Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Pengenalan Hewan Coba dan Rute Pemberian Obat

Tanggal percobaan : 24 Maret 2017


Tanggal penyerahan : 31 Maret 2017

0661 15 177 0661 15 168


(Hanifah Munandar) (Saulisa Aparda Maewi)

0661 15 175 0661 15 215

(Alfi Syahri Sukarya) (Feby Amarullah)

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
laporan praktikum Farmakologi ini.

Dalam penyusunannya, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen


kami telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari
sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan manfaat
dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Kami berharap isi laporan praktikum ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, walaupun pada nyatanya masih saja terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat
lebih baik lagi.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga hasil laporan


praktikum ini bermanfaat.

Bogor,30 Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................. 1
KATA PENGANTAR ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 4
Tujuan Praktikum .............................................................................. 5
Hipotesa ............................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6

BAB III METODE KERJA


Alat dan Bahan .................................................................................. 11
Cara Kerja ......................................................................................... 11

BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN


Data Pengamatan .............................................................................. 12
Pembahasan ....................................................................................... 13

BAB V PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................... 16

DASAR TEORI
LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam bidang farmasi banyak ilmu-ilmu yang harus kita


ketahui,diantaranya adalah mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat,
baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi
farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda
dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar
maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan
tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi,
farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan
menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai
keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat, menformulasi,
menyimpan dan menyediakan obat.

Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan


sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai
mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui
tentang kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan
efek toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan
uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan
untuk keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut di
gunakan sebagai uji praktek untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering dipakai dalam
penelitian maupun praktek yaitu : Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Marmut
(Cavia parcellus), Mencit (Mus musculus), Tikus (Rattus novergicus)

Pada percobaan kali ini kami melakukan penanganan hewan coba pada
mencit (Mus musculus),kelinci (Oryctolagus cuniculus),dan tikus (Rattus

4
novergicus) serta rute pemerian obat yang berupa kafein pada mencit (Mus
musculus).

1.2. Tujuan percobaan

Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah :

 Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk


pengujian obat

 Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat

 Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang


diberikan secara berbeda rute pemberian

1.3. Hipotesis

 Metode yang paling baik digunakan adalah metode oral karena dapat di
peroleh efek yang sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh

 Kafein dapat meningkatkan fungsi otak dengan memberikan rangsangan


pada sistem syaraf pusat.

Pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum
dilakukan karena mudah, aman, dan murah

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke
dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memilliki berat
antara 25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit
laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata
merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak
mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding
atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam
menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda,
seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul
dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari ( nocturnal ), aktifitas
terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4°C, laju respirasi 163/menit
sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat
fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan
sesama sangat kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak,
suhu normal 37,5°C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya
gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-benda
yang keras.

Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji diharapkan


lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Didalam suatu dosis yang
dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai dengan data mengenai
penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat itu diaplikasikan kepada
manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Cara
memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara

6
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.

Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan ataupun rasa


sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau
pengambilan darah) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu


faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini
menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G,
1989).

Rute pemberian obat, dapat diberikan secara peroral, subkutan,


intramuscular, intravena dan intraperitonial. Rute peroral dapat diberikan dengan
mencampurkan obat bersama makanan, bisa pula dengan jarum khusus ukuran 20
dan panjang kira-kira 5cm untuk memasukkan senyawa langsung ke dalam
lambung melalui esophagus, jarum ini ujungnya bulat dan berlubang ke samping.
Rute subkutan paling mudah dilakukan pada mencit. Obat obat dapat diberikan
kepada mencit dengan jarum yang panjangnya 0,5-1,0 cm dengan ukuran 22-24
(22-24 gauge). Obat bisa disuntikkan dibawah kulit di daerah punggung atau
didaerah perut.

Kekurangan dari rute ini adalah obat harus dapat larut dalam cairan hingga
dapat disuntikkan. Rute pemberian obat secara intramuscular lebih sulit karena otot
mencit sangat kecil, obat bisa disuntikkan ke otot paha bagian belakang dengan
jarum panjang 0,5-2,0 cm dengan ukuran 24 gauge, suntikkan tidak boleh terlalu
dalam agar tidak terkena pembuluh darah. Rute pemberian obat secara intravena
haruslah dalam keadaan mencit tidak dapat bergerak ini dapat dilakukan dengan
mencit dimasukkan ke dalam tabung plastic cukup besar agar mencit tidak dapat

7
berputar ke belakang dan supaya ekornya keluar dari tabung, jarum yang digunakan
berukuran 28 gauge dengan panjang 0,5cm dan disuntikkan pada vena lateralis
ekor, cara ini tidak dapat dilakukan karena ada kulit mencit yang berpigmen jadi
venanya kecil dan sukar dilihat walaupun mencit berwarna putih. Cara
intraperitoneal hampir sama dengan IM, suntikkan dilakukan di daerah abdomen
diantara cartilage xiphoidea dan symphysis pubis.

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:

a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik


b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya
lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui
bermacam-macam rute.
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya


obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan
efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

 Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal


 Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan

8
 Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.Efek lokal dapat diperoleh dengan
cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung,
telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur,
saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada
keringat badan atau larut dalam cairan badan

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal
(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,
subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-
beda.

Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-


arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor
site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat
melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan
aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses
penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan
pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah


faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin) pada
usia hewan semakin muda maka semakin cepat reaksi yang ditimbulkan, ras dan
sifat genetic, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan tubuh.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai


oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau
baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat hidup
seperti suhu, kelembaban, ventilaasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan),

9
pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan.

10
BAB III
METODE KERJA
3.1. Alat dan bahan

a. Bahan:

 Kafein
 Kelinci
 Mencit
 Tikus

b. Alat :
 Jarum suntik
 Timbangan hewan coba

3.2. Cara Kerja

 Penanganan Hewan Coba

 Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 1 ekor kelinci,1 ekor tikus


dan 1 ekor mencit
 Diamati keadaan biologi dari hewan coba meliputi : bobot
badan,frekwensi jantung,laju nafas,reflex,tonus otot,kesadaran,rasa
nyeri,dan gejala lainnya bila ada

 Rute Pemberian Obat

 Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 3 ekor mencit


 Dalam satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar
 Ditimbang mencit untuk menetukan dosis obat yang akan diberikan
secara oral,subkutan,dan intraperitonial (Kafein 100 mg/kg bb)
 Diamati pengaruh atau efek dari obat
 Dihitung waktu sejak obat diberikan sampai terjadi efek

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan


 Penanganan Hewan Coba
Pengamatan Mencit Tikus
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Bobot badan 18 gr 18 gr 111 gr
Frekwensi 64/menit 112/menit 92 /menit
jantung
Laju nafas 140/menit 200/menit 92/menit
Refleks +++ +++ +++
Tonus otot +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++
Rasa nyeri +++ +++ +++
Gejala lain : Urinasi
 Rute Pemberian Obat

Kelompok Berat Volume Rute Onset Durasi


Pemberian Pemberian
1 20 0,5 Oral 00:20 Mati
2 20 0,5 Subkutan 1:40 33:29
3 23 0,5 Intraperitoneal 7:20 32:41
4 18 0,45 Oral 8:40 > 1:00:00
5 17 0,4 Subkutan 00:30 30:00
6 18 0,45 Intraperitoneal 2:04 37:00
7 22 0,5 Oral 09:55 31:00
8 18 0,45 subkutan 00:19 20:21

12
9 20 0,5 Intraperitoneal 14:57 46:43
10 18 0,4 Intraperitoneal 02:45 19:48

4.2. Pembahasan

Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat


terhadap absorbsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek
yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang digunakan adalah tubuh hewan
(uji in vivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai
objek pengamatan.
Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara
oral, intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Pertama,
Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal)
digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak membahayakan
bagi hewan uji. Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat
yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya
ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga
waktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan pemberian secara suntikan
yaitu pemberian intravena, memiliki keuntungan karena efek yang timbul
lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena
tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh
secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.)
karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena.

Kedua, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk
hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat
dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya

13
dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal
ditempat injeksi.
Ketiga dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga
perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi.
Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan
diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.

Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan satu ekor mencit.


Masing-masing mencit diberikan rute pemberian obat berbeda-beda.
Banyaknya volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit tergantung dengan
berat badan mencit dengan menggunakan rumus VAO. Data yang dihasilkan
untuk volume injeksi mencit berdasarkan berat badan

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan pemberian obat secara


intaperitoneal, ketika disuntikan kaffein mencit terlihat langsung terlihat
aktif. Setelah 2 menit mencit terlihat sangat peka terhadap kafffein, yaitu
mencit terlihat aktif, dan urinasi. Setelah menit ke 37 mencit terlihat
dikarnakan reaksi kaffen dalam tubuh mencit sudah hilang bersamaan dengan
urinasi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok kami, pemberian obat
secara intraperitonial, ketika disuntikan kaffein mencit sangat menunujakan
keaktifan yang ditimbulkan oleh kaffein. Khasiat dari kaffein itu sendiri
adalah sebagai stimulansia dimana kerja jantung di tuntut agar memompa
darah lebih cepat sehingga pada pengamtan kami kali ini sistem ekskresi pada
mencit akan berlangsung lama yaitu akan menyebabkan urinasi.
pada rute pemberian obat secara subkutan umumnya absorpsi terjadi
secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Oleh karena itu
waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek relatif lebih lama
dibandingkan dengan intraperitoneal, karena obat diabsorsi secara lambat dan
konstan sehingga efeknya dapat bertahan lama sampai 34 menit sampai efek
obatnya habis.

14
Pada pemberian kaffein yang kita amati kami menghitung dari jumlah
bobot yang dimiliki oleh mencit tersebut. Semakin besar bobot yang dimiliki
mencit tersebut maka akan semakin bertambah volume yang dibutuhkan oleh
mencit tersebut agar memberikan efek pada proses pengamtan yang kami
lakukan.

Pada percobaan yang kami lakukan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan


sehingga efek yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini
dikarenakan cara penyuntikan atau pemberian yang salah dan pengambilan
volume injeksi obat yang tidak sesuai.

15
BAB V

PENUTUP

Pada praktikum kami kali ini dapat disimpulkan bahwa :

 Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang
disesuaikan dengan urutan mencit.
 Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih
cepat.
 Dari hasil praktikum Onset of action dari rute pemberian obat secara IP
lebih cepat diperoleh dari pada rute pemberian obat secara oral atau
subkutan.
 Dari hasil pengamatan Duration of action dari rute pemberian obat secara
IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral dan
subkutan.
 Kesalahan penyuntikan dapat menyebabkan ketidaktepatan dosis yang
diberikan kepada hewan uji, sehingga hasil yang diperoleh pun tidak akurat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai
Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga Press, Surabaya

17
LAMPIRAN

Perhitungan Dosis

Dosis Kafein : 100 mg/kg bb


Konsentrasi : 0,4 %

𝑔𝑟 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑋
Dosis konversi : x
𝑔𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

0,1 𝑋
= x
1000 18

X = 0,0018

𝑔𝑟 𝑋
Dosis Penyuntikan : x
𝑚𝑙 𝑌

0,4 0,0018
= x
100 𝑦

Y= 0,45 ml

18
Penanganan hewan coba

Cara pemberian obat secara intraperitoneal

19

Anda mungkin juga menyukai