Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI DINGIN DAN TERAPI

LATIHAN MENGGUNAKAN THERABAND TERHADAP


PENINGKATAN (ROM) PADA PEMAIN FUTSAL

PROPOSAL PENELITIAN (SKRIPSI)

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi

oleh :

ANGGI FRANS BINTARA


NIM : 140102001

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLTEKKES YRSU Dr. RUSDI MEDAN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Pemberian Terapi Dingin Dan Terapi Latihan Menggunakan
Theraband Terhadap Peningkatan (Rom) Pada Pemain Futsal

Nama : Anggi Frans Bintara

Nim : 170102001

Fakultas : DIV Fisioterapi

Program studi : Program Studi Fisioterapi Program Sarjana Poltekes Dr. Rusdi Medan

Telah di setujui
Pada tanggal :

Mengetahui
Ketua Prodi DIV Fisioterapi Pembimbing

Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis
NIDN: 0105018902 NIDN: 0105018902

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

Telah diuji :

Pada Tanggal :
PANITIA PENGUJI SEMINAR SIDANG SKRIPSI

Penguji I :

NPP :

Penguji II :

NPP :

Penguji III :

NPP :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Anggi Frans Bintara


Tempat/tanggal lahir : Binjai, 14 juli 2000
Agama : Islam
Anak : 1 dari 1 Bersaudara

II. Data Orang Tua

Nama Ayah : Irwanto

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Sri Kunanti

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jalan Danau Laut Tawar LK II.

III. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2005 – 2011 : SD Negeri No.024183 Binjai

2. Tahun 2011 – 2014 : SMP N 4 Binjai

3. Tahun 2014 – 2017 : SMK kesehatan Galang Insan Mandiri

4. Tahun 2017-2021 : Mengikuti pendidikan Sarjanan


Fisioterapi Institut Politeknik Dr. Rusdi
Medan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sehiga penulis dapat meyelesaikan proposal
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Terapi Dingin Dan Terapi Latihan Menggunakan
Theraband Terhadap Peningkatan (Rom) Pada Pemain Futsal”. Proposal ini disusun guna
memenuhi sebagian persyarataan dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma IV
Fisioterapi Poltekkes YRSU Dr. Rusdi Medan.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hj.Marlina Nasution, Sst,M Fis selaku ketua Yayasan Politekknik Kesehatan
YRSU Dr. Rusdi Medan.

2. Ibu Nurul Rahma Siregar, M.kes selaku Direktur Politekknik Kesehatan YRSU Dr.
Rusdi Medan.

3. Ibu Relina Sinaga SSt. Ft, S. Pd, M.Kes selaku Ketua Jurusan Fisioterapi Politekknik
Kesehatan YRSU Dr. Rusdi.

4. Ibu Riani Baiduri Siregar, S.Ft, M.Fis selaku Kepala Prodi D IV Fisioterapi
Politekknik Kesehatan YRSU Dr. Rusdi Medan. dan selaku dosen pembimbing dalam
menyusun proposal penulis.

5. Para staf pendidik dan dosen yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis yang tidak
bisa penulis ungkapkan satu-persatu.

6. Kepada Ayah dan Mamak, Abang, adik, serta ponakan penulis Zidan dan Sultan yang
telah memberi banyak dukungan dan bantuan dalam pembuatan proposal ini.

7. Kepada sahabat-sahabat dan teman seperjuangan D IV Fisioterapi yang telah memberi


banyak dukungan dan bantuan dalam pembuatan proposal ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam proposal ini masih
banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan dan semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Medan 2021
Penulis

Anggi Frans Bintara


170102001

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

PROPOSAL PENELITIAN....................................................................................
PROPOSAL PENELITIAN....................................................................................

PERNYATAAN.......................................................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I - PENDAHULUAN......................................................................................

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................


B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penelitian......................................................................................................
D. Manfaat Penelitian...................................................................................................
BAB II - TINJAUAN PUSATAKA........................................................................

A. Kajian Teori..............................................................................................................
B. Penelitian yang Relavan...........................................................................................
C. Kerangka Berpikir....................................................................................................
D. Kerangka Konsep.....................................................................................................
E. Hipotesa.....................................................................................................................
BAB III - RENCANA PENELITIAN.....................................................................

A. Jenis/ rancangan penelitian dan metode pendekatan............................................


B. Populasi dan Sample................................................................................................
C. Variabel dan Definisi Operasional.........................................................................
D. Alur
Penelitian……………………………………………………………………………………
………….......

E.Metode Pengumpulan Data.......................................................................................


F.Metode Pengolahan dan Analisis Data....................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

BAB I

A. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-
masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola

kegawang lawan, dengan memanipulasi bola dengan kaki. Selain lima pemain

utama, setiap regu juga diizinkan memiliki pemain cadangan. Tidak seperti

permainan sepak bola dalam ruangan lainnya, lapangan futsal dibatasigaris,

bukan net ataupapan (Tenang, 2008).

Cidera yang sering terjadi di lapangan futsal adalah sprain ankle, karena

permainan futsal sering menggunakan gerakan yang melibatkan kaki. Gerakan

pada kaki yang salah atau benturan fisik antar pemain saat berebut bola bisa

menyebabkan terjadinya cidera, cidera pada ankle bisa juga terjadi oleh karena

kesalahan saat menumpu, dimana saat pemain menendang atau melompat

berebut bola tidak jarang membuat tubuh dan kaki pemain tidak seimbang dan

menyebabkan tumpuan kaki tidak sempurna pada lantai/ tanah dan terjadilah

cidera ankle atau disebut sprain ankle (Santos, 2009).

Cedera sprain ankel pengertian

Cedera ankel pengertian

Terbagi 2 jelaskan

Cidera di ligament atau otot komplek pada pergelangan kaki atlet atau olahragawan

adalah salah satu cidera paling umum terjadi lebih dari 23.000 tahun. Diperkirakan

bahwa keluar dari 23.000, 55% tidak mencari perawatan medis. Ligament yang

dikompromikan selama keseleo pergelangan kaki lateral yang termasuk ligament

anterior talofibular dan ligament calcaneo fibular. Inversi digambarkan sebagai gerakan

kaki sehingga merubah telapak kaki kedalam (Bernier, 2014).

Mayoritas cedera engkel/ ankle adalah sprain dimana 85% orang mengalaminya. Dan

45%-nya terjadi ketika berolahraga, salah satunya futsal. Kebanyakan cedera ankle

(sekitar 85%) adalah inversion injury yaitu kaki tertekuk ke arah dalam, sehingga terjadi

peregangan pada ligament bagian luar. Ini biasa terjadi ketika kiper menangkap bola
sambil melompat dan tumpuan atau pijakannya salah. Sedangkan cedera engkel yang

dikarenakan oleh kaki tertekuk ke arah luar jarang terjadi, dikarenakan posisi anatomis

kaki kita. Pemberian ice pada kasus sprain ankle akut selama 10-15 menit membantu

mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penelitian yang dilakukan Bleakley et al (2004),

tentang penanganan cedera dengan menggunakan es didapatkan hasil bahwa pengobatan

menggunakan es terhadap jaringan lunak yang cedera dapat menurunkan nyeri dan

menghilangkan pembengkakan. Terapi dingin dianjurkan selama satu sampai tiga hari

setelah cedera (tergantung pada beratnya) atau pada fase cedera akut. Selama waktu ini,

pembuluh darah di sekitar jaringan yang terluka membuka, nutrisi dan cairan masuk

kedarah untuk membantu penyembuhan jaringan.

Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang

berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot, seperti

yang di ungkapkan Laura (2011: 1) theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung

yang digunakan sebagai media penyembuhan yang berfungsi untuk merehabilitasi

cedera, meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi. Metode ini sering

digunakan oleh para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle.


B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian es dan terapi theraband peningkatan ROM pada
penderita sprine ankle.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada pengaruh pemberian es dan terapi theraband terhadap peninggkatan
ROM pada penderita sprine ankle

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi fisioterapi

Dalam penelitian ini diharapkan fisioterapis mampu memberikan informasi


tentang penderita sprine ankle yang peningkatan ROM dan gangguan aktivitas. juga
dapat melakukan penanganan yang lebih berpengaruh terhadappeningkatan ROM,
dengan memberikan intervensi terapi es dan terapi latihan theraband.
2. Bagi peneliti
Dengan adanya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi peneliti, yaitu
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan keterampilan, dalam manajemen
fisioterapi dan menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya pada penderita sprine
ankle yang mengalami terbatas gerak.
3. Bagi masyarakat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang pengertian,
dan masalah pada penderita sprine ankle serta penanganan fisioterapi terhadap
peningkatan ROM pada penderita sprine ankle.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi teori
2.1 Ankle sprine

Ankle sprain merupakan cedera yang terjadi karena penguluruan berlebihan

(overstretching dan hypermobility) atau trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya

gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba- tiba ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat

kaki tidak menumpu sempurna pada lantai atau tanah sehinga menyebabkan struktur

ligamen teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal. Penguluran

meyebabkan kerobekan pada ligamen-ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan

mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi. Nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi

sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan keterbatasan gerak (Calatayud, 2014: 89).

Ankle adalah sendi yang paling utama bagi tubuh guna menjaga keseimbangan tubuh saat

melakukan aktivitas, hal tersebut membuat ankle menjadi salah satu lokasi tubuh yang sering

mengalami cedera. Umumnya cedera ankle terjadi pada saat kaki melakukan belokan atau

memutar sehingga membuat pergelangan kaki meregang pada titik di mana akan merobek

ligamen atau retak tulang persendiaan pergelangan kaki (Taylor, 2002: 115).

2.2 Anatomi ankle

Ankle adalah sendi yang menopang tubuh untuk menjaga keseimbangan bila berjalan

dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan seikat

jaringan penghubung (Taylor, 2002: 106).

Sendi ankle dibentuk oleh empat tulang yaitu


Gambar 1. Anatomi Ankle

(Sumber: http://patient.info/doctor/ankle-injuries-pro
diunduh pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 17:50 WIB)

1. tibia,

2. fibula,
3. talus

4. calcaneus. Pergerakan utama dari sendi ankle terjadi pada tulang tibia, talus dan calcaneus
(Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2012: 53).

Struktur sendi ankle sangatlah kompleks dan kuat karena sendi ankle tersusun atas

ligamen-ligamen yang kuat dan banyak. Ligamen ligamen dari sendi ankle berfungsi sebagai

struktur yang mempertahankan stabilitas sendi ankle dalam berbagai posisi (Ali Satia Graha

dan Bambang Priyonoadi, 2012:54). Secara anatomi struktur ligamen dari sendi ankle

adalah sebagai berikut:

Ga
mbar 2. Ligamen Ankle

(Sumber: http://healthfavo.com/inside-ankle-ligaments.html diunduh pada


tanggal 26 Maret 2021 pukul 19:10 WIB)
Otot berperan sebagai penggerak sendi, juga berfungsi sebagai komponen stabilisator
aktif yang menjaga sendi dan tulang saat pergerakan. Tendon adalah ujung otot yang melekat
pada tulang, fungsinya untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan
tulang, tulang dengan tulang, juga memberikan perlindungan terhadap organ tubuh. Otot
penggerak utama dalam gerakan dorsofleksi adalah tibialis anterior. Otot penggerak utama
gerakan plantarfleksi adalah otot gastrocnemius dan otot soleus. Otot penggerak utama
gerakan inversi adalah otot tibialis posterior sedangkan otot penggerak utama gerakan eversi
adalah otot peroneus longus dan peroneus brevis.

a. Fisiologi ankle
Sendi ankle terdiri atas sendi talocrularis dan sendi talotarsalis. Secara gerakan sendi
ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, dan inversi. Range of motion
(luas gerakan sendi) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi 20° plantarfleksi 30-50°,
gerakan inversi 45-60° dan gerakan eversi 15-30° (Anderson, 2011:688).

b. Cedera ankle spraine


Ankle sprain terjadi karena cedera berlebihan (overstretching dan hypermobility) atau
trauma inversi dan plantarfleksi yang tiba-tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat
kaki tidak menumpu sempurna pada lantai atau tanah sehinga menyebabkan struktur ligament
terenggang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal. Penguluran meyebabkan
kerobekan pada ligamen-ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri
pada saat berkontraksi. Nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan
kekuatan otot dan keterbatasan gerak (calatayud,2014:89).
Ankle sprain memiliki 3 derajat sesuai tingkat kerusakan (Anderson, 2009: 663) yaitu

1. Derajat I, ditandai dengan : ligamentum teregang tetapi tidak mengalami kerobekan.

Pergelangan kaki biasanya tidak terlalu membengkak, nyeri ringan dan sedikit

bengkak namun dapat meningkatkan resiko terjadinya cedera berulang.

2. Derajat II, ditandai dengan: sebagian ligamen mengalami kerobekan, pembengkakan

dan memar tampak dengan jelas, nyeri hebat (aktualitas tinggi), penurunan fungsi

ankle (gangguan berjalan) dan biasanya berjalan menimbulkan nyeri.


3. Derajat III, ditandai dengan: ligamen mengalami robekan total, sehingga terjadi

pembengkakan dan kadang perdarahan di bawah kulit. Akibatnya pergelangan kaki

menjadi tidak stabil dan tidak mampu menahan beban.

Cedera ankle sprain memiliki 4 fase: fase initial akut berlangsung sekitar 3 hari setelah

cedera, respons inflamasi (fase akut) berlangsung 1-6 hari, fibroblastic repair (fase sub akut)

berlangsung hari ke 4-10 setelah cedera, fase kronis (maturation remodeling) berlangsung

lebih dari 7 hari setelah cedera (Chan Keith., 2011: 18).

c. Patofisisologi Ankle Sprain

Kurang lengkap

Ankle sprain dapat terjadi karena overstretch pada ligament complex lateral ankle dengan

posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu

sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang

tidak rata, sehingga hal ini menyebabkan struktur ligamen teregang melampaui panjang

fisiologis dan fungsi normalnya (Calatayud, et al., 2014).

Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping

(lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara mendadak.

Terkilir secara invesi yaitu kaki berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe

ini merupakan cedera yang paling umum terjadi pada pergelangan kaki. Hal ini disebabkan

oleh banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping yang mengakibatkan tekanan pada

kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar, pembengkokan dari pergelangan

kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu

untuk lebih membalikkan pergelangan kaki (Sri Sumartiningsih, 2012: 55).


d. Patologi

Ada duafaktor penyebab cedera yaitu faktor intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik

adalah faktor dari diri olahragawan, diantaranya kurang pemanasan, beban yang lebih dan

lemahnya kondisi fisik mengakibatkan atlit mengalami cedera. Sedangkan faktor ektrinsik

yaitu faktor yang timbul dari luar, diantaranya kondisi tempat latihan, alat yang di gunakan

dan cuaca maupun suhu saat melakukan olahraga. Penyebab lain bisa di sebabkan karena

trauma atau berbenturan langsung ataupun latihan berulang-ulang dalam waktu lama.

Cedera ankle dapat terjadi karena terkilir secara mendadak dilanjutkan adanya respon dari

tubuh denga n ditandai peradangan yang terdiri dari rubor (merah), kalor (panas), tumor

(bengkak), dolor (nyeri), dan functiolaesa (penurunan fungsi). Pembuluh darah dilokasi

cedera atau bagian ankle akan melebar yaitu terjadi vasodilatasi dengan maksud untuk

mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam mendukung penyembuhan. Pelebaran

pembuluh darah itulah yang mengakibatkan bagian ankle yang cedera terlihat memerah

(rubor). Cairan darah yang banyak dikirim ke lokasi cedera akan merembes keluar dari

kapiler menuju ruang antar sel dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan

banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme dilokasi cedera akan meningkat dengan sisa

metabolisme yang berupa panas. Kondisi itulah yang menyebabkan lokasi daerah ankle yang

mengalami cedera akan lebih panas (kalor) dibandingkan dengan lokasi lain yang tidak

mengalami cedera. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung

saraf dibagian ankle yang mengalami cedera dan akan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri

tersebut juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi dilokasi

cedera. Tanda peradangan tersebut akan menurunkan fungsi organ atau sendi dislokasi cedera

yang dikenal dengan istilah penurunan sendi atau functiolaesa (Wara kushartanti 2010:1)
1. Terapi Dingin pada Cedera Ankle Sprain Akut

COLD PACK

Cold pack adalah gel beku yang digunakan fisioterapi untuk merawat daerah yang nyeri
dan peradangan. Cold pack dibalutkan pada handuk yang basah dan diletakkan langsung pada
daerah yang membutuhkan perawatan. Efek dingin dari cold pack disalurkan ke kulit, otot
dan jaringan tubuh pasien sehingga mempunyai beberapa manfaat. Suhu yang dingin
menyebabkan vasokonstriksi/penyempitan pembuluh darah vena pada area tersebut. Dan efek
ini menurunkan peradangan pada daerah tersebut. Dan dengan menurunnya peradangan maka
nyeri dan bengkak berkurang.

Cold pack berupa kantong plastic dua lapis. Bagian dalam kantong berisi serbuk ammonium
nitrat dan bagian luar yang mudah pecah berisi air. Ketika bungkusan dipijat, maka kantong
plastic berisi air akan pecah, dengan sedikit pengocokan ammonium sulfat akan larut dalam
air. Reaksi pelarutan ammonium sulfat merupakan reaksi endoterm yang ditandai dengan
penurunan temperature. Kantung dingin yang berisi amonium nitrat tidak dapat didaur ulang
(sekali pakai), sebab larutan amonium nitrat suka dikristalkan kembali, selain itu harga
amonium nitrat relative murah.

Cara Menggunakan Cold Pack


Kompres dingin sebaiknya digunakan sebagai penanganan pertama cedera, dilakukan 48 jam
setelah pertama kali Anda mengalami cedera memar maupun keseleo. Kompres dingin juga
dapat digunakan untuk mengatasi gangguan akibat: Gigitan serangga; Migrain; Tendonitis;
Rasa nyeri dan perih akibat penyakit arthritis; Gatal

Durasi pemberian kompres dingin selama 10-15 menit dan maksimal 20 menit. Hindari
menempelkan kompres dingin terlalu lama, sebab justru bisa menghambat sirkulasi darah.
Kulit dan saraf pun bisa jadi rusak sehingga memperlama proses penyembuhan.
Manfaat : Cold pack bermanfaat untuk membantu menurunkan tingkat aliran darah dan
aktivitas saraf di area tubuh yang cedera. Dengan mengurangi aliran darah dan aktivitas saraf,
maka rasa sakit, bengkak, dan radang yang timbul akibat cedera dapat berkurang.
Tabel.1 Efek Fisiologis Terapi Dingin pada Tubuh
No Variabel Efek
1 Spasme Otot Menurun
2 Persepsi Nyeri Menurun
3 Aliran darah Menurun sampai 10 menit pertama
4 Kecepatan metabolisme Menurun
5 Elastisitas kolagen Menurun
6 Kekakuan sendi Meningkat
7 Permeabilitas kapiler Meningkat
8 Pembengkakan Dapat mengurangi pembengkakan
lanjut tapi relatif tidak
menghentikan pembengkakan yang
sudah terjadi

Sumber: Novita (2010: 24)

Terapi dingin dapat mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan
mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan
pembengkakan. . Terapi dingin dapat mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang
berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri. Terapi dingin juga akan
mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga
kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon neuro- hormonal terhadap terapi dingin
adalah sebagai berikut: (a) pelepasan endorphin, (b) penurunan transmisi saraf sensoris, (c)
penurunan aktivitas badan sel saraf, dan (d) penurunan iritan yang merupakan limbah
metabolism sel, (e) peningkatan ambang nyeri.

Tabel. 2 Respon Kulit Pada Aplikasi Dingin


Tahap Waktu Pemberian Aplikasi Respon
1 0-3 menit Sensasi dingin
2 2-7 menit Rasa terbakar, nyeri
3 5-12 menit Anestesi relatif kulit
Sumber: Novita (2010: 24)
Novita (2010: 23-24) mengungkapkan secara fisiologis pada 15 menit pertama setelah
pemberian aplikasi dingin (suhu 10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara
lokal. Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi refleks dari otot polos yang timbul akibat
stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinephrin dan norepinephrin. Walaupun
demikian apabila dingin tersebut terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan
timbul fase vasodilatasi yang terjadi intermiten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal
sebagai respon hunting. Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan
jaringan akibat dari jaringan mengalami anoxia jaringan.
Selain menimbulkan vasokonstriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas akhiran
saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri Aplikasi dingin juga
dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolism menjadi berkurang.
Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya menurunkan spasme otot.
THERABAND

Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang
berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot, seperti yang
di ungkapkan Laura (2011: 1) theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung yang
digunakan sebagai media penyembuhan yang berfungsi untuk merehabilitasi cedera,
meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi. Metode ini sering digunakan oleh
para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle. Theraband memiliki ukuran meliputi
tipis, sedang, dan tebal sesuai dengan kebutuhan yang dgunakan.

Theraband therapy banyak digunakan oleh terapis untuk membantu pemulihan pada

pasien yang mengalami cedera seperti halnya pada penderita cedera pergelangan

tangan.Menerapkan proses latihan kepada seorang harus memperhatikan kebutuhan klien

atau pasien, karena pada setiap pasien yang mengalami cedera memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Pada dasarnya program terapi latihan terdiri atas latihan peregangan dan

latihan penguatan, seperti yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Latihan penguatan

Metode latihan penguatan menurut (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan Herman

Subardja, 2007: 29) terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu metode isotonis, isometrik, dan

isokinetis. Kontraksi isotonic selalu didahului oleh kontraksi isometric sampai ketegangan

yang ditimbulkan dapat mengatasi beban luar yang harus diangkat, makin berat beban luar

yang harus diangkat, makin panjang dan makin besar komponen kontraksi isometriknya

(Dikdik Zafar Sidik dan H.Y.S Santosa Giriwijoyo, 2012: 204)

Latihan isometrik merupakan kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat atau

mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh, dan panjang

otot tidak berubah, seperti mendorong, mengangkat atau menarik benda yang tidak

bergerak. Waktu perlakuan sekitar 10 detik pengulangan 3 kali dan istirahat 20- 30 detik.

Pada permulaan latihan hasil baik dilaksanakan frekuensi selama 3 hari per minggu,

sedangkan lama latihan adalah 4-6 minggu (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan Herman

Subardja, 2007: 29).


Adapun metode latihan menggunakan theraband sebagai berikut:

a. Theraband Plantarflexion

Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan

tarikan pita tahan dan mengontrol, gerakan kembali. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.

Gambar 1. Plantarfleksion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

b. Theraband Dorsoflexion

Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan

tarikan pita tahan dan mengontrol, gerakan kembali. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.
Gambar 2. Dorsoflexion
(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

c. .Theraband Eversion

Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan

kaki satunya menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah eversion/ luar dengan di tahan

menggunakan tali dengan posisi tumit menyentuh lantai. Ulangi delapan kali repetisi, dua

set.

Gambar 3. Eversion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 7-05-2021 jam 22.00)

d. .Theraband inversion

Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan

silangkan kaki satunya untuk menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah inversi/dalam dengan di

tahan menggunakan tali dengan posisi tumit menyentuh lantai. Ulangi delapan kali repetisi,

dua set.
Gambar 4.Inversion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

B . Range Of Movement Ankle

Range of movement (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan

oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008: 11). Range Of Movement adalah

rentang fleksibilitas gerak sendi tubuh pada manusia. Cara pengukuran ROM dengan

jumlah derajat dari posisi awal ke posisi akhir dengan gerakan maksimal dari suatu

gerakan sendi, sedangkan menurut Lance T. Twomey (2000: 74) mengatakan bahwa

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan

akhir dan gerakan awal dalam suatu program terapi. Gerakan dapat dilihat pada tulang

yang digerakkan oleh otot atau pun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui

persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian

tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh

darah dan saraf.

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of movement (ROM).

Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang gerak yang

dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor yang dapat menurunkan range of movement

(ROM), yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis ataupun otot, akibat pengaruh

cedera atau pembedahan, inaktivitas atau imobilitas. Aktivitas ROM diberikan untuk

mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan

kelentukan jaringan dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan

yang ditujukan untuk memperluas ruang gerak sendi (Lucky Angkawidjaja, 2009: 2).
Gerakan yang terjadi pada sendi ankle yaitu fleksi (ke arah atas) dan ekstensi (ke

arah bawah). Dalam keadaan normal, ekstensi ini bisa dilakukan sampai punggung kaki

segaris dengan permukaan depan tungkai bawah. Dengan demikian, ROM ekstensi normal

adalah 900, dari jumlah tersebut sendi ankle ini hanya memberi andil sejumlah 450. Fleksi

mempunyai ROM ± 200 dari posisi netral. Posisi netral kaki membentuk sudut 900 dengan

tungkai bawah (M. Mudatsir Syatibi,2013: 13)

Adapun tabel ROM normal ankle dapat dilihat pada tabel 2 di


bawah ini:

Tabel 2. Range of Joint Motion Ankle (Sumber: Basmajian, 1980: 89)


Action Degrees of
Joint Motion
0
Flexion 450
Anke Extensin 20

Dalam menentukan ROM terdapat tiga sistem pencatatan yang digunakan, yang

pertama dengan sistem 0 –180 derajat, yang kedua dengan sistem 180 - 0 derajat, dan

yang ketiga dengan sistem 360 derajat. Dengan sistem pencatatan 0 - 180 derajat, sendi

ekstremitas atas dan bawah ada pada posisi 0 derajat untuk gerakan fleksi, ekstensi,

abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisi anatomis. . Posisi tubuh dimana sendi

ekstremitas berada pada pertengahan antara medial (internal) dan lateral (eksternal).

Rotasi adalah 0 derajat untuk ROM rotasi. ROM dimulai pada 0 derajat dan bergerak

menuju 180 derajat. Sistem pencatatan seperti ini adalah yang paling banyak digunakan di

dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver pada 1923 dan telah dibantu oleh banyak

penulis, termasuk Cave dan roberts, Moore, American Academy of Orthopaedic Surgeons,

dan American Medical Association.

Dua sistem pencatatan yang lainnya yaitu sistem 180 - 0 derajat yang diukur pada

posisi anatomis, ROM dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem 360

derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan fleksi dan abduksi dimulai pada 180
derajat dan bergerak menuju 0 derajat, gerakan ekstensi dan adduksi dimulai pada 180

derajat dan bergerak menuju 360 derajat. Kedua sistem pencatatan tersebut lebih sulit

dimengerti dibandingkan sistem pencatatan 0 - 180 derajat dan juga kedua sistem

pencatatan tersebut jarang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai