Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

BAHAN ALAM

“PEMBUATAN JAMU SERBUK Dan


FORMULASI SEDIAAN OBAT TRADISONAL”

Disusun Oleh :
FIRKHI RIANSYAH M.B
NIM 33178K18011
Prodi Studi D3 Farmasi
Semester VA

STIKES Muhammadiyah Kuningan


Tahun 2020
A. Judul Praktikum
Pembuatan jamu serbuk dan formulasi sediaan obat tradisonal.
B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat membuat jamu serbuk cerdasarkan CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisonal yang Baik).
C. Dasar Teori
Tanaman jambu biji tumbuh alami di daerah tropis Amerika, dan saat ini dijumpai
diseluruh daerah tropis dan sub tropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah.
Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Terlalu banyak hujan
selama musim pembuahan dapat menyebabkan buah pecah dan busuk, sering ditanam
sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah ditepi hutan dan padang rumput
(Arisandy, 2013).
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun jambu biji antara lain : asam psidiloat,
asam ursolat, asam krategolat, asam oleanolat, asam guaiavolat, quercetin dan minyak
atsiri. Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian
zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai
kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6)
terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.
Susunan inid apat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau
flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid.
Ketiga struktur tersebut dapat dilihat di bawah ini (Arisandy, 2013).
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman
hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan
O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida dan dihidroflavonol
O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering
ditemukan dalam bentuk aglikonnya. Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua
bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit kayu dan akar.
Akan tetapi, senyawa flavonoid tertentu seringkali terkonsentrasi dalam suatu jaringan
tertentu, misalnya antosianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun (Arisandy,
2013).
Quercetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, quercetin dan glikosidanya
berada dalam jumlah sekitas 60-75% dari flavonoid. Quercetin adalah salah satu zat aktif
kelas flavonoid yang secaara biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktifitas
antioksidan 1, maka quercetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid merupakan
sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianididn,
boflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavonol. Kersetin termasuk ke dalam kelompok
flavonol (Arisandy, 2013).
Quercetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit
degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Quercetin
memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dariQuercetin dipercaya dapat
melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara mencegah
terjadinya proses peroksidasi lemak. Quercetin memperlihatkan kemampuan mencegah
proses oksidasi dari Low Density Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal
bebas dan mengkhelat ion logam transisi. Ketika flavonol quercetin beraksi dengan
radikal bebas, quercetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi
electron tidak berpasangan yang dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi, hal ini
membuat senyawa quercetin radikal memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi
radikal yang reaktif (Arisandy, 2013).
A. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1. Klasifikasi (K.Heyne edisi III : 1987)
Regnum : Plantae
Subregnum : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrales
Famili : mytaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava.
2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat
larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (Tobo,
2001).
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan
diperoleh (Adrian, 2000).
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut.
Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan
pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut
organik (Adrian, 2000).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam
dan di luar sel (Adrian, 2000).
3. Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) :
a. Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung
dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang
mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal.
b. Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk
maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet
dengan cara cairam penyari dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke
kondensor kemudian terjadi kondensasi dan turun menyari simplisia.
4. Cara-cara Ekstraksi
1. Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya
(Adrian, 2000).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia
yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian
ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 3 hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung,
kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya
dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari
yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari
cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Adrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Adrian,
2000).
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya
kurang sempurna (Adrian, 2000).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian, 2000):
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan
untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan
pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan pelarut
berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan
batas, daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga
pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan
pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan
berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini :
1. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
2. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan
memperkecil kepekatan setempat.
3. Waktu yang diperlukan lebih pendek.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan
telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar
bertingkat.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan
(friksi) (Tobo, 2001).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah
dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi(Tobo, 2001).
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu
dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.
Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan
mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari.
Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam (Tobo, 2001).
Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena
(Tobo, 2001) :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka
cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi
biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal (Tobo,
2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung,
perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan
perkolator bergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk
kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila
diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera
menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak
cair, jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif.
Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar
untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo, 2001).
3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung
hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan
beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau jika
diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian, 2000).
Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih
pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa
menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-
menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok
(Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas
namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet
digolongkan dalam cara dingin (Tobo, 2001).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan
dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi
kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh
lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan
penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating
mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel
dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan
penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klonsong
(diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak
lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas
dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna
(biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan pada alat rotavapor (Adrian, 2000).
4. Refluks
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan
penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan
oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-
molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari
simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3
kali dalam waktu 4 jam (Adrian, 2000).
Keuntungan metode refluks (Adrian, 2000) :
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh hasil yang lebih pekat.
b. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang
mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba
(Adrian, 2000).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan
pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang
lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian
labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating
mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan
klem pada statif. Aliran air dan pemanasan (water bath) dijalankan sesuai
dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan penyaringan
filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi
pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4
jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat
rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian, 2000).
5. Destilasi Uap Air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia
yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada
tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi
kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian
dilakukan dengan destilasi uap (Tobo, 2001).
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap
zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di
dalam suatu sistem, sehinggga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh
uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses
penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa ke
suatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan,
melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat
aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah
ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut
hidrodifusi (Tobo, 2001).
B. Prosedur Kerja (Anonim, 2012)
1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan
derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples),
kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk.
Setelah 3 hari, disaring kedalam bejana penampung, kemudian ampas diperas
dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi
sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan
pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2. Perkolasi
Simplisia atau bahan yang dikstraksi secara perkolasi diserbuk dengan
derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian dirnaserasi selama 3 jam,
kemudian massa dipindahkan ke dalam perkolator dan cairan penyari
ditambahkan hingga selapis di atas diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
kemudian dilakukan pengujian.
3. Refluks
Bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu
alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai
mendidih cairan penyari akan menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin
tegak dan turun kembali menyari zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya.
Ekstraksi secara refluks biasanya dilakukan selama 3 - 4 jam.
4. Soxhlet
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu disebukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sample dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi
dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang
sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem
dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sample dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditambahkan untuk
membasahi sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi).
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.
5. Destilasi Uap Air
Sampel yang telah diekstraksi direndam di dalam gelas kimia selama 3 jam,
setelah itu dimasukkan ke dalam bejana II, bejana I diisi dengan air dan pipa
penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat.
Api bunsen pada bejana I dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap
air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana II melalui pipa penghubung untuk
menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada bejana II, minyak
menguap yang telah terisi selanjutnya menguap ini mengalami kondensasi
menjadi molekul molekul minyak menguap yang menetes ke dalam corong pisah
penampung yang telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan air dipisahkan
dan dilakukan pengujian berikutnya.
D. Metode praktikum
1. Alat
alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, batang pengaduk, , gelas kimia, gelas
ukur, maserator ayakan, corong, gelas ukur
2. Bahan
Ekstrak daun jambu biji, laktosa
3. Cara kerja
Cara Kerja Ekstraksi
• Simplisia 300 gram dimasukan kedalam maserator
• Tambahkan alkohol sampai simplisia terbasahi, diamkan selama 10 menit
• Tambahkan alkohol sampai simplisia terendam (700ml)
• Diamkan selama 24 jam, sambil sesekali diaduk agar zat aktif dalam simplisia keluar
bersama pelarut
• Setelah 24 jam, saring menggunakan kain planel dan kemudian timbang
• Lakukan penguapan hasil estraksi diatas waterbath
• Timbang ekstrak yg telah diuapkan
• Simpan pada wadah tertutup dan lapisi dengan aluminium foil
• Lakukan remaserasi dengan menambahkan kembali alkohol pada residu simplisia yg
telah disaring menggunakan kain planel
• Lakukan kegiatan seperti diatas kembali
Prosedur Pembuatan Sediaan
• Ekstrak kental daun jambu biji ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan (20 gram)
• Timbang zat tambahan dengan perbandingan
Zat aktif (daun jambu biji) : zat tambahan (laktosa)
1 : 10
• Masukan zat aktif kedalam mortir, tambahkan zat tambahan (laktosa) sedikit demi
sedikit sambil digerus ad homogen
• Setelah terbentuk serbuk (serbuk kering), timbang serbuk
• Oven serbuk 1 jam
•Kemudian dinginkan. Setelah dingin, gerus sediaan pada mortir sedikit demi sedikit
ad homogen.
E. Hasil Praktikum
EKSTRAKSI DAN UJI KUALITAS EKSTRAK
Bagian I : Pencarian Informasi dan daftar pustaka
Ekstraksi dan Uji Kualitas Serbuk
• Nama tanaman : Daun jambu biji
• Nama latin : Psidium guajava l
• Bagian yg digunakan : Daun
• Nama simplisia : Psidii folium
• Metode ekstraksi : Maserasi (alkoho 95%)
• Parameter non spesifik kualitas ekstrak dan nilai batasnya
Susut pengeringan
= berat sebelum pemanasan – berat akhir / berat sebelum pemanasan x 100%
= 600 gr – 45,15 gr / 600 gr x 100%
= 92,475%

Parameter Spesifik Kualitas Ekstrak :


Organoleptik
Bentuk : Kental
Warna : Cokelat kehitaman
Rasa : Kelat
Bau : Sedikit agak berbau
Bagian II : Kerja Laboratorium
Bobot Jenis Ekstrak
• Berat piknometer kosong (W1) : 13,15 gram
• Berat piknometer + air (W2) : 37,14 gr
• Berat air W2 – W1 (W3) : 37,14 – 13,15 = 23,99 gr
• Volume piknometer : 25 ml
• Kerapatan air (W3/V piknometer) : 23,99 / 25 = 0,95 gr/ml
• Berat piknometer + berat ekstrak (W4) : 33.51 gr
• Volume piknometer : 25 ml
• Berat ekstrak (W5) : 33,51 – 25 = 8,15 gr/ml
• Kerapatan ekstrak (W5/V piknometer) : 8,15 gr/ml / 25ml = 0,326 gr
• Bobot jenis ekstrak : 0,326 gr / 1 gr = 0,326 gr/cm³

FORMULASI SEDIAAN OBAT TRADISIONAL


Bagian I : Pencarian Informasi dan daftar pustaka
• Nama simplisia : Psidii folium
• Nama ekstrak : Ekstrak daun jambu biji / ekstrak psidii folium
• Khasiat yg dipilih : Anti diare akut, menurunkan kadar
kolesterol tinggi, sering buang air kecil (anyang-anyangan)
• Dosis : Sehari 1 x 1 bungkus
• Bentuk sediaan : Serbuk
• Formula
R/ Daun jambu biji 20 gr
Laktosa 200 gr
• Perbandingan 1 : 10
Bagian II : Kerja Laboratorium

• Pengeringan Esktrak 

a. Bobot ekstrak kental = 20 gram


b. Bobot bahan pengisi = 200 gram
• Formulasi Sediaan dan Kegunaan tiap Bahan

R/Daun Jambu Biji 20 gram


Laktosa 200 gram
• Daun jambu bij = zat aktif (anti diare)

• Laktosa = zat tambahan (pemanis)

• Bobot ekstrak yang digunakan = 20 gram


EVALUASI SEDIAAN

1. Keseragaman Bobot

2. Waktu alir serbuk

•  

3. Uji Pemampatan
•  

4. Bobot jenis serbuk

Data Hasil

Piknometer kosong (g) 13,03

Piknometer + serbuk (g) 26,17

Volume serbuk yang dapat dimasukkan ke dalam piknometer (ml) 25ml

Bobot jenis (gr/ ml) 0,8344

Bobot jenis relatif 0,878

5. Homogenitas

•  

F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan pembuatan jamu serbuk dan formulasi
sediaan obat tradisonal, dengan tujuan agar dapat membuat jamu serbuk cerdasarkan
CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik).
Tahapannya pertama membuat ekstrak kemudian di buat menjadi serbuk dan di
lakukan evaluasi sediaan pada serbuk. Berdasarakan hasil praktikum susut pengeringan
pada ekstrak sebesar 92,475%. Kemudian rendemen yang di hasilkan adalah 15,05%.
Berdasarkan literatur yang terdapat dalam Farmakope herbal edisi I pada tahun 2008
hal. 32 nilai rendemen pada ekstrak daun jambu biji ini tidak kurang dari 12,3%.
Sehingga pada pengamatan kali ini sesuai dengan literatur.
Kemudian berdasarkan hasil pengamatan praktikan kadar abu yang diperoleh adalah
0,57%. Berdasarkan literatur yang terdapat dalam Farmakope herbal edisi I pada tahun
2008 hal. 32 kadar abu pada ekstrak daun jambu biji ini tidak lebih dari 0,8% Sehingga
pada pengamatan kali ini sesuai dengan literatur.
Berdasarkan hasil praktikum bobot jenis ekstrak yang didapat adalah 0,326 gram/cm 3.
Tujuan menghitung bobot jenis ekstrak adalah untuk memberikan batasan besarnya
massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak
pekat ( kental) sampai bisa dituang.(Depkes RI, 2000).
Setelah itu dilakukan evaluasi sediaan pada serbuk, diantaranya evaluasi keseragaan
bobot, waktu alir sebuk, uji pemampatan, bobot jenis serbuk dan homogenitas.
Berdasarkan hasil pengamatan dari keseragaman bobot, bobot total yang didapat adalah
30,86 gram dan bobot rata ratanya adalah 1,543 gram.
Kemudian hasil dari pengamatan waktu alir serbuk adalah 2,07. Dari persyaratan 1,4-
4 termasuk ke dalam kohesif. Kohesif adalah Bubuk kohesif biasanya menunjukkan
masalah aliran. Prakteknya, material kohesif dapat gagal untuk mengalir keluar dari
wadah dengan bukaan sekitar ribuan kali lebih besar dari diameter partikel tersebut.
Masalah aliran mucul pada bubuk kohesif manapun, tetapi lebih serius pada bubuk
pangan karena mereka umumnya mengandung substansi lengket (seperti lemak) atau
akibat sifat higroskopis, suhu, dan lama waktu konsolidasi (Barbosa-Cánovas et al.,
2005).
Untuk uji pemampatan, berdasarkan hasil praktikum rata rat uji pemampatan yang
dihasilkan adalah 85,985%. Sedangkan dalam persyaratan dapat dinyatakkan alirannya
baik tidak lebih dari dari 20%. Sehingga dapat dinyatakkan sediaan yang praktikan buat
memiliki aliran yang kurang baik. Faktor penyebabnya mungkin saja dari ekstraknya
yang digunakan terlalu encer sehinnga untuk membuat serbuk membutuhkan banyak
laktosa yang cukup banyak, dan sifatnya laktosa lama lama akan meleleh, sehingga
sediaan menjadi agak basah dan mampat, sehingga aliran serbuknya kurang baik.
Untuk evaluasi sediaan mengenai bobot jenis serbuk hasil bobot jenis relatifnya
adalah 0,878. Dan untuk evaluasi sediaan mengenai homogenitas dari ketiga mesh yang
digunakan masih terdapat sisa sebuk yang tertinggal pada masung masung mesh nya,
sedangkan syaratnya adalah jika semua serbuk dapat melewati ayakan tersebut, maka
serbuk memenuhi syarat. Sehingga sediaan yang praktikan buat belum memenuhi syarat,
karena masih ada sisa saisa serbuk yang tertinggal dalam masing- masing mesh tersebut.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan serbuk daun jambu biji dan dapat
disimpullkan, antara lain :
1. Susut pengeringan pada ekstrak sebesar 92,475%. Pada pengamatan kali ini sesuai
dengan literatur.
2. Kadar abu yang diperoleh adalah 0,57%. Pada pengamatan kali ini sesuai dengan
literatur.
3. Bobot jenis ekstrak yang didapat adalah 0,326 gram/cm3..
4. Keseragaman bobot, bobot total yang didapat adalah 30,86 gram dan bobot rata
ratanya adalah 1,543 gram.
5. Waktu alir serbuk adalah 2,07. Termasuk ke dalam kohesif. Kohesif adalah Bubuk
6. Untuk uji pemampatan, berdasarkan hasil praktikum rata rat uji pemampatan yang
dihasilkan adalah 85,985%. Dapat dinyatakkan sediaan yang praktikan buat memiliki
aliran yang kurang baik.
7. Untuk evaluasi sediaan mengenai bobot jenis serbuk hasil bobot jenis relatifnya
adalah 0,878. Sehingga sediaan yang praktikan buat belum memenuhi syarat
H. Saran
Semoga di praktikum selanjutnya praktikan dapat lebih serius lagi menjalankan
kegiatan praktikum, lebih fokus lagi untuk memperhatikan hal-hal yang dijelaskan oleh
dosen saat di laboratorium agar hasil yang didapatkan akan lebih baik lagi.
I. Daftar pustaka
Arisandy 2013. Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengobatan ,Eksa Medika, Jakarta.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II, Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta
Tobo, E. dkk. (2001). Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia 1. Makasar: Unhas.
J. Lampiran
1. Pembuatan Ekstrak Daun jambu biji

2.

Proses Penguapan Selama 30 Menit Hasil penyaringan Bobot Ekstrak


sebanyak 600ml kental
Proses pembuatan serbuk

3. Penetapan kadar abu

4.
Alat yang Bobot ekstrak yang Bobot laktosa yang Proses
digunakan digunakan digunakan pencampuran bahan

Bobot ekstrak Bobot ekstrak


sebelum dioven setelah dioven

Sebuk yang
dihasilkan
Bobot jenis ekstrak

5.

Bobot piknometer Bobot piknometer + Bobot piknometer +


kosong air serbuk ekstrak

Proses evaluasi sediaan serbuk


a. Uji Homogenitas

Ayakan yang Sisa serbuk yang Sisa serbuk yang Bobot serbuk yang
digunakan mesh tertinggal dalam tertinggal dalam lolos dalam uji
10,22, dan 44 mesh 10 mesh 22 homogenitas
6. Pengemasan

Bobot serbuk
setiap bungkus

7. Kemasan

Anda mungkin juga menyukai