Anda di halaman 1dari 6

I.

JUDUL : Uji Toksisitas Akut Dermal

II. TUJUAN :

 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan, sasarn, tata cara pelaksanaan,


luaran, manfaat, serta mampu melaksanakan uji ketoksikan akut dermal.
 Mahasiswa mampu melaksanakan uji toksisitas akut dermal

III. DASAR TEORI


Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik /
racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single  dose atau campuran.
Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi
keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan
tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan, dan sediaan biologi.
Uji toksisitas akut dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi
efektoksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemaparan suatu sediaan
ujidalam sekali pemberian melalui rute dermal.
Prinsip uji toksisitas akut dermaladalah beberapa kelompok hewan uji
menggunakan satu jenis kelamin dipapardengan sediaan uji dengan dosis tertentu,
dosis awal dipilih berdasarkan hasiluji pendahuluan. Selanjutnya dipilih dosis
yang memberikan gejala toksisitastetapi yang tidak menyebabkan gejala toksik
berat atau kematian. Hewan yang sekarat atau menunjukan gejala toksisitasberat
segera dikorbankan sesuai prosedur pembunuhan hewan uji dandatanya dianggap
sebagai hewan mati. Kelompok berikutnya diberikan sediaanuji dengan dosis
lebih tinggi atau lebih rendah tergantung ada tidaknya gejalatoksisitas. Pengujian
dilanjutkan sampai ditemukan dosis yang menyebabkantoksisitas yang nyata atau
tidak lebih dari 1 ekor hewan yang mati, kemudianhasil uji terhadap sediaan uji
diklasifikasikan menurut GHS.
Tujuan ujitoksisitas akut dermal adalah untuk mendeteksi toksisitas
intrinsik suatu zat,memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat
melalui kulitsecara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat
digunakanuntuk menetapkan tingkat dosis dan merancang uji toksisitas
selanjutnyaserta untuk menetapkan nilai LD50 suatu zat, penentuan penggolongan
zat,menetapkan informasi pada label dan informasi absorbsi pada kulit.
Sediaan uji dilarutkan dengan bahan pembawa yang sesuai. Bila zat
ujiberbentuk padat, maka zat tersebut dibuat serbuk dan kemudian dibasahidengan
air atau pelarut (minyak nabati) yang sesuai sehingga dapat menempelpada kulit.
Bila digunakan pelarut maka kemungkinan pengaruh pelarutberpenetrasi pada
kulit perlu dipertimbangkan. Zat berupa larutan tidak perlu
diencerkan.
Uji toksisitas akut dermal menggunakan hewan percobaan
diperlukanuntuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat
setelahpemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute
dermal.Hasil toksisitas akut dermal dievaluasi seperti pada evaluasi uji toksisitas
akut oral.
Uji pendahuluan bertujuan untuk menetapkan dosis yang tepat untuk
ujiutama. Sediaan uji diberikan pada 1 ekor hewan uji untuk setiap dosis. Dosis
awal dipilih dari tingkatan fixed dose yang diperkirakan dapat memberikan gejala
toksisitas sedang yaitu 50,200, 1000 dan 2000 mg/kg berat badan (BB). Bila
memungkinkan data dari struktur kimia yang mirip dengan sediaan uji harus
diperhatikan. Bila tidak terdapat data struktur kimia tersebut, maka dosis awal
dimulai dari 1000 mg/kg BB. Seluruh hewan diamati selama 14 hari.
Periode pengamatan; dilakukan selama tidak kurang dari 14 hari.
Namunlamanya pengamatan tersebut dapat diperpanjang sesuai reaksi yangtimbul
akibat pemaparan sediaan uji. Penilaian klinis; dilakukan secara individual
terhadap adanya perubahan pada bulu, mata, membran mukosa, sistem pernafasan,
sistem peredarandarah, sistem syaraf otonom, sistem syaraf pusat, aktivitas
somamotor,dan pola tingkah laku. Adanya gejala-gejala toksisitas lainnya
sepertigemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tertidur dan koma, waktu kematian
dicatat seteliti mungkin. Bobot badan; terhadap berat badanharus dilakukan
penimbangan sesaatsebelum diberi perlakuan dan selama seminggu setelahnya,
serta padasaat hewan sekarat. Pada akhir pengujian, berat badan hewan
yangbertahan hidup dicatat sebelum hewan dikorbankan. Perubahan patologi;
dilakukan nekropsi terhadap semua hewan yanghidup dan diamati adanya
perubahan makropatologi. Pemeriksaan secaramikroskopik dilakukan terhadap
organ yang menunjukkan adanyaperubahan secara makro.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
 Pot salep
 Kandang tikus
 Tikus
Bahan :
 Salep minyak atsiri dengan dosis 1%, 5%, 10%

V. CARA KERJA
Masing - masing kelompok mendapatkan 3 ekor tikus yang telah diberi tanda (I, II,
III)

Masing - masing tikus telah dicukur bulunya 24jam sebelum perlakuan

Masing - masing tikus diberi salep minyak atsiri dengan cara dioles sesuai dengan
dosis 1%, 5%, 10%

Mengamati gejala - gejala klinis yang timbul

Mencatat jumlah mencit yang mati dalam waktu 24 jam

Menggunakan data seluruh kelompok untuk menghitung nilai LD50

VI. HASIL PERCOBAAN


Kulit
Kepasifan
Salivasi Konvulsi Anestesia Kemeraha Kematian Piloreksi
Kelo gerak
n
mpok
1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10
% % % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
1 - - - - - - √ - √ √ √ √ - - - - - - √ √ √
2 √ √ √ - - - √ √ √ √ √ √ - - - - - - - √ √
3 √ √ √ - - - √ √ - √ √ - - - - - - - - - -
4 - - - - - - √ - √ √ √ √ - - √ - - - √ √ √
5 - - - - - - √ √ √ √ √ √ - - √ - - - √ √ √
6 - - - - - - √ √ √ √ √ √ √ - - - - - √ √ √
VII. PEMBAHASAN
Uji toksisitas akut dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemaparan suatu sediaan uji
dalam sekali pemberian melalui rute dermal. Prinsip dari praktikum kali ini yaitu
beberapa kelompok hewan uji menggunakan satu jenis kelamin dipapar dengan
sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis awal dipilih berdasarkan hasil uji
pendahuluan. Kami menggunakan minyak sirih yang sudah dibuat dalam sediaan
salep dan dengan 3 kelompok dosis yaitu 1%, 5%, dan 10%. Hewan uji yang kami
gunakan yaitu tikus putih dengan 6 kelompok uji, satu kelompok berisi 3 ekor
tikus. Tujuan uji toksisitas akut dermal adalah untuk mendeteksi toksisitas
intrinsik suatu zat, memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat
melalui kulit secara akut, dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat
digunakan untuk menetapkan tingkat dosis dan merancang uji toksisitas
selanjutnya serta untuk menetapkan nilai LD 50 suatu zat, serta penentuan
penggolongan zat.
Pada praktikum yang telah kami lakukan, ada beberapa parameter untuk
melihat toksisitas akut dermal, yaitu salivasi, konvulsi, anestesia, kepasifan gerak,
kulit kemerahan, kematian, dan piloreksi. Pada kelompok 1 dan 6, efek yang dapat
dilihat setelah diberi sediaan uji yaitu anestesi, kepasifan gerak, serta piloreksi.
Sedangkan kelompok 2 efek yang ditimbulkan hewan uji setelah pemberian
sediaan uji adalah salivasi, anestesi, kepasifan gerak, serta piloreksi. Kelompok 3
efek yang ditimbulkan hewan uji setelah pemberian sediaan uji adalah salivasi,
anestesi, kepasifan gerak. Kelompok 4 dan keopok 5 efek yang ditimbulkan
hewan uji setelah pemberian sediaan uji adalah anestesi, kepasifan gerak,
kemerahan, dan piloreksi. Dari data diatas dapat dilihat bahwa dosis rendah (1%)
tidak memberikan efek atau gejala pada hewan uji, tetapi semakin tinggi dosis,
maka sediaan uji semakin memberikan efek pada hewan uji dengan timbul
beberapa gelaja yang disebutkan dalam parameter diatas. Tetapi pada uji kali ini
tidak ada hewan yang mati, sehingga sediaan uji masih tergolong aman untuk
dipakai dengan batas dosis 10%, walaupun ada beberapa hewan uji yang dalam
dosis 10% memberikan gejala kulit kemerahan.

VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa uji toksisitas akut
dermal dengan menggunakan salep minyak atsiri tergolong aman hingga dosis
10% karena tidak menyebabkan kematian pada hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2004). Chemical Hazard Classification and Labeling: Comparison of OPP


Requirements and GHS.

BPOM. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara Invivo.
Jakarta: Badan POM RI.

Brooks, G.F., Butel J.S., Morses A. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa
Mudihardi E., Kuntaman, Wasito. Jakarta: Salemba Medika.

Bruggemann, H. (2010). Skin: Acne and Propionibacterium acnes Genomics. Handbook of


Hydrocarbon and Lipid Microbiology, DOI 10, hal. 3216- 3223.

Erindyah, R.W. dan Maryati. (2002). Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Pinus terhadap S.
aureus dan E. Coli. Jurnal Farmasi Indonesia. Pharmacon 4 (1): Hal 20-24.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.
Terjemahan K. Padmawinata, Edisi II. Bandung: ITB Press.

Hermawan, et al. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Surabaya:
Universitas Airlangga.

Hidayat et al. (2015). Pemanfaatan Limbah Biji Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Sabun
Cair Wajah Antijerawat (Acne vulgaris). Purwokerto: Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai