Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Basis cordis dihubungkan
dengan pembuluh-pembuluh darah besar, meskipun demikian tetap terletak bebas
di dalam pericardium. Jantung memiliki 3 lapisan, yakni endokardium,
miokardium, dan perikardium.
Ada banyak penyakit yang dapat terjadi pada jantung, salah satunya yaitu
kardiomiopati. Kelompok penyakit ini beberapa kali mengalami perubahan dalam
hal klasifikasi kelainannya. Bila dilihat dari definisi dapat disebutkan bahwa
kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot
jantung atau miokard itu sendiri. Kelompok penyakit ini tergolong khusus karena
kelainan yang ditimbulkannya bukan terjadi akibat penyakit perikardium,
hipertensi, koroner, kelainan kongenital atau kelainan katup. Walaupun untuk
menegakkan diagnosis perlu menyingkirkan faktor-faktor etiologi tersebut,
gambaran dari kardiomiopati itu sendiri sangat khusus baik secara klinis maupun
hemodinamik. Dengan meningkatnya kewaspadaan terhadap kondisi penyakit ini
serta teknik dan prosedur diagnostik yang semakin canggih saat ini kardiomiopati
diketahui sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas yang bermakna.
Akhir-akhir ini, insidens kardiomiopati semakin meningkatnya frekuensinya.
Dengan bertambah majunya teknik diagnostik, ternyata kardiomiopati idiopatik
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama. Di beberapa negara,
penyakit ini bahkan merupakan penyebab kematian sampai sebesar 30% atau
lebih dari pada semua kematian akibat penyakit jantung.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk membuat klasifikasi yang tepat dari
penyakit ini. Klasifikasi yang saat ini telah dikenal luas adalah pembagian yang
dibuat oleh kerjasama antara World Health Organization (WHO) dan
International Society and Federation of Cardiology (ISFC). Pada klasifikasi ini
kardiomiopati diklasifikasikan berdasarkan gambaran patofisiologi yang dominan.

Bila kardiomiopati diklasifikasikan berdasarkan etiologi maka dikenal dua


bentuk dasar, yaitu (1). Tipe primer, apabila terdapat penyakit pada otot jantung
dengan penyebab yang tidak diketahui. Termasuk didalamnya adalah idiopatik
kardiomiopati, familial kardiomiopati, penyakit eosinofilik endomiokardium dan
fibrosis endokardium, (2). Tipe sekunder, apabila ditemukan penyakit miokardium
dengan penyebab yang diketahui, termasuk bila berhubungan dengan penyakit
yang melibatkan sistem organ lain. Sedangkan bila klasifikasi berdasarkan klinis
dan patofisiologi, maka kardiomiopati dibagi menjadi dilatasi, restriktif dan
hipertrofik.
Sangat penting untuk kita sebagai mahasiswa kedokteran untuk mengetahui
lebih banyak mengenai kardiomiopati ini, bagaimana etiologi, patogenesa,
gambaran

klinis,

pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

penunjang,

diagnosa,

komplikasi, tatalaksana, dan prognosis kedepannya. Untuk itu kami sebagai


penulis membahas mengenai kardiomiopati secara lebih khusus, yakni mengenai
kardiomiopati hipertrofik dalam sebuah

kaya tulis ilmiah yang berjudul

Kardiomiopati Hipertrofik. Dengan harapan, penulis dan pembaca dapat


mengetahui lebih banyak mengenai etiologi, patogenesa, gambaran klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa, komplikasi, tatalaksana, dan
prognosis kedepan dari kardiomiopati hipertrofik ini agar dapat mempertahankan
kualitas hidup dengan pengobatan dan terapi yang tepat.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi kardiomiopati hipertrofik?
2. Bagaimanakah etiologi kardiomiopati hipertrofik?
3. Bagaimanakah patogenesa kardiomiopati hipertrofik?
4. Bagaimanakah gambaran klinis pada kardiomiopati hipertrofik?
5. Bagaimanakah pemeriksaan fisik pada kardiomiopati hipertrofik?
6. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang pada kardiomiopati hipertrofik?
7. Bagaimanakah diagnosa pada kardiomiopati hipertrofik?
8. Bagaimanakah komplikasi pada kardiomiopati hipertrofik?
9. Bagaimana penatalaksanaan kardiomiopati hipertrofik?
10. Bagaimana prognosis kardiomiopati hipertrofik?
I.3. Tujuan
I.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum pembuatan karya tulis ilmiah mengenai kardiomiopati


hipertrofik ini adalah untuk memenuhi tugas akhir modul diagnostik fisik
semester lima.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi kardiomiopati hipertrofik.
2. Mengetahui etiologi kardiomiopati hipertrofik.
3. Mengetahui patofisiologi kardiomiopati hipertrofik.
4. Mengetahui gambaran klinis pada kardiomiopati hipertrofik.
5. Mengetahui pemeriksaan fisik pada kardiomiopati hipertrofik.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada kardiomiopati hipertrofik.
7. Mengetahui cara diagnosa pada kardiomiopati hipertrofik
8. Mengetahui komplikasi kardiomiopati hipertrofik.
9. Mengetahui penatalaksanaan kardiomiopati hipertrofik.
10. Mengetahui prognosis kardiomiopati hipertrofik.
I.4. Manfaat
Dengan mempelajari dan memahami mengenai kardiomiopati hipertrofik,
penulis dan pembaca akan mengetahui banyak hal mengenai penyakit ini. Mulai
dari definisi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosa, komplikasi, penatalaksanaan, hingga prognosis
dari kardiomiopati hipertrofik ini.
I.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis membuat sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB 1

: Bab ini adalah bab yang membahas pendahuluan. Dimana


dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang pembuatan
karya tulis ilmiah ini. Kemudia penulis menjelaskan apa saja
yang menjadi masalah dalam rumusan masalah. Tujuan dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini dijabarkan dalam tujuan umum
dan tujuan khususnya. Selain itu, penulis juga menjelaskan
manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini, baik untuk penulis
maupun untuk pembaca. Dan terakhir, akan dibahas tentang
sistematika penulisan dalam menulis karya tulis ilmiah ini.

BAB 2

: Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai dasardasar teori yang dibutuhkan untuk membahas masalah yang
penulis angkat. Pada bab ini akan dibahasa mengenai anatomi
jantung, histologi jantung, dan fisiologi jantung,

BAB 3

: Bab ini membahas tentang masalah yang penulis angkat,


meliputi definisi, etiologi, patogenesa, gambaran klinis,
pemeriksaan

fisik,

pemeriksaan

penunjang,

diagnosa,

komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis kedepannya dari


kardiomiopati hipertrofik ini.
BAB 4

: Pada bab ini terdapat kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini
serta saran yang diberikan penulis baik untuk penulis sendiri
maupun untuk pembaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Basis cordis dihubungkan
4

dengan pembuluh-pembuluh darah besar, meskipun demikian tetap terletak bebas


didalam pericardium.
II.1.1. Permukaan Jantung
Jantung mempunyai tiga permukaan : facies sterno-costalis (anterior),
facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung
juga mempunyai apex yang arahnya ke bawah, depan, dan kiri.
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan
ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus
atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan
pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian auricula sinistra.
Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus sinister oleh sulcus
interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus
dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior.
Permukaan inferior atrium dextrum, tempat bermuara vena cava inferior, juga
ikut membentuk facies diaphragmatica.
Facies cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium
sinistrum, tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis cordis terletak
berlawanan dengan apex cordis.
Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah kebawah,
depan, dan kiri. Apex terletak setinggi spatium intercostale V sinistra, 9 cm
dari garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan
diraba pada orang hidup.
II.1.2. Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh
auricula sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama
dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum dan apex
oleh ventriculus sinister. Batas-batas ini penting pada pemeriksaan radiografi
jantung.
II.1.3. Ruang Ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang : atrium dextrum,
atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum
terletak anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior
terhadap ventriculus sinsiter.
II.1.3.1. Atrium Dextrum
Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil,
auricula. Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium kanan
dan auricula kanan terdapat sebuah sulcus vertikal, sulcus terminalis,
yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut crista terminalis.

Bagian utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi, berdinding


licin dan bagian ini pada masa embrio berasal dari sinus venosus. Bagian
atrium di anterior rigi berdinding kasar atau trabekulasi oleh karena
tersusun atas berkas serabut-serabut otot, musculi pectinati, yang berjalan
dari crista terminalis ke auricula dextra. Bagian anterior secara
embriologis berasal dari atrium primitif.
Muara pada Atrium Dextrum
Vena cava superior bermuara ke dalam bagian atas atrium dextrum;
muara ini tidak mempunyai katup. Vena cava superior mengembalikan
darah ke jantung dari setengah bagian atas tubuh. Vena cava inferior
(lebih besar dari vena cava superior) bermuara ke bagian bawah atrium
dextrum; dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak berfungsi. Vena
cava inferior mengembalikan darah kejantung dari setengah bagian
bawah tubuh.
Sinus coronarius yang mengalirkan sebagian besar darah dari
dinding jantung bermuara kedalam atrium dextrum, di antara vena cava
inferior dan ostium atrioventriculare; bermuara ini dilindungi oleh katup
rudimater yang tidak berfungsi.
Ostium atrioventriculare dextrum terletak anterior terhadap muara
vena cava inferior dan dilindungi oleh valva tricuspidalis.
Banyak muara vena-vena kecil yang juga mengalirkan darah dari
dinding jantung bermuara langsung ke atrium dextrum.
II.1.3.2. Ventriculus Dexter
Vetriculus dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui
ostium atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui
ostium trunci pulmonalis. Waktu rongga mendekati ostium trunci
pulmonalis bentuknya berubah menjadi seperti corong, tempat ini
deisebut infundibulum.
Dinding ventriculus dexter jauh lebih tebal dibandingkan dengan
atrium dextrum dan menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam,
yang dibentuk oleh berkas-berkas otot. Rigi-rigi yang menonjol ini
menyebabkan dindidng ventrikel terlihat seperti busa dan dikenal sebagai
trabeculae carnae. Trabeculae carane terdiri atas tiga jenis. Jenis pertama
terdiri atas musculi papilaris, yang menonjol ke dalam, melekat melalui
basisnya pada dinding ventrikel; puncaknya dihubungkan oleh tali-tali
fibrosa (chordae tendinae) ke cuspis valva tricuspidalis. Jenis kedua yang
melekat dengan ujungnya pada dinding ventrikel, dan bebas pada bagian
tengahnya. Salah satu diantaranya adalah trabeculae septomarginalis,
menyilang rongga ventrikel dari septa ke dinding anterior. Trabecula
septomarginalis ini membawa fasciculus dari sistem konduksi jantung.
Jenis ketiga hanya terdiri atas rigi-rigi yang menonjol.

Valva tricuspidalis melindungi ostium atrioventriculare dan terdiri


atas tiga cuspis yang dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit
jaringan fibrosa yang meliputinya: cuspis anterior, septalis, dan inferior
(posterior). Cuspis anterior terletak di anterior, cuspis septalis terletak
berhadapan dengan septum interventriculare dan cuspis inferior atau
posterior terletak di inferior. Basis cuspis melekat pada cincin fibrosa
rangka jantung, sedangkan ujung bebas dan permukaan ventrikularnya
dilekatkan pada chordae tendinae. Chordae tendinae menghubungkan
cuspis dengan musculi papilaris. Bila ventrikel berkontraksi, musculi
papilares berkontraksi dan mencegah agar cuspis tidak terdorong masuk
kedalam atrium dan terbalik waktu tekanan intraventrikular meningkat.
Untuk membantu proses ini chordae tendinae dari satu musculus papilaris
dihubungkan dengan dua cuspis yang berdekatan.
Valva trunci pulmonalis melindungi ostium trunci pulmonalis dan
terdiri atas tiga valvula semilunaris yang dibentukdari lipatan
endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya. Pinggir
bawah dan samping setiap cuspis yang melengkung melekat pada dinding
arteri. Mulut muara cuspis mengarah ke atas, masuk ke dalam truncus
pulmonalis. Tidak ada chordae tendinae atau musculi papillares yang
berhubungan dengan cuspis valva ini; perlektan sisi-sisi cuspis pada
dinding arteri mencegah cuspis turun masuk ke dalam ventrikel. Pada
pangkal truncus pulmonalis terdapat tiga pelebaran yang dinamakan
sinus, dan masing-masing terletak diluar dari setiap cuspis.
Ketiga vulvula semilunaris tersusun sebagai satu yang terletak
posterior (valvula semilunaris sinistra) dan dua yang terletak posterior
(valvula semilunaris anterior dan dextra). Cuspis-cuspis valva trunci
pulmonalis dan aortae dinamakan sesuai dengan letaknya pada janin
sebelum jantung mengalami rotasi ke kiri. Sayangnya, cara penamaan
tersebut menyebabkan banyak kebingungan yang seharusnya tidak
terjadi. Selama sistolik ventrikel, cuspis-cuspis valva tertekan pada
dinding truncus pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama diastolik,
darah mengalir kembali ke jantung dan masuk ke sinus; cuspis valva
terisi, terletak berhadapan di dalam lumen dan menutup ostium trunci
pulmonalis.
II.1.3.3. Atrium Sinistrum
Sama seperti atrium dextrum, atrium sinistrum terdiri atas rongga
utama dan auricula sinistra. Atrium sinistrum terletak di belakang atrium
dextrum dan membentuk sebagian besar basis atau facies posterior
jantung. Di belakang atrium sinistrum terdapat sinus obliqus pericardii
serosum dan pericardium fibrosum memisahkannya dari oesophagus.

Bagian dalam atrium sinistrum licin, tetapi auricula sinistra


mempunyai rigi-rigi otot seperti pada auricula dextra.
Muara pada atrium sinistrum
Empat venae pulmonales, dua dari masing-masing paru-paru
bermuara pada dinding posterior dan tidak mempunyai katup. Ostium
atrioventriculare sinistrum dilindungi oleh valva mitralis.
II.1.3.4. Ventriculus Sinistrum
Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui
ostium atrioventriculare sinistrum dan dengan aorta, melalui ostium
aortae. Dinding ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dari pada dinding
ventriculus dexter. Tekanan darah di dalam ventrikulus sinister enak kali
lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di dalam ventriculus dexter.
Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk sirkular;
ventriculus dexter kresentik (bulan sabit) karena penonjolan septum
interventriculare kedalam rongga ventriculus dexter. Terdapat trabeculae
carnae yang berkembang baik, dua buah musculi papilaris yang besar,
tetapi tidak terdapat trabecula septomarginalis. Bagian ventrikel di bawah
ostium aortae disebut vestibulum aortae.
Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva terdiri
dari dua cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior, yang strukturnya
sama dengan cuspis pada valva tricuspidalis. Cuspis anterior lebih besar
dan terletak antara ostium atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan
chordae tendinae kecuspis dan musculi papillares sama seperti valava
tricuspidalis.
Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai struktur
yang sama dengan struktur valva trunci pulmonales. Satu cuspis yang
terletak di anterior ( valvula semilunaris dextra) dan dua cuspis terletak di
dinding posterior (valbula semilunaris sinistra dan posterior). Di
belakang setiap cuspis dinding aorta menonjol membentuk sinus aortae.
Sinus aortae anterior merupakan tempat asal arteria coronaria sinistra.
II.1.4. Struktur Jantung
Dinding jantung terdiri atas lapisan tebal otot jantung, myocardium, yang
dibungkus dari luar oleh epycardium dan dibatasi di sebelah dalam oleh
endocarium. Bagian atrium jantung relatif mempunyai dinding tipis dan
dibagi dua oleh septum interatriale menjadi atrium dextrum dan atrium
sinistrum. Septum berjalan dan dinding aterior jantung menuju ke belakang
dan kanan. Bagian ventrikel jantung mempunyai dinding yang tebal dan
dibagi dua oleh septum ventriculare menjadi ventriculus dexter dan
ventriculus sinister. Septum terletak miring, dengan satu permukaan
menghadap ke depan dan kanan serta permukaan lainnya menghadap ke

belakang dan kiri. Posisinya diidentifikasi pada permukaan jantung sebagai


sulcus interatricularis anterior dan posterior. Bagian bawah septum tebal dan
dibentuk oleh otot. Bagian atas septum lebih kecil, tipis, membranosa, dan
terikat pada rangka fibrosa.
Yang disebut rangka jantung terdiri atas cincin-cincin fibrosa yang
mengelilingi ostium atrioventriculare, ostium trunci pulmonalis dan ostium
aortae dan melanjutkan diri ke pars membranosa, bagian atas septum
atrioventriculare. Cincin fibrosa disekeliling ostium atrioventriculare
memisahkan dinding otot atrium dan ventrikel namun menyediakan tempat
perlekatan serabut-serabut otot. Cincin fibrosa menyokong basis cuspis valva
dan mencegah valva dari peregangan dan menjadi inkompeten.
II.1.5. Lapisan Jantung
II.1.5.1. Endokardium
Endokardium adalah lapis terdalam dan berkontak dengan darah
dalam ruang jantung. Endokardium tersusun dari epitel skuamosa
sederhana (endotel) dan jaringan penyambung di bawahnya.
II.1.5.2. Miokardium
Miokardium adalah lapis tengah yang tersusun dari miosit, sel
kontraktil tersebut bertanggung jawab untuk pemompaan darah melewati
jantung.
II.1.5.3. Perikardium
Perikardium tersusun dari dua lapis: perikardium fibrosa di sebelah
luar dan perikardium serosa di sebelah dalam. Perikardium menutupi
jantung dan bagian proksimal pembuluh besar.
II.1.5.3.1. Perikardium Fibrosa
Perikardium fibrosa merupakan jaringan penyambung liat yang
menambatkan jantung pada tempatnya lewat hubungannya dengan
sternum di sebelah anterior dan sternum tendineum diafragma di
sebelah bawah.
II.1.5.3.2. Perikardium Serosa
Perikardium serosa tersusun atas dua lapis: lapis parietalis dan
lapis viseralis. Lapis parietalis berkesinambungan dengan aspek
internal perikardium fibrosa. Lapis viseralis, juga dikenal sebagai
epikardium, merupakan lapis tipis perikardium. Lapis ini berisi
cabang utama A.koronaria.
II.1.6. Pendarahan Jantung
Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra,
yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. Arteriae

coronariae dan cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan jantung,


terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan
ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan
turun hampir vertikal di dalam sulcus atrioventriculare dextra, dan pada
pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior sepanjang sulcus
atrioventricularis untuk beranastomosis dengan arteria coronaria sinistra di
dalam sulcus interventricularis posterior. Cabang-cabang arteria coronaria
dextra berikut ini mendarahi atrium dextrum dan ventriculus dexter, sebagian
dari atrium sinistrum dan ventriculus sinister, dan septum atrioventriculare.
Cabang-cabang
1. Ramus coni arteriosi. Pembuluh ini mendarahi fascies anterior
conus pulmonaris (infundibulum ventriculus dexter) dan bagian atas
dinding anterior ventriculus dexter.
2. Rami ventriculares anteriores. Jumlahnya dua atau tiga, dan
mendarahi fascies ventriculus dexter. Ramus marginalis dexter
adalah cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir bawah
fascies costalis untuk mencapai apex cordis.
3. Rami ventriculares posteriores. Biasanya ada dua, dan mendarahi
facies diaphragmatica ventriculus dexter.
4. Ramus interventriculares posterior (descendens). Arteri ini
berjalan menuju apex pada sulcus interventriculare posterior.
Memberikan cabang-cabang ke ventriculus dexter dan sinister,
termasuk dinding inferiornya. Pembuluh ini juga memberikan cabang
untuk bagian posterior septum ventriculare, tetapi tidak untuk bagian
apex yang menerima darah dari ramus interventricularis anterior
arteria coronaria sinistra. Sebuah cabang septal yang besar mendarahi
nodus atrioventricularis. Pada 10% orang dijumpai arteria
interventricularis posterior digantikan oleh sebuah cabang dari arteria
coronaria sinistra.
5. Rami atriales. Beberapa cabang mendarahi permukaan anterior dan
lateral atrium dextrum. Satu cabang mengurus permukaan posterior
kedua atrium dextrum dan sinistrum. Arteria nodus sinuatrialis
mendarahi nodus dan atrium dextrum dan snistrum; pada 35% orang
pembuluh ini berasal dari arteria coronaria sinistra.
Arteria coronaria sinistra, yang biasa lebih besar dibandingkan dengan
arteria coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung, termasuk
sebagian besar atrium sinister, ventriculus sinister, dan septum ventriculare.
Arteria ini berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta descendens dan
berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula sinistra.
Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis dan bercabang

10

dua menjadi ramus interventricularis dan bercabang dua menjadi ramus


interventricularis anterior dan ramus circumflexus.
Cabang-cabang
1. Ramus interventriculus (descendens) anterior berjalan ke bawah
di dalam sulcus interventricularis anterior menuju apex cordis. Pada
kebanyakan orang pembuluh ini kemudian berjalan di sekitar apex
cordis untuk masuk ke sulcus interventricularis posterior dan
beranastomosis dengan cabang-cabang terminal arteria coronaria
dextra. Pada 1/3 orang pembuluh ini berakhir pada apex cordis.
Ramus interventricularis anterior mendarahi ventricularis dexter dan
sinister dengan sejumlah cabang yang juga mendarahi bagian anterior
septum ventriculare ini mungkin berasal langsung dari pangkal
arteria coronaria sinistra. Sebuah arteria conus sinistra yang kecil
mendarahi conus pulmonalis.
2. Ramus circumflexus mempunyai ukuran yang sama dengan arteria
interventricularis anterior. Pembuluh ini melingkari pinggir kiri
jantung di dalam sulcus atrioventricularis. Ramus marginalis sinister
merupakan cabang besar yang mendarahi batas kiri ventriculus
sinister dan turun sampai apex cordis. Ramus ventricularis anterior
dan posterior mendarahi ventriculus sinister. Rami atriales mendarahi
atrium sinistrum.
II.1.7. Sistem Konduksi
Umumnya jantung berkontraksi secara ritmik sekitar 70 sampai 90
denyut per menit pada orang dewasa dalam keadaan istirahat. Kontraksi
ritmik berasal secara spontan dari sistem konduksi dan impulsnya menyebar
keberbagai bagian jantung; awalnya atrium berkontraksi bersama sama dan
kemudian diikuti oleh kontraksi kedua ventrikel secara bersama-sama. Sedikit
penundaan penghantaran impuls dari atrium ke ventrikel memungkinkan
atrium mengosongkan isinya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel
berkontraksi.
Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat
pada nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis
beserta dengan crus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus subendocardial serabut purkinje. Serabut khusus otot jantung yang membentuk
sistem konduksi jantung dikenal sebagai serabut purkinje.
II.1.7.1. Nodus Sinuatrialis
Nodus sinoatrialis terletak pada dinding atrium dextrum di bagian
atas sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena cava superior.
Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara spontan
disebarkan ke seluruh otot0otot jantung dan menyebabkan otot-otot ini
berkontraksi.

11

II.1.7.2. Nodus Atrioventricularis


Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum
interalriale tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva
tricuspidalis. Dari sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh
fasciculus atrioventricularis. Nodus atrioventricularis distimulasi oleh
gelombang eksitasi pada waktu gelombang ini melalui myocardium
atrium.
Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atrioventricularis
memberikan waktu yang cukup untuk atrium mengosongkan darahnya ke
dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai berkontraksi.
II.1.7.3. Fasciculus Atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis (berkas dari His) merupakan satusatunya jalur serabut otot jantung yang menghubungkan myocardium
atrium dan myocardium ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini
merupakan satu-satunya jalan yang dipergunakan oleh impuls jantung
dari atrium ke ventrikel. Fasciculus ini berjalan harus melalui rangka
fibrosa jantung.
Fasciculus atrioventriculariskemudian berjalan turun di belakang
cuspis septalis valva tricuspidalis septum interventriculare. Pada pinggir
pars muscularis septum, fasciculus ini terbelah menjadi dua cabang, satu
cabang untuk setiap ventrikel. Cabang berkas kanan berjalan turun pada
sisi kanan septum interventriculare untuk mencapai trabecula
septomarginalis, tempat cabang ini menyilang diding anterior ventriculus
dexter. Di sini cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus
purkinje.
Cabang berkas kiri menembus septum dan berjalan turun pada sisi
kiri di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua (anterior
dan posterior), yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut
plexus purkinje ventriculus sinister.
Jadi terlihat bahwa sistem konduksi jantung bertanggung jawab tidak
hanya untuk pembentukan impuls jantung tetapi juga untuk penghantaran
impuls ini dengan cepat ke seluruh myocardium jantung, sehingga ruangruang jantung berkontraksi secara terkoordinasi dan efisien.
Aktivitas sistem konduksi/penghantar dapat dipengaruhi oleh saraf
otonom yang menyarafi jantung. Saraf parasimpatis memperlambat irama
dan mengurangi kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatis
mempunyai efek yang berlawanan.
II.1.7.4. Jalur Konduksi Internodus

12

Impuls dari nodus sinuatrialis kenyataannya berjalan ke nodus


atrioventricularis lebih cepat daripada kesanggupannya berjalan
sepanjang myocardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini
dijelaskan dengan adanya jalur-jalur khsusu di dalam dinding atrium,
yang terdiri atas struktur campuran antara serabut-serabut purkinje dan
sel-sel otot jantung. Jalur internodus anterior meninggalkan ujung
anterior nodus sinuatrialis dan berjalan ke anterior menuju ke muara vena
cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum atrium da berakhir
pada nodus atrioventricularis. Jalur internodus medius meninggalkan
ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke posterior menuju muara
vena cava superior. Jalur ini turun ke bawah pada septum atrium menuju
ke nodus atrioventricularis. Jalur internodus posterior meninggalkan
bagian posterior nodus sinoatrialis dan turun melalui crista terminalis dan
valva vena cava inferior menuju ke nodus atrioventricularis.
II.1.8. Katup Jantung dan Tempat Auskultasi
Keempat katup jantung adalah katup aorta, pulmonal, mitral, dan
trikuspid. Penting untuk memahami bagaimana gerak katup berkaitan dengan
siklus jantung. Banyak penyakit jantung dan lesi katup mengakibatkan bunyi
jantung yang abnormal. Bunyi jantung disebabkan aliran darah; karena itu,
tempat auskultasi katup tertentu merupakan hilir terhadap arah aliran
melewati katup tersebut.
FASE SAAT
TEMPAT
KATUP
LOKASI
STRUKTUR
KATUP
AUSKULTASI
MEMBUKA
Sela iga
(IS/intercostal
space) kedua
Antara LV
Semilunaris
Aorta
kanan pada tepi
Sistole
dan aorta
(3 kuspis)
sternum
(SB/sternal
border)
Antara RV
Semilunaris
IS kedua kiri
Pulmonalis
dan trunkus
Sistole
(3 kuspis)
pada SB
pulmonalis
IS kelima kiri
Antara LA
Mitralis
Bikuspisdalis
pada linea
Diastole
dan LV
midklavikularis
Antara RA
IS kelima kiri
Trikuspidalis
Trikuspidalis
Diastole
dan RV
pada SB
II.2. Histologi Jantung

13

Jantung, bagian dari sistem vaskular yang sangat khusus, memompa


mengalirkan darah di dalam pembuluh darah. Alat ini mempunyai empat ruangan
utama yaitu: atrium kiri dan kanan dan ventrikel kiri dan kanan. Vena kava
superior dan inferior mencurahkan darah vena yang berasal dari seluruh bagian
tubuh ke dalam atrium kanan dan selanjutnya masuk ke dalam ventrikel kanan.
Darah di dorong dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis menuju kedua paru
tempat pertukaran gas terjadi, dan kemudian kembali ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri menuju ventrikel kiri dan kemudian
diedarkan ke seluruh tubuh oleh aorta beserta seluruh percabangannya.
Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan :
1. Lapis dalam, atau endokardium.
2. Lapis tengah, atau miokardium yang membentuk massa utama jantung.
3. Lapis luar, atau epikardium.
II.2.1. Endokardium
Endokardium ini merupakan homolog tunika intima buluh darah dan
menutupi seluruh permukaan dalam jantung. Permukaannya diliputi endotel
yang bersinambung dengan endotel buluh darah yang masuk dan keluar
jantung. Di bawah endotel terdapat lapisan tipis yang mengandung serat
kolagen halus membentuk lapis subendotel. Lebih ke dalam terdapat lapisan
yang lebih kuat mengandung banyak serat elastin dan serat otot polos. Yang
paling jauh dari lumen, yang menyatu dengan miokardium di bawahnya,
disebut lapis subendokardial yang terdiri atas jaringan ikat longgar. Lapisan
ini mengandung banyak buluh darah saraf dan cabang-cabang sistem hantar
rangsang jantung.
II.2.2. Miokardium
Miokardium atau lapis tengah, yang bersesuaian dengan tunika media,
terdiri atas otot jantung, yang telah diperkirakan dalam Bab 6. Ketebalannya
beragam pada tempat yang berbeda, yang paling tipis terdapat pada ventrikel
kiri. Di dalam atrium serat otot cenderung bersusun dalam berkas yang
membentuk jala-jala.
II.2.3. Epikardium
Selubung luarnya (disebut juga perikardium viseral) berupa suatu
membran serosa. Permukaan luarnya diliputi selapis sel mesotel. Di yang
mengandung banyak serat elastin. Suatu lapisan subperikardial terdiri atas
jaringan ikat longgar mengandung buluh darah, banyak elemen saraf, dan
lemak, menyatukan epikardium dnegan miokardium.
II.3. Fisiologi Jantung

14

Sistem kardiovaskular yang dapat disamakan sebagai model pompa (jantung)


dan perangkat pipa (pembuluh darah) mendistribusikan oksigen, nutrien dan
substansi lainnya ke jaringan tubuh seraya menghilangkan produk sampingan
metabolik dari dalam jaringan tubuh.
II.3.1. Otot dan Kontraksi Jantung
Kontraksi sel otot jantung dimulai oleh sinyal potensial aksi yang bekerja
pada organel intraselular untuk menghasilkan tegangan (tension) dan
pemendekan sel-sel ini. Potensial aksi ini berbeda secara nyata degan
potensial aksi pada sel otot lurik. Sebagai contoh, potensial aksi tersebut
dapat dihasilkan sendiri, dapat merambat dari sel ke sel, dan memiliki durasi
yang lebih lama.
II.3.1.1. Perangkaian Eksitasi-Kontraksi
Perangkaian (coupling) bergantung pada beberapa struktur dalam sel
miokardium yang mengkoordinasikan respons kontraksi terhadap potensi
aksi jantung.
Sarkomer : Unit kontraktil sel miokardium yang berjalan dari garis Z
ke garis Z. Tersusun dari filamen tebal (miosin) dan filamen tipis
(aktin, troponin, serta tropomiosin)
Tubulus T : Bagian membran sel yang mengadakan invaginasi pada
garis Z. Organel ini membawa potensial aksi ke dalam bagian
interior sel.
Retikulum sarkoplasma : Tempat penyimpanan dan pelepasan Ca 2+
intraselular yang dipakai dalam perangkaian eksitasi-kontraksi
Diskus interkalatus : Berlokasi pada ujung sel. Memperantai adhesi
antar-sel.
Sambungan Sela/Gap Junction : Terdapat pada diskus interkalatus.
Memberikan jalan dengan resistensi yang rendah bagi potensial aksi
agar dapat terjadi penghantaran yang cepat antar-sel.
II.3.1.2. Kontraksi dan Relaksasi Miokardium
Miosit jantung menterjemahkan sinyal elektrik (potensial aksi) ke
dalam respons fisik (kontraksi) lewat tahap-tahap berikut ini : Ca 2+
ekstraselular masuk ke dalam sel-sel miokardium Ca2+ menginduksi
pelepasan Ca2+ intraselular kontraksi miokardium, dan akhirnya
relaksasi miokardium.
II.3.1.3. Curah Jantung (Cardiac Output)
Volume darah yang dipompa per menitnya dari kedua ventrikel dan
harus sama pada keadaan tanpa adanya kelainan patologi dinamakan
curah jantung (CO; cardiac output). Curah jantung resting yang normal

15

adalah 4-8 L/menit dan dapat meningkat sebanyak lima hingga enam kali
lipat selama exercise. Curah jantung (CO) dapat dihitung dengan
menggunakan isi sekuncup (SV/stroke volume) dan frekuensi jantung
(HR/heart rate) yanitu CO=SV x HR, atau diukur dengan menggunakan
metode O2 dari Fick.
II.1.3.4. Siklus Jantung
Lingkar tekanan-volume (PV loops) membagi siklus menjadi lima
fase: (1) kontraksi isovolumetrik, (2) ejeksi sistolik, (3) relaksasi
isovolumetrik, (4) pengisian cepat ventrikel kiri, dan (5) pengisian lambat
ventrikel kiri. Siklus jantung dapat ditelusuri dari sistol hingga diastol
dengan menggunakan lingkar tekanan-volume/ PV loop, pemeriksaan
tekanan dalam jantung dan bunyi jantung.
II.1.3.5. Bunyi Jantung
Keadaan tertutupnya katup, pengisian ventrikel atau kelainan
patologi dapat disimpulkan dari keempat bunyi jantung.
Bunyi S1 dan S2 disebabkan oleh penutupan katup. Bunyi S1
terdengar karena tertutupnya katup mitral dan trikuspid; bunyi S2 terjadi
karena tertutupnya katup aorta dan pulmonalis. Biasanya bunyi S 1 dapat
didengar lewat auskultasi sebagai sebuah bunyi tunggal. Bunyi S 2 yang
sesungguhnya tersusun dari dua buah bunyi yang saling terkait waktunya
dengan erat (penutupan katup aorta dan pulmonalis) akan
memperdengarkan bunyi splitting.
Bunyi Kepentingannya
S1
Penutupan katup mitral dan trikuspid; katup mitral tertutup
sebelum katup trikuspid, sehingga bunyi S1 mungkin terpecah
(split)
S2
Katup aorta dan pulmonal tertutup; katup aorta tertutup sebelum
katup pulmonal; inspirasi menyebabkan peningkatan splitting S2
S3
Selama pengisian ventrikel yang cepat (diastol dini); normal
pada anak-anak; pada orang dewasa, berkaitan dengan pelebaran
ventrikel (yaitu pada CHF) dan peningkatan tekanan pengisian.
S4
Diastol lanjut; tidak terdengar pada orang dewasa yang normal;
keberadaannya menunjukkan tekanan atrium yang tinggi atau
ventrikel jantung yang kaku (yaitu pada hipertrofi ventrikel).
Atrium kiri harus bekerja mendorong dinding ventrikel kiri yang
kaku (atrial kick)
II.4. Kardiomiopati Hipertrofik
II.4.1. Definisi Kardiomiopati Hipertrofik

16

Kardiomiopati hipertrofik adalah hipertrofi ventrikel tanpa penyakit


jantung atau sistemik lain yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel ini.
Perubahan makroskopik ini dapat ditemukan pada daerah septum
interventrikularis. Hipertrofi asimetris pada septum ini, bisa ditemukan di
daerah distal katup aorta, di daerah apeks. Hipertrofi yang simetris tidak
sering ditemukan.
Kardiomiopati di daerah apikal biasanya disertai dengan kelainan EKG,
gelombang T negatif yang dalam.
Biasanya penyakit ini merupakan kelainan autosomal dominan di mana
atrofi septum yang asimetris menyebabkan penurunan kelenturan ventrikel
kiri dan disfungsi diastolik. Aliran darah dengan kecepatan yang meningkat
pada septum yang hipertrofik menyebabkan tekanan negatif, yang akan
menarik daun katup mitral anterior kedalam saluran aliran-keluar, sehingga
terjadi obstruksi subaorta pada saluran tersebut lewat efek Venturi.
Kardiomiopati hipertrofik dapat menyebabkan kematian jantung mendadak
yang terlihat pada beberapa atlit muda.
Kardiomiopati hipertrofik ada 2 macam bentuk/macam, yaitu :

Hipertrofi yang simetris atau konsentris


Hipertrofi septal simetris
Dengan left venticular outflow tract obstruction atau disebut juga
idiopathic hypertropic subaortic stenosis (IHSS), atau hypertrophis
obstructive cardiomyopathy (HOCM)
Tanda left ventricular outflow tract obstruction.

II.4.2. Etiologi Kardiomiopati Hipertrofik


Etiologi kelainan ini tidak diketahui. Di duga disebabkan katekolamin,
kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemia
miokard, kelainan konduksi atrioventrikular dan kelainan kolagen.
Kelainan ini diturunkan sebagai kelainan dominan autosomal dan
beberapa mutasi genetik penyebab telah diisolasi, termasuk rantai berat
(heavy chain) miosin jantung B pada kromosom 14 dan gen troponin T
jantung pada kromosom I, yang merupakan sebagian besar mutasi genetik
yang telah diisolasi saat ini. Maka, mungkin terdapat riwayat keluarga pada

17

keadaan ini, meskipun seringkali tidak, mengimplikasikan bahwa beberapa


kasus mungkin disebabkan oleh mutasi spontan.
Penyakit ini dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin dalam frekuensi
yang sama, serta dapat menyerang semua umur. Gangguan irama sering
terjadi dan menyebabkan berdebar-debar, pusing sampai sinkop. Tekanan
darah sistolok dapat pula menurun, banyak kasusu kardiomiopati hipertrofik
tidak bergejala/asimtomatis.
Orang tua dengan kardiomiopati hipertrofik sering mengeluh sesak napas
akibat gagal jantung dan angina pektoris yang mengganggu disertai fibrilasi
atrium. Pada kasus-kasus yang sudah lanjut, malah bisa terdapat pengerasan/
kekakuan katup mitral, sehingga dapat memberikan gejala-gejala stenosis
atau regurgitasi mitral.
II.4.3. Patofisiologi Kardiomiopati Hipertrofik
1. Manifestasi berupa hipertrofi masa ventrikel kiri dengan peninggian
tekanan pada out-flow ventrikel kiri pada 80% kasus.
2. Resistensi pada pengisian ventrikel kiri yang hipertrofi, fibrotik dan kaku.
3. Dengan mikroskop elektron nampak miofibril yang berselang-seling yang
menyebabkan kontraksi yang iregular.
4. Hipertrofi septum ini mencapai katup mitralis anterior, sehingga timbul
peninggian sistol dan dapat membuat perubahan sekunder katup mitralis
berupa turbulensi, infeksi dan kalsifikasi.
5. Rongga ventrikel kiri terlalu kecil pada akhir sistol, sehingga timbul
penurunan volume ventrikel kiri saat akhir sistol.
Bagaimanapun, saat ini telah jelas bahwa banyak dan mungkin sebagian
besar

penderita

menunjukkan

kardiomiopati

adanya

obstruksi

hipertrofik
alur

pada

keluar

kenyataannya

ventrikel

tidak

kiri.Kelainan

patofisiologisnya bukanlah sistolik tapi lebih berupa disfungsi diastolik, yang


ditandai oleh peningkatan kekakuan miokardium yang hipertrofik. Hal ini
mengakibatkan peningkatan pengisian diastolik dan ini tetap ada walaupun
ventrikel kiri hiperkontraktil.
Contoh hipertrofi pada kardiomiopati hipertrofik berbeda dengan
hipertrofi sekunder seperti hipertensi. Sebagian besar penderita menunjukkan
penebalan septum ventrikel tidak sama bila dibandingkan dengan dinding
18

bebas ventrikel kiri. Penderita lain menunjukkan perbandingkan yang berbeda


antara penebalan apeks, dan 10% atau lebih penderita memiliki penebalan
ventrikel yang konsentrik.
Bagaimanapun, semuanya menunjukkan sel otot jantung yang tidak
terorganisir dan kacau (bizarre) dari septum, terlepas ada atau tidak adanya
obstruksi. Penderita tanpa obstruksi dapat menunjukkan ketidakteraturan sel
yang sama dari dinding bebas ventrikel kiri. Paling sedikit setengah dari
seluruh kasus kardiomiopati kelihatannya di turunkan sebagai dominan
autosom dengan kemampuan menembus yang tinggi, sisanya timbul secara
sporadik.
Pemeriksaan ekokardiografi telah menguatkan bukti bahwa sampai
setengah keluarga tingkat pertama, misalnya orang tua, anak-anak, dan
kembaran dari penderita-penderita kardiomiopati hipertrofik familiar,
mempunyai hipertrofi septum, meskipun banyak penderita ini asimptomatis
dan tidak didapatkan adanya obstruksi. Berbeda dari obstruksi yang
disebabkan oleh penyempitan orifisium yang tetap, seperti pada stenosis
aorta, bila ada obstruksi pada kardiomiopati hipertrofik, adalah dinamik dan
bahkan dari satu denyut ke denyut yang lain. Obstruksi timbul sebagai akibat
penyempitan yang lebih lanjut dari alur keluar ventrikel kiri yang sebelumnya
sudah mengecil oleh gerakan ke muka katup mitral saat sistolik terhadap
septum yang hipertrofi (SAM). SAM dapat ditemukan pada beragam penyakit
jantung yang lain, tetapi pada kardiomiopati hipertrofik SAM selalu
ditemukan bila ada obstruksi.
Tiga dasar mekanisme terlibat dalam menghasilkan obstruksi dinamis: 1)
Peningkatan kontraktilitas ventrikel dan meningkatkan kecepatan ejeksi darah
melalui alur keluar. Dengan demikian mendorong daun anterior katup mitral
terhadap septum; 2) Penurunan volume ventrikel (bebas awal) yang
mengurangi lebih lanjut ukuran alur keluar; 3) pengurangan rintangan aorta
dan tekanan beban akhir meningkatkan kecepatan aliran melalui daerah
subaortik dan juga mengurangi volume sistolik ventrikel.
Hal-hal yang meningkatkan kontraktilitas miokardium seperti latihan,
isoproterenol, dan digitalis, serta hal-hal yang dapat menurunkan volume

19

ventrikel seperti manuver valsava, berdiri tegak tiba-tiba, nitrogliserin,


amilnitrit, atau takikardia, semuanya dapat menyebabkan peningkatan
obstruksi.
Sebaliknya, peningkatan tekanan arteri oleh fenilefrin, berjongkok,
menggenggam tangan yang dipertahankan, meningkatkan alir balik dengan
menaikkan tungkai dan ekspansi dari volume darah, semuanya meningkatkan
volume ventrikel dan menghilangkan obstruksi. Kadang-kadang septum yang
hipertrofi tersebut menonjol ke dalam alur keluar ventrikel kanan dan
menahan aliran darah keluar dari ventrikel kanan.
Kardiomiopati hipertrofik ada yang ditemukan berhubungan dengan
lentiginosis dan kelainan lain pada jaringan neuralcrest. Gambaran
hemodinamik dan anatomi kasar yang sama mungkin ditemukan pada bayi
dengan ibu yang menderita kencing manis dan pada penderita dengan ataksia
Friedreich.
II.4.4. Gambaran Klinis Kardiomiopati Hipertrofik
Banyak penderita kardiomiopati hipertrofik yang asimptomatis dan
mungkin selain mereka ada anggota keluarganya yang menderita penyakit
tersebut.
Sayangnya manifestasi klinik pertama dari penyakit ini mungkin berupa
kematian mendadak, yang sering timbul pada anak-anak dan dewasa muda,
sering pada waktu atau setelah latihan fisik. Pada penderita yang simptomatis
keluhan yang paling umum adalah dispneu, sebagian besar disebabkan karena
peningkatan kekakuan dinding ventrikel, dan menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri dan tekanan diastolik ventrikel kiri.
Gejala lain termasuk angina pektoris, lemah, pingsan atau hampir
pingsan. Gejala-gejala ini tidak ada hubungannya dengan beratnya obstruksi
alur keluar. Sebagian besar penderita dengan obstruksi menunjukkan denyut
apeks ganda atau tripel, denyut arteri karotis yang meningkat dengan cepat
dan bunyi jantung ke empat.
Tanda utama dari kardiomiopati obstruktif hipertrofik adalah desah
sistolik yang kasar, berbentuk diamond dan biasanya mulai segera setelah
bunyi jantung pertama karena ejeksi ini tidak tertahan pada saat awal sistol.

20

Desah tersebut paling baik didengar dibatas kiri bawah sternum, dan juga di
apeks. Di sini lebih sering berbentuk holosistolik dan menghembus (blowing),
dan hal ini disebabkan oleh adanya regurgutasi mitral yang biasanya
menyertai kardiomiopati obstruktif hipertrofik.
II.4.5. Pemeriksaan Fisik pada Kardiomiopati Hipertrofik
Pasien kardiomiopati hipertrofik biasanya fisiknya baik, berumur muda.
Denyut jantung teratur. Bising sistolik dihubungkan dengan aliran turbulensi
pada jalur keluar ventrikel kiri. Bising sistolik dapat berubah-ubah, bisa
hilang atau mengurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu
menjongkok atau dengan melakukan olah raga isometrik.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada
apeks teraba getaran jantung sistolik dan kuat angkat. Bunyi jantung ke-4
biasanya terdengar. Terdengar bising sistolik yang mengeras pada tindakan
valsava.
Diagnostik fisik pada kardiomiopati hipertrofik meliputi 2 kriteria yakni
kriteria mayor dan kriteria minor.
Tanda-tanda mayor yaitu:
1. Jerky pulse : nadi dengan volume normal, tapi kualitasnya menurun
dan irama regular.
2. Lokalisasi tekanan yang kuat oleh karena hipertrosi ventrikel kiri. Pada
palpasi dicari adanya hentakan atrium yang menunjukkan kuatnya
kontraksi atrium kiri.
3. Desah sistolik (ejection systolic murmur) terdengar pada pinggir kiri
sternum dan di apeks oleh karena regurgitasi mitralis.

Tanda-tanda minor yaitu:


1. Desah diastol dini (early diastolic) yang diakibatkan oleh fungsi yang
abnormal dari muskulus papilaris dari katup mitralis.
2. Gelombang a yang prominen pada vena jugularis.
3. Desah diastol yang kasar terdengar pada apeks adalah akibat pengisian
yang abnormal ventrikel kiri yang kaku.
4. Sering dapat terdengar suara jantung ke IV.

21

II.4.6. Pemeriksaan Penunjang pada Kardiomiopati Hipertrofik


II.4.6.1. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen foto dada bisa normal meskipun gambaran pembesaran
jantung sedikit sampai sedang adalah biasa. Pembesaran pangkal aorta dan
perkapuran katup tidak terlihat; ini berbeda dengan stenosis aorta.
II.4.6.2. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri,
gelombang Q yang lebar, deviasi aksis ke kiri, pembesaran atrium kiri,
gangguan konduksi, sindrom WPW, dan seperti gambaran infark lama tapi
sesungguhnya ini karena kelainan elektro-fisiologi dari septum yang
hipertrofik. Banyak penderita menunjukkan aritmia, baik atrial maupun
ventrikuler selama pemantauan holter.
II.4.6.3. Ekokardiografi
Pada pemeriksaan ekokardigrafi Ten Cate menemukan tiga jenis
hipertrofi ventrikel kiri yaitu:
Hipertrofi septal saja (41%)
Hipertrofi septal disertai hipertrofi dinding lateral (53%)
Hipertrofi apikal distal (6%) (septum dan dinding lateral, keduaduanya)
Ditemukan juga adanya penebalan dinding septum interventrikular,
bila dibandingkan dengan dinding belakang ventrikel kiri . Ini disebut
asymetric hipertropic (ASH), gerakan septum yang terbatas dan gerakan ke
depan waktu sistol daun depan katup mitralis (Systolic Anterior
Motion/SAM)
II.4.6.4. Kateterisasi dan Angiografi
Kateterisasi jantung mungkin diperlukan, terutama pada pasien
dengan nyeri dada, untuk menentukan apakah terdapat penyakit jantung
koroner yang terjadi secara bersamaan.
Pada pemeriksaan didapati gradien tekanan pada waktu istirahat atau
dengan provokasi ventrikel kiri penderita IHSS. Dengan angiografi
menunjukkan hiperkontraksi ventrikel kiri. Karakteristik bentuk rongga

22

ventrikel kiri seperti pisang (banana shaped) dapat dilihat dengan


ventrikulografi.
II.4.6.5. Fonokardiogram
Adanya desah sistol, serta terdapat suara jantung ke IV pada pinggir
sternum dan apeks. Mungkin juga terdapat desah diastol yang kasar di
apeks.
II.4.6.6. Hemodinamik
Tekanan akhir diastol ventrikel kiri akan meningkat. Hal yang penting
pada gangguan hemodinamik ini adalah kekacauan fungsi diastolik dengan
gerakan dinding yang iregular dan sering dengan waktu pengisian yang
lama.
Oleh karena itu peninggian tekanan akhir diastol ventrikel kiri dan
adanya hipertrofi masif dengan volume akhir diastol ventrikel kiri yang
normal maka menyebabkan berkurangnya elastisitas ventrikel.
II.4.6.7. Biopsi
Dengan biopsi terlihat adanya miofibril, hipertrofi dan fibrosis yang
tersusun seperti karangan bunga (normal bentuk seluler yang linear).
II.4.7. Diagnosa Kardiomiopati Hipertrofik
Pemeriksaan radiologi memperlihatkan atrium kiri yang melebar.
Ekokardiografi biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan
menunjukkan hipertrofi yang asimetris, regurgitasi mitral serta disfungsi
sistolik.
II.4.8. Komplikasi Kardiomiopati Hipertrofik
a. Fibrilasi atrial dengan trombus
b. Endokarditis infektif.
c. Gagal jantung kongestif.
II.4.9. Penatalaksanaan Kardiomiopati Hipertrofik

23

Penatalaksanaan bertujuan untuk menghilangkan gejala dan terapi aritmia


yang potensial mengancam nyawa.
Pengobatan yang utama adalah menggunakan penghambat beta
adrenegik, yang efeknya di samping mengurangi peninggian obstruksi jalan
pengosongan ventrikel kiri, juga untuk mencegah gangguan irama yang
sering menyebabkan kematian mendadak. Akhir-akhir ini dilaporkan adanya
khasiat yang baik golongan antagonis kalsium seperti verapamil.
Obat-obat lain tidak dianjurkan untuk diberikan, karena dapat
memperburuk keadaan penyakit. Operasi miomektomi juga dilakukan pada
keadaan tertentu.
Penyekat beta sering digunakan dan dapat menghilangkan sampai tingkat
tertentu gejala-gejala angina pektoris dan sinkop. Bagaimanapun, tidak ada
bukti bahwa penyekat beta dapat melindungi dari kematian mendadak, yang
biasanya disebabkan oleh aritmia . Masih diragukan apakah anti aritmia
berguna pada pengobatan ini. Amiodaron pada percobaan kelihatannya efektif
mengurangi frekuensi aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
Kalsium antagonis, terutama verapamil dan nifesipin, adalah obat yang
dapat memberi harapan untuk mengurangi kekakuan ventrikel, menurunkan
tekanan diastolik yang meningkat, meningkatkan kemampuan latihan fisik
dan pada beberapa keadaan menurunkan beratnya obstruksi alur keluar.
Disopiramid telah digunakan pada beberapa penderita untuk mengurani
kontraktilitas ventrikel kiri.
Operasi miotomi atau miektomi dari septum yang hipertrofi dapat
mengakibatkan perbaikan gejala yang lama tetapi kematian yang mencapai
10% membatasi operasi hanya untuk penderita dengan gejala dan obstruksi
yang berat yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medis.
Digitalis diuretik nitrat dan penyekat beta jangan diberikan terutama pada
penderita dengan perbedaan tekanan alur keluar ventrikel kiri.
Kardiomiopati hipertrofik menyebabkan beban kerja jantung meningkat.
Pada kardiomiopati hipertrofik tipe obstruktif resiko meninggal mendadak
cukup besar bila beban kerja jantung terlalu berat. Tujuan modifikasi gaya
hidup adalah supaya beban kerja jantung tidak terlalu berat, sehingga resiko

24

meninggal mendadak dapat diturunkan. Beberapa modifikasi gaya hidup yang


dapat dilakukan antara lain:
1. Aktivitas fisik. Aktivitas fisik harus dibatasi. Artinya tidak boleh
melakukan olahraga yang terlalu berat dan kompetitif. Olahraga ringan
tetap dianjurkan untuk menjaga kebugaran tubuh dan jantung.
2. Diet dan pengaturan berat badan. Diet harus seimbang. Berat badan harus
dikontrol. Berat badan yang berlebih akan membuat kerja jantung lebih
berat yang akan memperberat kondisi kardiomiopati hipertrofik.
3. Batasi alkohol dan kopi. Minum alkohol bisa mencetuskan gangguan
irama jantung seperti fibrilasi atrial. Kopi dapat menyebabkan jantung
berdenyut lebih cepat sehingga memperberat kerja jantung pada
kardiomiopati hipertrofik.
II.4.10. Prognosis Kardiomiopati Hipertrofik
Prognosis penyakit ini ternyata sekarang ini cukup jinak. Angka
mortalitas hanya 1% pertahun, dibanding penelitian sebelumnya yang 2-4 x
lebih tinggi. Ada beberapa pasien yang keadaannya stabil atau malah
membaik dalam jangka waktu 10 tahun. Sebagian besar pasien akan
bertambah berat penyakitnya, pasien mengalami gagal jantung kongestif;
kardiomiopati hipertrofi ini berubah menjadi kardiomiopati kongestif sekali
pun sudah dilakukan mimektomi. Kematian mendadak terjadi pada orang
muda.
Perjalanan penyakit kardiomiopati hipertrofik adalah beragam, meskipun
banyak penderita menunjukkan perbaikan atau kestabilan gejala bersamaan
dengan waktu. Fibrilasi atrium merupakan hal yang biasa pada akhir
perjalanan penyakit, timbulnya biasanya menuju pada suatu peningkatan
gejala yang berat, yang mungkin disebabkan oleh karena kehilangan
kemampuan pompa atrium untuk mengisi ventrikel yang menebal.
Aritmia ini, bila tetap ada, biasanya berkaitan dengan diagnosis yang
buruk. Endokarditis infeksi timbul pada kurang dari 10 % penderia dan disini
diperlukan profilaksis endokarditis terutama pada penderita dengan obstruksi
pada saat istirahat pada penderita dan regurgitasi mitrral.

25

Progresifitas kardiomiopati hipertrofik ini ke arah disfungsi dan dilatasi


ventrikel kiri tanpa perbedaan alur luar telah ada yang dilaporkan tetapi bukan
merupakan hal yang biasa. Penyebab utama kematian pada kardiomiopati
hipertrofik adalah mati mendadak yang dapat timbul tiba-tiba pada masa
stabil penderita yang simptomatis.
Sebaliknya, penderita muda dan penderita tanpa obstruksi atau dengan
obstruksi yang ringan kelihatannya mempunyai resiko istimewa untuk
kematian mendadak. Karena kematian mendadak sering timbul selama atau
segera setelah latihan fisik maka latihan fisik yang berat harus dicegah pada
semua pederita, terlepas dari pada gejalanya. Meskipun hemodinamik dapat
memegang peranan yang penting, tapi hampir semua kematian, terutama mati
mendadak disebabkan karena aritmia ventrikel.
Obat penyekat beta kelihatannya tidak efektif mencegah kematian
mendadak. Kalsium antagonis atau obat anti aritmia belum terbukti efektif
melindungi kematian mendadak, hanya dari sejumlah obat-obatan tersebut,
kelihatannya amiodaron yang dapat memberi harapan yang terbaik.

BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Trigger
Seorang remaja putera berusia 16 tahun yang sebelumnya dalam keadaan
sehat, datang ke bagian gawat-darurat sesudah mengalami kesulitan bernapas dan
nyeri dada substernal yang menjalar ke leher dan bahu pada saat dia bermain
sepakbola. Pasien saat ini merasakan dirinya lebih baik. Dia menyangkal memakai
obat atau pun merokok sigaret dan tidak mengetahui adanya permasalahan medis

26

dalam keluarganya, kecuali dua orang pamannya yang meninggal mendadak pada
usia muda.
III.2. Identitas Pasien
1. Nama

: Reyhan

2. Jenis kelamin

: Laki-laki

3. Umur

: 16 tahun

4. Pekerjaan

: Siswa SMA (Atlit Sepak Bola)

5. Tingggi badan

: 170 cm

6. Berat badan

: 65 kg

III.3. Anamnesa
1. Keluhan utama
Kesulitan bernapas dan nyeri dada substernal yang menjalar ke leher dan
bahu.
2. Riwayat penyakit sekarang
-

Kesulitan bernapas dan nyeri dada substernal yang menjalar ke leher


dan bahu.

3. Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada yang penting
4. Riwayat penyakit keluarga
Dua orang anggota keluarga (paman) meninggal mendadak pada usia
muda.
III.4. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

TD

: mmHg

HR

: 100 x/menit pada arteri radialis

RR

: 25 x/menit

: 36,5C

27

Kepala

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Leher

JVP : normal

KGB : tidak ada pembesaran


Thorax

Paru : dalam batas normal

Jantung :

Terdengar bising sistolik yang mengeras

Terdengar bunyi jantung ke-4

Pada apeks teraba getaran jantung sitolik dan kuat angkat

Abdomen

Hepar dan lien tidak teraba

Nyeri tekan di epigastrium (-)


Ekstremitas

Superior : Reflex fisiologis (+)


Reflek patologis (-)

Inferior :

Reflex fisiologis (+)


Reflek patologis (-)
Edema (-/-)

III.5. Pemeriksaan Penunjang


III.15.1. Elektrokardiografi
-

Irama sinus normal

Hipertrofi ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh gelombang S yang


dalam pada V1 dan gelombang R yang tinggi pada V5 atau V6 (yaitu
gelombang S pada V1 + gelombang R pada V5 atau V6 35mm)

28

Depresi segmen ST dengan gelombang T terbalik pada V4 hingga V6


yang mungkin menunjukkan infark lateral jika keberadaan kelainan ini
hanya terdapat pada lead-lead lateral ini.

III.5.2. Radiologi
Terdapat pembesaran jantung sedikit
III.5.3. Ekokardiografi

Gambar : Gambaran hasil ekokardiografi


Gambar
sebelah kiri menunjukkan gambar bilik kiri yang normal.
Sumber
: http://seputarjantung.com/jurnal/kardiomiopati-hipertrofik/
Tampak rongga bilik kiri berbentuk bulat. Gambar sebelah kiri menunjukkan
kondisi jantung dengan kardiomiopati hipertrofik tipe obstruktif dimana otot
bilik kiri sangat tebal, khususnya otot bagian sekat antar jantung (gambar otot
sisi kiri), sehingga rongga jantung menjadi sempit. Akibat tebalnya otot bilik
kiri, pengisian bilik kiri (fase diastolik) menjadi lebih sulit karena harus
dengan tekanan tinggi. Demikian juga alairan darah keluar dari bilik kiri (fase
sistolik) lebih sulit karena ada hambatan (obstruksi) akibat tebalnya otot sekat
antar bilik yang menghalangi.
III.6. Diagnosa
Kardiomiopati hipertrofik
III.7. Penatalaksanaan
III.7.1. Obat
-

Penghambat beta adrenegik

Verapamil dan nifesipin

Disopiramid

III.7.2. Pembedahan

29

Operasi miotomi atau miektomi dari septum yang hipertrofi


III.7.3. Modifikasi gaya hidup
-

Batasi aktivitas fisik. Anjurkan olahraga ringan untuk menjaga


kebugaran tubuh dan jantung.

Diet yang seimbang dan kontrol berat badan

Batasi alkohol dan kopi

BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Dinding jantung terdiri atas
lapisan tebal otot jantung, myocardium, yang dibungkus dari luar oleh epycardium

30

dan dibatasi di sebelah dalam oleh endocarium. Jantung berfungsi untuk


mendistribusikan oksigen, nutrien dan substansi lainnya ke jaringan tubuh seraya
menghilangkan produk sampingan metabolik dari dalam jaringan tubuh. Salah
satu kelainan yang dapat terjadi pada jantung adalah kardiomiopati hipertrofik,
dimana terjadi hipertrofi ventrikel tanpa penyakit jantung atau sistemik lain yang
dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel ini. Hingga saati ini, penyebab dari
penyakit ini belum diketahui secara pasti. Untuk diagnosa pastinya membutuhkan
hasil elektrokardigram dan gambaran radiologi jantung. Penatalaksanaan penyakit
ini bertujuan untuk menghilangkan gejala dan terapi aritmia yang potensial
mengancam nyawa. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan menggunakan obatobatan seperti Penghambat beta adrenegik, Verapamil dan nifesipin, dan
disopiramid. Selain itu dapat penatalaksanaan dapat dilakukan dengan operasi
miotomi atau miektomi dari septum yang hipertrofi.
IV.2. Saran

Penderita kardiomiopati hipertrofik dianjurkan untuk menjaga asupan


makanan untuk menjaga berat badan yang ideal.

Penderita kardiomiopati hendaknya menghindari alkohol dan kopi, serta


agar dapat mengurangi aktivitas fisik, dan melaksanakan olahraga ringan
untuk menjaga kebugaran tubuh dan jantung.

DAFTAR PUSTAKA
1. C. Guyton, Arthur,. E. Hall, John. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC. 2007.
2. http://seputarjantung.com/jurnal/kardiomiopati-hipertrofik/
3. H. Gray, Huon, dkk. Lecture notes kardiology. Jakarta: Erlangga Medical
Series.2005.

31

4. Ismudiati Rilantono, Lily, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Pustaka
FKUI.1998.
5. L. Moore, Keith,. M. R. Agur, Anne. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :
Hipokrates. 2002.
6. L. Tao,. Kendall. K. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Jakarta:
Karisma Publishing Group.2013.
7. Renrdi Haroen, T,. Sutomo Kasiman. Pengantar Kardiologi. Jakarta: Widya
Medika.1992.
8. S.Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2006.
9. W. Sudoyo, Aru (et al). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta : EGC. 2010.
10. W.Tank, Patrick, dan Thomas R.Gest. Atlas Anatomi.Jakarta: Erlangga.
2009.

32

Anda mungkin juga menyukai