemicu) yang menyebabkan
jalan udara menyempit hingga aliran udara berkurang dan mengakibatkan
sesak napas dan bunyi napas mengi. (Wahid & Suprapto, 2013)
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas. Asma sering
ditandai dengan dispnea mendadak, mengi dan rasa berat pada dada, batuk-
batuk dengan sputum yang kental, jernih ataupun kuning, takipnea bersamaan
dengan penggunaan otot-otot aksesoris respiratori, denyut nadi yang cepat,
pengeluaran keringat yang banyak, dan bunyi paru yang hipersonor saat
diperkusi. (Nolowala dkk, 2017)
Saat ini pasien asma di seluruh dunia mencapai 300 juta orang, dari
kalangan semua usia yang berasal dari berbagai latar belakang suku etnis.
Jumlah ini diperkirakan akan bertambah lagi 100 juta orang pada tahun 2025.
Prevalensi kecacatan akibat asma berkisar 15 juta per tahun dan menduduki
urutan ke-25 Disability-Adjusted Life Years Lost . Selain itu, diperkirakan
kematian akibat asma adalah 1 dari tiap 250 kematian. (Global Burden Report
of Asthma, 2013)
Asma tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara
berkembang. Data The Global Asthma Report pada tahun 2016 memperkiraan
jumlah penderita asma seluruh dunia adalah 325 juta orang dengan angka
kematian di dunia sangat bervariasi. Penelitian epidemiologi menunjukan
peningkatan kejadian asma lebih dari 80% di negara berkembang dan negara
maju. (Global Asthma Network, 2016)

1
2

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 300 juta orang


menderita asma di seluruh dunia. Terdapat sekitar 250.000 kematian yang
disebabkan oleh serangan asma setiap tahunnya, dengan jumlah terbanyak di
negara dengan ekonomi rendah-sedang. (WHO,2018)
Prevalensi penyakit asma pada semua umur di Indonesia adalah 2,4%,
dengan prevalensi tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,5%), diikuti
Kalimantan Timur (4,3%), dan Bali (4,2%). Sedangkan di Bengkulu, angka
prevalensi asma (2.4%). (Riset Kesehatan Dasar, 2018)
Penyebab penyakit asma sampai saat ini belum diketahui secara pasti
meski telah dilakukan banyak penelitian, namun dapat disimpulkan bahwa
pada penderita asma saluran pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu
sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti polusi udara, asap, debu,
zat kimia, serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa,
bau menyengat dan olahraga. (Prasetyo, 2010)
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang
di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari,
sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau mengi) rasa
tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau efektifitas latihan
nafas sesak napas atau susah bernapas. (Smeltzer & Bare, 2001)
Jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik, maka akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang umum ditemukan pada
penderita asma bronkial antara lain pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasis, aspergilosis, gagal napas, dan bronkhitis. (Mansjoer, 2008).
Pengobatan asma dibagi menjadibeberapa komponen yaitu penilaian
beratnya asma, pencegahan, pengendalian faktor pencetus serangan,
penyuluhan atau edukasi kepada pasien. Pasien asma diupayakan untuk dapat
memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat
mengetahui kondisi dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan
suatu pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah
serangan. Bronkodilator dan inhaler merupakan pengobatan saat serangan
untuk mengatasi serangan. Selain itu perawat juga bisa melakukan nebulizer,
3

fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif dan nafas dalam yang dapat
membantu mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat asma.
Membantu penderita asma untuk dapat tetap aktif dan mendapatkan
kebugaran tubuh yang optimal (Sasanahusada, 2013).
Penatalaksanaan lain yang bisa dilakukan pada pasien Asma Bronkial
antara lain mengatur posisi semi fowler (Posisi semi fowler adalah posisi
dengan derajat kemiringan 45o, dengan menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma). (Sulastri, dkk., 2015), mengatur posisi tripod (posisi condong ke
depan) yaitu posisi klien di atas tempat tidur yang bertompang di atas overbed
table (yang dinaikkan dengan ketinggian yang sesuai) dan bertumpu pada
kedua tangan dengan posisi kaki di tekuk ke arah dalam. Pasien yang
diberikan posisi tripod dapat dibantu agar ekspansi dada membaik.
Caranya dengan mengatur posisi duduk pasien agak condong ke depan
dengan bertumpu pada kedua tangan di tempat tidur dengan posisi kedua
kaki ke dalam (Kozeir, et al. 2009). Selain itu juga batuk efektif, maupun
tindakan kolaboratif berupa pemberian terapi nebulizer.
Dalam menjalankan manajemen pengaturan posisi pada penderita asma
bronkial sangat diperlukan peran seorang perawat. Peran perawat dapat
sebagai care provider, edukator, kolaborator, advocator dan peran lainnya.
Sebagai care provider, perawat bisa mengatur posisi semi fowler, mengatur
posisi tripod, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif.
Selain menjalankan peran sebagai care provider, perawat juga dapat berperan
sebagai educator dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien
dan keluarga, dan peran sebagai advokator dengan membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian
layanan keperawatan serta sebagai kolaborator dengan bekerjasama dengan
tim kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan
selanjutnya. Semua peran tersebut perlu dijalankan dengan tepat guna
meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehatan penderita asma bronkial. (Nursalam, 2015)
4

Menurut data dari catatan medik RSUD M.Yunus Bengkulu jumlah


kasus asma bronkial dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yakni tahun 2016
sebanyak 72 orang dengan perincian, laki-laki sebanyak 27 orang dan
perempuan sebanyak 45 orang. Tahun 2017 sebanyak 71 orang dengan
perincian laki-laki sebanyak 36 orang dan perempuan sebanyak 35 orang.
Tahun 2018 sebanyak 47 orang dengan rincian laki-laki 21 orang dan
perempuan berjumlah 26 orang (Data Rekam Medis RSUD M.Yunus
Bengkulu, 2019).
Berdasarkan survei pendahuluan di RS. M.Yunus khususnya diruang
Kemuning RSUD Dr. M.Yunus jumlah kasus Asma Bronkial meningkat tiap
tahunnya. Pada tahun 2019 ada 5 pasien dalam tiap bulannya bahkan ada
yang lebih. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 14 oktober 2018 peneliti
menemukan 2 orang pasien asma yang dirawat diruang Kemuning RSUD
M.Yunus Bengkulu. Masalah keperawatan yang sering muncul adalah
ketidakefektifan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, gangguan pola tidur
dan intoleransi aktivitas dengan cara perawatannya lebih kearah
mempertahankan jalan nafas dengan menggunakan nebulizer dan
memberikan oksigen. Perawat ruangan belum optimal melakukan tindakan
mandiri seperti mengajarkan batuk efektif, pengaturan posisi, dan napas
dalam.
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, dilihat bahwa kejadian
Asma Bronkial masih dalam prevalensi yang cukup tinggi dan membutuhkan
perhatian, maka peneliti tertarik dan berminat untuk mengangkat dan
membuat karya tulis ilmiah yang berjudul “Manajemen Pengaturan Posisi
pada Pasien Asma Bronkial di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2019”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimanakah gambaran pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan
manajemen pengaturan posisi pada pasien Asma Bronkial?
5

1.3 TUJUAN STUDI KASUS


Menggambarkan asuhan keperawatan pasien Asma Bronkial dengan
manajemen pengaturan posisi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

1.4 MANFAAT STUDI KASUS


Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:
1) Masyarakat:
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tetang pengaturan posisi bagi
pasien Asma Bronkial.
2) Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan:
Menambah keluasan ilmu dan teknologi bidang keperawatan dalam
manajemen pengaturan posisi pada pasien Asma Bronkial.
3) Penulis:
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan manajemen
pengaturan posisi pada pasien Asma Bronkial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Kerawatan Pada Asma Bronkial


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
mengenai klien, agar dapat mengidentifikasikan, mengenali masalah-
masalah, menggali kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik
fisik, mental, sosial dan lingkungan. (Potter & Perry, 2005)
a. Anamnesis. (Mutaqqin, 2008)
1) Identitas klien
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu
dilakukan pada klien asma. Serangan pada usia dewasa
dimungkinkan adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat
mengetahui faktor yang memungkinkan menjadi pencetus
serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional
yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga
dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal
lain yang perlu di kaji dari identitas klien adalah tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan,
dan diagnosis medis.
2) Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari
pertolongan dengan keluhan, terutama sesak nafas yang
hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala
lain yaitu: Wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, serta perubahan

6
7

tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya


serangan. (Mutaqqin, 2008)
b) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di derita pada masa-masa
dahulu seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, polip hidung, riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang di curigai sebagai
pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.
c) Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji
tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang
lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh
lingkungan.
d) Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai
salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu
berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Sesorang yang punya beban hidup yang
berat berpotensial mengalami serangan asma.
3) Pola Hidup.
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk
berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma
harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak
akan menimbulkan serangan asma.
b) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi yang salah dapat menghambat respons
kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin
8

banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asma


dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
c) Pola penanggulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor
instrinsik pencetus serangan asma. Frekuensi dan pengaruh
stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan
terhadap stresor.
d) Pola sensorik dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan
mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan
semakin tinggi
e) Pola tata nilai dan kepercayaan
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress
yang konstruktif.

b. Pemeriksaan Fisik. (Mutaqqin, 2008)


1) Keadaan umum
Kaji kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan
saat bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan
lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
2) Pemeriksaan 6B
a) B1 (Breathing)
 Inspeksi: adanya peningkatan usaha dan frekuensi napas,
penggunaan otot bantu napas, kesimetrisan dada, retraksi
otot-otot dada dan irama pernapasan.
 Palpasi: palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus
normal.
9

 Perkusi: suara normal sampai hipersonor, diafragma


menjadi datar dan rendah.
 Auskultasi: suara vesikuler yang meningkat disertai
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,
bunyi napas tambahan (wheezing) pada akhir ekspirasi.
b) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status
kardiovaskuler seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
c) B3 (Brain)
Diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat
kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau
koma.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dikaji karena
berkaitan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor
ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok.
e) B5 (Bowel)
Kaji bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, karena
hal-hal tersebut dapat merangsang terjadinya asma. Kaji
status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam pemenuhan kebutuhannya. Pada
klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena
terjadi dispnea saat makan, laju metabolisme, serta
kecemasan yang dialami klien.
f) B6 (Bone)
Kaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang asma.
Pada integumen, kaji permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas
10

atau bersisik, perdarahan, dan adanya tanda urtikaria atau


dermatitis. Pada rambut, di kaji warna rambut, kelembapan,
dan kusam. Perlu di kaji juga bagaimana tidur dan istirahat
klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat,
serta berapa besar kelelahan yang klien alami. Adanya
wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat klien.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan, mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap
masalah aktual dan resiko tinggi.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien asma
bronkial berdasarkan respon pasien yang disesuaikan dengan SDKI
2016 yaitu pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan
upaya napas (ms. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan),
penurunan energi, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
Dengan definisi inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat. (SDKI, 2016)
a) Data Mayor
Subjektif: Dispnea
Objektif: Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi).
b) Data Minor
Subjektif: Ortopnea
Objektif: pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
ventilasi semenit menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan
inspirasi menurun.
11

2.1.3 Intervensi Keperawatan


Dalam mengatasi diagnosis keperawatan, maka perawat mengacu kepada intervensi dan kriteria hasil yang terdapat di
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) (2018). Selain itu,
intervensi yang dilakukan selain mengacu kepada SIKI (2018), penulis juga melakukan beberapa intervensi tambahan
berdasarkan evidence base yang telah penulis baca dari beberapa sumber ilmiah yang sudah dilakukan penelitian.
Sehingga penulis menyusun intervensi sebagai berikut:

Tabel 2.1 Intervensi pada pasien Asma Bronkial


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi SIKI:
Berhubungan dengan: keperawatan selama …x…jam, Pengaturan Posisi:
o Hambatan upaya napas diharapkan
(mis. Nyeri saat SLKI : Pola Napas Observasi: Observasi:
bernafas, kelemahan otot  Dipertahankan pada level .... 1. Kaji Status pernapasan : 1. Pengkajian merupakan
pernapasan)  Ditingkatkan ke level .... Frekuensi, Kedalaman, data dasar berkelanjutan
o Penurunan energi Deskripsi level: Irama, Suara tambahan untuk memantau
o Posisi tubuh yang 1. Meningkat perubahan dan
menghambat ekspansi 2. Cukup meningkat mengevaluasi intervensi.
paru 3. Sedang 2. Monitor status oksigenasi 2. Untuk mencegah
4. Cukup menurun (sebelum dan sesudah meningkatnya beban
Gejala dan Tanda Mayor 5. Menurun pengaturan posisi) pernapasan akibat
 Data Subjektif perubahan posisi
- Dispnea Dengan Kriteria Hasil:
 Data Objektif 1. Dispnea (1/2/3/4/5)
12

- Penggunaan otot
2. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik: Terapeutik
bantu pernapasan (1/2/3/4/5) 3. Tempatkan pasien dalam 3. Penempatan posisi yang
- Fase ekspirasi
3. Pemanjangan fase ekspirasi posisi terapeutik yang sesuai akan mendorong
memanjang (1/2/3/4/5) sudah dirancang secret untuk keluar
- Pola napas abnormal 4. Ortopnea (1/2/3/4/5) 4. Posisikan pasien dengan 4. Posisi semi fowler akan
Itakipnea, bradipnea,5. Pernapasan pursed-lip posisi Semi Fowler mendukung ekspansi
hiperventilasi) (1/2/3/4/5) paru yang maksimal
6. Pernapasan cuping hidung 5. Motivasi klien untuk 5. Keterlibatan pasien
Gejala dan Tanda Minor (1/2/3/4/5 terlibat dalam perubahan dalam perubahan posisi
 Data Subjektif 7. Frekuensi pernapasan posisi. akan mendorong
- Ortopnea (1/2/3/4/5) kemandirian pasien
 Data Objektif 8. Kedalaman napas (1/2/3/4/5) 6. Posisikan pasien dengan 6. Posisi tripod dapat
- Pernapasan pursed- 9. Tekanan respirasi (1/2/3/4/5) posisi Tripod (Condong Ke membantu pasien
lip 10. Tekanan inspirasi (1/2/3/4/5) Depan) mengurangi sesak
- Pernapasan cuping
hidung Edukasi Edukasi
- Ventilasi semenit 7. Informasikan saat akan 7. Pasien mengetahui
menurun dilakukan perubahan posisi tindakan yang akan
- Tekanan ekspirasi dilakukan
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
13

2.1.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria yang
diharapkan (Potter & Perry, 2005).
Implementasi yang dilakukan pada pasien Asma Bronkial dapat
bersifat implementasi mandiri dimana perawat dapat melakukannya
tanpa bantuan dari tenaga kesehatan lain, implementasi kolaborasi
seperti pemberian obat dan dialisa, dan implementasi edukasi untuk
meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga mengenai tindakan
pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan.

2.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual perawat untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan, rancana keperawatan dan pelaksanaannya sudah dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
(Potter & Perry, 2005).
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi
terhadap pasien adalah pasien mampu mengontrol rasa sesak dengan
perubahan pengaturan posisi yang telah di lakukan sebelumnya, tanda-
tanda vital dalam rentang normal, frekuensi napas dalam rentan
normal, tidak ada suara napas tambahan, tidak ada penggunaan otot
bantu napas, tidak terjadi dispnea saat istirahat, dan pasien
menyatakan mengerti dan nyaman mengenai perubahan posisi yang
dilakukan.
14

2.2 Konsep Dasar Manajemen Pengaturan Posisi Pada Pasien Asma Bronkial
2.2.1 Definisi Pengaturan Posisi
Posturing atau mengatur dan merubah posisi adalah mengatur
pasien dalam posisi yang baik dan mengubah secara teratur dan
sistematik. Hal ini merupakan salah satu aspek keperawatan yang
penting. Posisi tubuh apapun tidak akan mengganggu apabila
dilakukan dalam waktu yang lama (Potter dan Perry, 2005).

2.2.2 Tujuan Pengaturan Posisi


Tujuan tindakan pemberian posisi yang efektif pada penderita
sesak nafas adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan ekspansi paru
yang maksimal, serta mempertahankan kenyamanan. Kestabilan pola
napas ditandai dengan pemeriksaan fisik berupa frekuensi pernapasan
yang normal, tidak terjadi ketidakcukupan oksigen (hipoksia),
perubahan pola napas dan obstruksi jalan napas (Kozier dkk, 2011).

2.2.3 Intervensi Pengaturan Posisi Semi Fowler


Posisi yang paling efektif untuk pasien dengan penyakin saluran
pernapasan adalah posisi semi fowler. Pemberian posisi semi fowler
pada pasien asma dilakukan sebagai cara untuk membantu
mengurangi sesak napas. Posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45o, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari
abdomen pada diafragma. (Potter & Perri, 2005)
Menurut penelitian Safitri R, dkk (2011), hasil pengukuran sesak
nafas setelah dilakukan perlakuan dari 33 responden selama tiga
hari diperoleh data yaitu sebanyak 18 pasien (55%). Dapat
dijelaskan ada pengurangan sesak nafas berat ke sesak nafas ringan
sebanyak 11 pasien (33%), yaitu dari 17 pasien sesak nafas berat
15

menjadi menjadi 6 pasien. Jadi, ada pengurangan pasien sesak nafas


berat ke sesak nafas ringan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan
sesak nafas pada pasien asma di ruang rawat inap kelas III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta setelah dan sebelum pemberiaan posisi semi
fowler terjadi penurunan. Perbedaaan tersebut dibuktikan dari
adanya pengurangan sesak nafas berat ke sesak nafas ringan pada 11
pasien atau sejumlah 33% dari 17 pasien. Adanya perbedaan tersebut
membuat pemberian posisi semi fowler dapat efektif untuk
mengurangi sesak nafas pada penderita asma.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan ada pengaruh pemberian
posisi semi fowler terhadap sesak napas. Hal tersebut berarti
mendukung penelitian Supadi, dkk (2008), yang menyatakan bahwa
posisi semi fowler membuat oksigen didalam paru-paru semakin
meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas. Posisi ini akan
mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga oksigen yang
diantar menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya
proses perbaikan kondisi klien lebih cepat.
Penelitian Sulastri, dkk (2015) dengan judul ’Perbedaan Efektifitas
Posisi Semi Fowler dan Latihan Deep Breathing terhadap penurunan
sesak napas pasien asma di RSUD Tugurejo Semarang’ menyebutkan
bahwa Respiratory rate (RR) sebelum perlakuan posisi semi fowler
didapatkan responden dengan skala pernapasan (respiratory rate)
ringan 7 responden (70%), didapatkan responden dengan skala sedang
3 responden (30%). Respiratory rate (RR) setelah perlakuan posisi
semi fowler didapatkan responden dengan skala pernapasan
(respiratory rate) ringan 8 responden (80%), didapatkan responden
dengan skala sedang 2 responden (20%). Yang artinya terdapat
peningkatan pasien sesak napas dengan skala ringan dan sedang
setelah diberikan pengaturan posisi semi fowler.
16

 SOP untuk posisi Semi Fowler adalah:


1) Cuci tangan
2) Angkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat (15-
45o)
3) Beri sandaran atau bantal untuk menyokonh lengan dan kepala
pasien (jika tubuh bagian atas lumpuh atau lemah)
4) Letakkan bantal di kepala sesuai keinginan pasien
5) Naikkan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari
adanya tekanan dibawah jarak popital (di bawah lutut).

2.2.4 Intervensi Pengaturan Posisi Tripod (Condong Ke Depan)


Posisi tripod adalah posisi klien diatas tempat tidur yang
bertompang di atas overbed table (yang dinaikkan dengan ketinggian
yang sesuai) dan bertumpu pada kedua tangan dengan posisi kaki
ditekuk kearah dalam. Pasien yang diberikan posisi tripod dapat
dibantu agar ekspansi dada membaik. Caranya dengan mengatur
posisi duduk pasien agak condong ke depan dengan bertumpu pada
kedua tangan di tempat tidur dengan posisi kedua kaki kedalam
(Kozeir, et al., 2009).
Penelitian Suyanti, dkk (2016) dengan judul ‘Pengaruh Tripod
Positioni Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso’ menyebutkan adanya pengaruh Tripod Position
terhadap pernafasan pada pasien dengan penyakit PPOK. Melakukan
penelitian dengan 20 pasien, dengan hasil penelitian frekuensi
pernafasan pada pasien dengan penyakit PPOK sebelum diberikan
tripod position yang paling banyak adalah normal sebanyak 11 orang
(45%). Dan setelah dilakukan pengaturan posisi tripod, yang paling
banyak adalah normal sebanyak 18 orang (90%).
Istiyani, dkk (2015) melakukan penelitian dengan judul ‘Perbedaan
Posisi Tripod Dan Posisi Semi Fowler Terhadap Peningkatan Saturasi
17

Oksigen Pada Pasien Asma Di RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga’


menyebutkan bahwa menunjukan bahwa ada perbedaan secara
bermakna nilai saturasi oksigen pemberian posisi tripod dan posisi
semifowler di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Ini
menujukan bahwa pemberian posisi tripod dan posisi semifowler
memiliki pengaruh terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien
asma di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
Hasil penelitian Istiyani, dkk (2015) juga didukung dengan hasil
penelitian Khasanah (2013), dengan ‘Efektifitas Posisi Condong Ke
Depan (CKD) Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)’ yang menunjukan posisi CKD dan PLB yang dilakukan
secara bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan
didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan
SaO2. Praduga peneliti bila tindakan tersebut dilakukan lebih dari satu
kali dan dilakukan secara kontinyu tentunya akan berdampak kepada
SaO2 yang lebih baik lagi.
Posisi CKD akan meningkatkan otot diafragma dan otot intrakosta
eksternal pada posisi kurang lebih 45o. Otot diafragma yang berada
pada posisi 45o menyebabkan gaya gravitasi bumi bekerja cukup
adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk
atau setengah duduk. Gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot
diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak kebawah
memperbesar volume rongga thoraks dengan menambah panjang
vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya
gravitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga
terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga thoraks
dalam dimensi anteroposterior.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus


Jenis penelitian ini adalah desain studi kasus deskriptif yang bertujuan
untuk mengeksplorasi tahapan penerapan manajemen pengaturan posisi
dengan pendekatan proses asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronkial.
Pendekatan yang digunakan pada studi kasus ini yaitu proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.

3.2 Subyek Studi Kasus


Subyek penelitian dalam studi kasus ini yaitu pasien asma bronkial dengan
bersihan jalan napas tidak efektif yang menjalani perawatan di Ruang
Kemuning RSUD dr. M Yunus Bengkulu. Jumlah subyek penelitian yang
direncanakan yaitu 2 orang pasien dengan minimal perawatan selama 3 hari.
Kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan pada subjek penelitian yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Penderita asma bronkial yang dirawat inap di ruang Kemuning
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
b. Penderita dewasa laki-laki atau perempuan
c. Penderita bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi
Penderita tidak bersedia menjadi responden

3.3 Fokus Studi


Fokus studi pada studi kasus ini adalah manajemen pengaturan posisi
pada pasien Asma Bronkial.

18
19

3.4 Definisi Operasional


1. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien asma bronkial di Rs. Dr.
M.Yunus Bengkulu
2. Pasien Dewasa Laki-laki atau perempuan yang dirawat diruang kemuning
RSUD Dr. M. Yunus dengan Asma Bronkial
3. Asma bronkial gangguan pernapasan atau kondisi sakit yang dialami
pasien dinyatakan dengan diagnosa medis.

3.5 Tempat dan Waktu


Studi Studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Kemuning RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu. Studi kasus ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan
Januari tahun 2020.

3.6 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Hasil anamnesis yang harus didapatkan berisi tentang identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikologi, pola pola fungsi
kesehatan. Data hasil wawancara dapat bersumber dari klien keluarga
dan dari perawat lainnya.
b. Obsevasi dan pemeriksaan fisik
Teknik pengumpulan data ini meliputi keadaan umum,
pemeriksaan integumen, pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan dada,
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan inguinal, genetalia, anus,
ekstremitas, pemeriksaan kebutuhan cairan dengan pendekatan:
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada sistem tubuh klien. Data
fokus yang harus didapatkan adalah pada ketidakefektifan bersihan
jalan nafas.
20

c. Studi dokumentasi
Instrumen dilakukan dengan mengambil data dari MR (Medical
Record), mencatat pada status pasien, mencatat hasil laboratorium,
melihat cataan harian perawat ruangan, mencatat hasil pemeriksaan
diagnostik.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan medikal bedah dengan fokus pengkajian
kebutuhan carian pasien.

3.7 Penyajian Data


Penyajian data penelitian merupakan cara penyajian yang dilakukan
melalui berbagai bentuk . Dari data yang sudah terkumpul dan telah diolah
akan disajikan dan dibahas dalam bentuk tekstural atau verbal. Penyajian cara
tekstural merupakan penyajian data hasil penelitian dalam bentuk uraian
kalimat. Penelitian ini akan dijabarkan dalam bentuk narasi untuk mengetahui
hasil penelitian. Penyajian dalam bentuk grafik merupakan penyajian data
secara visual. (Notoatmodjo, 2010)
Hasil dari penelitian studi kasus ini, data akan disusun dalam bentuk
narasi secara mendalam dan terperinci serta hasil dari manajemen
pengaturan posisi pada pasien asma bronkial.

3.8 Etika Studi Kasus


Menurut Polit & Beck (2006), etika penelitian yaitu:
1. Beneficence
Prinsip beneficence menekankan peneliti untuk melakukan
penelitian yang memberikan manfaat bagi responden. Prinsip ini
memberikan keuntungan dengan cara mencegah dan menjauhkan
responden dari bahaya, membebaskan responden dari eksploitasi serta
menyeimbangkan antara keuntungan dan risiko.
21

2. Non Maleficence
Prinsip ini menekankan peneliti untuk tidak melakukan tindakan
yang menimbulkan bahaya bagi responden. Responden diusahakan bebas
dari rasa tidak nyaman. Penelitian ini menggunakan prosedur, sehingga
meminimalkan bahaya yang mungkin timbul pada responden.
3. Autonomy
Autonomy memberikan makna kebebasan bagi responden untuk
menentukan keputusan sendiri. Namun apabila keluarga menolak menjadi
responden, maka tidak ada paksaan dari peneliti kepada responden serta
tetap menghormati dan menghargai keputusan, hak, pilihan dan privasi
responden.
4. Anonimity
Peneliti memberikan jaminan pada responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data karakteristik dan hasil
penelitian yang disajikan. Peneliti juga menjamin kerahasiaan semua
informasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dari responden.
5. Veracity
Prinsip veracity atau kejujuran menekankan peneliti untuk
menyampaikan informasi yang benar. Peneliti memberikan informasi
mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian kepada keluarga
responden.
6. Justice
Prinsip justice atau keadilan, menuntut peneliti tidak melakukan
diskriminasi saat memilih responden penelitian. Selain itu, peneliti
memberikan kesempatan yang sama dengan keluarga responden untuk
mengungkapkan perasaannya baik sedih maupun senang.
22

DAFTAR PUSTAKA

Global Burden Report of Asthma, 2013

Istiyani, D. Kristiyawati, SP., Supriyadi. (2015) ‘perbedaan posisi tripod dan


posisi semi fowler terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien asma
di rs paru dr. ario wirawan salatiga’. Pp, 1-10

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI

Khasanah, S., Maryoto, M. (2013) “efektifitas posisi condong ke depan (CKD)


dan pursed lips breathing (PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen
pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)’. naskah publikasi, Stikes
Harapan Bangsa Purwokerto.

Kozier., Erb, et al. (2009) Buku Ajar Praktik Klinis. 5th ed. Jakarta: EGC
Kozier., Erb., Berman., Synder. (2011) Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses & Praktik. 7th ed. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. (2008) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC

Mutaqqin, A. (2008) Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2015) Manajemen keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nolowala, AD., Putrono S., Widiyanto B. (2017) ‘Efektivitas pemberian posisi


tidur 30° dan 45° terhadap peningkatan kualitas tidur pasien dengan asma
bronkhial di rumah sakit panti wilasa citarum’, pp, 1-10

Potter, Perry. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. Jakarta:EGC.

Prasetyo B. (2010) Seputar Masalah Asma. Yogyakarta: Diva Press

RSMY Bengkulu. (2019). Medical Record. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Safitri, R., Andriyani, A. (2001) ‘Keefektifan pemberian posisi semi fowler


terhadap penurunan sesak nafas pada pasien asma di ruang rawat inap
kelas III RSUD Dr. Moewardi surakarta’, pp, 1-10

Smeltzer, SC., Bare, BG (2001, 2002). Keperawatan Medikal Bedah 8th ed.
Jakarta : EGC
23

Sulastri, Ismonah, Wulandarei, M. (2015) ‘Perbedaan efektifitas posisi semi


fowler dan latihan deep Breathing terhadap penurunan sesak napas pasien
asma di RSUD tugurejo semarang’, pp, 1-11

Suyanti, S., Agustin, WR., Wulandari, IS. (2016) ‘Pengaruh tripod position
terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) di RSUD dr. soediran mangun sumarso”, naskah publikasi,
Program Studi S1 Keperawatan, Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: PPNI

Wahid, A., Suprapto I. (2013) Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan


Keperawatan Pada Sistem Respirasi, Jakarta: CV. Trans Info Media.

World Health Organization (WHO). (2018). Environmental Health. 10 Oktober


2019. http://www.WHO.int.

Anda mungkin juga menyukai