Anda di halaman 1dari 10

Nama: Mila Fitria Dewi

NIM: 33178K18018

Semester 4A
Laporan Praktikum

Antiinflamasi

I. Tujuan percobaaan

1. Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat memahami prinsip kerja


dari obat antiinflamasi.
2. mahasiswa dapat mengembangkan percobaan ini untuk mengevaluasi obat
antiinflamasi dengan memperhatikan beberapa kriteria pengamatan.

II. Dasar teori

Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular masih belum dijelaskan secara rinci.
Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini
meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit
kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor, dolor
dan functio laesa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang
dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor kemotaktik,
bradikinin, leukotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF ( platelet
activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah ini,
terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan
tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG.
Inflamasi sampai sekarang fenomena ini inflamasi pada tingkat bioselular masih belum
dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati.
Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler
dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor,
rubor tumor, dolor dan functioleasa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator
kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor
kemotaktik, bradikinin, leulotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF
( patelet activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah
ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan
tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG.

Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam
jumlah nanogram, menimbulkan eritem vasodilatasi dan peningkatan aliran darah secara lokal.
Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permaibilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya
tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG efek eksudas hitamin plasma dan bradikinin menjadi
lebik jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi.
PG sendiri tidak bersifat kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4
merupakan merupakan zat kemotaktik yang sangat paten. Obat mirip aspirin tidak menghambat
sistemhipoksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga golongamn obat ini tidak menekan
migrasi sel. Walaupun demikian dosis tinggi juga terlihat penghambatan migrasi sel tanpa
mempengaruhi enzim liposigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrin
tentu akan lebih paten menekan proses iflfmasi. (Wilmana, F.P., 1995).

OAINS membentuk kelompok yang berbeda-beda secara kima(kiri0, tetapi semuanya


mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase(COX) dan inhibisi sintesis
prostaglandin yang diakibatkannya sangat berperan untuk efek terapeutiknya. Sayangnya, inhibisi
sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster sering menyebabkan kerusakan
gastrointestinal(dispepsia, mual, dan gastiritis). Efek samping yang paling serius adlah perdarahan
gastrointestinal dan perforasi. COX terdapat pada jaringan sebagai suatu isoform konstitutif
(COX-1), tetapi sitokin pada lokasi inflamasi menstimulasi induksi isoform kedua (COX-2).
Inhibisi (COX-2) diduga bertanggungjawab untuk efek antiinflamasi OAINS, sementara inhibisi
COX-1 bertanggung jawab untuk toksisitas gastointestinal. OAINS yang paling banyak
digunakan adalah yang selektif untuk COX-1, tetapi inhibitor COX-2 selektif telah diperkenalkan
baru-baru ini (Neal, M.J., 2006).

Pasien-pasien ini sering diberi resep OAINS dan sangat banyak tablet aspirin,
parasetamol, dan ibuprofen tambahan yang dibeli bebas untuk terapi sendiri pada sakit kepala,
nyeri gigi, berbagai gangguan muskokletal, dan lain-lain. Obat-obat ini tidak efektif pada terapi
nyeri viseral(misalnya infark miokard, kolik renal, dan abdomen akut) yang membutuhkan
analgesik opioid. Akan tetapi, OAINS efektif pada nyeri hebat tipe tertentu(misalnya kanker
tulang). Aspirin mempunyai aktivitas antiplatelet yang penting (Neal, M.J., 2006).

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbulkan reaksi radang berupa: panas,
nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf, 1994)

Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan semua
jaringan. Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat
dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak
bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrin, dan asam
hidroksiperosieikosatetraenoat merupakan lipid yang berkaitan disintesis dari prekursor yang
sama sebagai prostaglandin memakai jalan yang berhubungan.

PG hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau iflamasi.
Penelitian tellah membukyikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi, jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia.Kemudian mediator kimiawi
seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata obat mirip
aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini
menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukanya blokade
jantung (Wilmana,F.P., 1995)

Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan bekerja
sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi dalam tubuh bervariasi secara
luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan TXA2 dari trombosit mencetuskan
penambahan trombosit baru untuk agregasi ( langkah pertama pada pembentukan gumpalan).
Namun pada jaringan lain peningkatan kadar TXA2 membawa tanda yang berbeda, misalnya otot
polos tertentu senyawa ini menginduksi kontraksi. Prostagladin merupakan salah satu mediator
kimiawi yang dilepasklan pada proses agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 2001)

Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa:
panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf,1994)

Inflamasi pada rematoid artistis merupakan reaksi antara antigen, antibodi dan komlemen
yang menyebabkan terentuknya faktor kemoteraktik yang menjadi penatik leukosit, leukosit ini
memfogositasi kompleks antigen-antigen komplemen dan juga melepaskan enzim-enzim dari
lisosom yang menyebabkan kerusakan tulang rawan dan jaringan lain, Sehingga timbullah
inflamasi (Syamsul Munaf, 1994).

Mekanisme kerja obat AINS :

a. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh enzimlisosom (salisilat,
fenilbutazon, indometasin dan asam mafenamat)

b. Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin)

c. Menghambat migrasi leukosit (indometasin)

d. Menghambat pembentukan prostagladin (salisilat, indometsain). Pada demam rematik salisilat


mengurangi gejala kerusaakan sendi, tetapi kerusakan jantung tidak dipengaruhinya Bila
diberikan per oral, diserap dangan cepat sebagian dari lambung sebaguian dari usus halus bagian
atas. Kadar puncak akan tercapai setelah pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini tergantung
pada : kecepatan dissintegrasi dan dissocusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu
penggosongan lambung. Pada pemberian rektal absorbsinya lambat dan tidak sempurna. Absorpsi
melalui kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat menimbulkan efek sistemik, misalnya metil
salisilat dapat diabsorpsi melalui kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung lambat
(Syamsul Munaf, 1994)
Setelah diabsorpsi, slisilat didistribusikan keseluruh tubuh dan cairan interseluler. Salisilat
dapat ditemukan pada cairan sinovial, spinal peritoneal, liur dan air susu.

Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS ) bekerja dengan jalan menghambat sintesis
prostagladin. Jadi pemahaman akan obat AINS memerlukan pengertian kerja dan biosintesis
prostagladin turunan asam lemak tak jenuh mengandung 20 karbon yang meliputi suatu struktur
cincin siklik.

III. Alat dan bahan

1. Alat
 Timbangan analitik
 Jarum suntik
 Sonde oral
 Lap
 Spidol

2. Bahan

 Karagenian
 Na. Diklofenak
 Methylprednisolon
 Aquadest

IV. Perhitungan

1. Kontrol (BB mencit 33,91)


2. Mencit 2 (Na. Diklofenak 50mg)
Dosis konversi = 0,0026 x 50 mg = 0,13 mg
BB mencit = 34,72/20 x 0,13 = 0,22 mg
Vol. Pemberian = D x BB = C x L
0,22 mg = 1mg/ml x L
L = 0,22 mg/ 1mg/ml
L = 0,22 ml
3. Mencit 3 (Methylprednisolon 4mg)
Dosis konversi = 0,0026 x 4 mg = 0,01 mg
BB mencit = 32,55/20 x 0,01 mg = 0,016 mg ~ 0,02 mg
Vol. Pemberian = D x BB = C x L
0,02mg = 1mg/ml x L
L = 0,02 mg/ 1mg/ml
L = 0,02 ml
L = 0,2 ml
V. Prosedur kerja
1. Timbang berat badan mencit
Mencit pertama 33,91 gram
Mencit kedua 34,72 gram
Mencit ketiga 32,55 gram

2. Timbang bahan-bahan

timbang Karagenian sebanyak 0,1


timbang Na. Diclofenac
Timbang Methylprednisolon
Gerus bahan yang sudah ditimbang tadi hingga halus
Larutkan karagenian 0,1 dengan aquadest sebanyak 10 ml
Larutkan Na. Diclofenac dengan 50ml aquadest
Larutkan methylprednisolone dengan 4 ml aquadest
Celupkan kaki kanan mencit kedalam vial, sampai batas kaki hingga air tumpah dan ukur
volume air dengan menggunakan spuit. Lalu dicatat hasil volumenya sebagai data awal
sebelu induksi karagen.
Masing-masing mencit diberi karagenian sebanyak 0,1
Lalu disuntikan secara i.p, lakukan hal yang sama pada mencit yang lainnya.
Setelah disuntikkan karagenian lalu didiamkan selama 10 menit. Lalu diamati dengan
dicelupkan kedalam vial dan ukur air yang keluar dari vial menggunakan spuit.
Kemudian untuk control diberikan aquadest sebanyak 0,1 ml secara i.p, lalu amati tiap 5
menit selama 30 menit dengan mencelupkan kaki kanan mencit kedalam vial lalu diukur air
yang keluar dengan spuit
Mencit uji pemberian Na. diclofenac sebanyak 0,2 ml diberikan secara i.p dan diamati
selama 30 menit tiap 5 menit dilakukan pengamatan dengan mencelupka kaki kanan mencit
kedalam vial dan diukur air yang tumpahnya
Untuk mencit uji pemberian methyprednisolon sebanyak 0,2 ml disuntikkan secara i.p dan di
amati selama 30 menit tiap 5 menit dilakukan pengamatan, dengan memasukkan kaki kanan
kedalam vial dan diukur air yang tumpahnya.
Pada pengamatan tiap 5 menit kaki kanan mencit dicelupkan dan diukur air yang
tumpahnya,lalu dicatat hasilnya. Lalukan hal yang sama pada saat pengamatan.

VI. Hasil pengamatan

Hasil Pengamatan Sesudah Diberi Obat


Sesudah Diberi 5 10 15 20 25 30
Sebelum Diberi Karagen Karagen Menit Menit Menit Menit Menit Menit
Kontrol 0,1 ML 0,1 ML 0,1 0,11 0,1 0,12 0,12 0,1
Menit I 0,1 ML 0,1 ML 0,15 0,12 0,1 0,2 0,1 0,13
Menit II 0,1 ML 0,1 ML 0,2 0,22 0,1 0,1 0,08 0,1

VII. Pembahasan

Pada percobaan kali ini, kami mempelajari efek pemberian suatu bahan uji dengan
aktivitas antiinflamasi. Zat uji yang digunakan adalah karagenian, Na. Diklofenak dan
methylprednisolln dengan berbagai variasi dosis. Zat penginduksi terjadinya inflamasi sendiri
menggunakan karagenian 1%. Pemberian obat dan zat uji dan obat pembanding diberikan secara
peroral dan karagenian diberikan di kaki kiri tikus secara inta peritonial
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa:
panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.

Mekanisme kerja Natrium Diklofenak adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin,


mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium
diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak
berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam ½ -1 jam.
Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan
akumulasi . eliminasi terutama melalui urin

Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu


tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransidiklofenak. Deflamat
CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release ) memiliki bentuk
yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang
akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga
akan memperbaiki toleransi gastro-intestinal dari obat AINS
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa pada tikus kontrol, setelah
pemberian karagenian mengalami radang. Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan volume kaki
belakang sebelah kiri dari tikus yang diukur dengan alat sonde, berdasarkan hukum archimedes
yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki tikus yang dimasukkan.
Penggunaan air raksa yaitu dikarenakan air raksa tidak akan menyerap dan membasahi kaki tikus,
sehingga perhitungan perubahan volume kaki tikus akan semakin baik.

Terjadinya radang disebabkan karena karagenan merupakan suatu zat asing (antigen)
yang bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin
sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk
melawan pengaruhnya. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan pada hewan
percobaan adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus setelah
diukur. Mekanisme karagenian dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan merangsang
lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat mengakibatkan
vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi fagosit ke daerah
radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah tersebut.

VIII. Kesimpulan

Dapat disimpulkan Karagenan dapat merangsang terjadinya inflamasi,


dengan terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus setelah
diukur alat sonde.

IX. Daftar pustaka

Munaf ST; Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf Pengajar
Laboratorium Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal 214.

Mycek,M.J. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya


Medika. Hal 404.

Neal, M.J. (2006). Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
PT Erlangga. Hal 70-71.

Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid


Dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistia G.
Ganiswara. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI.
Hal 207-209.

Anda mungkin juga menyukai