Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH FARMAKOTERAPI 1

(STUDI KASUS: PENATALAKSANAAN PENYAKIT


OSTEOARTHRITIS)

Disusun oleh:

Agnes Lauren Lambayu 012123008


Cindar A. Kuamba 012123010
Dinda Pratiwi. H 012123012
Elvara Ika Yandini 012123013
Komang Dewik 012123021
Ludfia Ramadani 012123024

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PELITA MAS
PALU 2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. karena
dengan rahmat dan hidayah serta kurnianya, sehingga masih diberi kesempatan
untuk bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Studi Kasus
Penatalaksanaan Penyakit Osteoarthritis” makalah ini salah satu tugas Mata
Kuliah Farmakoterapi 1.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
Mata Kuliah, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dai semua pihak kami
harapkan

Palu, Juli 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II DASAR TEORI
BAB III STUDI KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Prevelensi OA lutut radiologis di Indonesia
cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling
sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan tulang belakang (spine) meskipun
bisa terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial ini
meningkat dengan pertambahan usia. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada
waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena.
Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas pasien. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia
lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan
terhadap dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi
yang berusia tua.
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui penyebabnya yang dikenali
sebagai idiopatik. Osteoartritis sekunder dapat terjadi akibat trauma pada sendi,
infeksi, perkembangan, kelainan neurologi dan metabolik. Osteoartritis
merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matriks yang berakibat
kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikular, diikuti oleh reaksi perbaikan
dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini,
degenerasi permukan artikuler pada OA tidak bersifat progresif, dan kecepatan
degenerasi sendi bergantung pada tiap individu dan sendi.
Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian
faktor-faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis. Pada
fase lanjut sering/1diperlukan pembedahan. Karena kasus ini termasuk cukup
sering ditemui pada pasien di RSUP Sanglah, baik yang merupakan penderita
rawat jalan maupun rawat inap, dan banyak kasus yang tidak dilaporkan ada di
masyarakat, maka kami tertarik untuk melaporkan satu kasus osteoartritis pada
pasien laki-laki 56 tahun yang dirawat inap di RSUP Sanglah pada bulan Juni

4
2011.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pemamaparan di atas, maka rumusan
masalah dari malakah ini yaitu:
“Bagaimanakah Penatalaksaan Penyakit Osteoarthritis?”

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
“Untuk mengetahui Penatalaksaan Penyakit Osteoarthritis”

5
BAB II
DASAR TEORI

A. Konsep Dasar Osteoarthritis


1. PengertianOsteoarthritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago
(tulangrawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan sendi
yangterkena. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu
sama lain,sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri pembatasan gerak pada sendi.
(Helmi, 2016).
2. Faktor-Faktor Resiko
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya osteoarthritis. Faktor-
faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor resiko
mekanik yang meliputi usia, jenis kelamin, genetik sedangkan faktor-faktor
resiko biomekanik meliputi cidera, trauma dan pekerjaan. Usia merupakan faktor
yang besar untuk terjadinya osteoarthritis. Insidensi osteoarthritis mening kat
pada usia 40 tahun untuk perempuan dan usia 50 tahun pada laki-laki. (Helmi,
2016).
3. Klasifikasi Osteoarthritis
Pembagian osteoarthritis berdasarkan etiologinya dibagi menjadi 2
diantaranya osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis
primer merupakan osteoarthritisi deopatik atau osteoarthritis yang belum
diketahui penyebabnya dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder.
Penyebabnya yaitu pasca trauma, genetic, mal posisi, pasca operasi, metabolic,
gangguan endokrin, ostonekrosisaseptik (Wilke, WS, 2010).
4. PatofisiologiOsteoarthritis
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 4 mekanisme
yaitu sebagai berikut: (Helmi,2016)
1) Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)
Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggungjawab atas degradasi proteoglikan.
Begitu juga stromelysin bertanggungjawab atas proteoglikan. Sebuah enzim yang disebut

6
Agrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Kondisi ini
menyebabkan penipisan kartilago.
2) Inflamasi Membran Sinovial
Sintesis mediator-mediator seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa
(TumorNecrosis Factor) pada membran sinovial menyebabkan degradasi tulang
rawan.Pada fase ini terjadi fibrasi dan erosi dari permukaan kartilago desertai
dengan adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan
sinovial.
3) Stimulasi Produksi Nixtric Oxide
Produksi mikrofag synovial seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa
(TumorNecrosis Factor)dan metalloproteasesmenjadi meningkat.Kondisi ini
secaralangsung memberikan dekstruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
infalamsi juga ikut terlibat seperti Nixtric Oxide. Kondisi ini memberikan
manefestasi perubahan bentuk sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan bentuk sendi dan stress
infalamsi ini memberikan pengaruh pada permukaan articular menjadi gangguan
yang progresif.

4) Fasenyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibriogenik dan
penurunana ktivitas fibrinoiliyik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral seingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
mediator kimia seperti prostaglandin dan interlukin yang dapat menghantarkan
rasa nyeri.
5. Manifestasi Klinis
Penyakit Osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang menulitkan
penderitanya.Gejala-gejala tersebut diantaranya nyeri sendi, kekakuan,
pembengkakan. Nyeri yang dialami diperberat dengan aktivitas atau menahan
berat tubuh dan berkurang dengan istirahat. Kekakuan terjadi ketika di pagi hari
atau setelah bangun tidur dan mereda kurang dari 30 menit. Pembengkakan
disebebabkan karena synovitis dengan efusi. Gangguan fungsi disebabkan

7
karenanyeri yang terjadi dan kerusakan struktur sendi. (Smetlzer, SC., O’Conell
& Bare, 2003).
6. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Tujuan utama dari pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk


mengurangi gejala nyeri maupun peradangan, mencegah terjadinya kontraktur dan
memperbaiki deformitas pada sendi. Penatalaksanaan utama yang perlu dilakukan
adalah dengan memberikan edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap,
selanjutnya adalah istirahat yang adekuat, pemberian gizi seimbang dan
memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri yaitu dengan pemberian
Obatanal gesik.

Pemberian Pendidikan kesehatan merupakan penatalaksanaan utama yang


dilakukan bagi pasien maupun keluarga. Pendidikan kesehatan yang harus
dijelaskan secara terperinci diantaranya mengenai pengertian, patofisiologi,
prognosis, serta sumber bantuan untuk mengatasi keluhan dari osteoarthritis.
Disamping itu istirahat yang adekuat juga merupakan komponen penting dari
penatalaksanaan osteoarthritis.Untuk mengurangi nyeri maka perlu diberikan
obat-obatan yang dapat mengurangi nyeri dan meredakan peradanagan seperti
obat anti inflamasinonsteroid (NSAID) (Ningsih, 2013).

Selain itu Teknik non farmakologis dengan pemberian ekstrak jahe juga
dapat mengurangi nyeri pada osteoarthritis. Jahe memiliki sifat pedas, panas
danaromatic dari oleoresin seperti zingaron, gingerol dan shogaol. Teknik
komplementer dengan pemberian boreh jahe juga mampu mengurangi nyeri yang
diderita penderita osteoarthritis. Jahe memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic
darioleoresin seperti zingaron, gingerol dan shogaol. Gingerol dan shogaol
memiliki berat molekul yang menunjukan potensi yang baik untuk penetrasi kulit.
Borehjahe yang dibalurkan pada sendi yang nyeri akan mengakibatkan stratum
korneumpada kulit menjadi lebih permeabel, sehingga mampu meningkatkan
pembukaan ruang intraseluler dan tejadinya ekspansi. Permeabilitas yang terjadi
mengakibatkan gingerol dan shogaol melewati kulit, masuk ke sirkulasi sistemik
dan memberikan efek terapianti-inflamasi (Ningsih, 2013).

8
9
B. KonsepDasarNyeriPadaOsteoarthritis
1. PengertianNyeri
Menurut The International Association for The Study of Pain (IASP), nyeri
didefisinikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan (Jone, 2010). Nyeri merupakan tanda
peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan
utama perawat saat mengkaji nyeri(S.Andarmoyo, 2013).
Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang potensial dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang disebut nosiseptor, yang merupakan
tahap awal proses timbulnya nyeri. Reseptor yang dapat membedakan rangsang
noksius dan non-noksius disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan terminal
yang tidak tediferensiasi serabut a-delta dan serabut c. Serabut a-delta
merupakan serabut saraf yang dilapisi oleh mielin yang tipis dan berperan
menerima rangsang mekanik dengan intensitas menyakitkan, dan disebut juga
high-threshold mechanoreceptors, sedangkan serabut c merupakan serabut yang
tidak dilapisimielin (Setiadi, 2013).
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun fungsional dengan waktu
yang mendadak atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat dan konstan
yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan(Tim Pokja SDKIDPPPPNI, 2016).

3. Tanda dan Gejala Nyeri Kronis


Biasanya pasien mengeluh nyeri, merasa depresi, merasa takut mengalami
cedera berulang, tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas,
bersikap protektif, waspada, pola tidur berubah, anoreksia, serta berfokus pada
diri sendiri (Tim Pokja SDKIDPPPPNI, 2016).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri. Perawat sebagai
tenaga kesehatan harus mendalami faktor yang mempengaruhi nyeri agar dapat

10
memberikan pendekatan yang tepatdalam pengkajian dan perawatan terhadap
pasien yang mengalami nyeri. Faktor-faktor tersebut antara lain (S. Andarmoyo,
2013):
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada lansia. Kebanyakan lansia hanya menganggap nyeri yang dirasakan sebagai
bagian dari proses menua. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara
kelompok usia anak-anak dan lansia dapat mempengaruhi bagaimana mereka
bereaksi terhadap nyeri
b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda dalam mengungkapkan nyeri.
Ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia, dan merupakan hal yang unik
pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin. Kebudayan yang
sangatkental membedakan nyeri antara pria dan wanita, dimana pria dianggap
lebih kuat dalam menahan nyeri
c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi


nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan menilai nyeri
dari sudut pandang masing-masing. Cara memaknai nyeri pada setiap orang
berbeda-beda nyeri dibandingkan anak perempuan, hal ini tentu saja hanya
kebudayaan masyarakat yang terbiasa memandang laki-laki lebih kuat dari pada
perempuan
e. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Perhatian juga dapat dikatakan mempengaruhi intensitas nyeri.
Dibutuhkan pengalihan perhatian nyeri dengan relaksasi untuk menurunkan

11
intensitas nyeri.
f. Keletihan
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Ansietas memiliki hubungan dengan intensitas nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Penyebab Nyeri Kronis
Penyebab nyeri kronis adalah kondisi musculos keletal kronis, kerusakan
system saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
neurotansmiter, gangguan imunitas, gangguan fungsi metabolik, riwayat posisi
kerja statis, peningkatan indeks massa tubuh, kondisi pasca trauma, tekanan
emosional, riwayat penganiyaan, dan riwayat penyalahgunaan obat/zat (Tim
Pokja SDKIDPPPPNI, 2016).
6. Dampak Nyeri
Nyeri yang dirasakan pasienakan berdampak pada fisik, perilaku, dan
aktifitas sehari-hari (S.Andarmoyo, 2013):
a. Dampak fisik
Nyeri yang tidak ditangani dengan ade kuatakan mempengaruhi system
pulmonary, kardiovaskuler, edokrin, dan imunologik. Nyeri yang tidak diatasi
juga memicu stress yang akan berdampak secara fisiologis yaitu timbulnya
infarkmiokard, infeksiparu, dan ileusparalitik. Dampak ini tentunya akan
memperlambat kesembuhan pasien.
b. Dampakperilaku
Seseorang yang sedang mengalami nyeri cenderung menunjukkan respon
perilaku yang abnormal. Respon vokal individu yang mengalami nyeri biasanya
mengaduh, mendengkur, sesak napas hingga menangis. Ekspresi wajah meringis,
menggigit jari, membuka mata dan mulut dengan lebar, menutup mata dan
mulut, dan gigi yang bergemeletuk. Gerakan tubuh menunjukkan perasaan
gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan,
gerakan menggosok dan gerakan melindungi tubuh yang nyeri.
Dalam melakukan interaksi sosial individu dengan nyeri menunjukkan

12
karakteristik menghindari percakapan, menghindari kontaksosial, perhatian
menurun, dan fokus hanya pada aktifitas untuk menghilangkan nyeri

c. Pengaruhterhadapaktifitassehari-hari
Aktivitas sehari-hari akan terganggu apabila nyeri yang dirasakan sangat
hebat. Nyeri dapat mengganggu mobilitas pasien pada tingkat tertentu. Nyeri
yang dirasakan mengganggu akan mempengaruhi pergerakan pasien.
7. Pengalaman Nyeri
Potter dan Perry menjabarkan 3 fase pengalaman nyeri diantaranya (Potter,
P.A., & Perry, 2005):
a. Fase anti sipasi
Fase anti sipasi merupakan fase sebelum nyeri dimana fase ini
mempengaruhi 2 fase lainnya. Pada fase ini seseorang seseorang belajar tentang
nyeri, dan upaya untuk menghilangkan nyeri. Pada fase ini perawat berperan
dalam memberikan informasi yang adekuat.
b. Fasesensasi

Faseini merupakanfaseketikanyeri sudahdirasakan


pasien.Toleransisetiap orang terhadapnyeri berbeda-bedasehingga respon
terhadapnyeri jugaakan berbeda. Seseorang dengan toleransi nyeri tinggi
maka tidak akan merasanyeri dengan stimulus kecil tetapi seseorang
dengan toleransi nyeri rendah akanmengeluh nyeri dari stimulus kecil.
Pasien mengungkapkan nyeri melalui
ekspresiwajah,voxsasidangerakantubuh
c. Faseakibat

Fase ini berlangsung ketika nyeri berkurang atau sudah menghilang.


Pasienmasih memerlukan kontrol perawat untuk meminimalkan rasa takut yang
berulangsebab nyeri bersifat krisis yang memungkinkan adanya gejala sisa pasca
nyeri.Advokasidariperawatuntukmempertahankankondisipasienkepadapasiendan

13
keluarga.

8. Pengukurannyeri

Pengukuran nyeri dapat merupakan pengukuran satu dimensional


saja (onedimensional)ataupengukuranberdimensiganda(multi-
dimensional).Padapengukuran satu dimensional umumnya hanya
mengukur pada satu aspek nyerisaja,misalnya seberapaberatrasa nyeri
menggunakan pain rating scaleyangdapat berupa pengukuran kategorikal
atau numerical misalnya visual analoguescale (VAS), sedangkan
pengukuran multi-dimensional dimaksudkan tidak hanyaterbatas pada
aspek sensorik belaka, namun juga termasuk pengukuran dari
segiafektifataubahkanprosesevaluasinyeridimungkinkanolehmetodaini(Seti
yohadi,B.,Sumariyono,Kasjmir,Y.I.,Isbagio,H.,& Xm,2006).
a. SkalaNyeriMenurutBourbanis

Keterangan:0:Tidaknyeri,1-
3:Nyeriringan:secaraobyektifkliendapatberkomunikasidenganbaik,4-
6:Nyerisedang:Secaraobyektifklienmendesis,menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapatmengikutiperintahdenganbaik,7-
9:Nyeriberat:secaraobyektifklienterkadangtidakdapatmengikutiperintahtapi

14
masihresponterhadaptindakan,dapatmenunjukkanlokasinyeri,tidakdapatmen
deskripsikannya,tidakdapatdiatasidenganalihposisinafaspanjangdandistraksi,
10:Nyerisangatberat:Pasien

sudahtidakmampulagiberkomunikasi,memukul.

9. Nyeripadaosteoarthritis

Nyeri pada osteoarthritis terjadi karena ada tiga tempat yang dapat
menjadisumber nyeri, diantaranya: sinovium, jaringan lunak sekitar sendi,
dan tulang.Nyeri sinovium terjadi akibat reaksi radang yang timbul akibat
adanya debris dankristal dalam cairan sendi. Selainitujuga dapat terjadi
akibatkontak denganrawan sendi pada waktu sendi bergerak. Kerusakan
pada jaringan lunak dapatmenimbulkan nyeri, misalnya robekan ligamen
dan kapsul sendi, peradangan padabursa atau kerusakan meniskus. Nyeri
yang berasal dari tulang akibat rangsanganpada periosteum karena
periosteum kaya akan serabut-serabut penerima nyeri.Selainitu nyeri pada
Osteoartritis dapatjuga dipengaruhi oleh tiga penyebabmayor diantaranya
nyeri akibat gerakan dari faktor mekanis, nyeri saat
istirahatakibatinflamasisynovial,dannyerimalamhariakibathipertensiintraos
eus(Yusuf&Indarwati,2014).

C. KonsepDasarAsuhanKeperawatan

1. Pengkajian

Pengkajianmerupakanprosespengumpulandatasecarasistematisyangb
ertujuanuntukmenentukanstatuskesehatandanfungsionaldanuntukmenentuk
an pola respon pasien. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi (Muttaqin,2010):
1) Anamnesis

15
Pengkajiandenganmelakukananamnesisatauwawancarauntukmenggalimasa
lah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat adalah mengkaji
riwayatkesehatanpasien.Perawatmemerolehdatasubjektifdaripasienmengen
ai

masalahnya dan bagimana penangan yang sudah dilakukan. Persepsi dan


harapanpasiensehubungandenganmasalahkesehatandapatmemengaruhiperb
aikankesehatan
a) InformasiBiografi

Informasi biografi meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, status


pekerjaan,status perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau orang
terdekat lainnya,agama,dansumberasuransikesehatan
b) KeluhanUtama

Pengkajiananamnesiskeluhanutamadidapatdenganmenanyakantentanggang
guanterpentingyangdirasakanpasiensampaiperlupertolongan
c) Riwayat kesehatan

Riwayatkesehatantermasukalasanuntukmencariperawatankesehatandanpen
gkajianriwayatkesehatanmasalampaudansaatini.
(1) Riwayatkesehatansaatini

Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang


dilakukanperawat untuk menggali permasalah pasien dari timbulnya
keluhan utama padasaat pengkajian. Misalnya, sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapax keluhan tersebut terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertamax keluhan timbul apa yang
sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaanapa yang memperberat
atau memperingan keluhan, usaha mengatasi keluhan inisebelum meminta
pertolongan, serta berhasil atau tidaknya usaha tersebut,
dansebagainyaPertanyaantentangpenggunaanobat-

16
obatanyangtelahdigunakanoleh pasien perlu mendapat perhatian dengan
tujuan mencegah perawat
dalammelakukanpemberianobatyangtidakrasionaldanmemungkinkanmemb
eri

dampak yang merugikan pada pasien akibat efek samping dari obat-
obatan yangtelahdanakandiberikan
(2) Riwayat kesehatandahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami


sebelumnya.Hal-halyangperludikajimeliputi:
(a) Pengobatanyanglaludanriwayatalergi.

Ada beberapa obat yang diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih
relevan,seperti pemakaian obat kortikosteroid. Catat adanya efek samping
yang terjadi dimasa lalu. Selain itu juga harus menanyakan alergi obat dan
reaksi alergi sepertiapayangtimbul.
(b)Riwayatkeluarga

Perawatmenanyakantentangpenyakityangpernahdialamiolehkeluarga.Apab
ila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian
jugaditanyakan.Haliniditanyakankarenabanyakpenyakitmenurundalamkelu
arga
(c) Riwayatpekerjaandankebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Seperti


kebiasaansosialdankebiasaanyangmemengaruhikesehatan
(d)Statusperkawinandankondisikehidupan

Tanyakanmengenaistatusperkawinanpasiendantanyakandenganhatihatimen
ganaikepuasandarikehidupannyayangsekarang.Tanyakanmengenaikondisik
esehatanpasangannyadansetiapanak-anaknya

17
2) Pemeriksaanfisik

Pemeriksaanfisikdengan pendekatan persistem dimulai dari kepala ke


ujungkakidapatlebihmudahdilakukanpadakondisiklinik.Padapemeriksaanfi
sik

diperlukan empatmodalitas dasaryang digunakan


meliputi,inspeksi.Perawatmenginspeksi bagian tubuh untuk mendeteksi
karakteristik normal atau tanda fisikyang signifikan Kedua adalah palpasi,
dalam melakukan palpasi menggunakankedua tangan untuk menyentuh
bagian tubuh untuk membuat suatu pengukuransensitive terhadap tanda
khususfisik.Selanjutnya perkusi,perkusi
merupakanteknikpemeriksaanfisikdenganmelibatkan pengetukan tubuh
dengan ujung-ujung jari guna mengevaluasi ukuran, batasan dan
konsistensi organ-organ tubuhyang bertujuan untuk menemukan adanya
cairan di dalam rongga tubuh. Keempatauskultasi, teknik ini adalah teknik
pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyiyang dihasilkan
tubuh.Setelah pemeriksaan fisik terdapat pemeriksaan
tambahanmengenaipengukurantinggibadandanberatbadanuntukmengkajitin
gkatkesehatanumumseseorangdanpengukurantanda-tandavital
(tekanandarah,suhu,respirasi,nadi)
3) Pemeriksaandiagnostik

Data penunjang berisi berisi hsil Laboratorim, radiologi, EKG, USG,


CT- Scan,danlain-lain.
Beberapaaspekyangharusdiperhatikanperawatdalam
mengkajinyeriantaralain(S.Andarmoyo,2013):
1) Penentuanadatidaknyanyeri

Halterpentingyangdilakukanperawatketikamengkajiadanyanyeriadalahpene
ntuanadatidaknyanyeripadapasien
2) Faktor-faktoryangmempengaruhinyeri

18
Faktor-faktor/1yang mempengaruhi nyeri/1diantaranya usia,

jeniskelamin,kebudayaan,maknanyeri,perhatian,ansietas,keletihan,pengala
mansebelumnya,

gayakoping,dukungankeluargadansocial

3) Ekspresinyeri

Amaticaraverbaldannonverbalpasiendalammengekspresikannyeriyangdiras
akan. Meringis dan memegang salah satu bagian tubuh, merupakan
contohekspresinyerisecaranonverbal
4) Karakteristiknyeri

KarakteristiknyeridikajidenganistilahPQRSTsebagaiberikut:

a) P(provokatifataupaliatif)merupakandatadaripenyebabatausumber
nyeri,pertanyaanyangditujukanpadapasienberupa:
1) Apayangmenyebabkangejalanyeri?

2) Apasajayangmampumengurangiataupunmemperberat nyeri?

3) Apayang andalakukanketikanyeripertama xdirasakan ?

b) Q(kualitasataukuantitas)merupakandatayangmenyebutkansepertiapanye
riyangdirasakanpasien,pertanyaanyangdapatberupa :
1) Darisegikualitas,bagaimanagejalanyeriyang dirasakan?

2) Darisegikuantitas,sejauh mananyeri yangdirasakanpasiensekarang


dengan

19
3)Nyeriyangdirasakansebelumnya. Apakahnyerihinggamenggangguaktifitas
?

R(regionalatauareayangterpaparnyeriatauradiasi)merupakandatamengenai
dimana lokasi nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang
a) ditujukanpada pasiendapatberupa:
4) Dimanagejalanyeriterasa?

5) Apakahnyeridirasakanmenyebarataumerambat?

b)S(skala)merupakandatamengenaiseberapaparahnyeriyangdirasakanpasien,
pertanyaanyangditujukanpada pasiendapatberupa:

6) Seberapa parahnyeriyangdirasakanpasienjika diberirentangangka1-10?

c) T(timingatauwaktu)merupakandatamengenaikapannyeridirasakan,pertanya
anyangditujukankepadapasiendapatberupa:
7) Kapangejalanyerimulaidirasakan?

8) Seberapaseringnyeriterasa,apakahtiba-tibaataubertahap ?

9) Berapalamanyeriberlangsung?

10) Apakahterjadikekambuhanataunyerisecarabertahap

20
BAB III
STUDI KASUS
A. Laporan Kasus
Pasien MD, laki-laki 56 tahun, Nusa Penida Klungkung. Pasien memiliki
keluhan utama nyeri pada lutut kiri./1Pasien datang diantar keluarganya ke IRD
RSUP SANGLAH tanggal 6 Juni 2011, dengan keluhan nyeri pada lutut kiri
sejak 6 bulan yang lalu namun semakin memberat sejak adanya
bengkak/1dilututnya 2 hari sebelum datang ke rumah sakit. Nyeri dirasakan
pasien di tempat lututnya mengalami/1pembengkakan. Nyerinya seperti
berdenyut dan ditusuk – tusuk. Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah
lutut pasien dikompres, nyeri makin memberat saat pasien melipat lututnya dan
menggerakkan kakinya namun sedikit/1berkurang dengan istirahat.
Bengkak di lutut pasien muncul sejak 2 hari sebelum datang ke RS.
Bengkak dirasakannya pada lutut kiri. Bengkak juga tampak di kedua kaki
pasien. Pasien mengatakan baru menyadari munculnya bengkak tersebut.
Bengkak tersebut menyebabkan pasien susah menggerakkan kakinya, dan
menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari pasien. Pasien masih bisa
berjalan namun harus secara pelan-pelan. Di daerah lutut yang bengkak tersebut
terasa hangat. Pasien mengatakan bengkaknya tidak mengecil setelah dikompres
dengan air dingin ataupun/1setelah pasien beristirahat.
Pasien juga merasakan kaku pada lutut kirinya sejak 2 hari sebelum datang
ke RS. Biasanya kaku ini muncul pada pagi hari setelah pasien bangun tidur dan
menetap sekitar setengah jam. Saat kaku ini muncul, pasien tidak bisa
menggerakkan kaki kirinya sama sekali, pasien hanya bisa diam di tempat tidur.
Saat dicoba digerakkan oleh orang lain, kaki kiri pasien hanya bisa bergeser ke
kanan ataupun kiri, tidak bisa ditekuk dan kadang pasien juga merasakan
gemertak ketika coba lututnya coba digerakkan.
Sebelumnya pasien juga sering merasakan nyeri pada sendi jempol kaki.
Nyeri tersebut dirasakan pasien sudah sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri dikatakan
pasien hilang timbul dan dirasakan memberat setelah mengkonsumsi kacang –

21
kacangan dan melinjo. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan biasanya
hilang dengan sendirinya. Nyeri juga biasanya disertai dengan kemerahan pada
sendi, bengkak dan kaku. Namun saat pasien MRS, nyeri pada jempol kaki dan
pinggang tidak dikeluhkan.
Pasien mengaku mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek untuk
meredakan keluhan bengkak dan nyeri pada lututnya, hanya saja pasien lupa
nama obatnya. Pasien mengatakan dulunya sejak muda pasien terbiasa
berolahraga, akan tetapi beberapa tahun/1belakangan pasien jarang
berolahraga./1Pasien biasa melakukan pekerjaannya dengan bersepeda ataupun
berjalan kaki. Pasien termasuk golongan ekonomi menengah kebawah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik,/1kesadaran
kompos mentis, berat badan 50 kg, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x per
menit, laju respirasi 22x permenit dan suhu axilla 36 oC. Dari status
lokalis, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pada genu sinistra,
pitting (+), kemerahan (+), tofus lateral ankle dextra (+), massa pada suprapatella
sinistra (+) ukuran 3 cm x 2 cm, benjolan mobile, permukan rata, undulasi (+),
nyeri tekan (+) pada inspeksi. Dari palpasi didapatkan teraba hangat pada genu S
(+), nyeri tekan genu sinistra (+), nyeri tekan pada massa pada suprapatella
sinistra (+), ukuran 3x4, permukaan rata, mobile. Dari auskultasi didapatkan
krepitasi (+) pada genu sinistra.
Dari pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk menunjang diagnosis
pasien yaitu berupa foto genu A/P lateral tampak gambaran osteofit pada genu
sinistra, dengan kesan : osteoartritis genu kiri. Sedangkan pada foto femur tidak
tampak adanya kelainan. Dari hasil pemeriksaan cairan sendi didapatkan warna
kuning, bekuan positif, sedangkan kristal, eritrosit, dan darah negatif. Jumlah sel
8-10.
Pasien didiagnosis dengan osteoartritis genu sinistra functional class II
dengan suspek abses suprapatella. Pada pasien ini dilakukan kompres hangat
pada sendi lutut yang terkena dan istirahatkan sendi tersebut. Pasien diberikan
edukasi, yaitu : informasi tentang penyakitnya secara lengkap (apa itu OA,

22
penyebab, faktor risiko, perjalanan penyakitnya, komplikasi, penanganan,
aktivitas dan latihan yang boleh dan yang tidak boleh), istirahatkan dan proteksi
terhadap sendi yang terkena, jangan menekuk lutut (jongkok, bersila, kalau BAB
sebaiknya memakai toilet duduk), sebaiknya mengurangi pekerjaan yang
mengangkat barang berat, hati-hati ketika berjalan, agar tidak jatuh dan timbul
trauma lagi, olah raga ringan secara teratur, dan diet rendah purin mengingat
riwayat pasien yang sebelumnya memiliki penyakit asam urat. Pasien juga
disarankan untuk fisioterapi dengan tim rehabilitasi medis. Terapi farmakologis
untuk pasien ini adalah Alupurinol 1x100 mg dan Paracetamol 3x750 mg.
Selama pasien dirawat di rumah sakit tetap dilakukan pemantauan atau
monitoring terhadap keluhannya. Saat pasien diperbolehkan pulang dari rumah
sakit keluhannya dikatakan sudah berkurang.

23
BAB IV
PEMBAHASAN
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan/1kerusakan kartilago sendi. OA biasanya mengenai sendi-sendi
penyangga tubuh, seperti lutut, panggul, tulang belakang, dan pergelangan kaki.
Osteoartitis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi. Kejadian OA cukup banyak di
masyarakat, terutama pada usia diatas 50 tahun. Sedangkan pada usia dibawah
45 tahun, kejadian pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, namn pada
semua usia secara umum tidak ada perbedaan.
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of
Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan
adanya gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun,
kaku/1sendi pada pagi hari < 30 menit dan adanya krepitasi. Nyeri pada sendi
tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang membuat pasien datang ke
dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan gerakan dan berkurang dengan
istirahat. Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhannya sudah
berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan. Ini sesuai dengan keluhan
klinis yang didapatkan pada pasien yaitu pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri pada lutut kirinya sejak 6 bulan yang lalu namun semakin
memberat sejak adanya bengkak dilututnya 2 hari SMRS. Nyeri tersebut juga
tidak menghilang setelah lutut pasien dikompres, nyeri makin memberat saat
pasien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya namun sedikit berkurang
dengan istirahat. Daerah predileksi OA biasanya mengenai sendi-sendi
penyangga tubuh seperti di pada lutut. Selain itu dapat juga terjadi pada sendi
carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang dan
paha. Hal ini sesuai dengan keluhan yang dirasakan pasien di lutut kirinya. Pada
beberapa pasien OA juga dapat timbul kaku sendi yang dapat timbul setelah
imobilisasi seperti setelah duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur. Biasanya kaku sendi ini berlangsung
kurang dari 30 menit. Pasien ini juga merasakan kaku pada sendi lututnya sejak

24
2 hari SMRS, dimana kaku tersebut biasanya muncul pada pagi hari setelah
pasien bangun tidur dan menetap sekitar setengah jam. Pada saat kaku sendi ini
muncul, pasien tidak dapat menggerakkan kaki kirinya sama sekali/1dan hanya
bisa diam ditempat tidur, jika coba digerakkan oleh orang lain kaki kiri pasien
hanya bisa bergeser ke kanan ataupun ke kiri. Pasien dengan OA mengalami
hambatan gerak sendi dan adanya rasa gemertak yang kadang – kadang dapat
terdengar ketika sendinya/1digerakkan. Pada pasien ini juga mengeluhkan susah
untuk bergerak dan berjalan karena nyerinya dan pasien juga mengaku kadang
merasakan seperti ada sesuatu yang patah atau remuk ketika lututnya digerakkan.
Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya bengkak pada lutut kirinya yang
juga dapat ditemukan pada pasien OA.
Pada pemeriksaan fisik, pada pasien OA ditemukan adanya gerak sendi
baik secara aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi
yang semakin jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan
karena adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Pada pasien ini terdengar adanya
krepitasi pada lutut kirinya ketika digerakkan secara pasif. Selain itu pada pasien
juga terdapat hambatan gerak akti pada sendi lutut kiri yaitu pasien hanya
mampu untuk memfleksikan lututnya sebatas 40-45° saja, begitu pula jika
digerakkan secara pasif. Dari hasil pemeriksaan lokal pada sendi pasien juga
ditemukan adanya pembengkakan dan adanya tanda-tanda peradangan seperti
adanya nyeri sendi, kemerahan dan teraba hangat pada lutut kirinya. Semua
tanda ini sesuai dengan tanda- tanda pada pasien OA yang biasanya
pembengkakan yang terjadi itu disebabkan karena adanya efusi cairan dan
adanya osteofit pada permukaan sendi.
Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil
radiologi. Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih normal.
Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian
yang menanggung beban)

25
 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
 Kista tulang
 Osteofit pada pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi

Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit pada emminentia


intercondilaris medialis os tibia kiri. Periksaan penunjang/1laboratorium OA
biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi ( Hb, leukosit, laju endap darah) dalam
batas – batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan
artritis peradangan. Pemeriksaan cairan sendi pasien negatif tidak ditemukan
adanya bakteri.
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Oa sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama.
OA primer lebih sering ditemukan dari pada OA sekunder. Untuk penyebab
OA pada pasien ini masih perlu diteliti lebih lanjut namun, pasien ini sendiri
memiliki faktor resiko yang diperkirakan memiliki peranan penting dalam
terjadinya OA pada pasien. Faktor yang pertama adalah usia. Di beberapa
referensi menyatakan bahwa angka insiden terjadinya OA meningkat seiring
bertambahnya usia terutama pada usia > 50 tahun, ini berkaitan dengan adanya
degenerasi tulang rawan. Pada kasus, pasien berusia 52 tahun. Aktivitas sehari
hari pasien dan pekerjaan pasien sebagai pedagang yang sering mengangkat
benda-benda berat juga menjadi predisposisi terjadinya OA yaitu memberikan
beban berlebih pada sendi penyangga.
Adanya faktor resiko, gejala klinis dan gambaran radiografi sendi, telah
memenuhi kriteria diagnosis OA genu yaitu adanya nyeri pada lutut, ditemukan
osteofit pada pemeriksaan radiologi dan telah memenuhi ke3 kriteria lainnya
yaitu usia > 50 tahun, kaku sendi < 30 menit dan adanya krepitasi. Namun
adanya massa di suprapatella sisnistra dan adanya tanda – tanda peradangan maka

26
kami membuat diagnosis banding dengan suspek suprapatela abses.
Tujuan pengobatan pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan
mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Modalitas penanganan yang
kami berikan pertama adalah dengan memberikan terapi non farmakologis berupa
edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah
memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan
memberikan analgetik. Pada kasus ini kami pilihkan obat yang memiliki efek
nefrotoksik minimal yaitu paracetamol mengingat usia pasien yang sudah
berumur dan pasien jarang memeriksakan kesehatannya sehingga ditakutkan ada
penyakit sistemik lain yang belum diketahui. Kami juga merencanakan pasien
untuk melakukan fisioterapi.

BAB V
KESIMPULAN
RINGKASAN
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra panggul, lutut dan pergelangan kaki paling
sering terkena osteoartritis.1 Osteoartitis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi. OA
diklasifikasikan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA primer atau idiopatik
yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan

27
penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan OA
sekunder adalah OA yang disertai kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan.
Pada/1umumnya/1penderita/1OA
mengatakan/1bahwa/1keluhannya/1sudah berlangsung lama tetapi berkembang
secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh nyeri pada sendi yang
terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Namun, seiring dengan perkembangan penyakit,
nyeri OA bisa menjadi persistent. Selain itu juga terdapat kaku sendi yang dapat
timbul setelah immobilitas atau bahkan setelah bangun tidur. Krepitasi juga
kadang-kadang terdengar pada sendi yang sakit, bentuk sendi berubah
(pembesaran sendi) dan gangguan fungsi sendi. Gangguan berjalan dan
gangguan fungsi bisa menyukarkan aktivitas pasien.
Diagnosis OA sudah dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The
American College of Rheumatology yaitu adanya nyeri lutut dan gambaran
radiografik osteofit dan salah satu dari : umur > 50 tahun, kaku sendi <
30/1menit, serta krepitasi. Diagnosis yang tepat akan membantu dalam
merencanakan penatalaksanaan yang tepat, planning, monitoring, dan
memperkirakan prognosis pasien.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. S Joewono, I Haryy, K Handono, B Rawan, P Riardi. Chapter 279 :

Osteoartritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI 2006. 1195-1202

2. B Mandelbaum, W David. Etiology and Pathophysiology of Osteoarthritis.

ORTHO Supersite Februari 1 2005.

3. DB Kenneth. Harrison Principle of Internal Medicine 16th edition. Chapter

312 : Osteoartritis. Mc Graw Hills 2005. 2036-2045

4. Kapoor, M. et al. Role of Pro- inflammatory Cytokines in

Pathophysiology of Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7, 33–42 (2011)

5. Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines. Recommendations for the

Medical Management of Osteoarthrits of the Hip and Knee. America

Collage of Rheumatology January 29,2000

10. Pedoman Diagnosa dan Terapi Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit

29
Dalam FK UNUD/Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar, 2002.

30

Anda mungkin juga menyukai