Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Osteoartritis atau disebut juga penyakit sendi degenerative adalah suatu

kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan

klinis, histology dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak meradang dan

tidak ada komponen sistemik. Menurut data World Health Organization (WHO)

(2008), Osteoarthritis (OA) merupakan bentuk penyakit degenerasi sendi yang

paling banyak terjadi pada 15% - 40% orang – orang yang berumur diatas 40

tahun dan menduduki peringkat ke 6 sebangai penyebab disabilitas sedang dan

berat. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai serta

mempunyai dampak kecacatan yang dapat memberikan masalah fisik, psikis, dan

sosioekonomis baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang

karena prevalensi Osteoartritis yang tinggi dan sifatnya yang kronik progresif

(Aditya, 2019).

Di Negara maju Amerika Serikat, osteoartritis merupakan penyebab utama

disabilitas (ketidak mampuan) kronik. Lebih dari 20 juta penduduk Amerika

Serikat menderita osteoartritis, Osteoartritis yang nyata dijumpai pada 25%

penduduk di Amerika Serikat dengan usia di atas 60 tahun dan sekitar 100.000

orang Amerika Serikat tidak dapat berjalan tanpa bantuan dari tempat tidur ke

kamar mandi karena osteoartritis lutut atau panggul (Brandt, 2000).

1
Prevalensi Osteoartritis lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu

mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Diperkirakan 1 sampai 2 juta

orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena osteoartritis. Proses

degenerative adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia.

Proses penuaan adalah proses penurunan kapasitas dan fungsi jaringan tubuh.

Penurunan ini terjadi karena proses degenerasi yang terjadi lebih besar daripada

proses regenerasi. Dampak yang dihasilkan oleh proses ini akan mengenai seluruh

jaringan tubuh sehingga lansia sangat rentan menderita suatu penyakit. Salah satu

penyakit degeneratif yang cukup banyak dialami lansia adalah osteoarthritis.

Penyebab penyakit sendi degeneratif belum diketahui. Tetapi factor-faktor

tertentu telah diketahui dapat mempercepat atau merangsang perkembangannya

seperti usia, obesitas, pengunaan sendi jenis kelamin, penyakit endokrin. Dengan

adanya kerusakan yang disebabkan beberapa factor tersebut pastinya akan

menimbulkan keluhan berupa nyeri sendi (Winarni, 2012).

Nyeri pada osteoartritis sendi lutut dapat disebabkan oleh inflamasi tulang

subchondrale yang terkelupas lapisan rawan sendinya, sehingga timbul nyeri bila

terjadi kompresi misalnya pada saat berjalan. Nyeri juga dapat terjadi akibat

instabilitas, dimana saat aktifitas terjadi gesekan yang tidak fisiologis sehingga

menimbulkan iritasi jaringan lunak disekitarnya, sehingga nyeri muncul setelah

olah raga atau aktifitas lain. Disamping itu pada kasus kronis terjadi kontraktur

kapsul sendi, sehingga timbul nyeri dan pembatasan gerak (nyeri regang). Pada

kasus lepasan rawan sendi yang cukup besar sebagai korpus libera dapat

mengunci pada Range Of Motion tertentu sehingga nyeri mengunci. Nyeri juga

2
terjadi oleh iritasi osteofit yang mengiritasi jaringan lunak sekitarnya. Nyeri sendi

merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah aktivitas dan menghilang

setelah istirahat. Bila progresifitas osteoartritis terus berlangsung terutama setelah

terjadi reaksi radang (sinoritis) nyeri akan terasa saat istirahat.Sedangkan istirahat

ataupun immobilisasi yang lama dapat menimbulkan efek-efek pada jaringan ikat

dan kekuatan penunjang sendi. Nyeri pada osteoartritis sendi lutut dapat

disebabkan oleh inflamasi tulang subchondrale yang terkelupas lapisan rawan

sendinya, sehingga timbul nyeri bila terjadi kompresi misalnya pada saat berjalan.

Nyeri juga dapat terjadi akibat instabilitas, dimana saat aktifitas terjadi gesekan

yang tidak fisiologis sehingga menimbulkan iritasi jaringan lunak disekitarnya.

Menurut para peneliti, untuk mengatasi problem penderita osteoartritis sendi lutut

fisioterapi sering direkomendasikan terapi latihan. Banyak hasil penelitian ilmiah

yang menunjukkan manfaat terapi latihan. Namun di Indonesia, hampir tidak

mungkin bila hanya memberikan intervensi terapi latihan saja. Hasil survei

singkat peneliti menunjukkan mayoritas penderita merasakan perbaikan keluhan

setelah mendapatkan terapi termal atau elektris bila dibandingkan hanya terapi

latihan saja. Oleh sebab itu pemberian terapi latihan selalu dikombinasikan

dengan salah satu modalitas. Modalitas fisioterapi yang cukup sering digunakan

dalam intervensi penderita osteoartritis antara lain adalah transcutaneus electrical

nerve stimulation, dan terapi latihan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

bukti ilmiah tentang pengaruh Transcutaneus electrical nerve stimulation dan

terapi latihan dalam pengurangan nyeri pada penderita osteoartritis sendi lutut

(Winarni, 2012).

3
B. Rumusan Masalah

Apakah Transcutaneus electrical nerve stimulation dan Terapi Latihan

berpengaruh terhadap pengurangan nyeri pada penderita osteoartritis sendi lutut?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Transcutaneus electrical nerve stimulation dan terapi

latihan berpengaruh terhadap pengurangan nyeri pada penderita osteoartritis

lutut?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

a. Sebagai bahan kajian pada kasus serupa untuk peneliti yang lain.

b. Sebagai bahan perbandingan khususnya kepada mahasiswa.

2. Manfaat bagi Institusi Pelayanan

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan pada terapi dengan kasus

yang sama.

b. Sebagai bahan untuk membuka pola fikir ilmiah dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi fisioterapi.

3. Manfaat bagi Peneliti

a. Mengetahui manfaat Transcutaneus electrical nerve stimulation dan

Terapi latihan pada kasus osteoartritis sendi lutut.

4
b. Untuk membuktikan Transcutaneus electrical nerve stimulation dan

Terapi latihan berpengaruh terhadap pengurangan nyeri penderita osteoartritis

sendi lutut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Defenisi Osteoartritis

Osteoartritis menurut American College of Rheumatology merupakan

sekolompok kondisi heterogen yang mengarah kepda tanda dan gejala sendi.

Osteoartritis merupakan kelainan sendi degeneratif non implamasi yang terjadi

pada berat badan dengan gambaran khas memburuknya rawan sendi serta

membentuknya tulang-tulang baru pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat

perubahan biokimia metabolisme, fisiologis dan patologis pada rawan sendi

dan tulang sub kondral.

Osteoarthritis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Osteoarthritis primer dan

Osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga Osteoarthritis

idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya

dengan penyakit sistemik, inflamasi, ataupun perubahan lokal pada sendi.

Sedangkan Osteoarthritis sekunder yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti

penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat,

adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi, kondisi seperti

trauma sendi, kelainan bawaan, faktor gaya hidup, dan respon imun semua

dapat menjadi pemicu terjadinya Osteoarthritis (Aditya,2019).

6
2. Anatomi Terapan

Sendi lutut terdiri dari 3 persendian yang meliputi sendi tibio-femoral,

sendi tibiofibular proksimal dan sendi patelofemoral. Sendi tibiofemoralis

disusun oleh kondilus femur dan kondilus tibia. Sendi lutut digolongkan

sebagai modified hinge joint yang memiliki tiga bidang gerak yaitu fleksi –

ekstensi pada bidang sagital, abduksi – aduksi pada bidang koronal (frontal)

dan rotasi pada bidang transversal. Arthrokinematik tibiofemoral joint adalah

gerak traksi dan kompresi dengan arah kaudal-kranial searah aksis

longitudinal tibia. Saat gerakan fleksi terjadi translasi ke dorsal dan saat

ekstensi terjadi translasi keventral. Selain itu saat fleksi dan ekstensi juga

terjadi terjadi translasi ke medial dan lateral (Parjoto, 2006).

Sendi Patello Femoralis ini dibentuk oleh facies articularis dengan tulang

femur, sendi ini diperkuat dengan ligament transversum genu, otot vastus

lateralis dan vastus medialis sehingga patella tetap stabil. Adapun struktur

sendi modified plane joint, permukaan patella tertutup cartilage tebal yang

berfungsi membantu mekanisme kerja dan mengurangi friction otot

quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola alur gerak

lurus - melengkung kemedial – lurus, Gerak geser patella keproximal dan

kedistal saat ekstensi dan flexi, saat ekstensi disertai gerak geser patella

kemedial hingga kembali lurus.

Meskipun sendi proximal tibio fibularis bukan sebagai sendi utama

tibiofibular joint turut berperan dalam menerima beban, 105 populasi kapsul

sendinya menyatu dengan tibiofemoral, merupakan jenis sendi plane sinovial

7
joint yang terbentuk antara caput fibulae dengan tibia. Gerakan yang terjadi

pada sendi ini bukan murni berasal dari sendi ini sendiri melainkan akibat

pengaruh gerak ankle joint ke arah cranial dorsal. Arthrokinematik dari sendi

ini terdiri atas gerak geser ke cranial dan dorsal saat ankle joint melakukan

dorsi fleksi dan tidak terpengaruh gerak lutut.

Quadriceps

Femur
Femur

Articular cartilage
Articular cartilage
Medial collatreral
Meniscus Ligament

Ligament collateral Meniscus


lateral
Posterior cruciate
Anterior cruciate Ligament
Ligament

Gambar 2.1. Persendian lutut (Wilson,2017).

Ligamen pada sendi lutut dapat dikelompokkan menjadi ligamen

intrakapsuler (internal) dan ekstrakapsuler (eksternal). Yang termasuk

ligamen intrakapsuler adalah ligamen krusiatum anterior dan posterior.

Sedangkan ligamen ekstrakapsuler meliputi ligamen patelaris, kolateral

8
medial, kolateral lateral, popliteal obliqus dan popliteal arquatum (Moore

dan Dalley, 1999).

Kapsul sendi lutut terdiri dari lapisan fibrous eksternal (kapsul fibrous)

dan membran sinovial internal yang menyelubungi seluruh permukaan

sendi yang tidak tertutup oleh kartilago artikularis. Di bagian superior,

lapisan fibrous melekat pada femur di dekat margin artikularis kondilus.

Dibagian posterior, lapisan fibrous menyelubungi kondilus dan fossa

interkondiler. Lapisan fibrous memiliki celah di sebelah posterior kondilus

tibialis lateralis sebagai jalan bagi tendon popliteus untuk keluar dari kapsul

sendi dan melekat di tibia. Di bagian inferior, lapisan fibrous melekat pada

tibia plateau. Di bagian anterior, lapisan fibrous ini berlanjut dengan bagian

medial dan lateral dari tendon quadriseps, patella dan ligamen patella.

Stabilisator aktif pada sendi lutut di perkuat oleh beberapa kelompok

otot yang berfungsi sesuai dengan tempat perlekatan dan pola gerak sendi

dimana otottersebut berkontraksi. Gerakan ekstensi penggeraknya adalah

otot quadricep femirisyang terdiri dari 4 otot yakni rectus femoris, vastus

medialis, vastus lateralis dan vastus intermedius. Lingkup gerak sendi

ekstensi 50 -100 hiperekstensi 00. Gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan

kapsul dan ligamen dengan hard and feel. Gerakan fleksi pergerakannya

adalah otot hamstring serta dibantu kerja otot grastroknemius, popliteus dan

gracilis. Lingkup gerak sendi fleksi antara 1400 -1600 dengan soft and feel.

Gerakan rotasi menurut Vick, rotasi lutut maksimal sebesar 50 terjadi pada

saat fleksi lutut 900. Gerakan rotasi sangat penting dalam gerakan fleksi dan

9
ekstensi lutut pada saat gerakan ekstensi mendekati akhir gerakan 15 0 – 200,

terjadi rotasi eksternaltibia terhadap femur, demikian pula sewaktu awal

gerakan fleksi 150 - 20 akan terjadi rotasi insternal tibia terhadap femur.

Penggerak rotasi internal sendi lutut adalah popliteus, gracilis dan dibantu

oleh otot hamstring bagian dalam, sedangkan rotasi internal adalah otot

bisep femoris dan otot tensor fascialatae. Terjadinya gerakan fleksi –

ekstensi di pengaruhi oleh sendi tibiofemoral dan patellofemoral, ligamen

dan otot. Dimana otot quadricep femoris merupakann otot penggerak utama

pada saat gerakan ekstensidan otot hamstring merupakan otot yang berkerja

pada saat gerakan fleksi dibantu oleh otot grastrocnemius, popliteus dan

gracilis (Sugijanto, 2005).

Osteokinematika merupan gerakan yang terjadi diantara kedua tulang.

Klasifikasi osteokinematika ditinjau dari mekanika sendi terdiri dari dua

bagian yaitu swing dan spin. Swing adalah suatu gerakan ayunan sehingga

terjadi perubahan sudut diantara axis panjang-panjang tulang

pembentuknya. Sedangkan spin adalah suatu gerakan dimana tulang

bergerak tetapi axis mekanik sendi tidak bergerak. Gerakan anguler yang

terjadi pada sendi lutut adalah : gerakan fleksi 1300 – 1400., gerakan

hiperekstensi 50 – 100, gerakan eksorotasi dengan posisi lutut fleksi 90 0 =

450, gerakan endorotasi dengan posisi lutut fleksi 900 = 150 (Sugijanto

2005).

Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (cembung) maka

gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi

10
femur rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk gerakan

ekstensi, rolling ke depana sliding ke belakang, dan jika tibia (cekung)

bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling maupun sliding akan searah,

saat gerakan fleksi menuju ke dorsal sedang pada saat bergerak ekstensi

menuju ke depan (Susilowati, 2002).

3. Patologi Osteoartritis

Kartilago sendi merupakan organ sasaran utama pada Osteoarthritis

Terdapat 2 perubahan morfologi utama yang mewarnai Osteoarthritis

yaitu kerusakan lokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan

tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi dan tepi sendi (osteofit).

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa perubahan-perubahan

metabolisme tulang rawan sendi telah timbul sejak awal proses patologi

Osteoarthritis. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-

enzim yang merusak makromolekul matrik tulang rawan sendi

(proteoglikan dan kolagen). Hal ini menyebabkan penurunan kadar

proteoglikan dan kolagen serta berkurangnya kadar air tulang rawan sendi

(Kalim, 1996).

Rusaknya rawan sendi pada Osteoartritis tidak semata-mata

disebabkan oleh penggunaan yang lama (wear and tear). Akan tetapi juga

disebabkan oleh adanya proses inflamasi rawan sendi tersebut. Perubahan

utama yang timbul pada Osteoarthritis akibat proses wear and tear atau

penggunaan yang lama dan berlebihan yaitu timbulnya kerusakan yang

11
diikuti oleh proses perbaikan yang tidak sempurna yang tergambar dari

pembentukan osteofit. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

usia, beban mekanik dan lain-lain. Struktur non inflamasi seperti tendon,

ligamen, bursa dan otot dianggap memegang peranan penting pada proses

timbulnya nyeri pada osteoartritis (Kumar, 1997).

Berdasarkan gambaran radiologi Osteoartritis lutut dapat

diklasifikasikan dalam lima grade menurut Kellgren – Lawrence, Yaitu:

1) Grade 0 : tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan

reaktif.

2) Grade 1 : penyempitan ruang sendi, meragukan dengan

kemungkinan bentukan osteofit.

3) Grade 2 : osteofit jelas, kemungkinan penyempitan ruang sendi.

4) Grade 3 : osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, ampak

sklerosis, kemungkinan deformitas pada ujung tulang.

5) Grade 4 : osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis

berat, tampak deformitas tulang.

12
Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4

Gambar 2.2. Stage of Osteoartritis (Warner, 2017)

1. Etiologi

Etiologi pada Osteoarthritis lutut belum diketahui sampai saat ini, yang

sudah diketahui barulah faktor-faktor resikonya. Faktor resiko ini dapat

digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu yang tidak dapat dirubah dan yang

mungkin dirubah. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah meliputi jenis kelamin,

usia, genetik dan ras. Penderita dengan usia di bawah 50 tahun sebagian besar

adalah pria, sedangkan di atas usia 50 tahun mayoritas adalah wanita. Komponen

herediter ditemukan pada 40 – 50 % penderita yaitu berupa efek genetik dari gen

kolagen tipe II.

Osteoartritis sendi lutut lebih banyak diderita oleh penduduk Asia

khususnya pada wanita Cina bila dibandingkan di Amerika Utara. Faktor resiko

yang mungkin dirubah meliputi cidera, obesitas dan aktivitas berlebihan

(overuse). Cidera merupakan faktor resiko yang sangat penting, robeknya

meniskus dan ligamen krusiatum meningkatkan resiko osteoartritis 5 – 10

kali.Obesitas sudah lam di ketahui sebagai resiko osteoartritis

13
Adapun faktor-faktor resiko osteoartritis sendi lutut antara lain yaitu:

1) Usia

Dari semua faktor resiko osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.

Prevalensi dan beratnya Osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya

usia. Osteoartritis hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah

40 tahun dan sering pada usia lanjut (usia diatas 60 tahun) hal ini disebabkan

karena pada orang usia lanjut pembentukan kondroitin sulfat yang merupakan

substansi dasar tulang rawan berkurang dan dapat terjadi fibrosis tulang rawan.

Akan tetapi Osteoartritis bukan disebabkan kerena ketuaan saja, perubahan sendi

pada ketuaan berbeda dengan perubahan sendi pada Osteoartritis (Kalim, 1996).

2) Jenis kelamin

Wanita lebih banyak menderita Osteoartritis dibandingkan pria yaitu

dengan perbandingan 4:1 (Adnan, 2007). Hal ini diduga berhubungan dengan

hormon ertrogen, dimana wanita dewasa memiliki masa tulang yang lebih sedikit

dari pada pria dewasa dan setelah menopouse estrogen menghilang dengan cepat

sehingga menyebabkan wanita lebih cepat kehilangan tulang dari pada pria

dengan usia yang setara. Menghilangnya esterogen dengan cepat menyebabkan

terjadinya peningkatan aktifitas osteoklas, berkurangnya aktifitas osteoblastik

pada tulang, berkurangnya matriks tulang dan berkurangnya deposit kalsium dan

fosfat tulang (Isbagio, 1995). Wanita lebih sering terkena Osteoartritis lutut dan

Osteoartritis banyak sendi, sedangkan pria lebih sering terkena Osteoartritis paha,

panggul, pergelangan tangan dan leher (Brandt, 2000). Secara keseluruhan,

dibawah usia 45 tahun frekuensi Osteoartritis kurang lebih sama pria dan wanita.

14
Akan tetapi diatas usia 45 tahun (setelah menopouse) frekuensi Osteoartritis lebih

banyak pada wanita dari pada pria. Adanya hubungan antara esterogen dengan

pembentukan tulang dan prevalensi Osteoartritis pada wanita menunjukan bahwa

hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progresifitas

Osteoartritis (Isbagio, 1995).

3) Kegemukan dan penyakit metabolik,

Berat badan berlebihan yang nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko

Osteoartritis baik pada pria maupun wanita. Berat badan yang berlebih ternyata

tidak hanya berkaitan dengan Osteoartritis pada sendi yang menanggung beban ,

tetapi juga pada Osteoartritis pada sendi lain (tangan atau sternoclavicula).

Keterkaitan antara berat badan berlebihan dengan Osteoartritis lutut telah lama

diketahui, hubungan kausal antara keduanya baru-baru ini dibuktikan. Untuk

orang-orang yang memiliki indeks masa tubuh berada di quintile tertinggi pada

pemeriksaan dasar, resiko relatif mengalami Osteoartritis lutut dalam 36 tahun

mendatang adalah 1,5 untuk pria dan 2,1 untuk wanita. Untuk Osteoartritis lutut

yang parah, resiko relatif meningkat menjadi 1,9 untuk pria dan 3,2 untuk wanita

yang menginsyaratkan bahwa berat badan berlebihan berperan lebih besar dalam

etiologi kasus Osteoartritis lutut yang parah (Kalim, 1996).

4) Cidera sendi dan pekerjaan.

Trauma besar terutama fraktur intraartikuler maupun dislokasi sendi serta

pengguanaan sendi yang berulang merupakan faktor resiko Osteoartritis. Pada

hewan percobaan insufisiensi ligamen krusiatum anterior, kerusakan dan

pengangkatan miniskus dapat menimbulkan Osteoartritis lutut. Pada manusia

15
kerusakan rawan sendi dapat terjadi pada penggunaan sendi yang terus menerus

pada sustu pekerjaan tertentu dan juga pada saat cidera atau saat sesudahnya

(selama penggunaan sendi yang terkena), bahwa tulang rawan yang normal akan

mengalami degenerasi bila sendi tidak stabil (Kalim, 1996).

Klasifikasi Osteoarthritis Menurut penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu

sebagai berikut: 1) Osteoarthritis primer, Osteoarthritis yang tidak memiliki

hubungan dengan penyakit sistemik lain atau perubahan yang terjadi pada sendi.

2) Osteoarthritis sekunder, Paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat

dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit

sistem sistemik.

2. Tanda dan gejala Osteoartritis

Tanda dan gejala (manifestasi klinis) pada penyakit Osteoarthritis dapat

dibagi menjadi beberapa tanda dan gejala (Winangun, 2019) sebagai berikut:

Nyeri pada Osteoartritis lutut merupakan keluhan utama yang sering dirasakan

pasien.Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan

istirahat.Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoartritis masih tergolong dini

(secara radiologis). Umumnya rasa nyeri tersebut akan semakin bertambah berat

sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur, hambatan gerak

dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan

saja). Hambatan gerak sendi pada osteoarthritis lutut, gangguan ini biasanya semakin

bertambah berat secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.

Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul,

osteofit atau iregularitas permukaan sendi. Kekakuan sendi pada Osteoartritis

16
lutut,rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.Krepitasi, Sensasi gemeretak

(kadang - terdengar) pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien

osteoartritis lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang

patah atau remuk. Deformitas sendi, Pembengkakan sendi yang dapat timbul

dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau

karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah .Perubahan gaya

berjalan,gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. hampir semua

pasien Osteoartritis pergelangan kaki, lutut, atau panggul berkembang menjadi

pincang.

3. Konsep dan Mekanisme Nyeri Osteoarthritis

Nyeri adalah perasaan majemuk yang bersifat subyektif, yang disertai

perasaan tidak enak, pedih dah dingin, rasa tertekan dan ngilu, pegal dan

sebagainya. Sebagai akibat adanya stimulasi ataupun trauma dari dalam dan dari

luar neuro muscular sistem, yang mengakibatkan terangsangny anociseptor pada

saraf perifer diatas nilai ambang rangsang yang diteruskan ke konteks cerebri

kemudian diterjemahkan kedalam bentuk nyeri dengan bentuk dan kualitas

rangsangan yang berbeda.Sedangkan menurut International Association For The

Study Of Pain, nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi kerusakan

jaringan, atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan.

17
Klasifikasikan nyeri ada 3 yaitu : Nyeri perifer (peripheral pain), Nyeri sentral

(central pain), dan Nyeri Psikologik (psycologic pain). Nyeri perifer terbagi lagi

menjadi 3 yaitu : 1. Superficial adalah rangsangan secara kimiawi, fisik, pada

kulit, mukosa, biasanya terasa nyeri tajam-tajam didaerah rangsangan. 2. Deep

yaitu bila didaerah verceral, sendi, pleura, peritoneum terangsang akan timbul rasa

nyeri dalam. Umumnya nyeri dalam banyak berhubungan dengan refered pain,

keringat, kejang otot didaerah yang berjauhan dari asal nyerinya. 3. Refered pain

adalah ketika rasa nyeri didaerah jauh dari tempat yang terangsang, biasanya

terlihat dari nyeri dalam, yang dirasakan atau nyebarkan nyeri kearah superficial,

kadang-kadang disamping rasa nyeri terjadi kejang pada otot-otot atau kelainan

susunan saraf otonom seperti gangguan vasculaer, berkeringat yang luar biasa.

Penyebab nyeri yang timbul biasa berupa hiperalgesiadan allodynia, yang mana

pelajaran nyeri ini dapat berasal dari sistem somatis maupun sistim otonom.

Nyeri sentral (central pain) adalah nyeri yang dirasakan akibat adanya

rangsangan dari sistem-sistem saraf pusat, sedangkan nyeri Psikologik

(psycologic pain) merupakan nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan, atau

tidak ditemukannya kelainan organik tapi sipenderita mengeluh nyeri hebat,

umumnya keluhan berupa sakit kepala, sakit perut dan lain-lain.

Berdasarkan patofisologi nyeri terbagi atas, nyeri nosiseptif atau nyeri

inflamasi, yaitu yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor.

Kemudian nyeri neuropatik, yaitu yang timbul akibat disfungsi primer pada sistim

saraf. Sedangkan nyeri idioptik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat

ditemukan.

18
Berdasarkan berlangsungnya nyeri terbagi menjadi :

1) Nyeri sekilas (transient)

Nyeri ini terjadi akibat aktifitas tranduksi nosisepsi pada kulit

atau jaringan lain tanpa adanya kerusakan jaringan. Nyeri jenis ini

timbul setiap hari dan berlangsung hanya sekilas, biasanya akan hilang

dengan sendirinya tanpa bantuan medis. Fungsi dari nyeri ini

berhubungan dengan cepat timbulnya nyeri setelah rangsangan dan

segera hilang setelah gangguan fisik tidak terjadi lagi. Nyeri sekilas

timbul, diduga sebagai pertahanan tubuh akibat adanya kerusakan fisik

oleh lingkungan atau tekanan pada jaringan tubuh. Pada keadaan

klinis, nyeri ini timbul secara insidentil atau nyeri prosedural, seperti

pemasangan vena seksi dan suntikan imunisasi.

2) Nyeri akut

Nyeri ini timbul akibat adanya cidera jaringan yang nyata dan

aktifitas tranduksi nosisepsi lokal. Nyeri berlangsung selama beberapa

minggu dan dapat sembuh tanpa bantuan medis atau terapi.

3) Nyeri kronik

Nyeri ini biasanya dipicu oleh cidera yang berat atau penyakit

tertentu dan dapat diperberat oleh faktor lain selain penyebab utama.

Cidera yang terjadi mungkin melampaui batas kemampuan

penyembuhan dari tubuh, seperti hilangnya anggota tubuh, cidera yang

berat/hebat dan jaringan parut yang menertai atau terlibat sistim saraf.

Pada beberapa kaadaan, gejala dapat timbul secara spontan tanpa

19
adanya gejala-gejala cidera jaringan. Perbedaan dengan nyeri akut

tidak semata-mata pada perlangsungan nyeri, tetapi lebih utama adalah

adanya ketidakmampuan tubuh mengembalikan fungsi-fungsi fisiologi

ketingkat homeostasis normal.

Proses timbulnya nyeri, kerusakan jaringan sebagai sumber stimulasi nyeri

sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektro

fisiologi yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi (nociception). Ada empat

proses yang terjadi pada suatu nosisepsi yaitu: 1) Proses transduksi (transduction),

merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi suatu aktifitas

listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimulasi ini dapat

berupa stimulasi fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia (substansi nyeri).

2)Proses transmisi (transmission) yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensoris

menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta

dan serabut saraf C sebagai neuron pertama, dari prifer ke medula spinalis dimana

impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke talamus oleh traktus

spinotalamicus sebagai neuronkedua. Dari talamus selanjutnya impuls disalurkan

kedaerah somatosensorik dikorteks cerbri melalui neuron ketiga dimana impuls

tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri. 3) Proses modulasi

(modullation) adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem alagesik

endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke

kornuposterior medula spinalis. Sistim analgesik endogen ini meliputi enkafalin,

endorfin, seritonim, dan noradrenalin meliputi efek yang dapat menekan impuls

nyeri pada komuposterior medula spinalis. Komuposterior ini dapat diibaratkan

20
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka pintu nyeri tersebut diperankan

oleh sistem analgesik endogen tersebut.

Persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman

emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata. Fase ini merupakan

titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat indifidu menjadi sadar akan

nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan

mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi

nyeri secara ringkas adalah sebagai berikut :

Stimulasi nyeri →Medula spinalis → Thalamus → Otak (area limbik)→

Reaksi emosi → Pusat otak →Persepsi nyeri

Stimulasi nyeri ditrasmisikan ke medula spinalis, naik ke thalamus,

selanjutnya serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area

limbik. Area ini mengandung sel-sel yang bisa mengontrol emosi (khususnya

ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi

terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakir di pusat otak, maka individu akan

mempersepsikan nyeri.

Mekanisme Nyeri pada Osteoartritis Sendi Lutut. Terjadinya nyeri pada

osteoartritis sendi lutut dimana mulanya tulang rawan melunak kemudian terjadi

retakan. Lama kelamaan terjadi celah yang semakin lama semakin dalam dan

memasuki tulang rawan sampai tulang rawan menghilang. Dengan

menghancurkan tulang rawan maka tulang meresparasi dengan membentuk tulang

21
baru (osteofit). Kemudian osteofit akan menusuk kejaringan lunak dan jaringan

saraf sekitar sendi sehingga menimbulkan rasa nyeri. Osteofit dan Skelorosis

Subchondreal timbul bersamaan degenerasi rawan. Timbulnya reparasi berupa

pembentukan Osteofit ditulang Subchondreal. Pada tulang Subchondreal tersebut

terjadi skelorosit (pemadatan tulang) tepat dibawah lapisan rawan yang mulai

rusak.Inflamasi dari sinovial pada membran sinovial terjadi peningkatan cairan

sendi yang mengandung macam enzim hyaluronidase. Cairan tersebut bisa

menekan jaringan lunak sekitar sendi lutut. Perubahan-perubahan didalam sendi

ini disertai oleh adanya sinovitis yang menyebabkan nyeri. Adanya nyeri timbul

semakin parah jika terlalu banyak melakukan akvifitas dengan menopang berat

badan. Nyeri ini disebabkan karena instabilitas sehingga akan menimbulkan

spasme otot-otot serta peregangan otot dan tendon. Nyeri yang terjadi pada

osteoartritis sendi lutut mengakibatkan terjadinya keterbatasan gerak dan fungsi

sebagai akibat dari kontraktur, laxity, deformitas, tegangan otot, nyeri yang

menimbulkan gangguan dalam aktivitas berjalan, toileting, aktivitas daily-living

yang akan mengakibatkan keterbatasan partisipasi yaitu hambatan dalam bekerja,

berolahraga dan dalam fungsi masyarakat.

4. Intervensi Fisioterapi

Problem utama penderita osteoartritis adalah nyeri sendi yang disebabkan

oleh proses inflamasi di dalam sendi. Rasa nyeri akan memicu terjadinya

lingkaran setan dengan spasme otot, penurunan aktifitas, kekuatan otot dan

stabilitas sendi yang pada ujungnya justru akan semakin meningkatkan

22
keluhan nyeri. Intervensi fisioterapi semaksimal mungkin diarahkan untuk

memutus lingkaran tersebut. Di antara berbagai modalitas fisioterapi itu

adalah transcutaneus electrical nerve stimulation dan terapi latihan yang akan

diaplikasikan pada penderita osteoartritis sendi lutut.

a. Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation

Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation merupakan suatu cara

pengunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan

kulit, untuk mendapatkan efek analgesic dan ditemukan sebagai suatu alat

efektif untuk memodulasi nyeri.

Jenis-jenis arus Transcutaneus electrical nerve stimulation dan

pengaruhnya terhadap nyeri :Monofasik, Pada arus monofasik akan terjadi

muatan asam basa dibawah elektrode, artinya keberadaan Zero Neutral

Charge (ZNC) tidak bisa dicapai. Arus semacam ini dijumpai pada arus

galvanic baik kontinyu, terputus, galvanic voltase tinggi, arus diadinamik,

maupun arus Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation monofasik.

Pengaruh Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation asymmteri atau mono

pasik yaitu nyeri tidak segera berkurang tetapi pengaruh berkurangnya nyeri

berlangsung lama. Apabila digunakan Burst dan titik akupuntur dapat

bertahan hingga 23 jam.,Bifasik.Pada arus bifasik, muatan asam basa, hanya

mungkin timbul bila kurva asimetris, sedangkan pada bifasik simetris reaksi

asam pada suatu periode akan berubah menjadi basa pada periode

berikutnya, demikian pula sebaliknya reaksi basa pada suatu periode akan

diikuti dengan reaksi asam pada periode-periode berikutnya sehingga

23
penimbunan bahan kimiawi yang bersifat asam maupun basa dibawah

elektrode tidak pernah terjadi dimana keadaan ini disebut sebagai zero

neutral charge hal ini dijumpai pada arus-arus Transcutaneus Electrical

Nerve Stimulation bifasik simetris, rusian, maupun interferensi.

Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa arus tersebut merasa

nyaman sewaktu diaplikasikan ketubuh pasien. Pengaruh Trancutaneus

Electrical Nerve Stimulation symmetri lebih besar untuk modulasi nyeri level

spinal. Nyeri berkurang cepat tetapi hanya bertahan beberapa saat.

Teknik Penempatan Elektroda,Keberhasilan intervensi dengan Transcutaneus

electrical nerve stimulation ditentukan oleh kualitas aplikasi stimulus

Transcutaneus electrical nerve stimulation dan penempatan elektrodanya.

Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah nyeri saja tetapi bisa juga

segmental.

Metode aplikasi pemasangan Transcutaneus electrical nerve

stimulation antara lain :

a) Pemasangan electrode pada atau disekitar nyeri.

Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan paling digunakan

sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa

memperhatikan karakter nyeri ataupun letal paling optimal dan hubungan

dengan jaringan penyebab nyeri.

b) Pemasangan electroda pada area Dermatome.

24
Dasar pemikiran dari pemasangan elektroda dermatome bahwa

daerah kulit tertentu akan mempunyai persyaratan yang sama dengan struktur

atau jaringan yang tepat dibawahnya.

c) Pemasangan elektroda pada segment Medulla spinalis.

Satu elektrode diletakan pada level spinal sedangkan elektrode lainya

diletakan pada dermatome yang berhubungan dengan motor poin atau triger

point. Selain itu cara tersebut masih ada cara yang lain yaitu menempatkan

elektrode yang kedua pada saraf perifer yang berhubungan letaknya

superficial (Partojo, 2000).

Efek fisiologis Transcutaneus electrical nerve stimulation Mengaktifkan

sistim saraf berdiameter besar yaitu Aq dan Ab yang memiliki nilai ambang

rangsang yang lebih kecil dibandingkan serabut saraf yang berdiameter kecil yaitu

tipe Aq dan C. Aktifnya saraf berdiameter besar akan mempermudah interneuron

pada substantia gelatinousa untuk menghalangi input saraf berdiameter kecil ke

sel-sel tranmisi melalui inhibisi presinaps, sehingga nyeri dihambat oleh stimulus

elektrik dengan menutup gerbang bagi input nyeri.a) Meningkatkan aliran darah

pada jaringan yang rusak, dimana efek peningkatan aliran darah pada jaringan

yaitu akan menurunkan substansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan

histamin.b) Berperan dalam stimulasi anti donrik di systim saraf afferent,

stimulasi anti donrik ini akan menghambat pengurangan nyeri dari nociceptor

sampai ke medulla spinalis,c) Merangsang pelepasan endorphine depends system

dan serotin oleh tubuh. Pelepasan sistim ini dirangsang dengan menggunakan

25
Transcutaneus electrical nerve stimulation frekuensi rendah dengan merangsang

reseptor nocisensorik.

Mekanisme penurunan nyeri pada osteoartritis sendi lutut oleh

Transcutaneus electrical nerve stimulation,Pada penelitian ini menggunakan

gelombang bifasik, karena gelombang bifasik lebih besar untuk modulasi nyeri

level spinal yang pada kasus osteoartritis genu ini nyerinya juga pada level spinal.

Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi, dimana impuls nyeri

disalurkan melalui syaraf sensorik menyusul proses tranduksi. Impuls nyeri pada

tingkat ini dapat dikurangi dengan pelepasan encephalin dan terjadi inhibisi

pelepasan subtansi P, dimana subtansi ini dapat meningkatan sensitifitas ujung-

ujung serabut saraf. Selanjutnya pada level subtravinal akan merangsang

keluarnya endorfine di thalamus sehingga terjadi bloking saraf tipe III dan IV

oleh rangsang nuxious. Rangsang nuxious ringan akan menimbulkan respon pada

hypotamus sehingga merangsang mengeluarkan endorphin yang akan memberikan

mengantuk lama.

Nyeri pada kasus ini disebabkan oleh terjadinya osteofit pada membran

sinovial yang menyebabkan terlepasnya partikel-partikel rawan sendi sehingga

terjadi inflamasi dan penekanan pada ujung-ujung saraf polimedial dan pada

kapsul ligament terjadi inflamasi sehingga terjadi penururan elastisitas jaringan

akibatnya terjadilah kekakuan yang mengakibatkan nyeri sedangkan pada otot

terjadi spasme yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah dan aliran darah

menjadi terganggu (ischemic) sehingga menimbulkan nyeri.

26
Dengan pemberian Transcutaneus electrical nerve stimulation akan

megaktifkan serabut saraf bermyelin tebal dan tipis pada daerah lutut dan otot-otot

penggerak flexi dan ektensi. Lalu terjadi stimulasi yang akan mengakibatkan

terlepasnya substansi P dan neoron sensoris dan akan menimbulkan vasodilatasi

ateriole sehingga pengangkutan matera yang memberi pengaruh terhadap nyeri,

terjadi peningkatan elastisitas jaringan sehingga nyeri berkurang.

Prosedur penerapan Transcutaneus electrical nerve stimulation pada penderita

osteoartritis sendi lutut :

a) Persiapan alat

Hal yang perlu dipersiapkan antara lain mesin tens lengkap dengan kabel,

pad elektrode, air dan handuk. Tes mesin dapat dilakukan dengan cara satu

elektrode dijepit oleh ibu jari dan jari telunjuk pada elektrode yang lain

dijepikan pada jari kelingking dan jari manis, kemudian mesin dihidupkan, jika

dirasakan ada arus yang masuk kekulit maka mesin siap dipakai.

b) Persiapan pasien

Posisi pasien senyaman dan selileks mungkin, pasien tidur telentang

periksa area lutut dalam hal ini kulit harus bersih dan bebas dari minyak,

lotion, Periksa sensasi kulit, sebelum menaikkan intensitas, terapist

memberikan penjelasan mengenai cara kerja alat dan efek yang dapat

ditimbulkan dari Transcutaneus electrical nerve stimulation

c) Teknik aplikasi

Pertama pad diletakkan pada daerah lutut sisi lateral dan medial,

Lalu alat dihidupkan dan atur waktu 15 menit. Naikkan intensitas secara

27
perlahan sampai pasien merasakan aliran listrik atau terlihat adanya

kontraksi dari otot, namun tidak menimbulkan nyeri. Observasi pasien

secara berkala. Pemilihan arus simetri. Penetapan dosis.

Pada treatmen kondisi osteoarthritis sendi lutut penggunaan puls

bursed Tens dengan modulasi arus bursed serial. Frekuensi 100 Hz.

Intensitas dinaikkan sampai ambang batas nyeri, Waktu 15 menit dan

Pengulangan 2 kali per minggu, selama 6 kali terapi.

Indikasi Transcutaneus electrical nerve stimulation antara lain: Nyeri

paska operasi, Nyeri musculoskleletal dan Nyeri arthritis.,Kontra indikasi :

Gangguan sensasi, Iritasi kulit dan Kondisi infeksi.

b. Terapi latihan

Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi yang digunakan untuk

mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal atau

kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerakan anggota tubuh (Kisner,

2003).

Tujuan terapi latihan adalah: 1) untuk mengurangi nyeri, 2)

mengurangi spasme, 3) mobilitas sendi, 4) meningkatkan ke kuatan dan

daya tahan otot, 5) meningkatkan lingkup gerak sendi .

Mekanisme penurunan nyeri lutut akibat osteoartritis dengan terapi

latihan.Kontraksi otot yang dilakukan terus-menerus akan meningkatkan

kecepatan potensial aksi dan impuls saraf yang berasal dari medula

spinalis. Impuls saraf ini akan diatur sebagian oleh sinyal-sinyal yang

28
dijalarkan dari otak ke motor neuron yang ada di anterior medula spinalis

yang sesuai, dan sebagian lagi oleh sinyal-sinyal yang berasal dari

gelendong otot yang terdapat dalam otot itu sendiri. Pengaruh dari adanya

kontraksi juga akan merangsang perbaikan sirkulasi arteri perifer akibat

pelepasan subtansi kimia yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi, dan

efek kontraksi juga menjadi fungsi pompa vena atau pompa otot, dan

pompa ini cukup efisien mendorong aliran vena menuju ke jantung

(Guyton & Hall, 2008).

Pemberian terapi latihan yang teratur dan termonitor akan

meningkatkan fungsi syaraf dan perbaikan sirkulasi darah yang berdampak

pada peningkatan fleksibilitas otot, meningkatkan kekuatan otot dan

memperbaiki stabilitas dan mobilitas sendi lutut pada penderita

osteoartritis, sehingga menghasilkan pengurangan nyeri,

1) Pelaksanaan Terapi Latihan.

a) Terapi latihan tanpa alat

(1) Gerakan fleksi lutut

Posisi pasien : Tidur terlentang dan rileks

Gerakan : Hip dan lutut ditekukkan secara full range

of motion.

(2) Gerakan Ekstensi lutut

Posisi pasien : Tidur terlentang dan rileks

29
Gerakan : Hip dan lutut dalam keadaan flexi,

kemudian lakukan gerakan ekstensi atau

diluruskan.

(3) Gerakan fleksi lutut

Posisi pasien : Tidur tengkurap

Gerakan : Pasien diminta untuk melakukan gerakan

menekuk lutut (fleksi) dengan full range of

motion

(4) Gerakan ekstensi lutut

Posisi pasien : Duduk ditepi bed

Gerakan : Pasien disuruh melakukan gerakan

meluruskan lutut kedepan (ekstensi) dengan full range of

motion

(5) Gerakan fleksi lutut

Posisi pasien : Tidur tengkurap

Gerakan : Pasien disuruh melakukan gerakan

menekuk lutut (fleksi) sedangkan terapis

memberi tahan minimal.

(6) Gerakan ekstensi lutut

Posisi pasien : Tidur tengkurap

Gerakan : Pasien disuruh melakukan gerakan

meluruskan lutut (ekstensi) sedangkan terapis

memberikan tahanan minimal.

30
b) Latihan dengan alat

(1) Static bicycle dan Quadriceps bench

Gambar 2.3. Latihan Static Bicycle dan Quadriceps Bench

(2) Theraband

Gambar 2.4. Latihan dengan Theraband

c) Terapi Latihan dengan Aktifitas Fungsional

-Jalan santai,

- Duduk keberdiri,

- Naik turun tangga

- Berlutut

31
5. Alat Ukur Dengan Numerik Rating Scale (NRS)

Numerik Rating Scale adalah Suatu alat ukur yang meminta pasien

untuk menilai rasa nyerimya sesuai dengan level intensitas nyerimya pada

skala numerik dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10

atau 100 berarti ‘severe pain”( nyeri hebat).

Cara pengukuran Numerik Rating Scale adalah pada pangkal garis

dinyatakan sebagai tidak ada nyeri dan ujung akhir digambarkan sebagai

nyeri yang sangat hebat. Pasien diminta menandai pada garis tersebut sesuai

perkiraan nyeri yang dirasakannya. Kemudian dilakukan pengukuran dari

pangkal garis sampai tanda tersebut. Jarak (dalam cm) yang diperoleh

menunjukkan nyeri pasien.

Gambar 2.5. Skala Numerik Rating Scale (McDowell dan Newell,

1996).

6. Assasment Osteoarthritis lutut

Seperti pada penyakit reumatik umummya diagnosis tidak dapat didasarkan

hanya pada satu jenis pemeriksaan saja .pada penelitian ini,sabjek penelitiannya

adalah penderita osteoartritis lutut.pemeriksaan berdasarkan assesment fisioterapi

32
dan pemeriksaan radiologi yang harus di lakukan pada seseorang yang di curigai

osteoarthritis lutut sebagai berikut:

1. Anamnesis

Nyeri dirasakan berangsur –angsur (onset gradual). Tidak di sertai adanya

inflamasi (kaku sendi dirasakan <30menit, bila di sertai infalmasi, umumnya

dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak di sertai kemerahan

pada kulit), tidak di sertai gejala sistemik dan nyeri sendi saat beraktifitas.

Faktor resiko penyakit:bertambahnya usia,riwayat keluarga dengan

Osteoarthritis lutut generalisata,aktifitas fisik yang berat,obesitas,trauma

sebelumnya, penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi

masalah pencernaan (ulkus peptikum, pendarahan saluran pencernaan, penyakit

liver), penyakit kardiovaskuler (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal

jantung), penyakit ginjal, ashma, depresi yang menyertai.

2. Pemeriksaan fisik, meliputi:

1) Body mass index; 2) perhatikan bagaimana gaya berjalan/pincang; 3) adakah

kelemahan atrofi otot; 4) tanda-tanda inflamasi/efusi sendi; 5) lingkup gerak

sendi; 6) nyeri saat pergerakan/akhir pergerakan; 7) krepitasi; 8) nyeri tekan pada

sendi ; 9) penonjolan tulang (Nodul Bounchard’s dan heberden’s); 10)

pembengkakan jaringan lunak; 11) instabilitasi sendi.

3. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosa lain.

Adanya infeksi, fraktur, kemungkinan rhematoid arthritis diagnosis banding

yang menyerupai Osteoarthritis lutut yaitu inflamatory arthropaties, arthtitis

33
kristal, bursitis, sindrome nyeri pada soft tissu, penyakit lain dengan manisfestasi

arthropati (penyakit neurologi,metabolik dan lain-lain)

4. Pemeriksaan penunjang

Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis Osteoarthritis lutut

,pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor

terapi,pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk

merujuk ke dokter orthopedi.

5. Palpasi

Apakah ada spasme otot di sekitar sendi lutut

6. Pemeriksaan spesifik

Tes laci sorong,untuk mengetahui adanya pemasalah di ligament cruciatum

anterior dan posterior, Tes hipermobilitas varus dan valgus, untuk mengetahui

kelainan pada ligamentcollateral lateral dan medial,Tes mc.murray untuk

mengetahui kelainan pada meniscus medial dan lateral, Lachman tes untuk

mengetahui kelainan atau ruptur pada ligament cruciatum anterior. Tes appley,

untuk mengetahui adanya kelainan pada meniscus

7. Pemeriksaan medik

Adanya infeksi, fraktur, atau Rhematoid Arthritis

8. Diagnosa banding

Inflamatory arthropaties, artritiskristal (gout atau pseudogout), bursitis,

sindrome nyeri pada solf tissu, referred pain, penyakit neurologi metabolik, dll.

34
9. Analisis Problematik fisioterapi

Stres makanik memunculkan respon pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang

merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan

.Dari situlah muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur atau

osteofit.Hal tersebut mengganggu jaringan disekitarnya dan menimbulkan nyeri

dan gangguan aktifitas . Suatu cidera tungggal jarang dapat merusak permukaan

kartilago.yang jauh lebih sering adalah kelebihan beban yang berkali- kali akibat

(Riyanto,2011)

10. Body structures/body function impairment.

Instabilitasi ini di sebabkan oelh berkurangnhya kekuatan otot sekitar sendi

lutut dan juga oleh kendornya ligament sekitar sendi lutut.selain itu juga terjadi

akibat menurunnya fungsi propioseptor di dalam merespon reaksi arthrkinematik

pada setiap perubahan posisi (Kuntono,2011).

11. Body function impairment atau problematic

Terjadi karena akibat aktivasi nociseptor pada tanduk belakang medulla spinalis

yang menginhibisi sel motor neuron pada tanduk depan medulla spinalis.otot

quadriceps mendapat pensyaraafan somatic dari segmental lumbal 4 yang

sesegment dengan persarafan somatic sensoris sendi lutut. Apabila nyeri dan

kekakuan sendi berlangsung lama, maka otot quadriceps akan menunjukan atrofi

(Kuntono, 2011)

12. Activities limitation

Ngangguan aktifitas jongkok keberdiri,berdiri dalam posisi statis yang lama,

berjalan dengan beban yang berlebih.

35
B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dimas Adi Anggoro dan Irine

Dwitasari Wulandari pada tahun 2019, dengan judul “Penatalaksaan Fisioterapi

Osteoartritis Knee Bilateral Dengan Modalitas TENS, Laser dan Terapi Latihan

Di RSUD Bendan Kota Pekalongan” didapatkan hasil bahwa modalitas TENS,

Laser dan Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri pada lutut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aditya Deni Pratama pada

tahun 2019, dengan judul “ Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Osteoartritis Genu

Di RSPAD Gatot Subroto” menunjukkan bahwa dengan menggunakan modalitas

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Terapi Latihan mampu

menurunkan nyeri dan kenaikan nilai otot.

Berdasarkan peneliotianyang dilakukan oleh Turang Ahmad Nasution

pada tahun 2017, dengan judul “ Pengaruh Penambahan Manual Terapi pada

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Terapi Latihan Terhadap

Pengurangan Nyeri pada Penderita Osteoartritis Sendi Lutut” menunjukkan

bahwa dengan menggunakan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation dan Terapi Latihan dapat mengurangi nilai nyeri pada penderita

osteoarthritis.

36
C. Kerangka Pikir

Osteoartritis penyebabnya belum diketahui sampai saat ini, yang sudah

diketahui adalah faktor resiko yaitu usia, jenis kelamin, obesitas dan cidera sendi

dan pekerjaan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan pembebanan

pada sendi lutut sehingga terjadi degenerasi kartilago. Degenerasi kartilago

artikularis akan memicu terjadinya inflamasi sendi sehingga menyebabkan nyeri.

Nyeri akan memicu spasme dan disuse otot quadriceps dan hamstring sehingga

berpotensi menimbulkan penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot. Penurunan

kekuatan dan fleksibilitas otot akan mengganggu stabilitas dan mobilitas sendi

sehingga meningkatkan resiko kerusakan sendi lebih lanjut. Rangkaian proses ini

justru akan memperburuk keluhan nyeri penderita dan dampak dari osteoartritis

sendi lutut adalah adanya kontraktur akibat dari imobilisasi, deformitas akibat dari

instabilisasi, ketegangan otot dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak

dan fungsi dalam beraktivitas.

Transcutaneus electrical nerve stimulation merupakan modalitas fisioterapi

yang menggunakan energi listrik untuk merangsang sistem syaraf melalui

permukaan kulit. Pada kasus Osteoartritis sendi lutut, pengaruh Transcutaneus

electrical nerve stimulation dapat meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi nyeri

dan meningkatkan elastisitas jaringan.

Terapi latihan merupakan modalitas fisioterapi yang digunakan untuk

mengembalikan dan meningkatkan kapasitas muskuloskeletal atau

kardiopulmoner dengan memanfaatkan gerakan anggota tubuh. Pada kasus

37
Osteoartritis sendi lutut, pengaruh terapi latihan dapat memperbaiki sirkulasi

darah, meningkatkan fungsi syaraf yang berdampak pada peningkatan fleksibilitas

otot, meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki stabilitas dan mobilitas sendi

lutut pada penderita Osteoartritis sehingga menghasilkan pengurangan nyeri.

Osteoartritis

Manifestasi Klinis

Degenetif Osteofit Krepitasi Inflamasi Deformitas


Sendi

Adanya Nyeri

Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation dan
Terapi Latihan

Pengurangan Nyeri

Gambar 2.6. Skema Kerangka Pikir

38
D. Kerangka Konsep

Osteoarthritis

Factor Internal : Factor Eksternal :


1. Umur 1. Aktivitas yang
2. Jenis kelamin berlebihan
3. Obesitas 2. Pekerjaan
3. Trauma lutut

Nyeri

TENS dan Terapi


Latihan

Mengurangi Nyeri

Gambar 2.7. Skema Kerangka Konsep

E. Hipotesa

Ada pengurangan nyeri pada penderita osteoartritis sendi lutut dengan intervensi

Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Terapi latihan.

39
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat quasi eksperimental dengan desain penelitian berupa

kontrol one group pretest – posttest design, dengan tujuan untuk mengetahui

pengaruh TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN

TERAPI LATIHAN terhadap pengurangan nyeri pada penderita Osteoartritis.

Nilai pengurangan nyeri diukur dan dievaluasi dengan menggunakan skala

NRS (Numeric Rating Scale).

O1 P1 O2
P S
Gambar 3.1. Rancangan penelitian pre test dan post test control group design

keterangan :

P : Populasi.

S : Sampel terpilih.

P1 : Perlakuan dengan intervensi Trancutaneus Electrical Nerve

Stimulasi dan Terapi Latihan.

40
O1 : Nilai Numeric Rating Scale sebelum intervensi Trancutaneus

Electrical Nerve Stimulasi dan Terapi Latihan.

O2 : Nilai Numeric Rating Scale sesudah intervensi Trancutaneus

Electrical Nerve Stimulasi dan Terapi Latihan.

A. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah pasien Osteoartritis sendi

lutut yang datang ke unit rehabilitasi medik periode Juli sampai agustus 2021.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah sejumlah subyek yang diambil dari

populasi yang terpilih melalui langkah-langkah pemeriksaan sebagai berikut :

a Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik purposive sampling, yaitu

populasi penderita osteoarthritis sendi lutut di instalasi Rehabilitasi Medis RSU

Sufina Aziz yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

b. Kriteria pengambilan sampel

1) Kriteria Inklusi

Pasien penderita osteoarthritis sendi lutut pada RSU Sufina Aziz,

mengalami rasa nyeri pada lutut karna osteoarthritis, memberikan persetujuan

ikut serta dalam penelitian dan usia > 50 tahun.

2) Kriteria Eksklusi

41
Tidak bersedia mengikuti penelitian, mengalami cedera ligament pada

daerah lutut dan usia < 50 tahun.

c. Tempat dan waktu penelitian

1)Tempat penelitian

Untuk keperluan penelitian, pengambilan sampel dilakukan di

Instalasi Rehabilitasi Medis RSU Sufina Aziz Jln. Karya baru No. 1

Helvetia Timur, Medan Helvetia, Medan.

2) Waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan dimulai pada bulan juli sampai agustus

2021.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1.Variabel penelitian

Variabel penelitian yang di gunakan adalah : a) Variabel bebas :

Trancutaneus Electrical Nerve Stimulasi dan Terapi Latihan. b) Variabel

terikat : Nilai Nyeri dengan skala numeric rating scale.

2.Definisi Operasional

a) Osteoartritis Lutut

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak disebut juga

penyakit sendi degeneratif ,sendi yang paling sering terserang oleh

osteoartritis adalah sendi2 yang harus memikulbeban tubuh,antara lain

lutut,panggul, vetebra lumbal dan vertikal ,dan sendi- sendi pada jari.penyakit

kronik, progresif lambat ,tidak meradang,dan ditandai oleh adanya deteriorasi

42
dan abrasi rawqan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada

permukaan persendian.

b) Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation

Trancutaneus Electrical Nerve Stimulasi merupakan suatu cara penggunaan

energi listrik untuk merangsang sistim saraf melalui permukaan kulit yang

telah terbukti menghilangkan nyeri serta mereleksasikan otot

c) Terapi Latihan

Terapi latihan yang digunakan untuk mengembalikan kapasitas

muskuloskeletal atau kardiopulmuner dengan memanfaatkan gerakan anggota

tubuh (Kisner, 2003).

d) Prosedur Pengukuran Nyeri dengan Numerik rating Scale

Pengukuran nyeri dengan menggunakan Numerik rating Scale (NRS)

dilakukan dengan membuat garis lurus sepanjang 10 cm. Kedua ujung garis

diberi kode tidak ada nyeri (angka 0) dan nyeri sangat hebat diberi kode

(angka 10). Pasien diminta memberi tanda pada garis tersebut untuk

menunjukkan tingkat nyeri yang dirasakan. Jarak antara titik yang ditunjuk

pasien dengan angka 0 diukur dan hasilnya merupakan nilai nyeri dalam

Numerik rating Scale Pengukuran dilakukan sebelum terapi pertama dan

setelah terapi ke 6.

43
Ga

mbar 3.2. Skala Numeric Rating Scale (McDowell dan Newell, 1996)

C. Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa langkah yang akan diterapkan dalam penelitian ini antara lain :

1. Melakukan proses perizinan pada institusi yang akan menjadi tempat

penelitian.

2. Memberikan penjelasan pada sejumlah calon sampel tentang rencana

penelitian.

3. Meminta persetujuan pasien (inform concent) untuk menjadi sampel

penelitian.

4. Sampel dengan kondisi osteoarthritis sendi lutut diambil data tentang

karakteristik sampel dengan menggunakan pemeriksaan penelitian yang

ditetapkan.

5. Dilakukan pengukuran awal pada setiap sampel dengan instrument ukur

Numeric Rating Scale sebelum sampel mendapatkan perlakuan.

6. Pemberian perlakuan pada sampel sesuai dengan variable yang ditetapkan

dalam penelitian.

7. Pengukuran akhir pada setiap sampel dengan Numeric Rating Scale setelah

sampel mendapatkan perlakuan sebanyak 6 kali.

44
8. Pengumpulan data, analisa data dan pembuatan laporan hasil penelitian

D. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, data akan diolah dalam beberapa bentuk dengan bantuan

perangkat lunak (SPSS) antara lain :

1. Variable karakteristik sampel akan diolah dan disajikan secara deskriptif

menggunakan table dan grafik serta nilai-nilai tendensi pusat seperti rata-rata

dan standar deviasi.

2. Pengujian persyaratan analisis antara lain :

a. Uji normalitas distribusi dengan Shapiro Wilk Test.

b. Uji homogenitas variance dengan Lavene’s Test.

3. Pengujian hipotesa

a. Hipotesis I: Ada efek pengurangan nyeri akibat osteoarthritis sendi lutut

dengan penerapan Trancutaneus Electrical Nerve Stimulasi dan Terapi

Latihan.

Bila distribusi data normal maka digunakan uji statistik T-Test related,

tetapi apabila distribusi data tidak normal maka digunakan uji Wilcoxon,

maka hipotesis yang ditegakkan adalah:

1) H0 : Tidak ada pengurangan intervensi Trancutaneus Electrical Nerve

Stimulasi dan Terapi Latihan dalam mengurangi nyeri osteoartritis

sendi lutut.

2) H1 : Ada pengurangan intervensi Trancutaneus Electrical Nerve

Stimulasi dan Terapi Latihan dalam mengurangi nyeri osteoartritis

sendi lutut.

45
Pengambilan keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas dengan

tingkat signifikansi 95%, jika probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima dan

jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak

F. Alur Penelitian

Populasi

Kriteria Inklusi : Kriteria Eksklusi :


a. Pasien penderita a. Tidak bersedia
Sampel = 10
osteoarthritis sendi lutut mengikuti penelitian
pada RSU Sufina Aziz b. Mengalami cedera
b. Mengalami rasa nyeri ligament pada daerah
pada lutut karna Pre Test (Numerik lutut
osteoarthritis rating scale) c. Usia < 50 tahun
c. Memberikan
persetujuan ikut serta
dalam penelitian.
Transcutaneus Electrical
d. Usia > 50 tahun
Nerve Stimulation dan
Terapi Latihan

Post Test (Numerik


rating scale)

Analisis Data

Hasil

46
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Zainal Arifin, 2007, Patogenesis OA dan Terapi Latihan, Simposium


Reumatologi, Surakarta.

Anonim, 2005, Pengapuran Tulang Bukan Akibat Kelebihan Kalsium,


www.lintasberita.com, diakses tanggal 23 juli 2011.

Brandt, KD., Doherty, M., and Lohmander, LS (eds). Osteoarthritis. Oxford, UK:
Oxford University Press, pp.9-16.

Calvin, 2019, Perbandingan Derajat Kellgren-Lawrence Pada Pasien


Osteoartritis Lutut Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin Dan Pekerjaan,
Universitas sumatra Utara.

Cook, C.E. 2008. Orthopedic Physical Examination Test. First edition. Canada :
Person Education LTD.

Corwin, Elisabeth J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

David T. Felson, 2008, Pain in Osteoarthritis, John Wiley And Son .Inc,
Hoboken, New Jersey.

Deyle GD., 2000, Comparison of Supervisede Exercise With and Without


Physical Therapy For Patients With Shoulder Impingement Syndrome,
Journal of Orthopedic & Sport Physical Therapy.

Hogenmiller MS., Lozada CJ., 2006, An Update on osteoarthristis therapeutics,


Curr Opin Rheumatol 18:256-160.

Ian McDowell, Claire Newell., 1996, Measuring Health, Oxford University Press,
New York.

Isbagio, Harry., 1995, Masalah dan Penanganan Osteoarthritis Lutut,


http://www.kalbe.co.id/files/cdk, Diakses 5 April 2010.

Kalim Handono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

47
Kapanji, 1990, The physiology of the joint the trunk and the vertebrae collum, 3rd
Volume, Churchill Living Stone.

Kisner, C ans Colby, L.A.2007. Therapeutic Exercise Foundation and


Thecniques. 5th ed.Philadelphia : F.A. David Compani.

Kuntono HP, Management Nyeri Muskuloskeletal. Tema ilmiah tahunan


Fisioterapi XV Semarang 2011.

Kumar, V., Cotran, R.S., and Robin, S.L., 1997, Basic Pathology, 6th. Ed., W.B.
Saunders, Philadelphia.

Lehmann HP., Robinson KA., Andrews JS et al., 2001, Acne therapy : A


methodologic review, J Am Acad Dermatol, 47:231-40.

Merdikoputro, 2006, Nyeri Lutut Membatasi Mobilitas, http : // www.


suaramerdeka. com/harian/1806/23/ragam01.htm, di akses 21 Desember
2010.

Moore K., Dalley A., 1999, Clinically oriented anatomy, Fourth ed., Lippincott
Williams & Wilkins Maryland, Baltimore.

Parjoto Slamet., 2006, Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, Ikatan Fisioterapi
Indonesia Cabang Semarang.

Sisto dan Malanga, 2003, Physiotherapy briefing for phsycians, Physiotherapy


Association of British Columbia, Vancouver.

Tulaar, Angela, 2006, Peran Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik Pada
Tatalaksana Osteoarthritis, Ethical Digest, Nomor 24, Thn. III, Februari
2006.

Warner, 2017, 5 of most common causes of knee pain, Warner Orthopedics and
Wellness. 2017

Wong, T.Y., et al., 2007, The 3 Year Incidence and Cumulative Prevalence of
Retinopathy, Am. J. Ophthalmol 143(6): 970–976.

Winarni, Estiningsih, 2012, Beda Efek Penambahan ULTRASONIK pada


Intervensi Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Latihan Stabilisasi

48
Terhadap Penurunan Nyeri Penderita Osteoartritis Sendi Lutut, Skripsi.
Medan: Program Studi DIV Fisioterapi Politehnik Kesehatan dr. Rusdi
Medan.

Winson, Prof Adrian, 2017, Global Knee and Sports Injury Speciallists Adult and
Paediatric, London.

49

Anda mungkin juga menyukai