Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan suatu gangguan kesehatan degenerative dimana


terjadi kekakuan dan peradangan pada persendian yang ditandai dengan kerusakan
rawan sendi sehingga dapat menyebabkan nyeri pada sendi tangan, leher,
punggung, pinggang, dan yang paling sering adalah pada sendi lutut ( Karim &
wahono, 2019).
Osteoarthritis ( OA ) merupakan penyakit peradangan sendi yang paling
sering ditemukan. Diperkirakan 15 % dari seluruh populasi terkena dampak
penyakit ini. OA dianggap merupakan suatu kondisi kegagalan organ ( sendi
sinovium ) dibandingkan suatu kondisi penyakit kartilago atau tulang. Saat ini OA
merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab disabilitas di negara berkembang.
Insiden dan prevalensi OA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
( Achmad, zaki.2013)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization ( WHO)
dalam sabara ( 2013 ), prevalensi penderita osteoarthritis di dunia pada tahun 2004
mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4 juta jiwa berada di Asia Tenggara. Di indonesia,
prevalensinya osteoarthritis mencapai 5 % pada usia < 40 tahun, 30 % pada usia 40-
60 tahun, dan 65 % pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya
cukup tinggi yaitu 15,5 %. Prevalensi penyakit sendi di indonesia juga cukup
tinggi, sebesar 24,7 %. pada usia 45-54 prevalensinya sebesar 37,2 %, usia 55-64
sebesar 45,0%, usia 65-74 sebesar 51,9 % dan usia lebih dari 75 sebesar 54,8% (
RISKESDAS,2013). untuk provinsi sulawesi selatan, prevelensi
penyakit ini adalah 27,7 %, prevalensi penyakit sendi bedasarkan diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur ( 33,1% ), diikuti sumatra
barat ( 33 % ), Jawa Barat ( 32,1 % ), dan Bali ( 30% ) ( RISKESDAS, 2013 )
Penyebab pasti dari osteoartrisis belum bisa dipahami dengan baik dan
belum bisa dipastikan. Secara tradisional, penuaan dan berat badan tubuh yang
berlebih dipahami sebagai 2 faktor dominan. Namun, osteoartritis tidak dapat
langsung terjadi karena 2 faktor tersebut ( McCarthy dan Frassica, 2015 ). selain
faktor usia dan berat badan berlebih, faktor utama, gaya hidup, dangenetika, telah

1
2

disebut sebut sebagai faktor predisposisi dalam perkembangan osteoartritis


( Meiner, 2011 ).
Pada tahap awal, penderita osteoarthritis akan merasakan rasa sakit atau
nyeri sendi dan kaku pada sendi, gejala yang ditimbulkan akan berkembang secara
perlahan dan menjadi semakin parah seiring waktu, seperti gejala pembengkakan
pada sendi, melemahnya otot, munculnya suara gesekan pada sendi ketika
digerakan, osteoarthritis dapat menyebabkan penderitanya mengalami beberapa
komplikasi, seperti : gangguan tidur, gangguan kecemasan, depresi, osteonecrisis
atau avascular necrosis ( kematian jaringan tulang )
Masalah nyeri merupakan salah satu keluhan yang sebagian besar di
rasakan oleh para penderita OA sehingga menyebabkan penderita mengalami
kekakuan sendi saat beraktivitas. Perawat merupakan salah satu bagian dari tenaga
kesehatan yang memiliki peranan penting untuk membantu mengatasi maalah
kesehatan yang terjadi pada pasien OA sehingga terhindar dari komplikasi
penyakitnya. Adapun beberapa peran perawat yang dapat di lakukan adalah
Promotif (yaitu dengan melaksanakan pemberian informasi kesehatan tentang
osteoarthritis), Preventif (perawat menganjurkan kepada pasien untuk menjaga
berat badan, olahraga secara teratur), Kuratif (perawat menganjurkan kepada
pasien untuk mengonsumsi obat secara teratur sesuai dengan instruksi dan
melakukan senam rematik), Rehabilitatif (pemulihan pasien pada osteoarthritis
dapat dilakukan dengan penerapan senam rematik yang diinstruksikan oleh
perawat dan tidak terlepas dengan adanya dukungan keluarga).
Bedasarkan hasil penelitian heri ( 2014 ) , tentang pengaruh senam rematik
terhadap nyeri sendi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budimulia 04
margaguna Jakarta Selatan melaporkan bahwa manfaat dari senam rematik yaitu
dapat mengurangi nyeri sendi dan menjaga kesehatan jasmani penderita Rematik,
tulang menjadi lebih lentur, otot tetap kencang, memperlancar peredaran darah,
menjaga kadar lemak darah tetap normal, tidak mudah mengalami cidera, dan
kecepatan reaksi sel tubuh menjadi lebih baik.
3

1.2 Batasan Masalah


Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan keperawatan pada pasien
Osteoarthritis dengan Penerapan Senam Rematik Terhadap Penurunan nyeri.
1.3 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu “ Bagaimana pengaruh penerapan senam rematik terhadap
penurunan nyeri pada pasien dengan osteoatritis “
1.4 Tujuan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah Asuhan keperawatan Osteoathritis
Dengan Penerapan Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri ini terdapat 2
tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan klien yang mengalami rematik dengan
osteoartritis lutut dan diketahuinya pengaruh senam rematik terhadap penurunan
nyeri dan peningkatan rentang gerak pada penderita nyeri osteoatritis lutut.
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami osteoarthritis
dengan nyeri lutut melalui penerapan senam rematik
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Osteoarthritis
dengan nyeri lutut melalui penerapan senam rematik
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami osteoarthritis
dengan nyeri lutut melalui penerapan seman rematik
4) Melaksanakan Tindakan Keperawatan Pada Klien yang mengalami
osteoarthritis dengan nyeri lutut melalui penerapan seman rematik
5) Melakukan Evaluasi Pada Klien yang mengalami osteoarthritis dengan nyeri
lutut melalui penerapan seman rematik
6) Melihat perbedaan kesenjangan antara kedua kasus dan kajian Teori
4

1.5 Manfaat
Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu :
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian tersebut diharapkan bisa untuk menambah wawasan dan
perkembangan ilmu keperawatan tentang pengaruh senam rematik terhadap
penurunan nyeri pada lansia dengan osteoatritis lutut.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Perawat
Untuk mengembangkan dan meningkatkan pendidikan dalam bidang
keperawatan secara profesional dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2) Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit khususnya bidang keperawatan
dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dalam mengembangkan
pendidikan di bidang keperawatan.
3) Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai acuhan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan
pengembangan sistem pendidikan keperawatan.
4) Bagi klien
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi klien sebagai panduan
sertamenambah wawasan tentang pengaruh senam rematik terhadap penurunan
nyeri dengan penyakit osteoarthritis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masalah Kesehatan


2.1.1 Pengertian
Osteoarthritis merupakan suatu kelainan degerasi sendi yang terjadi pada
cartilage ( tulang rawan ) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi
penekanan penekanan pada sendi yang terkena. faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya osteoarthritis yaitu genetika, usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan
obesitas ( zhang et al, 2016 )
Osteoarthritis ( OA ) ( dari kata latin osteo : tulang, arthro : sendi, itis :
inflamasi ) merupakan proses terjadinya inflamasi kronik pada sendi sinovium, dan
kerusakan mekanis pada kartilago sendi dan tulang, berlangsungnya proses
perlunakan dan disintegrasi tulang rawan sendi secara progresif, disertai dengan
pertumbuhan baru tulang dan tulang rawan pada perbatasan sendi ( osteofit ).
Terjadinya pembentukan kista dan sklerosis pada tulang sub- chondral, disertai
sinovitis ringan dan fibrosis kapsuler ( Achmad zaki, 2013 )
Osteoarthritis ( OA ) adalah gangguan sendi yang paling sering dijumpai dan
biasa menyerang pinggul, lutut, tangan, dan kaki. Sebanyak 4% populasi dunia
menderita ostearthritis, dengan 83% kasus osteoarthritis merupakan ostearthritis
lutut, sehingga OA lutut merupakan jenis OA terbanyak. Penyakit ini
menyebabkan gangguan yang bersifat progresif pada jaringan sendi seperti
kartilago, sinovium, dan tulang subkondral. Pada akhirnya, kartilago sendi
mengalami degenerasi sehingga permukaan sendi mengalami fisura, ulserasi dan
menjadi tipis ( Sandy Wijaya, 2018 )
Bedasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa osteoarthritis adalah
peradangan kronis pada sendi akibat kerusakan pada tulang rawan. Osteoarthritis
adalah jenis arthritis ( peradangan Sendi ) yang paling sering terjadi. Kondisi ini
juga menyebabkan sendi- sendi terasa sakit, kaku, nyeri dan bengkak.

5
6

2.1.2 Etiologi
Terjadinya osteoarthritis disebabkan karena beberapa hal seperti yang
dikemukakan oleh Sellam J tahun 2013 yaitu :
1) Perubahan metabolik seperti akibat dari penyakit wilson, artritis kristal,
akromegali, hemokromatosis.
2) Kelainan anatomi atau struktur sendi seperti panjang tungkai tidak sama,
deformitas valgus atau varus, dislokasi koksa kongenital
3) Trauma : trauma sendi mayor, fraktur pada sendi atau osteonekrosis akibat
bedah tulang
4) Inflamasi : semua artropi inflamasi dan artritis septik.
Menurut ( heidari, 2011 ) osteoarthritis memiliki etiologi multifaktoral,
yang terjadi karena interaksi antara faktor sistemik dan lokal. Usia, jenis kelamin,
berat badan, dan obesitas, cidera lutut, penggunaan sendi berulang, kepadatan
tulang, kelemahan otot, dan kelemahan sendi memainkan peran dalam
pengembangan OA sendi.
2.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi osteoarthritis (OA) paling sering disebabkan karena penuaan
sendi secara fisiologis, sehingga sering kali disebut dengan penyakit sendi
degeneratif. Akan tetapi, banyak faktor yang berperan dalam terjadi OA, seperti
trauma, penggunaan berlebihan/overuse, faktor genetik, obesitas, perubahan
hormon, dan sebagainya.Faktor-faktor tersebut memberikan beban pada sendi
secara berkepanjangan, sehingga menyebabkan terganggunya homeostasis dari
sintesis- degradasi sendi dan perubahan morfologi berupa kerusakan tulang rawan,
pembentukan osteofit, sklerosis subkondral, dan kista tulang subkondral.
( Diamond H, et al,2017)
Kerusakan Kartilago
Kerusakan kartilago adalah proses patognomonik/hallmark process yang
terjadi pada OA, proses ini terjadi secara fokal dan progresif. Pada stadium awal,
kartilago mengalami penebalan tetapi dalam perkembangannya akan menjadi
lunak dan berfibril. Hal ini menyebabkan terganggunya integritas permukaan sendi,
penipisan, dan ulserasi yang meluas ke tulang.Dalam keadaan normal, pada
kartilago terdapat homeostasis enzim degradatif dan regeneratif. Enzim degradatif
7

pada kartilago terdiri dari protease, plasmin, metalloproteinase matriks


(MMP), dan disintegrin metalloproteinase trombospondin motif 5 (ADAMTS-5)
yang berperan dalam merusak proteoglikan dan kolagen. Enzim regeneratif sendi
terdiri dari tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) dan plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) yang disintesis oleh kondrosit, serta faktor-faktor
pertumbuhan, seperti insulin-like growth factor-1 (IGF-1), transforming growth
factor- β (TGF-β), dan basic fibroblast growth factor (FGF) yang berfungsi
merangsang sintesis proteoglikan.
Kerusakan sendi yang berlangsung kronis menyebabkan homeostasis kartilago
pada OA berubah menjadi proses katabolik. Kartilago kehilangan kondrositnya,
sehingga terjadi penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen, terutama tipe II.
Kerusakan ini diperparah dengan peningkatan aktifitas enzim-enzim degeneratif
yang ada, sehingga meskipun regenerasi fibrokartilaginosa terjadi untuk
memperbaiki kerusakan kualitasnya tidak akan sebaik kondisi awal.
Peningkatan aktivitas enzim degradatif ini distimulasi oleh interleukin-1 (IL-1).
IL-1 bersifat katabolik terhadap kartilago dan menekan sintesis proteoglikan,
sehingga menghambat proses perbaikan matriks kartilago. Reaksi stres oksidatif
juga dinilai berperan dalam kerusakan struktur kartilago.
Pembentukan Osteofit
Pembentukan osteofit pada OA diperkirakan merupakan respon perbaikan
sendi yang ireguler. Sampai saat ini, pembentukan osteofit pada OA masih belum
dapat dijelaskan dengan pasti. Beberapa studi pada tikus menemukan bahwa
osteofit terbentuk akibat meningkatnya vaskularisasi subkondral, metaplasia
jaringan ikat synovial, dan osifikasi kartilago. Pembentukan osteofit didukung oleh
sel-sel prekursor pada periosteum dan TGF-β.

7
8

1) Proses Penyakit

2) Manifestasi Klinis
a) Rasa nyeri
Rasa nyeri yang terjadi saat atau setelah sendi digerakan, dan nyeri ini
awalnya sering hilang saat istirahat dan umumnya terjadi pada sendi yang
menopang berat badan ( sendi lutut atau panggul )
b) Kekakuan
Kekakuan sendi paling jelas dirasakan saat bangun tidur di pagi hari atau
setelah lama tidak bergerak
c) Penurunan Fleksibilitas Sendi
d) Bunyi atau sensasi bergerigi
Bunyi atau sensasi bergerigi atau gemertak terjdi biasanya saat
menggerakan sendi, akibat permukaan tulang rawan yang tidak rata
e) Bone Spure
Pertumbuhan tulang yang berlebihan bisa terasa seperti benjolan keras
yang terbentuk di sekitar sendi yang terkena. ( flex free, 2015 )
9

3) Komplikasi
Komplikasi yang timbul bergantung pada lokasi sendi yang mengalami OA
dan bagaimana proses perbaikan yang terjadi selama dilakukan terapi. Beberapa
penyulit yang diakibatkan oleh berbagai patologi adalah efusi sinovial, osteofit dan
degenerasi jaringan sekitar sendi. Kerusakam sendi pada OA dapat mengakibatkan
malalignment dan subluksasi. Penyempitan celah sendi asimetris mengakibatkan
malalignment varus atau valgus. Fregmentasi penumpukan sendi yang terjadi
berupa debris pada kavum sinovial atau asteochondral bodies yang tetap melekat
pada permukaan sendi asalnya. Pada sendi lutut, efusi sinovial dapat menyebabkan
timbulnya kista baker pada fosa poplitea ( perhimpunan reumatologi indonesia,
2014 )
2.1.4 Penatalaksanaan
1 ) Terapi
Ada dua jenis terapi pada pasien osteoarthritis yang dapat dilakukan, yaitu terapi
non farmakologi dan terapi farmakologi
a) Terapi Non Farmakologi
(1) Edukasi Pasien
(2) Program penatalaksanaan mandiri/ modifikasi gaya hidup
(3) Bila berat badan berlebih ( BMI > 25 ), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5 % dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25
(4) Program latihan aerobik
(5) Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot -
otot ( pangkal paha )dan alat bantu gerak sendi ( assistive devices for
ambulation ) : pakai tongkat pada sisi yang sehat.
(6) Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan
splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari hari
b) Terapi Farmakologi
(1) Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, depat diberikan salah
satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat yaitu
Acetaminopen ( kurang dari 4 gram per hari ), dan obat Anti inflamsi non
Steroid ( OAINS)
10

(2) Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki resiko
pada system pencernaan ( usia > 60 tahun, disertai penyakit komobrid dengan
polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat peradangan saluran cerna,
mengonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan ) dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
1) Acetaminophen ( kurang dari 4 garam per hari )
2) Obat Anti Inflamsi non steroid ( OAINS ) topikal
3) Obat anti inflamasi non- Steroid ( OAINS ) on selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster
(3) Untuk nyeri sedang hingga berat dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi
dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular( misalnya triamsinolone
hexatonide 40 mg ) untuk penangan nyeri jangka pendek ( satu sampai tiga
minggu ) dapat diberikan, selain pemberian obat anti- inflamasi nonsteroid
per oral ( OAINS ).( IRA,2014 )
2) Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan
Tindakan operatif dipertimbangkan pada OA berat, OA ringan dan sedang
yang gagal terapi konvensional, dan pasien dengan kerusakan struktur
tertentu.beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan :
a) Artroplasti
Adalah tindakan yang dilakukan untuk menggganti sendi yang ada dengan
prostesis. Tindakan ini dilakukan apabila modalitas terapi lain tidak efektif.
Pergantian sendi total adalah pilihan terapi terbaik untuk mengatasi nyeri dan
mengembangngkan fungsi sendi.
b) Osteotomi
Adalah tindakan membuang sebagian dari tulang untuk memperbaiki fungsi
sendi dan menghindari/ menunda artoplasti. Ostetomi dilakukan pada pasien <60
tahun dengan sendi panggul ataupun lutut yang mengalami kelainan bentuk.
c) Artroskopi
Adalah tindakan yang lebih tidak invasif, umumnya dilakukan pada lutut.
Indikasi dilakukan artroskopi adalah kerusakan ligamen dan menikus pada lutut.
Dalam pengobatan OA sendiri, artroskopi dinilai kurang memiliki manfaat
( IRA,2014 )
11

2.1.5 Konsep Nyeri


Nyeri merupakan gejala utama yang paling sering, membuat seseorang
mencari pertolongan dokter. Nyeri adalah rasa tidak menyenangkan, umumnya
karena adanya perlukaan dalam tubuh, walaupun tidak sebatas itu. Nyeri dapat
juga dianggap sebagai racun dalam tubuh, karena nyeri yang terjadi akibat adanya
kerusakan jaringan atau saraf akan mengeluarkan berbagai mediator seperti H+,
K+, ATP, Prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansia P, histamin dan
sitokanin. Mediator kimiawi inilah yang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
karenanya mediator- mediator ini disebut sebagai mediator nyeri. ( Husni Trana,
2017 )
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial
yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun
sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti ditusuk
tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual ( Judha,
2012 )
Nyeri merupakan pengalaman yang bersifat subjektif atau tidak dapat
dirasakan oleh orang lain. Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti
mekanik, termal, kimia, atau elektrik pada ujung ujung syaraf. Perawat dapat
mengetahui adanya nyeri dari keluhan pasien dan tanda umum atau respon
fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri biasanya pasien tampak
meringis, kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, nafas lebih cepat, pucat,
berteriak, menangis, dan tekanan darah meningkat ( Wahyuningsih, 2014 )
Jenis - jenis nyeri yang perlu diketahui menurut ( Nabila Azmi, 2019 ) :
1) Nyeri Akut
Salah satu nyeri yang paling sering dirasakan oleh seseorang nyeri akut. Nyeri
akut merupakan rasa sakit yang tidak berlangsung lama, yaitu tidak lebih dari 6
bulan. Normalnya, nyeri ini diakibatkan oleh cedera dan akan lebih mudah
hilangketika menemukan penyebabnya. Awalnya, nyeri akut menimbulkan rasa
sakit yang sangat tajam dan berkurang intensitasnya seiring dengan berjalannya
waktu .Beberapa penyebab umum terjadinya nyeri akut adalah : Patah tulang,
pasca operasi, melahirkan, dan luka bakar
12

2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis juga termasuk dalan jenis nyeri yang paling sering dialami oleh
sebagian besar orang. Nyeri kronis biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri
kronis membuat sinyal rasa sakit akan tetap tertinggal pada sistem saraf anda
dalam beberapa waktu yang cukup lama, walaupun tidak mempunyai cedera
apapun. Jenis nyeri ini bisa saja terjadi karena beberapa kondisi yaitu :Sakit kepala,
menderita kanker, nyeri pada punggung dan sistem syaraf radang sendi.
3) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat dari respon cedera terhadap
jaringan kulit, otot, sendi, dan organ dalam ( perut dan usus ) nyeri nosiseptif
terbagi atas 2 macam yaitu nyeri viseral dan somatik.
a) Nyeri Viresial
Cedera pada organ tubuh bagian dalam akan menyebabkan nyeri yang disebut
sebagai nyeri viseral. Umumnya rasa nyeri tersebut dapat terasa di sekujur tubuh,
termasuk dada, perut, dan panggul. Nyeri viseral biasanya menimbulkan tekanan,
rasa sakit dan kram. Bahkan ada gejala lain, seperti muntah dan kenaikan suhu
tubuh.Beberapa penyebab yang mungkin menimbulkan nyeri viseral yaitu : Batu
ginjal, usus buntu akut, pankeatritis, dan gangguan pencernaan.
b) Somatik
Berbeda dengan nyeri viseral , somatik muncul pada jaringan tubuh luar.
Jaringan tersebut meliputi kulit, otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat. Nyeri
somatik biasanya lebih mudah di deteksi dibandingkan viseral karena rasa sakitnya
hanya berada di satu tempat. Nyeri somatik biasanya dideskripsikan dengan rasa
seperti ditusuk- tusuk pada bagian tubuh tertentu.
4) Neuropati
Nyeri neuropati merupakan merupakan jenis sakit yang sering terjadi akibat
adanya kerusakan pada sistem syaraf, rasa sakit ini menyebabkan sensasi terbakar.
Tidak seperti bentuk nyeri lainnya, neuropati tidak disebabkan oleh cedera atau
benturan, melainkan adanya gangguan pada saraf tepi, orang yang merasakan
neuropati biasanya merasakan tubuhnya seperti membeku, mati rasa, kesemutan,
hingga terasa ditusuk tusuk, adapun beberapa kondisi yang menjadi faktor seperti :
kecanduan alkohol, kecelakaan, infeksi, HIV, Radiasi, Dan Obat kemoterapi.
13

2.1.6 Pengkajian Nyeri


Pengkajian nyeri sejatinya terdiri dari 2 pengkajian secra subjektif dan
pengkajian secara objektif, berikut ini alat ukur/ instrumen dalam pengkajian nyeri
( mini riset Rahman Syarif, 2020)
1) Pengkajian nyeri subjektif : dilakukan pada pasien sadar, berikut adalah
instrumen yang dapat digunakan

a) NRS ( Numeric Ratting Scale )


Metode yang digunakan adalah dengan angka 0-10, dengan menggunakan NRS
kita dapat menentukan tingkat/ derajat nyeri pasien dimana 0 ( tidak ada nyeri ), 1-
4 ( nyeri ringan ), 5-6 ( nyeri sedang ), 7- 10 ( nyeri berat )

b) Wong-Baker Faces Pain Scale :


Instrumen nyeri ini biasanya digunakan pada pasien anak- anak kurang dari 12
tahun. Pengkajian nyeri dipusatkan pada ekspresi wajah yang terdiri dari enam
animasi wajah, dari ekspresi tersenyum, kurang bahagia, sedih, dan wajah penuh
air mata (rasa sakit yang paling buruk )
14

2.) Pengkajian Nyeri Objektif : digunakan pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran ( terintubasi )
a) Nonverbal Adult Pain Scale ( NVPS )
Instrumen ini dapat digunakan pada pasien dewasa yang mengalami penurunan
kesadaran. NVPS terdiri dari 3 indikator prilaku dan fisiologi ( tekanan darah,
denyut jantung, respiratory rate, kulit )
TABLE 2.1
Nonverbal Adult Pain Scale

b) Comfort Scale
Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat distres psikologis
pada pasien kritis anak- anak di bawah usia 18 tahun dan juga pada pasien dewasa
yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari 8 item indikator penilaian
yakini kewaspadaan, respon pernafasan, gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan
otot, tekanan darah dan denyut nadi. Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1
merupakan tidak berespon dan 5 paling tidak nyaman.
15

TABLE 2.2
Confort Scale

Kategori Skor Tanggal dan Waktu

Kewaspadaan 1 - tidur puas/nyenyak


2 - tidur kurang nyenyak
3 - gelisah
4 - sadar sepenuhnya dan waspada
5 - hiper alert

Ketenangan 1 - tenang
2 - agak cemas
3 - cemas
4 - sangat cemas
5 - panik

Distress pernafasan 1 - tidak ada respires spontan dan tidak


ada batuk
2 - respirasi spontan dengan sedikit/ tidak
ada respons terhadap ventilasi
3 - kadang - kadang batuk/ ada tekanan
terhadap ventilasi
4 - sering batuk, terdapat tahanan/
perlawanan terhadap ventilator
5 - melawan secara aktif terhadap
ventilator, batuk terus- menerus/
tersedak

Menangis 1 - bernafas dengan tenang, tidak


menangis
2 - terisak- isak
3 - meraung
4 - menangis
5 - berteriak

Pergerakan 1 - tidak ada pergerakan


2 - kadang- kadang bergerak perlahan
3 - sering bergerak perlahan
4 - pergerakan aktif / gelisah
5 - pergerakan aktif termasuk badan dan
kepala

Tonus otot 1 - otot wajah relaks sepenuhnya


2 - tonus otot wajah normal, tidak terlihat

006/FRM/YM/KD/2015
16

2.1.7 Konsep Senam Rematik


Senam rematik merupakan senam yang berfokus untuk mempertakankan
lingkup gerak sendi secara maksimal, tujuan lain dari senam rematik yaitu untuk
meningkatkan kemampuan gerak, fungsi, kekuatan dan daya tahan otot, kapasitas
aerobic, keseimbangan, biomedik, sendi dan rasa posisi sendi, ( E, pujiati,
W.H.A.mayasari, 2017)
1) Tujuan Senam Rematik menurut ( Annisa trimirasti, 2020)
(1) Meringankan gejala saat rematik kambuh, seperti nyeri sendi dan kaku.
(2) Meningkatkan fungsi dan kelenturan sendi
(3) Meningkatkan rentang gerak sendi
(4) Mempermudah anda bergerak dan beraktifitas
(5) Meningkatkan suasana hati. Penderita bisa menjadi lebih senang dan
bersemangat ketika melakukan senam rematik
(6) Menunda serta mencegah penurunan dan kemampuan massa otot
(7) Meningkatkan kekuatan dan kepadatan tulang
(8) Berdampak baik bagi tubuh secara keseluruhan, termasuk otot dan jantung.

2) Indikasi Senam Rematik


(1) Klien dengan keluhan nyeri sendi
(2) Klien dengan riwayat arthritis reumatoid
3) SOP Senam Rematik
1. Pengertian
Merupakan latihan rentang gerak dengan teknik relaksasi nafas dalam sebelum
dan sesudah latihan untuk mengurangi nyeri pada sendi
2. Tujuan
Mengurangi nyeri sendi, melancarkan peredaran pembuluh darah ekstremitas,
merilexsasikan extremitas
3. Indikasi
Klien dengan keluhan nyeri sendi dan klien dengan riwayat arthritis
rheumatoid
4. Persiapan
a. Mengumpulkan data tentang klien
b. Menciptakan lingkungan yang nyaman
17

c. Membuat rencana pertemuan tindakan keperawatan


d. Mengukur tekanan darah klien
5. Persipan Alat
a. Kursi
b. Beban Untuk Latihan ( Bantal )
6. Persiapan klien
Tahap Orientasi :
a. Memberikan senyum dan salam pada klien dan sapa nama klien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
7. Cara Kerja
Tahap Kerja :
1) Jaga privasi klien
2) Lakukan senam rematik dengan tahapan :
a. Mengontraksikan otot dengan gerakan sendi, caranya yaitu dengan
posisi duduk kemudian menggerakan kaki ke atas ke bawah dan diberi
beban ( misalnya bantal ) dilakukan 8x hitungan
b. Tidur terlentang, dibawah lutut diberi bantal kecil kemudian angkat
sedikit kaki naik turun secara berulang, lakukan 8x hitungan
c. Menengokan kepala ke kiri dan kanan 8x hitungan
d. Menggerakan kepala ke atas dan bawah 8x hitungan
e. Memiringkan kepala ke kiri dan kanan 8x hitungan
f. Duduk di kursi dengan kaki lurus dan mencoba meraih jempol kaki
dengan tanagn 8x hitungan
g. Posisi duduk tegap di kursi kedua tangan mengangkat beban lalu
menggerakakannya ( otot memanjang dan memendek )
8. Tahap Terminasi :
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2. Mengukur tekanan darah setelah latihan
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
18

9. Hasil Dokumentasi :
1. Catat tindakan yang dilakukan
2. Waktu dan tanggal tindakan
3. Nama klien, usia
4. Repon klien terhadap tindakan yang dilakukan
5. Nama perawat dan tanda tangan perawat
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut ( Lyer et al,
1996 dalam setiadi, 2012 )
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya ( manurung, 2011 ). Pengkajian adalah pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah- ,asalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan menurut ( effendi, 1995, dalam dermawan, 2012 )
1) Tujuan Pengkajian
Tujuan pengkajian menurut ( Dermawan, 2012 ) adalah sebagai berikut :
a) Untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien
b) Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien
c) Untuk menilai keadaan kesehatan pasien
d) Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah- langkah
berikutnya
2) Penilaian karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST sebagai berikut :
a) P ( provokatif atau paliatif ) merupakan data penyebab atau sumber nyeri
Pertanyaan yang ditunjukan pada pasien berupa :
(1) Apa yang menyebabkan gejala nyeri
(2) Apa saja yang mamapu mengurangi ataupun memperberat nyeri
(3) Apa yang dilakukan ketika nyeri petama kali di rasakan
19

b) Q ( kualitas atau kuantitas ) merupakan data yang menyebutkan seperti apa


nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang dapat berupa:
(1) Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan
(2) Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien
sekarang dengan nyeri sebelumnya, apakah mengganggu aktifitas
c) R ( regional atau area nyeri ) merupakan data mengenai dimana lokasi nyeri
yang dirasakan pasien, pertanyaan yang ditunjukan :
(1) Dimana gejala nyeri terasa
(2) Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat
d) S ( skala ) merupakan data mengenai seberapa parah nyeri yang dirasakan
pasien, pertanyaan yang ditunjukan pada klien adalah :
(1) Seberapa nyeri yang dirasakan jika diberi rentang 1-10
e) T ( timing atau waktu ) merupakan data mengenai kapan nyeri dirasakan,
pertanyaan yang ditunjukan pada klien berupa :
(1) Kapan gejala nyeri mulai dirasakan
(2) Seberapa sering nyeri terasa, apakah tiba tiba atau bertahap
(3) Berapa lama nyeri berlangsung
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Dignosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang
masalah psien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan dan diubah menjadi
tindakan keperawatan mwnurut ( Gardon 1982 dalam Dermawan, 2012 )
1) Tujuan Diagnosa keperawatan
Tujuan diagnosa keperawatan untuk mengidentifikasi menurut ( Wahid dan
suprapto, 2012 ) sebagai berikut :
(a) Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan / penyakit
(b) Faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah
(c) Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah
(d) Mengkomunikasikan masalah klien pada tim kesehatan
(e) Mendemonstrasikan tenggung jawab dalam dalam identifikasi masalah
klien
(f) Mengidentifikasi masalah utama untuk pengembangan intervensi
keperawatan
20

2) Menurut ( SDKI DPP PPNI, 2016 )


Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan osteoarthritis
adalah sebagai berikut :
(a) Nyeri akut berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis
(b) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
(c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
(d) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(e) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
Pada kasus klien 1 dan 2 ditemukan diagnosa prioritas adalah nyeri akut
berhubungan dengan kondisi muscculoskeletal kronis, dengan skala nyeri pada
klien 1 adalah 4, dan klien 2 adalah 5. Diagnosa ini dijadikan prioritas karena
dapat menimbulkan masalah/ diagnosa baru ketika tidak diatasi terlebih dahulu.

2.2.3 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah


yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan
keperawatan ( Dermawan, 2012 )
Rencana tindakan keperawatanpada klien dengan osteoarthritis menurut (SIKI)
adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut berhubungan dengan kondisi muscoloskeletal kronis
a) Tujuan dan kriteria hasil
Tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil : Keluhan nyeri berkurang, Tidak
tampak meringis, Klien tampak lebih relax.
b) Intervensi :
(a) Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, intensitas nyeri
(b) Identifikasi skala nyeri
(c) Identifikasi faktor penyebab nyeri
(d) Fasilitasi istirahat dan tidur
(e) Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
(f) Kolaborasi pemberaian analget
21

2) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi


a) Tujuan dan kriteria hasil
Pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil: Kepatuhan meningkat, Pengetahuan
meningkat, dan Kemauan meningkat
b) Intervensi :
(a) Identifikasi informasi yang akan disampaikan
(b) Identifikasi kesiapan menerima informasi
(c) Berikan informasi berupa gambar untuk memudahkan klien mendapatkan
informasi
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a) Tujuan dan kriteria hasil
Mobilisasi fisik meningkat dengan kriteria hasil :Pergerakan sendi meningkat,
Klien merasa lebih relax, Aktivitas tidak dibantu lagi.
b) Intervensi :
(a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(b) Monitorkemajuan pasien/keluargadalammelakuakan mobilisasi
(c) Ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan prasarana yang mendukung
mobilisasi di rumah.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
a) Tujuan dan kriteria hasil
Pemikiran positif terhadap citra tubuh dengan kriteria hasil :Harga diri meningkat,
Identitas diri meningkat, dan Status coping positif.
b) Intervensi :
(a) identifikasi citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
(b) berikan motivasi terhadap klien
(c) anjurkan mengikuti kelompok pendukung ( misal teman sebaya )
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a) Tujuan dan kriteria hasil
Kebersihan diri meningkat dengan kriteria hasil : Kenyamanan meningkat dan
Kebersihan diri meningkat.
b) Intervensi
(a) Identifikasi pengetahuan tentang perawatan diri
22

(b) Ajarkan perawatan diri, praktek keperawatan diri, dan aktivitas kehidupan
sehari- hari
2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusum pada tahap perencanaan ( Setiadi, 2012 )
Pedoman implementasi keperawatan menurut ( Dermawan, 2012 ) sebagai berikut :
1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan setelah
memvalidasi rencana.Validasi menentukan apakah rrencana masih relevan,
maslah mendesak, berdasar pada rasional yang baik dan diindividualisasikan.
Perawat memastikan bahwa tindakan yang sedang dimplementasikan, baik
oleh pasien, perawat atau yang lain, berorientasi pada tujuan dan
hasil.Tindakan selama implementasi diarahkan untuk mencapai tujuan.
2) Keterampilan intrapersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan kompeten
dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Perawat harus kompeten dan mampu melaksanakan keterampilan ini secara
efisien guna menjalankan rencana. Kesadaran diri dan kekuatan serta
keterbatasan perawat menunjang pemberian asuhan yang kompeten dan
efisien sekaligus memerankan peran keperawatan profesional
4) Keamanan fisik dan pskologis pasien dilindungiSealama melaksanakan
implementasi, keamanan fisik dan psikologis dipastikan dengan
mempersiapkan pasien secara adekuat, melakukan asuhankeperawatan
dengan terampil dan efisien, meneapkan prinsip yang baik,
mengindividualisasikan tindakan dan mendukung pasien selama tindakan
tersebut
5) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan adan rencana asuhan. Dokumentasi dalam catatan
perawatan kesehatan terdiri atas deskripsi tindakan yang diimplementasikan
dan respon pasien terhadap tindakan tersebut. Tindakan yang tidak
diimplementasikan juga dicatat disertai alasan. Dokumentasi rencana asuhan
dan untuk mencatat perkembangan pasien guna mencapai kriteria hasil.
23

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan ( Manurung, 2011)
1) Bentuk evaluasi
a) Evaluasi Struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan
b) Evaluasi Proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan,
dan sesuai wewenang
c) Evaluasi Akhir
Evaluasi akhir berfokus pada respon dan fungsi pasien. Respon prilaku
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil
Diagnosa Nyeri Kronis Berhubungan Dengan Muskuloskeletal Kronis pada
klien 1 teratsi pada tanggal 21 Mei 2021 dengan hasil evaluasi klien mengatakan
benar - benar merasakan manfaat senam rematik dalam mengurangi nyeri dan
kaku pada sendinya. TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 83x/mnt, RR : 20x/mnt, S :
36,6o C, Skala Nyeri : 1, klien tampak lebih relax.
Diagnosa Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
pada klien 1 teratasi pada tanggal 21 mei 2021 dengan hasil evaluasi klien
mengatakan kondisi sendinya jauh lebih baik. TTV : TD : 120/80 mmHg, N :
83x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,6o C, Skala Nyeri : 1, klien tampak senang dan
bersemangat melakukan senam lagi.
Diagnosa Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada klien 1
teratasi pada tanggal 21 mei 2021 dengan evaluasi hasil klien mengatakan lebih
relax kekakuan sendinya berkurang dan mulai bisa tidur.TTV : TD : 120/80
mmHg, N : 83x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36 ,6o C, Skala Nyeri : 1, klien tampak
24

nyaman untuk beristirahat


Diagnosa Nyeri Kronis Berhubungan Dengan Muskuloskeletal Kronis pada
klien 2 teratsi pada tanggal 25 Mei 2021 dengan hasil evaluasi klien mengatakan
nyeri pada lututnya berkurang dan kaku pada sendinya juga berkurang. TTV : TD :
130/80 mmHg, N : 84x/mnt, RR : 22x/mnt, S : 36,1o C, Skala Nyeri : 1, klien
tampak lebih relax.
Diagnosa Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
pada klien 2 teratasi pada tanggal 25 mei 2021 dengan hasil evaluasi klien
mengatakan kondisi sendinya tidak terlalu kakau seperti sebelumnya, lebih enak.
TTV : TD : 135/80 mmHg, N : 81x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 36,5o C, Skala Nyeri :
1, klien tampak senang dan bersemangat melakukan lagi.
Diagnosa defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi pada klien 2 teratasi pada tanggal 25 mei 2021 dengan hasil evaluasi
klien mengingat dan memahami materi yang diberikan, lebih TTV : TD : 125/76
mmHg, N : 83x/mnt, RR : 21x/mnt, S : 36,4o C, klien terlihat dapat menjawab
dan terlihat adanya kemajuan.
25
26

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Pada tahap pengkajian diperoleh data bahwa penyebab Ny. Su dan Ny. S
terkena osteoarthritis karena pengetahuan informasi tentang penyakit yang kurang
dan serta bertambahnya usia.
Pada tahap diagnosa keperawatan ditemukan 3 diagnosa keperawatan pada
masing- masing klien. Adapun diagnosa keperawatan yang menjadi fokus utama
pada klien adalah nyeri kronis berhubungan dengan Kondisi Muskuloskeletal
kronis. Selain itu diagnosa keperawatan yang sama pada kedua klien yaitu
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kekakuan Sendi, namun pada
diagnosa ke 3 terdapat perbedaan, pada klien 1 diagnosa yang muncul adalah
gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan gejala penyakit, sedangkan pada
klien ke 2 diagnosa yang muncul adalah Defist Pengetahuan berhubungan dengan
kurang Terpapar Informasi.
Pada tahap perencanaan, karena kedua klien memiliki prioritas masalah
yang sama yaitu nyari kronis dengan waktu asuhan keperawatan yaitu 3 x 24 jam
maka dilakukan perencanaan keperawatan sesuai teori namun disesuaikan dengan
kebutuhan klien. Untyk masalah yang lain juga mengikuti tinjauan teori namun
tetap melihat keadaan klien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan sudah dilakukan
sesuai dengan perencanaan yang dibuat pada kasus Ny. S dan Ny. S. salah satu
tindakan keperawatan mandiri yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang menjadi fokus utama yaitu dengan senam rematik. Semua
tindakan keperawatan dilaksanakann dengan efektif dan sesuai dengan yang
direncanakan, hasilnya pada hari ke 3 setelah dilakukan tindakan keperawatan
mandiri klien mengatakan nyeri pada kakinya berkurang.
Pada tahap eveluasi penulis menggunakan metode SOAP, masalah yang
terdapat pada masing- masing klien ditemukan 3 diagnosa keperawatan dari
masing - masing klien teratasi sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
27

1.2 SARAN
Penulis akan memberikan beberapa saran kepada rumah sakit, institusi,
pendidikan, perawat dan mahasiswa :
5.1.1 Bagi Intitusi Pendidikan
Memberikan tambahan literatur di perpustakaan khususnya buku
keperawatan medikal bedah yang banyak membahas tentang osteoarthritis, supaya
mempermudah bagi peneliti berikutnya untuk menggembangkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya klien dengan
osteoarthritis.
5.1.2 Perawat
Pada perawat diharapkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada
klien yang mengalami nyeri akibat osteoarthritis agar meningkatkan asuhan
keperawatan secara mandiri yaitu menerapkan senam rematik untuk membantu
menurunkan skala nyeri pada klien dengan osteoarthritis.
5.1.3 Mahasiswa
Kepada mahasiswa yang melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
khususnya dengan osteoarthritis agar menambah pengetahuan dengan mengikuti
beberapa pelatihan atau seminar tentang bagaimana caranya untuk mengurangi
nyeri sendi pada klien. Diharapkan bagi rekan- rekan mahasiswa agar
mempersiapkan diri, menyimpan fasilitas madiri serta memberikan asuhan
keperawatan yang baik dan benar sesuai dengan prosedur.
5.1.4 Klien dan Keluarga
Diharapkan bagi klien dan keluarga untuk menjaga pola makan, misalnya
tidak makan sembarangan, serta rajin melakukan aktivitas seperti olahraga, atau
senam agar nyeri kaku pada sendi tidak terjadi lagi, diharapkan dengan
pengenalan senam rematik klien dapat melakukan dan menerapkannya secara
mandiri di rumah
28
29
30
60

Anda mungkin juga menyukai