Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI COLD PACK DAN TERAPI

LATIHAN MENGGUNAKAN THERABAND TERHADAP


PENINGKATAN (ROM) PADA PEMAIN FUTSAL

PROPOSAL PENELITIAN (SKRIPSI)

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi

oleh :

ANGGI FRANS BINTARA


NIM : 140102001

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLTEKKES YRSU Dr. RUSDI MEDAN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Pemberian Terapi Cold Pack Dan Terapi Latihan


Menggunakan Theraband Terhadap Peningkatan (Rom) Pada Pemain Futsal

Nama : Anggi Frans Bintara

Nim : 170102001

Fakultas : DIV Fisioterapi

Program studi : Program Studi Fisioterapi Program Sarjana Poltekes Dr. Rusdi Medan

Telah di setujui
Pada tanggal :

Mengetahui
Ketua Prodi DIV Fisioterapi Pembimbing

Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis
NIDN: 0105018902 NIDN: 0105018902

i
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

Telah diuji :

Pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI SEMINAR SIDANG SKRIPSI

Penguji I :

NPP :

Penguji II :

NPP :

Penguji III :

NPP :

ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Anggi Frans Bintara


Tempat/tanggal lahir : Binjai, 14 juli 2000
Agama : Islam
Anak : 1 dari 1 Bersaudara

II. Data Orang Tua

Nama Ayah : Irwanto

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Sri Kunanti

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jalan Danau Laut Tawar LK II.

III. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2005 – 2011 : SD Negeri No.024183 Binjai

2. Tahun 2011 – 2014 : SMP N 4 Binjai

3. Tahun 2014 – 2017 : SMK kesehatan Galang Insan Mandiri

4. Tahun 2017-2021 : Mengikuti pendidikan Sarjanan


Fisioterapi Institut Politeknik Dr. Rusdi
Medan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sehiga penulis dapat meyelesaikan proposal
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Terapi Cold Pack Dan Terapi Latihan Menggunakan
Theraband Terhadap Peningkatan (Rom) Pada Pemain Futsal”. Proposal ini disusun guna

iii
memenuhi sebagian persyarataan dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma IV
Fisioterapi Poltekkes YRSU Dr. Rusdi Medan.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hj.Marlina Nasution, Sst,M Fis selaku ketua Yayasan Politekknik Kesehatan
YRSU Dr. Rusdi Medan.

2. Ibu Nurul Rahma Siregar, M.kes selaku Direktur Politekknik Kesehatan YRSU Dr.
Rusdi Medan.

3. Ibu Relina Sinaga SSt. Ft, S. Pd, M.Kes selaku Ketua Jurusan Fisioterapi Politekknik
Kesehatan YRSU Dr. Rusdi.

4. Ibu Riani Baiduri Siregar, S.Ft, M.Fis selaku Kepala Prodi D IV Fisioterapi
Politekknik Kesehatan YRSU Dr. Rusdi Medan. dan selaku dosen pembimbing dalam
menyusun proposal penulis.

5. Para staf pendidik dan dosen yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis yang tidak
bisa penulis ungkapkan satu-persatu.

6. Kepada Ayah dan Mamak, Abang, adik, serta ponakan penulis Zidan dan Sultan yang
telah memberi banyak dukungan dan bantuan dalam pembuatan proposal ini.

7. Kepada sahabat-sahabat dan teman seperjuangan D IV Fisioterapi yang telah memberi


banyak dukungan dan bantuan dalam pembuatan proposal ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam proposal ini masih
banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan

iv
kritik membangun sangat penulis harapkan dan semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Medan 2021
Penulis

Anggi Frans Bintara


170102001

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI..............................................................ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................iii

v
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................4

1.4.1 Bagi Fisioterapi..................................................................................4

1.4.2 Bagi Peneliti.......................................................................................4

1.4.3 Bagi Masyarakat................................................................................4

BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................5

2.1 Deskripsi Teori.............................................................................................5

2.1.1 Ankel Sprain.....................................................................................5

2.1.2 Anatomi Ankel................................................................................5

2.1.3 Fisiologi Ankel................................................................................9

2.1.4 Cedera Ligamen...............................................................................9

2.1.5 Cedera Pada Otot Dan Tendon.........................................................11

2.1.6 Dislokasi..........................................................................................12

2.2 Terapindinginpada Ankel Sprain Akut..........................................................15

2.2.1 Cold Peck...........................................................................................15

2.2.2 Cara Menggunakan Cold Peck............................................................16

2.3 Therabend......................................................................................................17

2.3.1 Latuhan Penguatan..............................................................................17

2.4 Range Of Movement Angkel...........................................................................20

2.4.1 Goniometer...........................................................................................22

2.4.2 Media Alat Tulis....................................................................................23

2.4.3 Pelaksanaan Pengukuran........................................................................23

2.5 Penelitihan Relavan...........................................................................................25

vi
2.6 Kerangka Berfikir..............................................................................................25

2.7 Hipotesis Penelitian............................................................................................27

vii
BAB I

A. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing

beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang lawan,

dengan memanipulasi bola dengan kaki. Selain lima pemain utama, setiap regu juga

diizinkan memiliki pemain cadangan. Tidak seperti permainan sepak bola dalam

ruangan lainnya, lapangan futsal dibatasigaris, bukan net ataupapan (Tenang, 2008).

Cidera yang sering terjadi di lapangan futsal adalah sprain ankle, karena permainan

futsal sering menggunakan gerakan yang melibatkan kaki. Gerakan pada kaki yang

salah atau benturan fisik antar pemain saat berebut bola bisa menyebabkan terjadinya

cidera, cidera pada ankle bisa juga terjadi oleh karena kesalahan saat menumpu, dimana

saat pemain menendang atau melompat berebut bola tidak jarang membuat tubuh dan

kaki pemain tidak seimbang dan menyebabkan tumpuan kaki tidak sempurna pada

lantai/ tanah dan terjadilah cidera ankle atau disebut sprain ankle (Santos, 2009).

Cedera sprain ankel adalah cedera pada sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak

komplet) dari ligament, keduanya disebabkan karena stress yang mendadak ataupun

penggunaan yang berlebihan (Giam dan Teh, 1993: 193-195).

Cedera pergelangan kaki dapat terjadi karena terkilir secara mendadak ke arah

lateral atau medial yang berakibat robeknya serabut ligamentum pada sendi pergelangan

kaki (Arnheim, 1985: 473, Brunker dan Khan, 1993:439, Peterson, 1990: 341).

Kerusakan pada suatu bagian otot atau tendonya (termasuk titik-titik pertemuan antara

otot dan tendon) disebut strain, sendangkan sprain adalah cedera pada sendi, dimana

tejadi robekan (biasanya tidak komplet) dari ligament, keduanya disebabkan karena

1
stress yang mendadak ataupun penggunaan yang berlebihan (Giam dan Teh, 1993: 193-

195).

Cidera komplek pada pergelangan kaki atlet atau olahragawan adalah salah satu

cidera paling umum terjadi lebih dari 23.000 tahun. Diperkirakan bahwa keluar dari

23.000, 55% tidak mencari perawatan medis. Ligament yang dikompromikan selama

keseleo pergelangan kaki lateral yang termasuk ligament anterior talofibular dan

ligament calcaneo fibular. Inversi digambarkan sebagai gerakan kaki sehingga merubah

telapak kaki kedalam (Bernier, 2014).

Mayoritas cedera engkel/ ankle adalah sprain dimana 85% orang mengalaminya.

Dan 45%-nya terjadi ketika berolahraga, salah satunya futsal. Kebanyakan cedera ankle

(sekitar 85%) adalah inversion injury yaitu kaki tertekuk ke arah dalam, sehingga terjadi

peregangan pada ligament bagian luar. Ini biasa terjadi ketika kiper menangkap bola

sambil melompat dan tumpuan atau pijakannya salah. Sedangkan cedera engkel yang

dikarenakan oleh kaki tertekuk ke arah luar jarang terjadi, dikarenakan posisi anatomis

kaki kita. Pemberian ice pada kasus sprain ankle akut selama 10-15 menit membantu

mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penelitian yang dilakukan Bleakley et al (2004),

tentang penanganan cedera dengan menggunakan es didapatkan hasil bahwa pengobatan

menggunakan es terhadap jaringan lunak yang cedera dapat menurunkan nyeri,

menghilangkan pembengkakan dan mengurangi kekakuan. Terapi dingin dianjurkan

selama satu sampai tiga hari setelah cedera (tergantung pada beratnya) atau pada fase

cedera akut. Selama waktu ini, pembuluh darah di sekitar jaringan yang terluka

membuka, nutrisi dan cairan masuk kedarah untuk membantu penyembuhan jaringan.

2
Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang

berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot, seperti

yang di ungkapkan Laura (2011: 1) theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung

yang digunakan sebagai media penyembuhan yang berfungsi untuk merehabilitasi

cedera, meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi. Metode ini sering

digunakan oleh para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle.

3
1.2 B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian es dan terapi theraband peningkatan ROM pada
penderita sprine ankle.

1.3 C. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui ada pengaruh pemberian es dan terapi theraband terhadap
peninggkatan ROM pada penderita sprine ankle

1.4 D. Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1.4.1 Bagi fisioterapi

Dalam penelitian ini diharapkan fisioterapis mampu memberikan informasi


tentang penderita sprine ankle yang peningkatan ROM dan gangguan aktivitas. juga
dapat melakukan penanganan yang lebih berpengaruh terhadappeningkatan ROM,
dengan memberikan intervensi terapi es dan terapi latihan theraband.

1.4.2 Bagi peneliti

Dengan adanya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi peneliti, yaitu
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan keterampilan, dalam manajemen
fisioterapi dan menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya pada penderita sprine
ankle yang mengalami terbatas gerak.

1.4.3 Bagi masyarakat

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang pengertian,


dan masalah pada penderita sprine ankle serta penanganan fisioterapi terhadap
peningkatan ROM pada penderita sprine ankle.

4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Deskripsi teori

2.1.1 Ankle sprine

Ankle sprain merupakan cedera yang terjadi karena penguluruan berlebihan

(overstretching dan hypermobility) atau trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya

gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba- tiba ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat

kaki tidak menumpu sempurna pada lantai atau tanah sehinga menyebabkan struktur

ligamen teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal. Penguluran

meyebabkan kerobekan pada ligamen-ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan

mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi. Nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi

sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan keterbatasan gerak (Calatayud, 2014: 89).

Ankle adalah sendi yang paling utama bagi tubuh guna menjaga keseimbangan tubuh saat

melakukan aktivitas, hal tersebut membuat ankle menjadi salah satu lokasi tubuh yang sering

mengalami cedera. Umumnya cedera ankle terjadi pada saat kaki melakukan belokan atau

memutar sehingga membuat pergelangan kaki meregang pada titik di mana akan merobek

ligamen atau retak tulang persendiaan pergelangan kaki (Taylor, 2002: 115).

2.1.2 Anatomi ankle

Ankle adalah sendi yang menopang tubuh untuk menjaga keseimbangan bila berjalan

dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan seikat

jaringan penghubung (Taylor, 2002: 106).

5
Sendi ankle dibentuk oleh empat tulang yaitu

Gambar 1. Anatomi Ankle

(Sumber: http://patient.info/doctor/ankle-injuries-pro
diunduh pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 17:50 WIB)

1. Tibia adalah berukuran lebih besar dan mendukung sebagian besar


berat badan dan merupakan bagian penting dari kedua sendi lutut dan
sendi pergelangan kaki

6
2. Fibula (tulang betis) adalah tulang panjang yang terletak di laterak tibia,
ukurannya lebih kecil.

3. Talus adalah salah satu tulang penting yang membentuk sendi pergelangan kaki. Talus
berfungsi sebagai penghubung antara kedua tulang pada tungkai kaki (tulang kering dan
tulang fibula). 

4. Calcaneus pergerakan utama dari sendi ankle terjadi pada tulang tibia, talus dan
calcaneus (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2012: 53).

7
Struktur sendi ankle sangatlah kompleks dan kuat karena sendi ankle tersusun atas

ligamen-ligamen yang kuat dan banyak. Ligamen ligamen dari sendi ankle berfungsi sebagai

struktur yang mempertahankan stabilitas sendi ankle dalam berbagai posisi (Ali Satia Graha

dan Bambang Priyonoadi, 2012:54). Secara anatomi struktur ligamen dari sendi ankle

adalah sebagai

berikut:

Gambar 2. Ligamen Ankle

(Sumber: http://healthfavo.com/inside-ankle-ligaments.html diunduh pada


tanggal 26 Maret 2021 pukul 19:10 WIB)

Otot berperan sebagai penggerak sendi, juga berfungsi sebagai komponen stabilisator
aktif yang menjaga sendi dan tulang saat pergerakan. Tendon adalah ujung otot yang melekat
pada tulang, fungsinya untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan
tulang, tulang dengan tulang, juga memberikan perlindungan terhadap organ tubuh. Otot
penggerak utama dalam gerakan dorsofleksi adalah tibialis anterior. Otot penggerak utama
gerakan plantarfleksi adalah otot gastrocnemius dan otot soleus. Otot penggerak utama
gerakan inversi adalah otot tibialis posterior sedangkan otot penggerak utama gerakan eversi
adalah otot peroneus longus dan peroneus brevis.

2.1.3 Fisiologi ankle

8
Sendi ankle terdiri atas sendi talocrularis dan sendi talotarsalis. Secara gerakan sendi
ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, dan inversi. Range of motion
(luas gerakan sendi) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi 20° plantarfleksi 30-50°,
gerakan inversi 45-60° dan gerakan eversi 15-30° (Anderson, 2011:688).

2.1.4 Cedera ligamentum

Cedera ligamentum dikenal istilah sprain, dan cedera pada ototdan tendo dikenal
sebagai strain.Sprain adalah cedera pada ligamentum cedera ini yangpalingbanyak terjadi
pada berbagai cabang olahraga, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau
penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi. Sprain dibagi menjadi tiga tingkatan,
yaitu:

1. Sprain Tingkat I

Cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut
yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah
tersebut.
Seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar . Ankle SprainTingkat I


(http://klinikcedera.wordpress.com/tanggal, 22-1-2017 jam 16:39)

2. . Sprain Tingkat II

Cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut
ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi
(cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut. Seperti
pada gambar di bawah ini:

9
Gambar . Ankle SprainTingkat II(http://klinikcedera.wordpress.com/tanggal, 22-1-2017jam
16:39)
3. . Sprain Tingkat III

Cedera ini seluruh ligamentum putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian
yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak
dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal. Seperti pada
gambar di bawah ini:

Gambar. Ankle SprainTingkat III


(http://klinikcedera.wordpress.com/tanggal, 22-1-2017 jam 16:39)

2.1.5 Cedera pada otot dan tendon

Cedera yang menyangkut pada otot dan tendon disebut dengan strain, menurut Andhun
Sudijandoko (2000: 12) dibagi atas 3 tingkat, yaitu:

1. Strain tingkat I (ringan)

10
Strain tingkat ini tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun
tidak ada penurunan kekuatan otot, pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet. Seperti
pada gambar di bawah ini:

Gambar .StrainTingkat I
(http://berryhappybodies.com/muscle-strain/tanggal, 22-1-2017 jam 13:00)

2. Strain tingkat II (sedang)

Strain tingkat ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi
kekuatan. Seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar . Strain tingkat II


(http://berryhappybodies.com/muscle-strain/ tanggal, 22-1-2017 jam 13:00)

3. Strain tingkat III (Berat)

Strain pad atingkat ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, kejadian
ini diperlukan tindakan bedah. Seperti ada gambar di bawah ini:

11
Gambar. Strain tingkat III
(http://berryhappybodies.com/tag/rehabilitation-for-muscle-strain/tanggal, 22-1-
2017jam 13:00)

2.1.6 Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya. Faktor yang
meningkatkan resiko adalah ligamen-ligamen yang kendor akibat pernah mengalami cedera,
kekuatan otot yang menurun ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari
luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh. Seperti pada gambar di bawah
ini:

Gambar. Dislokasiankle
(http://www.patientedlibrary.com/tanggal 22-1-2017 jam 13.00)

Patofisiologi dari ankle sprain merupakan akibat dari ketidakseimbangan gerakan


inversi dan plantar fleksi dari pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki terdiri dari 3
artikulasi sendi:

12
1. Sendi tarokrural

2. Sendi subtalar

3. Distal tibiofibular syndesmosis.

Sendi tersebut ditopang oleh beberapa ligamen:

 Pada bagian lateral: ligamen anterior talofibular, posterior talofibular dan


kalkaneofibular

 Pada bagian medial: ligamen deltoid, anterior tibiofibular dan bony mortise.


Ketiga sendi tersebut nantinya akan berkolaborasi membentuk pergerakan pada sendi
pergelangan kaki.

Pergerakan sendi pergelangan kaki terdiri dari:

 sagital (dosifleksi dan plantarfleksi),

 frontal (inversi dan eversi), dan

 horizontal (abduksi dan aduksi)

Pergerakan yang terlalu kuat akan menyebabkan peregangan pada ligamen pergelangan kaki,
apabila peregangan tersebut melebihi batas dari kekuatan jaringan maka akan terjadi robekan
pada ligamen yang menyebabkan timbulnya peradangan. Ankle sprain yang terjadi berulang
kali akan menyebabkan instabilitas kronis dari pergelangan kaki pasien.

Ankle sprain dapat terjadi karena overstretch pada ligament complex lateral ankle dengan

posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu

sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang

tidak rata, sehingga hal ini menyebabkan struktur ligamen teregang melampaui panjang

fisiologis dan fungsi normalnya (Calatayud, et al., 2014).

Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping

(lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara mendadak.

Terkilir secara invesi yaitu kaki berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe

13
ini merupakan cedera yang paling umum terjadi pada pergelangan kaki. Hal ini disebabkan

oleh banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping yang mengakibatkan tekanan pada

kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar, pembengkokan dari pergelangan

kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu

untuk lebih membalikkan pergelangan kaki (Sri Sumartiningsih, 2012: 55).

Ada duafaktor penyebab cedera yaitu faktor intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik

adalah faktor dari diri olahragawan, diantaranya kurang pemanasan, beban yang lebih dan

lemahnya kondisi fisik mengakibatkan atlit mengalami cedera. Sedangkan faktor ektrinsik

yaitu faktor yang timbul dari luar, diantaranya kondisi tempat latihan, alat yang di gunakan

dan cuaca maupun suhu saat melakukan olahraga. Penyebab lain bisa di sebabkan karena

trauma atau berbenturan langsung ataupun latihan berulang-ulang dalam waktu lama.

Cedera ankle dapat terjadi karena terkilir secara mendadak dilanjutkan adanya respon dari

tubuh denga n ditandai peradangan yang terdiri dari rubor (merah), kalor (panas), tumor

(bengkak), dolor (nyeri), dan functiolaesa (penurunan fungsi). Pembuluh darah dilokasi

cedera atau bagian ankle akan melebar yaitu terjadi vasodilatasi dengan maksud untuk

mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam mendukung penyembuhan. Pelebaran

pembuluh darah itulah yang mengakibatkan bagian ankle yang cedera terlihat memerah

(rubor). Cairan darah yang banyak dikirim ke lokasi cedera akan merembes keluar dari

kapiler menuju ruang antar sel dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan

banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme dilokasi cedera akan meningkat dengan sisa

metabolisme yang berupa panas. Kondisi itulah yang menyebabkan lokasi daerah ankle yang

mengalami cedera akan lebih panas (kalor) dibandingkan dengan lokasi lain yang tidak

mengalami cedera. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung

saraf dibagian ankle yang mengalami cedera dan akan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri

tersebut juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi dilokasi

14
cedera. Tanda peradangan tersebut akan menurunkan fungsi organ atau sendi dislokasi cedera

yang dikenal dengan istilah penurunan sendi atau functiolaesa (Wara kushartanti 2010:1)

2.2 Terapi Dingin pada Cedera Ankle Sprain Akut

2.2.1 COLD PACK

Cold pack adalah gel beku yang digunakan fisioterapi untuk merawat daerah yang nyeri
dan peradangan. Cold pack dibalutkan pada handuk yang basah dan diletakkan langsung pada
daerah yang membutuhkan perawatan. Efek dingin dari cold pack disalurkan ke kulit, otot
dan jaringan tubuh pasien sehingga mempunyai beberapa manfaat. Suhu yang dingin
menyebabkan vasokonstriksi/penyempitan pembuluh darah vena pada area tersebut. Dan efek
ini menurunkan peradangan pada daerah tersebut. Dan dengan menurunnya peradangan maka
nyeri dan bengkak berkurang.

Cold pack berupa kantong plastic dua lapis. Bagian dalam kantong berisi serbuk ammonium
nitrat dan bagian luar yang mudah pecah berisi air. Ketika bungkusan dipijat, maka kantong
plastic berisi air akan pecah, dengan sedikit pengocokan ammonium sulfat akan larut dalam
air. Reaksi pelarutan ammonium sulfat merupakan reaksi endoterm yang ditandai dengan
penurunan temperature. Kantung dingin yang berisi amonium nitrat tidak dapat didaur ulang
(sekali pakai), sebab larutan amonium nitrat suka dikristalkan kembali, selain itu harga
amonium nitrat relative murah.

15
2.2.2 Cara Menggunakan Cold Pack
Kompres dingin sebaiknya digunakan sebagai penanganan pertama cedera, dilakukan 48 jam
setelah pertama kali Anda mengalami cedera memar maupun keseleo. Kompres dingin juga
dapat digunakan untuk mengatasi gangguan akibat: Gigitan serangga; Migrain; Tendonitis;
Rasa nyeri dan perih akibat penyakit arthritis; Gatal

Durasi pemberian kompres dingin selama 10-15 menit dan maksimal 20 menit. Hindari
menempelkan kompres dingin terlalu lama, sebab justru bisa menghambat sirkulasi darah.
Kulit dan saraf pun bisa jadi rusak sehingga memperlama proses penyembuhan.
Manfaat : Cold pack bermanfaat untuk membantu menurunkan tingkat aliran darah dan
aktivitas saraf di area tubuh yang cedera. Dengan mengurangi aliran darah dan aktivitas saraf,
maka rasa sakit, bengkak, dan radang yang timbul akibat cedera dapat berkurang.

Tabel.1 Efek Fisiologis Terapi Dingin pada Tubuh


No Variabel Efek
1 Spasme Otot Menurun
2 Persepsi Nyeri Menurun
3 Aliran darah Menurun sampai 10 menit pertama
4 Kecepatan metabolisme Menurun
5 Elastisitas kolagen Menurun
6 Kekakuan sendi Meningkat
7 Permeabilitas kapiler Meningkat
8 Pembengkakan Dapat mengurangi pembengkakan
lanjut tapi relatif tidak
menghentikan pembengkakan yang
sudah terjadi

Sumber: Novita (2010: 24)

Terapi dingin dapat mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan
mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan
pembengkakan. . Terapi dingin dapat mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang
berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri. Terapi dingin juga akan
mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga
kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon neuro- hormonal terhadap terapi dingin
adalah sebagai berikut: (a) pelepasan endorphin, (b) penurunan transmisi saraf sensoris, (c)
penurunan aktivitas badan sel saraf, dan (d) penurunan iritan yang merupakan limbah
metabolism sel, (e) peningkatan ambang nyeri.

16
Tabel. 2 Respon Kulit Pada Aplikasi Dingin
Tahap Waktu Pemberian Aplikasi Respon
1 0-3 menit Sensasi dingin
2 2-7 menit Rasa terbakar, nyeri
3 5-12 menit Anestesi relatif kulit
Sumber: Novita (2010: 24)
Novita (2010: 23-24)

mengungkapkan secara fisiologis pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin
(suhu 10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini
disebabkan oleh aksi refleks dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf otonom
dan pelepasan epinephrin dan norepinephrin. Walaupun demikian apabila dingin tersebut
terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi yang terjadi
intermiten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon hunting. Respon
hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari jaringan mengalami
anoxia jaringan.
Selain menimbulkan vasokonstriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas akhiran
saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri Aplikasi dingin juga
dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolism menjadi berkurang.
Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya menurunkan spasme otot.

2.3 THERABAND

Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang
berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot, seperti yang
di ungkapkan Laura (2011: 1) theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung yang
digunakan sebagai media penyembuhan yang berfungsi untuk merehabilitasi cedera,
meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi. Metode ini sering digunakan oleh
para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle. Theraband memiliki ukuran meliputi
tipis, sedang, dan tebal sesuai dengan kebutuhan yang dgunakan.

Theraband therapy banyak digunakan oleh terapis untuk membantu pemulihan pada

pasien yang mengalami cedera seperti halnya pada penderita cedera pergelangan

tangan.Menerapkan proses latihan kepada seorang harus memperhatikan kebutuhan klien

atau pasien, karena pada setiap pasien yang mengalami cedera memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Pada dasarnya program terapi latihan terdiri atas latihan peregangan dan

latihan penguatan, seperti yang dijabarkan sebagai berikut:

2.3.1 Latihan penguatan

Metode latihan penguatan menurut (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan Herman

Subardja, 2007: 29) terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu metode isotonis, isometrik, dan

17
isokinetis. Kontraksi isotonic selalu didahului oleh kontraksi isometric sampai ketegangan

yang ditimbulkan dapat mengatasi beban luar yang harus diangkat, makin berat beban luar

yang harus diangkat, makin panjang dan makin besar komponen kontraksi isometriknya

(Dikdik Zafar Sidik dan H.Y.S Santosa Giriwijoyo, 2012: 204)

Latihan isometrik merupakan kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat atau

mendorong beban yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh, dan panjang

otot tidak berubah, seperti mendorong, mengangkat atau menarik benda yang tidak

bergerak. Waktu perlakuan sekitar 10 detik pengulangan 3 kali dan istirahat 20- 30 detik.

Pada permulaan latihan hasil baik dilaksanakan frekuensi selama 3 hari per minggu,

sedangkan lama latihan adalah 4-6 minggu (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan Herman

Subardja, 2007: 29).

Adapun metode latihan menggunakan theraband sebagai berikut:

a. Theraband Plantarflexion

Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan

tarikan pita tahan dan mengontrol, gerakan kembali. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.

Gambar 1. Plantarfleksion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

18
b. Theraband Dorsoflexion

Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan

tarikan pita tahan dan mengontrol, gerakan kembali. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.

Gambar 2. Dorsoflexion
(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

c. .Theraband Eversion

Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan

kaki satunya menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah eversion/ luar dengan di tahan

menggunakan tali dengan posisi tumit menyentuh lantai. Ulangi delapan kali repetisi, dua

set.

19
Gambar 3. Eversion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 7-05-2021 jam 22.00)

d. .Theraband inversion

Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan

silangkan kaki satunya untuk menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah inversi/dalam dengan di

tahan menggunakan tali dengan posisi tumit menyentuh lantai. Ulangi delapan kali repetisi,

dua set.

Gambar 4.Inversion

(http.foot-pain-explored.com/tanggal, 07-05-2021 jam 22.00)

2.4. Range Of Movement Ankle

Range of movement (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan

oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008: 11). Range Of Movement adalah

rentang fleksibilitas gerak sendi tubuh pada manusia. Cara pengukuran ROM dengan

20
jumlah derajat dari posisi awal ke posisi akhir dengan gerakan maksimal dari suatu

gerakan sendi, sedangkan menurut Lance T. Twomey (2000: 74) mengatakan bahwa

Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan

akhir dan gerakan awal dalam suatu program terapi. Gerakan dapat dilihat pada tulang

yang digerakkan oleh otot atau pun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui

persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian

tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh

darah dan saraf.

Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of movement (ROM).

Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang gerak yang

dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor yang dapat menurunkan range of movement

(ROM), yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis ataupun otot, akibat pengaruh

cedera atau pembedahan, inaktivitas atau imobilitas. Aktivitas ROM diberikan untuk

mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan

kelentukan jaringan dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan

yang ditujukan untuk memperluas ruang gerak sendi (Lucky Angkawidjaja, 2009: 2).

Gerakan yang terjadi pada sendi ankle yaitu fleksi (ke arah atas) dan ekstensi (ke

arah bawah). Dalam keadaan normal, ekstensi ini bisa dilakukan sampai punggung kaki

segaris dengan permukaan depan tungkai bawah. Dengan demikian, ROM ekstensi normal

adalah 900, dari jumlah tersebut sendi ankle ini hanya memberi andil sejumlah 450. Fleksi

mempunyai ROM ± 200 dari posisi netral. Posisi netral kaki membentuk sudut 900 dengan

tungkai bawah (M. Mudatsir Syatibi,2013: 13)

Adapun tabel ROM normal ankle dapat dilihat pada tabel 2 di


bawah ini:

Tabel 2. Range of Joint Motion Ankle (Sumber: Basmajian, 1980: 89)


Action Degrees of

21
Joint Motion
0
Flexion 450
Anke Extensin 20

Dalam menentukan ROM terdapat tiga sistem pencatatan yang digunakan, yang

pertama dengan sistem 0 –180 derajat, yang kedua dengan sistem 180 - 0 derajat, dan

yang ketiga dengan sistem 360 derajat. Dengan sistem pencatatan 0 - 180 derajat, sendi

ekstremitas atas dan bawah ada pada posisi 0 derajat untuk gerakan fleksi, ekstensi,

abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisi anatomis. . Posisi tubuh dimana sendi

ekstremitas berada pada pertengahan antara medial (internal) dan lateral (eksternal).

Rotasi adalah 0 derajat untuk ROM rotasi. ROM dimulai pada 0 derajat dan bergerak

menuju 180 derajat. Sistem pencatatan seperti ini adalah yang paling banyak digunakan di

dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver pada 1923 dan telah dibantu oleh banyak

penulis, termasuk Cave dan roberts, Moore, American Academy of Orthopaedic Surgeons,

dan American Medical Association.

Dua sistem pencatatan yang lainnya yaitu sistem 180 - 0 derajat yang diukur pada

posisi anatomis, ROM dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem 360

derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan fleksi dan abduksi dimulai pada 180

derajat dan bergerak menuju 0 derajat, gerakan ekstensi dan adduksi dimulai pada 180

derajat dan bergerak menuju 360 derajat. Kedua sistem pencatatan tersebut lebih sulit

dimengerti dibandingkan sistem pencatatan 0 - 180 derajat dan juga kedua sistem

pencatatan tersebut jarang digunakan.

2.4.1 Goniometer

Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti
sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan
pengukuransudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh
manusia.Ketika menggunakan universal goniometer, fisioterapis dapat mengukur
denganmenempatkan bagian dari instrument pengukuran sepanjang tulang bagian proksimal

22
dandistal dari sendi yang dievaluasi. Goniometri dapat digunakan untuk menentukan posisi
sendiyang tepat dan jumlah total dari gerakan yang dapat terjadi pada suatu sendi.Goniometri
merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputijaringan lunak.
Evaluasi dimulai dengan mewawancarai subjek dan mengamati kembali data-datayang telah
ada untuk mendapatkan gambaran akurat dari gejala yang ada, kemampuanfungsional,
pekerjaan dan aktivitas rekreasi, juga riwayat medis. Kemudian dilanjutkandengan observasi
pada tubuh untuk memeriksa kontur jaringan lunak dan kondisi kulit.Palpasi dilakukan untuk
mengetahui temperatur kulit dan tingkat kelainan dari jaringan lunakdan mengetahui lokasi
dari struktur anatomi yang mengalami gejala nyeri. Pengukuranantropometri seperti panjang
tungkai, lingkar anggota tubuh, dan massa tubuh juga dilakukan.Gerakan sendi secara aktif
yang dilakukan subjek selama evaluasi membuatfisioterapis dapat melihat bila ada gerakan
abnormal yang terjadi dan juga mendapatkaninformasi lain tentang gerakan yang dilakukan
oleh subjek. Apabila terlihat adanya gerakanaktif yang abnormal, maka fisioterapis
melanjutkan ke pemeriksaan gerak sendi secara pasifuntuk mengetahui penyebab
keterbatasan sendi dan untuk mengetahui endfeel. Goniometri digunakan untuk mengukur
dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif. Data dari goniometri dihubungkan
dengan data-data lainnya dapat dijadikan dasaruntuk :

1. Menentukan ada atau tidak adanya disfungsi

2. Menegakkan diagnosis

3. Menentukan tujuan dari tidakan atau intervensi

4. Mengevaluasi peningkatan atau penurunan dari target intervensi

5. Memodifikasi intervensi

6. Memotovasi subjek

7. Mengetahui efektifitas suatu tehnik terapeutik khusus seperti latihan-latihan,


obatobatan,dan prosedur pembedahan.

8. Pembuatan orthose dan pelengkap adaptasi

2.4.2 MEDIA DAN ALAT BANTU

Universal Goniometer

23
Gambar Ragam Goniometer.

2.4.3 PELAKSANAAN PENGUKURAN

1. Persiapan alat
a. Menyiapkan meja/bed/kursi untuk pemeriksaan.

b. Menyiapkan goniometer

c. Menyiapkan alat pencatat hasil pengukuran LGS

2. Persiapan terapis
a. Membersihkan tangan sebelum melakukan pengukuran

b. Melepas semua perhiasan/asesoris yang ada di tangan.

c. Memakai pakaian yang bersih dan rapih.

3. Persiapan pasien
a. Mengatur posisi pasien yang nyaman, segmen tubuh yang diperiksa mudah dijangkau
pemeriksa.

b. Segmen tubuh yang akan diperiksa bebas dari pakaian, tetapi secara umum pasien masih
berpakaian sesuai dengan kesopanan.

4. Pelaksanaan pemeriksaan
a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan.

b. Menjelaskan prosedur & kegunaan hasil pengukuran LGS kepada pasien.

c. Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar (anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu
dan Lengan bawah).

d. Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian yang menghambat gerakan.

e. Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak dilakukan pengukuran kepada


pasien.

24
f. Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang diukur, untuk mengantisipasi
gerakan kompensasi.

g. Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal sendi yang diukur, bilamana
diperlukan.

h. Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.

i. Meletakkan goniometer :

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang
statik.

3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal

j. Membaca besaran LGS pada posisi awal pengukuran dan mendokumentasikannya dengan
notasi ISOM.

k. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada.
Memposisikan goniometer pada LGS maksimal sebagai berikut:

1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.

2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang
statik.

3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmentubuh yang


bergerak.

2.5 Penelitian Relevan

Penelitian yang mendekati proposal skripsi ini adalah penelitian dari Feri Anggriawan,
2013 yang berjudul “Tingkat Keberhasilan Masase Frirage dan Akupresur Dalam
Mengurangi Nyeri dan Meningkatkan ROM (Range Of Motion) Pada Atlet Cedera Bahu.
Penelitian tersebut menunjukkan efektivitas nyeri lebih baik untuk kombinasi masase frirage
dan akupresur dengan menurunkan rasa nyeri sebesar 73,33%, sedangkan pada kelompok
masase frirage sebesar 51,14%. Dalam menaikkan ROM, efektivitas paling besar pada gerak
ekstensi, yaitu sebesar 89,36%. Secara statistik, hasil uji-t baik untuk kelompok masase
frirage maupun kombinasi masase frirage dan akupresur signifikan mengurangi nyeri dan
meningkatkan ROM (p<0,05).

2.6 Kerangka Berpikir

25
Atlet futsal sering terganggu aktivitasnya karena cedera ankle sprain yang sering
terjadi baik saat latihan maupun bertanding. Cedera ankle sprain dapat terjadi dipengaruhi
oleh 2 faktor yaitu, faktor eksternal meliputi perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan
bermain, dan cuaca, dan faktor internal meliputi kelemahan jaringan, infleksibilitas, kelebihan
beban, kesalahan biomekanika, kurangnya penyesuaian, ukuran tubuh, kemampuan kinerja,
dan gaya bermain. Maka dari itu atlet futsal memerlukan pengobatan dan rehabilitasi yang
tepat dan baik guna mempercepat proses pemulihan.
Terapi dingin dan masase merupakan treatment yang dapat digunakan untuk
mempercepat proses pemulihan cedera. Terapi dingin yang sering digunakan untuk
menangani cedera akut yaitu ice pack, pengaruh dingin ice pack dapat menyerap kalor area
lokal cedera sehingga mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan
mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan
pembengkakan. Terapi dingin dapat mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang berakibat
terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri. Terapi dingin juga akan mengurangi
kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen
jaringan menurun.
Kombinasi terapi cold pack dan theraband dapat menangani cedera ankle sprain akut
lebih efektif, karena pengaruh fisiologis dari kedua modalitas tersebut dapat merangsang
pemulihan cedera ankle sprain akut dengan menurunkan indikasi tanda peradangan yaitu
merah (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan penurunan fungsi
(functiolaesa).

26
INTERNAL EXTERNAL

ANKEL SPRAIN
AKUT

KALOR RUBOR TUMOR DOLOR FUNCTIOLESA

KOMBINASI COLD PACK DAN TERAPI THERABAND

MEKANISME COLD PACK


1. Pelepasan endorphin.
2. Mengurangi sensitivitas dari
akhiran saraf.
3. Mengurangi kerusakan
jaringan dengan jalan
mengurangi metabolisme lokal.
4. penurunan iritan yang
merupakan limbah metabolisme
sel

TANDA RADANG (KALOR, RUBOR, TUMOR, DOLOR


DAN FUNCTIOLAESA) BERKURANG

Gambar . Kerangka Berpikir

27
2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang dibangun oleh kajian teori dan penelitian yang
relevan, dapat dikemukakan hipotesis bahwa “Kombinasi terapi dingin dan masase efektif
dalam penanganan cedera ankle sprain akut pada atlet futsal”.

28

Anda mungkin juga menyukai