Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

FARMASI RB
KASUS 1: PERADANGAN SENDI/ARTHRITIS

Disusun Oleh:
Ika Nur Agustria 120260003
Feradha Nawaningrum 120260021
Kemas M Rizki Eka Putra 120260036
Rizqi Amalia Utami 120260047
Yovi Delvatria Martianda 120260057
Nadya Anisah 120260067
Lisa Agustina 120260085
Aurelia Amanda Safira 120260093
Ribka Angelina C.S 120260137
Afiya Najla Reiqa 120260144
Afiqa Najla Sifana 120260158

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang termasuk
penyakit dengan progresif lambat. Osteoarthritis adalah penyakit peradangan sendi yang
sering terjadi di masyarakat dan merupakan salah satu penyebab nyeri dan disabilitas di
seluruh dunia. Sendi yang sering terkena osteoarthritis adalah sendi lutut karena
menopang berat badan ( Makkiyah, 2011). Penyakit ini menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari- hari dan menurunkan kualitas hidup. T Osteoarthritis merupakan
penyakit kronis yang mengenai sendi dan tulang di sekitar sendi tersebut. Osteoartritis
dianggap penyakit degeneratif, atau penyakit orang tua karena sendi menjadi aus atau
usang, hal ini menyebabkan proses peradangan yang dapat mempengaruhi kerusakan
pada sendi, akan tetapi peradangan yang terjadi tidak sehebat penyakit radang sendi yang
lain seperti artritis reumatoid (IRA, 2021).

B. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan penyebabnya yaitu:
Osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder.
1. Osteoartritis yang diakibatkan karena penuaan dan bersifat idiopatik merupakan
osteoartritis primer. Subkelas dari OA primer adalah OA terlokalisasi, yang
melibatkan satu atau dua lokasi, dan OA umum, yang mempengaruhi tiga atau
lebih lokasi. OA erosif digunakan untuk menggambarkan adanya erosi dan
proliferasi yang ditandai di bagian proksimal dan sendi interphalangeal distal
tangan.
2. Osteoartritis sekunder terjadi pada individu yang berusia lebih muda dan karena
kondisi yang merupakan faktor predisposisi dari osteoartritis seperti cedera
sendi, deformitas sendi akibat kecelakaan, dan karena penyakit sistemik seperti
diabetes, nekrosis avaskular, atau obesitas (Sibarani dkk, 2021).
C. Epidemiologi
OA adalah penyebab utama kecacatan di Amerika Serikat. 1 , 3 Itu prevalensi kecacatan
terkait arthritis diperkirakan akan meningkat menjadi 11,6 juta di Amerika Serikat pada
tahun 2020. Biaya tahunan dikaitkan ke OA (perawatan medis dan kehilangan upah)
diperkirakan mencapai $65 juta Amerika Serikat (Dipiro, 2011).

D. Etiologi
Etiologi osteoarthritis tidak diketahui, namun beberapa faktor risiko terjadinya
osteoartritis antara lain yaitu :
1. Usia
Osteoarthritis cenderung menyerang pada lansia, hal ini terlihat dengan
bertambahnya usia maka bertambah pula prevalensi penderita Osteoarthritis.
2. Obesitas
Pada keadaan normal berat badan akan melalui medial sendi lutut yang diimbangi
oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian
tengah sendi lutut. Pada obesitas resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga
beban gaya yang diterima sendi lutut tidak seimbang.
3. Aktifitas
Semua aktifitas yang membebani sendi lutut berlebih.
4. Trauma
Trauma yang menyerang persendian seperti fraktur dekat sendi lutut.
5. Faktor hormonal
Perubahan degeneratif pada lutut lebih banyak ditemui pada penderita diabetes melitus
(Alldredge dkk, 2013)

E. Patofisiologi
Pada osteoarthritis awal, kondrosit berusaha untuk memperbaiki kerusakan sendi
dengan membentuk osteofit, yang mencoba untuk menstabilkan sendi atau mengubah
sifat biokimia tulang rawan. Pembentukan osteofit dapat memberikan peningkatan luas
permukaan yang untuk mendistribusikan kekuatan di sendi.Osteofit atau pertumbuhan
tulang mungkin bertanggung jawab atas laporan pasien nyeri dan mobilitas terbatas.
Tidak jelas apakah osteofit terbentuk sebagai akibat dari fraktur stres yang abnormal
penyembuhan tulang subchondral proksimal ke margin sendi. Secara alternatif,
pembentukan osteofit dapat terjadi sekunder akibat vaskularisasi kartilago yang telah.
Pada awal proses penyakit, kandungan air pada tulang rawan meningkat. Namun,
tulang rawan yang kurang kental ini secara struktural lebih lemah dari tulang rawan
normal.Ada banyak perubahan struktural yang berkontribusi pada melemahnya jaringan
kolagen. Satu perubahan awal adalah diameter kolagen tipe II yang lebih kecil,
dibandingkan dengan sendi bebas penyakit yang lebih utuh secara struktural. Dengan
perkembangan penyakit, konsentrasi proteoglikan berkurang dengan rantai samping
glikosaminoglikan yang lebih pendek mengakibatkan penurunan protein agregat bersih.
Gen kolagen tipe I dalam matriks ekstraseluler meningkat, dan keratin sulfat konsentrasi
menurun. Beberapa perubahan biokimia adalah mencerminkan yang diproduksi dalam
kultur oleh jaringan yang belum matang. Itu pengendapan kristal kalsium merupakan
temuan yang aneh. Pengendapan kalsium memiliki keterlibatan langsung atau
mencerminkan peningkatan aktivitas kondrosit.
Akhirnya, pembengkakan air awal tulang rawan digantikan oleh tulang rawan
dengan kecenderungan berkurang untuk memungkinkan tulang mendistribusikan gaya
dan slide pada tulang Kondrosit tidak mampu mempertahankan produksi makromolekul
esensial yang diperlukan untuk tulang rawan yang sehat. Namun, sintesis enzim-enzim
yang memecah matriks adalah meningkat oleh kondrosit yang sama. Enzim yang
mendegradasi proteoglikan dan kolagen masing-masing disebut aggrecanases dan
collagen nases. Kontrol enzim ini rumit oleh aktivasi enzimatik dari protein laten dan
inaktivasi oleh penghambat proteinase. Dalam OA, ekspresi dan produksi proteinase
meningkat. Kolagen biasanya dibelah oleh matriks metaloproteinase (MMP), MMP-1,
MMP-8, dan MMP-13. Dari ketiganya, MMP-13 mungkin yang paling penting di OA
karena itu secara istimewa mendegradasi kolagen tipe II. Ilmu bangku telah mendukung
peningkatan ekspresi MMP- 13 dalam kultur tulang rawan. Diregulasi oleh IL-1 dan
TNF, MMP membelah kolagen dan memecah elemen penting lainnya dari matriks
ekstraseluler. Pada akhirnya, ketidakseimbangan antara pemeliharaan tulang rawan dan
degradasi menyebabkan erosi dan akhirnya kerusakan tulang rawan (Alldredge dkk, 2013).
F. Tanda Gejala
Gejala dan tanda Osteoarthritis adalah nyeri sendi terutama pada bagian pinggul, lutut
dan atau jari jari terutama pada saat bergerak. Terjadi hambatan gerak sendi, karena
terjadi kekakuan terutama pada malam hari dan nyeri sesaat pada pagi hari. Adanya
pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda peradangan seperti terjadi kemerahan,
inflamasi, nyeri dan dapat terjadi deformitas sehingga menyebabkan perubahan gaya
berjalan (Pratiwi, 2015).

G. Diagnosis
Diagnosis osteoartritis saat ini terutama didasarkan pada ukuran hasil yang
dilaporkan pasien (PROM) dan pencitraan X-ray. Osteoartritis primer lebih sering terjadi
daripada osteoartritis sekunder. Diagnosis osteoartritis primer ditegakkan jika pada pasien
tidak ditemukan riwayat trauma atau penyakit sistemik yang merupakan faktor
predisposisi dari osteoartritis. Osteoartritis didiagnosis melalui anamnesis dengan
menanyakan pola rasa sakit pada sendi, pemeriksaan fisik dengan memeriksa rasa sakit
dari range of motion pada sendi, dan dari pemeriksaan penunjang berupa foto x-ray
(Sibarani dkk, 2021). Diagnosis osteoarthritis biasanya Gambaran berupa penyempitan
celah sendi yang asimetris,peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit
pada pinggir sendi, dan perubahan struktur anatomi sendi dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis yang menggunakan x-ray (Anggraini dkk, 2014).

H. Sasaran Terapi
Berdasarkan Guideline Pharmaceutical Therapy untuk penderita artritis, sasaran
terapi osteoartritis adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup dengan cara
menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan, menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi,
membatasi kerusakan fungsi, dan mengurangi faktor penyebab dari osteoartritis (Mian,
2019).

I. Tujuan Terapi
Berdasarkan Dipiro 8th edition tujuan terapi osteoartritis yaitu:
1. Untuk mengedukasi pasien, anggota keluarga, dan pengasuh;
2. Untuk menghilangkan rasa sakit dan kekakuan;
3. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sendi;
4. Membatasi gangguan fungsional; dan
5. Mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan.

J. Strategi Terapi
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi
yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya.
Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara
keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien
serta melakukan pendekatan multidisiplin. Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi
berdasarkan guideline ACR tahun 2002 (IRA, 2014):

Terapi Non farmakologi


a. Edukasi pasien.
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup.
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.

Terapi Farmakologi:
● Pendekatan terapi awal:
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu
obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
● Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
● Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada
sistem pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan
polifarmasi, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna,
mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah
satu obat berikut ini:
● Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
● Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal.
● Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian
obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
● Cyclooxygenase-2 inhibitor
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik
rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis
rendah respon kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-
Diclofenac SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk meningkatkan
kenyamanan dan kepatuhan pasien. Penggunaan misoprostol atau proton pump
inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian
perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran
pencernaan. .
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamcinolone
hexacetonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga
minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral
(OAINS).
● Pendekatan terapi alternatif:
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian
nyeri OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping
yang
harus diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%),
somnolen (18%), dan muntah (13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan: atau kortikosteroid jangka
pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
c. Terapi kombinasi, manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan
efektivitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek
sampingnya lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti
penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain
(IRA, 2014).
K. Algoritma Pengobatan

(Dipiro, 2011)
BAB II
PENYELESAIAN KASUS

Ny. M adalah mantan pedangan sayur bakul keliling berusia 55 tahun yang datang ke puskesmas
untuk kunjungan rutinnya dengan keluhan nyeri yang meningkat di punggung bawah, pinggul,
dan lutut kanannya. Enam bulan yang lalu, pasien mulai mengkonsumsi acetaminophen 500 mg
tablet, dua tablet empat kali sehari, dan telah mengkonsumsi lebih dari yang ditentukan selama
beberapa minggu terakhir. (Dia mengaku meminum tiga tablet 500 mg empat kali sehari.)
Pasien hari ini mengeluh bahwa peningkatan dosis yang dia lakukan sendiri ini tidak berhasil,
pasien mengatakan bahwa dia mengalami nyeri tingkat sedang hingga berat selama 1 bulan
terakhir. Dia telah mematuhi semua terapi obat lainnya.
Pasien adalah seorang wanita pedagang sayur bakul keliling yang sudah bekerja selama 2 tahun.
Sebelumnya beliau bekerja sebagai ART selama 15 tahun, tapi harus berhenti dikarenakan jari-
jarinya tidak mampu lagi untuk melakukan kegiatan mencuci dan beraktifitas yang lebih pada
jarinya. Setahun yang lalu suami pasien meninggal akibat masalah jantung dan sejak itu pasien
menyatakan bahwa berat badannya semakin bertambah dan mengalami banyak masalah medis
yang membuatnya frustasi.
Riwayat Pengobatan : OA sejak 10 tahun yang lalu, Obesitas 2 tahun, Tipe 2 DM 5 tahun,
Hiperlipidemia 7 tahun, Hipertensi 10 tahun, Dispepsia 2 tahun.

TTV dan Hasil Pemeriksaan


TTV :

Parameter TTV Nilai Normal Hasil TTV Kesimpulan Normal


BP (Blood <120/80 mmHg 150/90 mm/Hg Tinggi (Dipiro, 2020)
Pressure)
Pulse 60-100 kali/ 84 kali/menit Normal (Avram dkk,
menit 2018)
RR (Respiratory 12-20 kali/menit 16 kali/ menit Normal (Council, 2014)
Rate)
Temperature 35,7 - 37,7°C 37,1°C Normal (Martha, 2002)
Berat Klasifikasi IMT: 73 kg Obesitas (Lasabuda, dkk.,
Tinggi ● Underweight: 155 2015)
<18.5 kg/m2
● Normal: 18.5
- 22.9 kg/m2
● Overweight:
>23.0 - 24.9
kg/m2
● Obesitas I:
25.0 - 29.9
kg/m2
● Obesitas
II: ≥ 30
kg/m2

Tidak Terjadi Perubahan Ortostatik

X-Ray : Tulang belakang lumbal: perubahan degeneratif lanjut pada L3-4 dan pada L4-5.
Pinggul kanan: perubahan degeneratif sedang dengan beberapa dorongan kepala femoralis dan
sedikit penurunan ruang sendi. Lutut kanan: perubahan degeneratif sedang. Tidak ada efusi.
Pemeriksaan Muskuloskeletal dan anggota gerak : Nyeri punggung menjalar ke bokong
kanan dengan kaki lurus terangkat pada 60°; nyeri pinggul kanan dengan fleksi >90° dan dengan
rotasi internal dan eksternal >45°; kedua pinggul lunak untuk palpasi; lutut kanan (+) krepitasi;
pergelangan kaki kanan dengan ROM penuh, tidak ada pembengkakan atau edema.

Pemeriksaan Lab :

Parameter Nilai Normal Hasil Lab Kesimpulan Pustaka


Na 135-144 mEq/L 135 mEq/L Normal (Kemenkes, 2011)
K 3.6-4.8 mEq/L 4.7 mEq/L Normal (Kemenkes, 2011)
Cl 97-106 mEq/L 98 mEq/L Normal (Kemenkes, 2011)
CO2 22-32 mEq/L 26 mEq/L Normal (Kemenkes, 2011)
BUN 10 – 20 mg/dL 15 mg/dL Normal (Rahmawati, 2017)
SCr 1,4 mg/dL 1.6 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
Glu 60-100 mg/dL 248 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
Hgb 12-16 g/dL 12.8 g/dL Normal (Kemenkes, 2011)
Hct 0.35-0.45 36,7% Normal (Kemenkes, 2011)
WBC 3.2-10 x 10³/mm³ 4.5 x 103/𝑚𝑚3 Normal (Kemenkes, 2011)

Plt 170-380 × 10³/mm³ 286 x 103/𝑚𝑚3 Normal (Kemenkes, 2011)

MCV 76-100 𝜇𝑚3 85.3 𝜇𝑚3 Normal (Ferri, 2022)

MCh 28– 34 pg/ sel 28.4 pg Normal (Kemenkes, 2011)


MCHC 32 – 36 g/dL 34.5 g/dL Normal (Kemenkes, 2011)
AST 5 – 35 U/L 38 IU/L Tinggi (Kemenkes, 2011)
Alk Phos 30 - 130 U/L 96 IU/L Normal (Kemenkes, 2011)
T. prot 6 - 8 g/dL 7.4 g/dL Normal (Wardoyo &
Badri, 2020)
Alb 3.5-5.0g/dL 4.4 g/dL Normal (Kemenkes, 2011)
Uric Acid > 18 tahun: 2,3 – 6,6 7.2 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
mg/dL
ESR <20mm/1 jam 18 mm/h Normal (Kemenkes, 2011)
CRP <0,1 mg/dL atau <1 0,2 mg/dL Tinggi (Pramonodjati,
mg/L dkk., 2019)
Ca 8,8 – 10,4 mg/dL 11.2 mg/dL Tinggi (Yusmiati & Erni,
2017)
Phos 2,5-4,5 mg/dL 4.5 mg/dL Normal (Thios, dkk., 2016)
T. Chol <200 mg/dL 206 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
HDL chol 30 - 70 mg/dL 33 mg/dL Normal (Kemenkes, 2011)
LDL chol <130 mg/dL 137 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
TG 35 - 135 mg/dL 184 mg/dL Tinggi (Kemenkes, 2011)
A1C 4 - 6% 8.1% Tinggi (Sutedjo, 2007)
Obat yang diberikan : Captopril 25 mg po 3 kali sehari, Acetaminophen 500 mg po 2 tablet
empat kali sehari, Diazepam 5 mg po pada waktu tidur untuk tidur, Loratadine 10 mg po PRN.
Diagnosis : Nyeri sekunder hingga OA sedang hingga parah pada tulang belakang lumbar,
pinggul, dan lutut kanan, Obesitas, Hiperlipidemi, HTN.
A. SOAP

Asuhan Kefarmasian

Subjektif Objektif Assessment (DRP) Planning

Hipertensi ● Pasien mengalami ● Terapi Farmakologi


hipertensi stage 1 :
● Subjektif = (Dipiro Edisi 11, 2021) - Mengganti Captopril
- Hipertensi 10 tahun dengan first line lain
- Frustasi/stress ● DRP yaitu Amlodipin 5
- Reaksi Obat yang tidak mg PO satu kali
● Objektif = diinginkan sehari (Lisni dkk
- BP Tinggi, Obesitas, Pemberian Captopril (2020);Soriton dkk,
kreatinin serum jangka panjang dapat 2022)
tinggi menyebabkan dispepsia - Memberhentikan
- TG tinggi dikarenakan adanya penggunaan loratadin
- LDL tinggi intoleransi (Drugs.com, dikarenakan tidak
- T. Chol tinggi 2023) ada indikasi untuk
- BB 73 kg & TB 155 - Pemberian obat tidak penggunaan obat
cm (IMT: obesitas) tepat indikasi dan reaksi tersebut dan adanya
obat yang tidak efek samping
diinginkan dispepsia (medscape
Pemberian loratadin 2023)
bertujuan untuk - diazepam 5 mg
mengobati bersin, pilek, dilanjutkan untuk
mata berair, gatal-gatal, membantu tidur
ruam kulit, demam, gatal sehingga
dan gejala pilek atau meminimalkan stress
alergi lainnya, selain itu (Susanti dkk, 2022)
dapat menimbulkan efek ● Terapi Non
samping dispepsia pada Farmakologi:
gastrointestinal - Melakukan
(Drugs.com, 2023; Perubahan gaya
Medscape, 2023) hidup seperti
penurunan berat
badan; pola makan
Dietary Approaches
to Stop
Hypertension
(DASH); melakukan
aktivitas fisik sesuai
anjuran dokter
(Dipiro, 2020)
● Monitoring:
- Monitoring tekanan
darah, serum
kreatinin, A1C pada
pasien
- Monitoring dispepsia
Hiperlipidemia ● Pasien mengalami ● Terapi farmakologi:
● Subjektif hiperlipidemia ditandai - Pemberian terapi
- Hiperlipidemia 7 tahun dengan meningkatnya simvastatin 10 mg po
- Obesitas 2 tahun kadar TG, LDL dan total 1 x di malam hari
- DM Tipe II 5 tahun kolesterol (Kemenkes, sebagai first line
2011) therapy (PERKENI,
● Diberikan terapi 2019)
● Objektif antihiperlipidemia untuk
- TG tinggi mengatasi dislipidemia ● Terapi non
- LDL tinggi (PERKI, 2013) farmakologi:
- T. Chol tinggi - Menerapkan pola
- BB 73 kg & TB 155 ● DRP hidup sehat
cm (IMT: obesitas) - Indikasi tanpa obat - Diet seimbang
(Aligita, W., Tpoy,
D. D. S., &
Susilawati, E, 2020)
- Rutin berolahraga
dengan teratur
(Agung, 2021)

● Monitoring:
- Monitoring kadar
lipid dan gula darah
pasien
Diabetes Melitus ● Pasien mengalami ● Te/rapi
obesitas tipe II dengan farmakologi:
● Subjektif IMT sebesar 30,38 - Pemberian terapi
- Hiperlipidemia 7 tahun kg/m2 (Lasabuda, metformin 500 mg
- Hipertensi 10 tahun dkk., 2015) po 2 kali sehari
- Obesitas 2 tahun sebagai first line
- DM Tipe II 5 tahun ● Pemeriksaan IMT pasien therapy (Dipiro, et
- Berat badan pasien sebesar 30,38 kg/m2 al., 2020)
semakin bertambah yang dapat menjadi
- Usia pasien 55 tahun faktor risiko DM ● Terapi non
(Dipiro, et al., 2020) farmakologi:
- Pasien disarankan
● Objektif ● DRP: indikasi tanpa obat untuk menerapkan
- Glu tinggi pola hidup sehat
- BP tinggi ● Pasien tidak diberi terapi dengan mengurangi
- A1C tinggi obat anti diabetes konsumsi makanan
- TG tinggi padahal memiliki kadar tinggi gula, berlemak
- LDL chol tinggi glukosa tinggi dalam dan berminyak
- BB 73 kg & TB 155 darah maka disarankan (Dipiro, et al., 2020)
cm (IMT: obesitas tipe menggunakan obat
II) golongan biguanid yaitu ● Monitoring:
metformin (Dipiro, - Monitoring efek
2017) samping
kemungkinan
interaksi seperti sakit
kepala, kelaparan,
lelah, pusing,
kantuk, gugup,
berkeringat,
kebingungan, dan
tremor (Drugs.com).
- Pemeriksaan gula
darah lebih sering
dilakukan
(Drugs.com).
Osteoarthritis ● Keluhan yang dialami ● Terapi Farmakologi :
● Subjektif= pasien adalah tanda - Penggunaan
- Pasien beraktivitas dan gejala acetaminophen 500 mg
sebagai pedagang sayur osteoarthritis sampai 3x4 tab tidak
bakul keliling yang sudah (Dipiro,2011) berhasil mengobati rasa
● Pasien wanita dengan nyeri, sehingga diganti
bekerja selama 2 tahun
usia 55 tahun menjadi dengan COX-2 yaitu
- OA sejak 10 tahun yang faktor risiko celecoxib 100 mg 2x1
lalu terjadinya OA (Dipiro, (Drugs.com)
- Hipertensi 10 tahun 2011)
- Tipe 2 DM 5 tahun ● Aktivitas pasien ● Terapi non
- Obesitas 2 tahun sebagai pedagang sayur farmakologi
- Berat badan pasien bakul dan ART - Memberikan
meningkatkan resiko edukasi kepada pasien
semakin bertambah
terkena OA(Dipiro, terkait proses penyakit,
- nyeri yang meningkat di 2011) prognosis, dan
punggung bawah, ● Pasien di diagnosa pengobatan OA
pinggul, dan lutut nyeri sedang hingga - Diet (mengurangi
kanannya berat dan OA sekunder. kelebihan berat badan)
- jari-jarinya tidak mampu ● Untuk OA lutut, pasien (Dipiro, et al., 2011).
lagi untuk melakukan mengalami nyeri lutut, - Terapi fisik dan
usia > 50 tahun, dan okupasi (Dipiro, et al.,
kegiatan mencuci dan
krepitasi saat bergerak 2011)
beraktifitas yang lebih (Dipiro, et al., 2020)
pada jarinya. ● Penggunaan Monitoring:
acetaminophen 500mg
sampai 3x4 tab tidak
berhasil mengobati rasa
- Pasien mengalami nyeri nyeri dan dapat - Monitoring efek
meningkatkan toksisitas samping terapi
tingkat sedang hingga
pada hati (Dipiro, celecoxib seperti batuk,
berat selama 1 bulan 2011)rep demam, ruam kulit,
● DRP bersin, sakit
terakhir
-Obat tidak adekuat tenggorokan serta
Acetaminophen 500mg pembengkakan pada
● Objektif= sampai 3x4 tab belum wajah, jari, kaki, atau
- Pasien wanita berusia 55 mampu mengontrol kaki bagian bawah
osteoarthritis pasien (Drugs.com)
tahun
- Monitoring perubahan
- BB 73 kg & TB 155 gaya hidup pasien
cm (IMT: obesitas tipe - Monitoring fungsi
II) hati dan ginjal untuk
- Uric acid Tinggi mengidentifikasi
- X-Ray : Tulang belakang toksisitas obat
lumbal: perubahan
degeneratif lanjut pada
L3-4 dan pada L4-5.
Pinggul kanan: perubahan
degeneratif sedang
dengan beberapa
dorongan kepala
femoralis dan sedikit
penurunan ruang sendi.
Lutut kanan: perubahan
degeneratif sedang.
- Pemeriksaan
Muskuloskeletal dan
anggota gerak : Nyeri
punggung menjalar ke
bokong kanan dengan
kaki lurus terangkat pada
60°; nyeri pinggul kanan
dengan fleksi >90° dan
dengan rotasi internal dan
eksternal >45°; kedua
pinggul lunak untuk
palpasi; lutut kanan (+)
krepitasi; pergelangan
kaki kanan dengan ROM
penuh,tidak ada
pembengkakan atau
edema.
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus dari Ny M, secara subjektif ia berusia 55 tahun berjenis kelamin


perempuan yang datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada bagian punggung bawah,
pinggul, dan lutut kanan yang meningkat. Ia memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang tergolong
obesitas karena BMInya adalah 30,4.

Berdasarkan riwayat penyakit yang dialami oleh Ny M yaitu osteoartritis sejak 10 tahun
yang lalu, Obesitas 2 tahun, diabetes mellitus tipe dua 5 tahun, Hiperlipidemia 7 tahun,
Hipertensi 10 tahun, dan Dispepsia 2 tahun. Dari pernyataan berikut dapat diketahui bahwa Ny
M telah menderita hipertensi selama 10 tahun, hal ini pula ditunjukkan dengan diperolehnya
beberapa data pemeriksaan yang memperoleh nilai BP tinggi, obesitas, kadar kreatinin serum
tinggi, dan A1C yang tinggi. Tekanan darah pasien berada di 150/90 yang mana menurut PERKI
(2015) dan PERHI (2019) termasuk kedalam kategori Hipertensi derajat 1.
Pasien Ny M menderita obesitas sejak 2 tahun terakhir yang meningkatkan keparahan pada
hipertensi yang dialami.

Oleh karena itu terdapat faktor risiko penderita hipertensi seperti obesitas. Dengan
adanya peningkatan berat badan seseorang maka dapat membuat peningkatan pada banyaknya
lemak yang ada didalam tubuh. Hal ini akan dapat mempengaruhi jumlah oksigen dan juga aliran
darah yang akan membawa oksigen ke seluruh tubuh untuk diedarkan. Dalam peningkatan atau
terjadinya penambahan jaringan pada lemak dapat meningkatkan aliran darah. Kemudian
peningkatan kadar insulin yang berkaitan dengan retensi garam dan air juga dapat meningkatkan
volume darah yang mana ketika suatu oksigen tidak tersalurkan ke seluruh tubuh maka, jantung
akan merespons untuk bekerja dengan sangat kencang sehingga menyebabkan tekanan darah
semakin meningkat karena bekerja secara ekstra (Kartika dkk, 2021). Dalam hipertensi terdapat
beberapa faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan, misalnya umur karena seiring
bertambahnya usia maka kemampuan dan mekanisme dalam tubuh akan menurun secara
perlahan. Dan usia dewasa adalah kelompok yang rentang mengalami hipertensi.
(Ekarini et all, 2020)
Selain itu, perempuan lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan lelaki.

(Faisal et all, 2012)


Namun terdapat juga faktor risiko yang dapat dikendalikan, seperti stress karena stress dapat
merangsang kelenjar anak ginjal untuk melepaskan adanya hormon adrenalin yang dapat
membuat jantung menjadi berdenyut lebih cepat sehingga tekanan darah semakin meningkat.
(kartika et al, 2021)
Terapi yang dapat dilakukan pasien untuk mengatasi hipertensi ini yaitu dengan
mengubah perilaku dan gaya hidup yang baik, maka kemungkinan kita juga mampu
memperkecil resiko terjadi kenaikan tekanan darah atau resiko penyakit kardiovaskuler, dan
kebiasaan ini sebaiknya harus dilakukan kepada semua penderita hipertensi (Katy Lambros,
2013). Pasien disarankan menerima terapi farmakologi amlodipin 5 mg PO satu kali sehari dan
penggunaan loratadin dihentikan karena antihistamin tidak dibutuhkan dalam pengobatan
(PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA (PERKI),
2015). Pasien Ny M diperlukan
monitoring tekanan darah, serum kreatinin, A1C pada pasien dan monitoring dispepsia.

Pasien Ny M telah menerima terapi pengobatan hiperlipidemia selama 7 tahun.


Hiperlipidemia adalah suatu peningkatan kadar lipid darah baik lemak ataupun senyawa lemak
yang sejenis dan utamanya adalah kolesterol dan trigliserida. Berdasarkan data laboratorium,
diperoleh hasil trigliserida tinggi, kadar LDL tinggi, kadar kolesterol tinggi, kadar glukosa tinggi,
dan obesitas berdasarkan IMT. Pasien dianjurkan menerima terapi farmakologi yang digunakan
simvastatin 10 mg PO di malam hari sebagai first line therapy (PERKENI, 2019).
Menurut PERKENI (2019), beberapa terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan oleh
pasien Ny M diantaranya adalah menurunkan aktivitas fisik dan terapi nutrisi. Monitoring pada
penyakit hiperlipidemia Ny M yaitu monitoring kadar lipid dan gula darah.
Ny, M juga mengalami penyakit obesitas selama dua tahun dan penyakit Diabetes
Melitus tipe II selama lima tahun. Hal ini didukung dengan beberapa data pemeriksaan yang
dimana diperoleh hasil kadar trigliserida tinggi, kadar LDL tinggi, kadar kolesterol tinggi dan
kadar glukosa yang tinggi. Pasien Ny M telah menerima pengobatan Diabetes Melitus selama 5
tahun terakhir yang didukung oleh data lab diperoleh kadar glukosa yang tinggi, kadar BMI yang
menunjukkan hasil obesitas, kadar A1C yang tinggi, kadar trigliserida tinggi, dan kalsium yang
tinggi. Dengan diabetes yang dialami Ny. M ini terapi non farmakologi yang perlu dilakukan
pasien adalah menerapkan pola hidup sehat dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi gula,
berlemak dan berminyak (DiPiro J.T., Yee G.C., Posey L, Haines S.T., Nolin T.D., dan Ellingrod
V, 2020). Pasien disarankan menerima terapi farmakologi dengan pengobatan metformin 500 mg
PO dua kali sehari yang mana digunakan sebagai first line therapy (Dipiro, et al., 2020). Pasien
Ny M harus menerima monitoring efek samping dan pemeriksaan gula darah lebih sering

Pasien Ny M juga mengalami osteoarthritis sekunder yaitu jenis penyakit sendi yang
disebabkan oleh peradangan, trauma, gangguan metabolisme atau endokrin, dan faktor bawaan.
Osteoarthritis dimulai dengan kerusakan tulang rawan pada sendi. Saat tulang rawan melemah,
ujung tulang bisa menebal dan membentuk pertumbuhan tulang (DiPiro J.T., Yee G.C., Posey L,
Haines S.T., Nolin T.D., dan Ellingrod V, 2020). Defek osteoartritis sekunder adalah hilangnya
kartilago sendi akibat perubahan fungsional kondrosit (sel-sel yang bertanggung jawab atas
pembentukan proteoglikan, yaitu glikoprotein yang bekerja sebagai bahan seperti semen dalam
tulang rawan dan kolagen) (Kowalak J.P, 2011).
Adapun pasien mengalami nyeri yang meningkat di punggung bawah, pinggul, dan lutut
kanannya. Nyeri yang meningkat di daerah punggung bawah atau yang biasa disebut
lumbar/spinal osteoarthritis yang mana tulang rawan yang melapisi sendi facet (sendi vertebral)
menipis dan memungkinkan tulang saling bergesekan (Huan J. Chang, MD, MPH, 2010).

Nyeri pada bagian pinggul dapat mengakibatkan penurunan mobilitas dan gangguan fisik
yang nyata yang dapat menyebabkan susah berjalan, susah bangkit dari tempat duduk, susah
untuk menopang beban berat, dan nyeri yang menderita (Michelle J Lespasio, DNP, JD, ANP, et
al, 2018).

Nyeri pada bagian lutut pun hadir dikarenakan tingginya penggunaan dan tekanan pada
sendi saat membawa bakul sayuran dan menjadi asisten rumah tangga sehingga komponen pada
cairan sinovial sendi menginduksi matriks metaloproteinase dan enzim hidrolitik lainnya
(termasuk siklooksigenase dua dan prostaglandin E) dan mengakibatkan kerusakan kartilago
karena rusaknya proteoglikan dan kolagen (Juan C Mora, et al, 2018).

Faktor risiko yang biasanya terjadi dalam perkembangan osteoartritis ialah usia, obesitas,
jenis kelamin, pekerjaan, partisipasi dalam olahraga tertentu, riwayat cedera sendi atau
pembedahan, dan predisposisi genetik (DiPiro J.T., Yee G.C., Posey L, Haines S.T., Nolin T.D.,
dan Ellingrod V, 2020). Salah satu faktor yang dialami pasien adalah obesitas. Obesitas dapat
meningkatkan beban biomekanik pada sendi lutut, panggul, dan sendi lainnya selama aktivitas,
yang biasanya dikaitkan dengan pemicu timbulnya osteoartritis (Soeroso, 2006). Obesitas dapat
dialami saat seseorang memiliki proporsi antara berat badan dengan tinggi badan yang tidak
seimbang dan dinyatakan melalui perhitungan IMT (Indeks Masa Tubuh) serta dikategorikan
dalam beberapa kelompok (Frank Q. Nuttall, MD, PhD, 2015).

Dari segi faktor pekerjaan, Ny M harus bekerja sebagai asisten rumah tangga dalam
kurun waktu 15 tahun dengan berbagai kegiatan seperti mengepel, menyetrika, hingga mencuci
baju. Jari-jarinya tidak mampu lagi untuk melakukan kegiatan mencuci dan beraktifitas yang
lebih pada jarinya. Hal tersebut dapat menjadi faktor pengaruh penyakit osteoartritis yang
dialami selama 10 tahun. Tidak hanya itu, disaat menjadi tukang sayur bakul, ia harus menopang
berat sayur yang membuat bagian punggung dan pinggul terasa nyeri. Ditambah dengan kejadian
berat badan yang naik, menyebabkan nyeri yang dialami makin meningkat. Sebuah studi meneliti
selama 3 tahun tentang kejadian dan perkembangan OA lutut dimana ada hubungan yang kuat
antara hipertensi dan gangguan toleransi glukosa dengan kejadian OA lutut (N. Yoshimura, et
al., 2012).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa korelasi antara hipertensi dan OA lutut tetap ada
setelah penyesuaian untuk kelebihan berat badan, dan sebuah penelitian tahun 2013
menghubungkan bagaimana pasien OA lutut dengan hipertensi dan DM Tipe 2 menunjukkan
kehilangan tulang yang lebih besar pada lempeng subkondral dibandingkan mereka yang tidak
(C.Y. Wen, et al., 2013).

Adapun terapi non-farmakologis yang diberikan yakni memberikan edukasi kepada


pasien terkait proses penyakit, prognosis, dan pengobatan OA, diet (mengurangi kelebihan berat
badan) (Dipiro, et al., 2011), dan terapi fisik dan okupasi (Dipiro, et al., 2011). Pemberian
edukasi dilakukan agar pasien dapat mencegah nyeri yang dialami secara mandiri. Kemudian
dilakukan penurunan berat badan agar tidak menambah nyeri yang dirasakan. Lalu, terapi fisik
dan okupasi bertujuan agar nyeri yang dialami berkurang, meningkatnya gerak persendian
pasien, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan aktivitas fungsional tubuh.

Pasien memiliki riwayat pengobatan yaitu acetaminophen 500mg sampai 3x4 tab yang
tidak berhasil mengobati rasa nyeri dan dapat meningkatkan toksisitas pada hati (Dipiro, 2011).

Sejumlah besar literatur yang membandingkan asetaminofen dengan plasebo dan dengan
NSAID pada jangka lama menunjukkan asetaminofen inferior terhadap NSAID dan secara klinis
tidak superior terhadap plasebo untuk mengurangi nyeri OA dalam jangka panjang.Analgesik
murni lainnya telah efektif yaitu tramadol, analgesik yang bekerja di sentral, dan analgesik
opioid.
Namun,keduanya memiliki insidensi yang tinggi terhadap efek samping yang tidak bisa
ditoleransi (NICE 2014).
Dikarenakan obat yang digunakan belum mampu mengontrol osteoarthritis pasien, terapi
farmakologis yang dapat diberikan adalah COX-2 yaitu celecoxib 100 mg 2x1. g dan stroke.8
OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Inhibitor COX-2 (Siklooksigenase-2), dan
Asetaminofen untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada Osteoartritis, penggunaan OAINS
dan inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.

(NICE, 2014)
Adapun monitoring yang dapat dilakukan setelah pemberian terapi dilakukan adalah
memperhatikan efek samping terapi celecoxib seperti batuk, demam, ruam kulit, bersin, sakit
tenggorokan serta pembengkakan pada wajah, jari, kaki, atau kaki bagian bawah, memperhatikan
perubahan gaya hidup pasien, dan memperhatikan fungsi hati dan ginjal untuk mengidentifikasi
toksisitas obat.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, L.R. 2021. Pengaruh Daun Salam Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Total
Darah pada Penderita Dislipidemia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2).
Aligita, W., Tpoy, D. D. S., & Susilawati, E. 2020. Aktivitas Antihiperlipidemia Ekstrak Buah
Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) pada Tikus yang Diinduksi Emulsi Lemak.
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia). 17(1):
149-157.
Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A., Kradjan, W. A.,
& Williams, B. R. 2013. Koda-kimble and Young's applied therapeutics: the clinical use
of drugs. Wolters Kluwer Health Adis (ESP).
Anggraini, N. E., & Hendrati, L. Y. 2014. Hubungan Obesitas dan Faktor-Faktor pada individu
dengan kejadian osteoarthritis genu. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2(1): 93-104.
Avram, R., Tison, G. H., Aschbacher, K., Kuhar, P., Vittinghoff, E., Butzner, M., Runge, R.,
Wu, N., Pletcher, M. J., Marcus, G.M.,. & Olgin, J. 2019. Real-world heart rate norms in
the Health eHeart study. NPJ digital medicine. 2(1): 1-10.
C.Y. Wen. 2013. Bone Loss at Subchondral Plate in Knee Osteoarthritis Patients with
Hypertension and Type 2 Diabetes Mellitus. Osteoarthritis and Cartilage. 21(2013) :
1716- 1723.
Council, R. 2014. Resuscitation Council UK. Retrieved 03 13, 2023, from The ABCDE
Approach: https://www.resus.org.uk.
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M. 2011.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed. United State of America: Mc
Graw Hill.
Dipiro, J. T., dkk. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Eleventh Edition. New
York: Mc Graq Hill.
Drugs.com. 2023. https://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=2067-0,172-0.
Tanggal Akses 13 Februari 2023.
Ferri, F. F. 2022. Ferri’s Clinical Advisor. UK: Elsevier.
Huan J. Chang, MD, MPH. 2010. Osteoarthritis of the Lumbar Spine. The Journal of the
American Medical Association. 304(1) : 1.
IRA. 2021. Pengapuran Sendi atau Osteoartritis. Indonesian Rheumatology Association..
Juan C Mora, Rene Przkora, dan Yenisel Cruz-Almeida. 2018. Knee Osteoarthritis:
Pathophysiology and Current Treatment Modalities. Journal of Pain Research. 2018(11)
: 2189–2196.
Joern, M., Klause, S.B., dan Peer, E. 2010. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and
Treatment of Osteoarthritis of the Knee. Dtsch Arztebl International Didapat dari
:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841860/pdf/Dtsch_Arztebl_Int107-
0152.pdf
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh Andry Hartono.
Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:
kementrian Kesehatan republic Indonesia.
Kokebie R, Block JA.2009. Managing Osteoarthritis : Current and Future Directions. Medical
Progress. 36(8):409-415.
Lasabuda, T., Wowor, P. M., & Mewo, Y. 2015. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Jamaah Mesjid Al-Fatah Malalayang. e-Biomedik. 3(3): 794-797.
Lisni, I., Octavia, Y. N., & Iskandar, D. 2020. Study On Rational Antihypertensive Drug
Prescribing In One Of Bandung’s Primary Health Care Center. Jurnal Ilmiah Farmako
Bahari, 11(1), 1-8.
Makkiyah, F. A., & Setyaningsih, Y. 2011. Penyuluhan Osteoarthritis Lutut Pada Ibu Rumah
Tangga Di Desa Sirnagalih Jonggol Jawa Barat. Ikra-Ith Abdimas. 3(3): 183-188.
Martha Sund-Levander., C. F. 2002. Normal Oral, Rectal, Tympanic, and Axillary Body
Temperature in Adult Men and Women; A Systematic Literature Review. Scand Journal
Caring Science. 16: 122-128.
Medscape. 2023. http://www.reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Tanggal Akses
13 Februari 2023.
Mian, A., Ibrahim, F., & Scott, D. L. 2019. A systematic review of guidelines for managing
rheumatoid arthritis. BMC rheumatology. 3(1): 1-13.
Michelle J Lespasio, DNP, JD, ANP, et al. 2018. Hip Osteoarthritis: A Primer. The Permanente
Journal. 22(17) : 1-6.
NICE 2014 Osteoarthritis Care and management in adults Issued: February 2014 NICE clinical
guideline 177 guidance.nice.org.uk/cg177.
Nuttall, F. Q. 2015. Body Mass Index. Nutrition Today. 50(3): 117-128.
N. Yoshimura, et al. 2012. Accumulation of Metabolic Risk Factors Such as Overweight,
Hypertension, Dyslipidemia, and Impaired Glucose Tolerance Raises The Risk of
Occurrence and Progression of Knee Osteoarthritis : A 3-Year Follow-Up of The ROAD
Study. Osteoarthritis and Cartilage. 20(2012) : 1217-1226.
PERKENI. 2019. Pedoman Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Indonesia: PB Perkeni.
PERKI. 2013. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, Edisi I. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia Jakarta : Centra Communications.
Pratiwi, A. I. 2015. Diagnosis and treatment osteoarthritis. Jurnal Majority. 4(4).
Rahmawati, F. 2017. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma. 6(1): 14-22.
Sibarani, Jonathan. J., Kuntara, Atta., Rasyid, Renaldi. 2021. Korelasi Usia dan Derajat
Osteoartritis Sendi Lutut Berdasarkan Sistem Klasifikasi Kellgren-Lawrence di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2019-2020. Journal of Medicine and Health. 3(1): 16-
25.
Soeroso , Joewono, dkk. 2006 .Osteoartritis. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
Soriton, S. A., Sambou, C., Lengkey, Y., & Untu, S. 2022. Pola Peresepan Penggunaan Obat
Antihipertensi Di Puskesmas Wolaang Langowan. Biofarmasetikal Tropis. 5(2): 92-96.
Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi ke4. Jakarta : EGC.
Sulung Ade Pratama , Hermina Sukmanintyas , dan Ika Vemilia Warlisti. 2019. Hubungan
Hipertensi Dengan Derajat Defek Kerusakan Kartilago Osteoarthritis Lutut Berdasarkan
Ultrasonografi. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 8(1) : 501-508.
Susanti, E., Kusuma, F. H. D., & Rosdiana, Y. 2017. Hubungan tingkat stres kerja dengan
kualitas tidur pada perawat di Puskesmas Dau Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah
Keperawatan. 2(3).
Sutedjo, A. Y. 2007. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:
Amara Books. 27-8.
Thios, R. H., Rambert, G., & Wowor, M. 2016. Gambaran kadar fosfat anorganik pada serum
pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-Biomedik (eBm). 4(2):
1-8.
Wardoyo, S.H., & Badri, S. 2020. The Acupuncture Effect for Low Back Pain; Biochemical and
Protein Profile Analysis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 16(2): 207-215.
Yusmiati, S. N. H., & Erni, E. 2017. Pemeriksaan kadar kalsium pada masyarakat dengan pola
makan vegetarian. Jurnal SainHealth. 1(1): 43-49.

Anda mungkin juga menyukai