Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

ANTIINFLAMASI

Nama : Diki Nugroho


Semester : IV.A
Mata Kuliah : Farmakologi II
NIM : 33178K18006

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari aktivitas obat antiinflamasi pada binatang percobaan yang mengalami
inflamasi.

II. DASAR TEORI


Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merasuk atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang
menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek,
2001).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen
yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen penyebar lebih luas. Reaksi-
reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono, 2000).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-
lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang
mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi
(kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh
cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel
jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan
fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik
(Rukmono, 2000).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal
yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang
interstsial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan
protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar
granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa
produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin,
prostagladin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
1.beaker glass 1. Karagenan
2. cawan penguap 2. Natrium Diklofenak
3. spuit 1 ml 3. Methylprednisolon
4. Kertas perkamen 4. Aquadest
5. Kapas
6. Toples
7. Timbangan analitik
8. Spidol
9. Batang pengaduk
10. vial

IV. PROSEDUR KERJA

Hal – hal yang harus dilakukan dalam praktikum antiinflamasi (prosedur yang harus
dilakukan) :
1. Sebelum melakukan pratikum, praktikan diharuskan menggunakan alat pelindung diri
agar tetap aman selama melakukan praktikum.
2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum antiinflamasi.
3. Kemudian timbang masing-masing mencit dan catat bobot dari masing-masing
mencit. Agar tidak tertukar bobot mencit yang satu dengan yang lainnya maka
beritanda pada ekor mencit. (mencit yang digunakan dalam percobaan sebanyak 3
ekor).
4. Timbang bahan yang digunakan diantaranya yaitu karagenan sebanyak 0,1 dan bahan
yang lainnya.
5. Setelah bahan-bahan ditimbang kemudian gerus masing-masing bahan hingga halus.
6. Selanjutnya larutkan karagenan 0,1 dengan aquadest sebanyak 10 ml.
7. Kemudian bahan yang dilarutkan yaitu Natrium diklofenak dengan 50 ml air
8. Dan larutkan methylprednisolon dengan 4 ml air.
9. Kemudian celupkan kaki kanan kedalam vial sampai batas kaki, hingga air tumpah,
ukur volume air menggunakan spuit. Kemudian catat volumnya sebagai data awal
sebelum di induksi dengan karagen.
10. Kemudian tiap masing-masing mencit diberi karagenan terlebih dahulu sebanyak 0,1
ml secara intra peritoneal, lakukan hal yang sama pada tiap mencit sebelum
pemberian obat.
11. Setelah diberikan karagenin mencit dibiarkan selama 10 menit kemudian diamati
kembali mencit dengan memasukkan kaki mencit kedalam vial dan ukur volume air
yang keluar dari vial menggunakan spuit.
12. Untuk mencit dengan perlakuan control diberikan aquadest sebanyak 0,1 ml secara
intra peritoneal. Amati mencit tiap 5 menit selama 30 menit dengan cara
mencelupkan kaki mencit kedalam vial kemudian ukur volume air yang keluar dari
vial menggunakan spuit.
13. Untuk mencit uji dilakukan dengan melakukan pemberian natrium diklofenak
sebanyak 0,2 ml secara intra peritoneal. Kemudian mencit diamati tiap 5 menit
selama 30 menit. Dilakukan pengamatan dengan memasukkan kaki mencit kedalam
vial kemudian ukur volume air yang keluar dari vial dengan menggunakan spuit
14. Kemudian untuk mencit uji dengan menggunakan methylprednisolon dilakukan sama
halnya pada perlakuan mencit dengan zat uji Na.Diklofenak.
15. Dalam pengamatan tiap 5 menit saat kaki mencit dicelupkan kedalam vial voleme air
yang keluar dicatat begitu pula perlakuan pada tiap mencit lainnya.
V. PERHITUNGAN

Mencit 1 = 33.91
Mencit 2 = 34.72
Mencit 3 = 32.55

1. Karagenin
Dilakukan pemberian karagenin sebanyak 0.1 ml secara intra peritoneal pada semua
mencit.

2. Aquadest (Control)
Mencit 1 (33.91)
Dilakukan pemberian Aquadest sebagai control sebanyak 0.1 ml secara intra peritoneal.

3. Na.Diklofenak (50 mg/kg)


Mencit 2 (34.72 gram)
Konversi mencit = 50 x 0.0026
= 0.13 mg
34.72 gram
Berat Mencit = x 0.13
20
= 0.22 mg
Volume pemberian D x BB = C x L
0.22 mg = 1 mg/ml x L
0.22 mg
L=
1mg/ml
L = 0.22 ml

4. Methyl prednisolon (4 mg/kg)


Mencit 3 (32.55 gram)
Konversi mencit = 4 x 0.0026
= 0.01 mg
32.55 gram
Berat Mencit = x 0.01
20
= 0.016 mg = 0.02 mg
Volume pemberian D x BB = C x L
0.02 mg = 1 mg/ml x L
0.02 mg
L=
1mg/ml
L = 0.02 ml = 0.2 ml

VI. HASIL PENGAMATAN

Sebelum Setelah Setelah Diberi Obat


diberi diberi
5 10 15 20 25 30
karageni karageni
menit menit menit menit menit menit
n n
Kontrol 0.1 ml 0.1 ml 0.1 ml 0.11 ml 0.1 ml 0.12 ml 0.12 ml 0.1 ml
Mencit
0.1 ml 0.1 ml 0.15 ml 0.12 ml 0.1 ml 0.2 ml 0.1 ml 0.13 ml
1
Mencit
0.1 ml 0.1 ml 0.2 ml 0.22 ml 0.1 ml 0.1 ml 0.08 ml 0.1 ml
2

VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, kami mempelajari efek pemberian suatu bahan uji dengan
aktivitas antiinflamasi. Zat uji yang digunakan adalah karagenian, Na. Diklofenak dan
methylprednisolln dengan berbagai variasi dosis. Zat penginduksi terjadinya inflamasi sendiri
menggunakan karagenian 1%. Pemberian obat dan zat uji dan obat pembanding diberikan
secara peroral dan karagenian diberikan di kaki kiri tikus secara inta peritonial

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa:
panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.

Mekanisme kerja Natrium Diklofenak adalah dengan menghambat sintesis


prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan
demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang
diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat
dicapai dalam ½ -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis
berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin
Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu
tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi diklofenak.
Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release )
memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis
kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran
gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-intestinal dari obat AINS
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa pada tikus kontrol,
setelah pemberian karagenian mengalami radang. Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan
volume kaki belakang sebelah kiri dari tikus yang diukur dengan alat sonde, berdasarkan
hukum archimedes yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki tikus
yang dimasukkan. Penggunaan air raksa yaitu dikarenakan air raksa tidak akan menyerap dan
membasahi kaki tikus, sehingga perhitungan perubahan volume kaki tikus akan semakin baik.

Terjadinya radang disebabkan karena karagenan merupakan suatu zat asing (antigen)
yang bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti
histamin sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen
tersebut untuk melawan pengaruhnya. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan
pada hewan percobaan adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki
tikus setelah diukur. Mekanisme karagenian dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan
merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat
mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi
fagosit ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah tersebut.

VIII. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini yaitu dilakukan percobaan antiinflamasi dimana


merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh
trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik. Efek yang
ditimbulkan dengan pemberian karagenin pada hewan percobaan adalah terjadinya
udem akan tetapi tidak ada perubahan jumlah volume sebelum dan sesudah pemberian
karagenin ini berarti tidak terjadi secara efektif. Obat antiinflamasi yang digunakan
yaitu aquadest sebagai control, Na diklofenak dan methylprednisolon. Dengan
pemberiaan obat antiinflamasi terjadi penurunan jumlah udem dari 5 menit pertama
dan pada menit terakhir pengamatan. Terjadi penurunan lebih banyak pada obat
methylprednisolon yaitu sebanyak 0.1 ml.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Abrams, 2005, Respon Tubuh Terhadap Cedera, EGC, Jakarta.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. , 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
Gryglewski, 1996, Bioactivity of Flavonoids, Polish Journal of Pharmacology 48(6): 555-
564.
Mitchell, R.N. & Contran, R.S., 2003, Inflamasi Akut Dan Kronik, Elseevier Saunders,
Philadelphia
Mycek,J Mary, 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta.
Rukmono, 2000, Kumpulan Kuliah Patologi, Bagian Patologi Anatomik FK UI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai