Anda di halaman 1dari 6

1.

Hasil Uji Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak herba kemagi (Ocinum Americanum Linn) adalah metode Thin Layer
Chromotografy (TLC) atau yang dikenal dengan kromotografi lapis tipis (KLT), dibutuhkan
fase diam dan fase gerak dalam menggunakan metode KLT. fase gerak yang digunakan
adalah N-Heksana untuk ekstrak Heksan, etil asetat untuk ekstrak etil asetat, dan pelarut
methanol, dilakukan percobaan dengan berbagai perbandingan untuk mendapatkan
perbandingan pelarut yang memberikan pola noda yang baik. Perbandingan yang dilakukan
untuk ke dua ekstrak (etil dan heksan) adalah 2:1, 4:1, 3:2, dan 9:1. Noda-noda pada
permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm,
kemudian diamati pada masing-masing spot.

a. Hasil KLT pada b. Hasil KLT pada


panjang gelombang 254 nm panjang gelombang 366 nm

Gambar 1.1 : Hasil Uji KLT pada ekstrak heksan herba kemangi dengan
perbandingan pelarut 2:1, 4:1, 3:2, dan 9:1di lihat dengan megunakan lampu UV pada
panjang gelombang 245 nm untuk gambar a, dan 366 nm untuk gambar b.

Sebelumnya telah dilakukan pemisahan ekstrak dengan metode partisi, sehingga


digunakan fase gerak berupa campuran 2 pelarut organik.. Pendekatan polaritas adalah yang
paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase
gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.Pemilihan
perbandingan 2 pelarut organik ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan
pemisahan dan untuk mendapatkan perbandingan pelarut yang akan digunakan selanjutya.
Pertamakali di lakukan uji adalah perbandingan 4:1, jika bercak noda yang dihasilkan di
bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm tidak baik maka
perbandingan pelarut dapat ditingkankan ataupun diturunkan

Minyak atsiri bersifat non polar, jadi yang terlarut dalam ekstrak heksan adalah
senyawa terpenoid, klorofil, dan asam lemak. Ekstrak heksan ditotolkan dalam KLT dengan
eluen heksan:etil asetat 3:2. Dari hasil yang diperoleh, dengan pendeteksian uv 254, kemangi
terdapat bercak pada Rf 0,375 kuning -0,5 orange -0,65 coklat -0,77 hijau. Harga Rf yang
sama tersebut menunjukkan kepolaran senyawa yang sama, sedangkan warna yang berbeda
menunjukkan gugus fungsionalnya yang berbeda. Metabolit skunder dari prediksi tersebut
adalah terpeoid dan saponin.

Terpenoid terdiri atas beberapa senyawa antara lain minyak atsiri yang tersusun atas
monoterpenoid, seskuiterpenoid yang mudah menguap; Triterpenoid yang sukar menguap;
Triterpenoid dan steroid yang tidak menguap dan pigmen karetonoid. Setiap golongan
terpenoid penting bagi tumbuhan, dalam hal metabolisme maupun ekologi tumbuhan (
Harborn, 1987). Secara kimia terpenoid umumnya larut dalam lemak, dan terdapat dalm
sitoplasam sel tumbuhan. Identifikasi terpenoid dapat secara Kromatografi Lapis Tipis, yang
memberikan berfluororesensi biru pada UV 366 dan pemadaman bercak pada UV 254.
Penampakan bercak dengan Anisaldehid asam sulfat memberi bercak warna biru, hijau
cokalt, merah pada sinar tampak ( Wagner 1984).

Saponin merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoid, yaitu senyawa yang
mempunyai kerangka karbonil dari 6 satuan isopren. Secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik ( Harborn, 1987). Saponin dapat diidentifikasi secara Kromatografi
Lapis Tipis, bercak yang ditimbulkan oleh pereaksi vanilin asam sulfat, anisaldehid asmsulfat
memberi warna biru, ungu, terkadang warna kuning. Dengan SbCl 3 memberi warna merah
sampai ungu pada sinar tampak, pada UV 366 memberi warna merah, ungu, biru, dan hijau (
Wagner 1984).

Ekstrak etil asetat yang diperoleh dari partisi, sebelum diuji dengan KLT terlebih
dahulu di lakukan elusi dengan cara dikembangkan dengan menaikan dalam bejana
(chamber) pengembang dari gelas. Di dalam bejana ini dimasukkan fase gerak yaitu etil
asetat dan methanol dalam bejana ditempelkan kertas saring yang ujung bawahnya tercelup
fase diam. Fase diam akan merambat keatas membasahi kertas saring, dengan demikian
ruangan dalam bejana tertutup ini akan lebih cepat dijenuhi dengan uap pelarut. Setelah
ruangan dalam bejana jenuh dengan uap fase gerak (terjadi kesetimbangan), plat KLT
dimasukkan dimulai pengembangan atau elusi. Plat KLT yang masukkan adalah plat KLT
yang telah ditotoli sampel etil asetat. Bercak sample pada garis awal jangan sampai tercelup
dalam fase gerak. Fase gerak akan merambat naik membawa komponen sample. Kecepatan
merambat tiap-tiap komponen berbeda tergantung kekuatan persaingan ikatan hydrogen yang
ada pada masing-masing sampel.

Perbandingan yang dilakukan untuk ekstrak etil asetat pada praktikum ini adalah 2:1,
4:1, 3:2, dan 9:1. Dan diperoleh hasil perbandingan yang baik adalah 2:1 (etil asetat-
metanol). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komariah pada tahun 2013 dalam Isolasi
Senyawa Aktif anti Oksidan dari Ekstrak Etil Asetat Herba Kemangi (Ocinum Americanum
L) mendapatkan hasil perbandingan yang baik untuk ekstrak etil asetat daun kemangi adalah
65:35, namun pada penelitian ini lebih berfokus pada senyawa yang memiliki aktifitas
antioksida.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis menggunakan


harga Rf. Harga Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standart.
Senyawa yang memiliki Rf rendah bersifat lebih polar karena tertahan oleh fase diamnya
yang merupakan silika gel yang bersifat polar dari eluen. Sedangkan noda yang memiliki Rf
yang lebih tinggi bersifat kurang polar karena cenderung terikat pada fase geraknya
sebagaimana prinsip like dissolves like. Angka Rf berkisar antara 0,001-1,0 (Sastrohamidjojo,
2007). Pada perbandingan 2:1 dari ekstrak etil asetat di peroleh 4 fraksi berturut-turut
dengan masing-masing nilai RF 0,425, 0,6, 0,75, dan 0,9. Pada fraksi I dengan nilai Rf 0,425
menunjukkan tidak tampak warna noda menunjukkan adanya senyawa kumarin, pada nilai
Rf 0,41-0,5 menunjukkanadanya senyawa golongan saponin yang biasa dimiliki oleh ekstrak
daun kemangi jika warna yang tampak setelah disemprotkan godin adalah noda yang
berwarna ungu, namun pada praktikum ini tidak terlihat noda yang berwarna ungu tersebut
(Shofiya, 2011), pada nilai Rf 0,6 dan 0,75 menunjukkan adanya senyawa golongan saponin
dan steroid (Nur Ikhlas, 2013) pada nilai Rf 0,9 menunjukkan adanya
senyawametilkavikolyang di lihat dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm tidak
terlihat dan pada gelombang 366 nm, terdapat bercak noda kuning terang setelah itu diberikan
uap iodin setelah didiamkan beberapa lama, bercak noda kuning semakin terlihat (Shofiya,
2011).

2. Hasil Isolasi Senyawa Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Kolom

Isolasi ekstrak n-heksan herba kemangi dilakukan dengan menggunakan kromatografi


kolom. Kromatografi kolom merupakan metode yang digunakan untuk pemisahan komponen
dari suatu senyawa yang dipisahkan dan didistribusikan diantara 2 fase. Metode ini banyak
digunakan untuk menganalisis komponen suatu senyawa berdasarkan kualitatif dan
kuantitatif. Kolom kromatografi yang sudah di masukkan ekstrak n-heksan herba kemangi di
aliri dengan fase gerak n-heksan 100% sebanyak 200 ml dan hasilnya di tampung
menggunakan vial yang sebelumnya telah diberi label. Pada penggunaan pelarut n-heksan
100% dimulai dari vial 1sampai vial ke-8, dengan warna masing-masing vial yakni vial 1-2:
Bening, vial 3-4: hijau pekat, vial 5-8: hijau pudar. Kemudian setelah pelarut n-heksan turun
dengan sempurna dilanjutkan dengan pelarut 9:1 sebanyak 150 ml (135 ml heksan : 15 ml etil
asetat) dimulai dari vial ke-9 sampai vial ke-30. Warna yang dihasilkan pada masing-masing
vial adalah vial 9-19: hijau, vial 20-25: Orange, vial 26-28: kuning muda, val 29-30: hijau
muda.

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pelarut 8:2 sebanyak 200 ml mulaivial


31-50, dengan masing-masing warna pada vial yaitu: vial 31-38: hijau muda, vial 39-45:
hijau, vial 46-50: hijau, vial 52-55: hijau pekat, 54-55: hijau pudar. Kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan pelarut 7:3 sebanyak 300 ml (210 heksan dan 90 ml etil asetat) dimulai
dari vial 55-70 dengan warna vial hijau, dan yang terakhir dilanjutkan dengan menggunakan
pelarut 6: 4 sebanyak 200 ml (120 heksan dan 80 ml etil) mulai dari vial 71-80 warna yang
dihasilkan pada masing-masing vial sama yakni warna hijau.

Pada pemilihan eluent digunakan metode elusi gradien (bertahap), yaitu selama proses
menggunakan fase gerak berubah-rubah polaritasnya. Untuk membuat polaritas maka
komposisi fase gerak berubah. Pada umumnya dimulai dari fase grak non-polar kemudian
berubah kepelarut polar. Hal ini dapat dilihat dari tahapan fraksi eluent larutan n-heksana:
etil yang digunakan yaitu perbandingan 9:1, 8:2, 7:3 dan 6;4. Urutan perbandingan eluen
yang digunakan berdasarkan tingkat kepolarannya dari yang paling rendah hingga yang
paling polar, alasannya karena jika yang dimasukkan terlebih dahulu adalah pelarut polar
maka dikhawatirkan senyawa non polar yang terdapat dalam sampel akan tertarik semua
sementara kita akan melakukan proses pemisahan senyawa polar dan non polar dan pada
akhir dari proses tersebut tidak ada lagi senyawa non polar yang akan tertarik lagi jika
digunakan pada saat akhir. Elusi dihentikan jika tidak ada lagi sampel yang dapat dibawa lagi
keluar oleh fase gerak, sampai pada fase gerak yang paling polar.

Adapun warna yang didapat dari tingkat kepolaran eluen adalah bening, kuning,
coklat, hijau. Warna kuning menandakan adanya karetenoid, warna coklat mengartikan
adanya antoxianin, sedangkan warna hijau menandakan adanya klorofil. Adapun hasil yang
kami dapat dari hasil isolasi senyawa didapatkan banyak warna hijau pada fraksi eluen 6:4
dan 7:3 hal ini menjelaskan bahwa daun kemangi mengandung banyak klorofil. Sedangkan
warna yang paling banyak kedua ialah warna kuning pada fraksi eluen 9:1 dan warna coklat
pada fraksi eluen 8:2.

Tahapan selanjutnya, mendeteksi komponen yang dipisahkan dengan memonitor


fraksi yang didapat dengan kromatografi lapis tipis yang dilihat dibawah sinar UV. Proses
yang dilakukan dengan mengambil vial dengan urutan genap secara beruntun mulai dari non-
polar hingga polar yang ditotolkan pada alumunium silica lalu dijenuhkan dengan larutan n-
heksana:etil 4:1 dalam bejana selanjutnya silica diamati dibawah sinar uv untuk melihat
bercak. Pada praktikum dapat diberikan penampak warna Godin A + Godin B atau H2SO4
yang dipanaskan diatas hotplate hal ini dilakukan untuk memperjelas hasil bercak jika tidak
terlihat menggunakan bantuan UV. Fraksi yang mempunyai profil bercak KLT yang mirip
digabungkan. Dari hasil penotolan diperoleh hasil noda yang sangat baik adalah pada vial
nomor 14 fraksi eluen 9:1. Karena noda yang Nampak pada sinar UV nya lebih baik
dibandingkan vial – vial lainnya.
Gambar 2.1 Hasil KLT berdasarkan kromatografi kolom pada panjan gelombang 254 nm,
366 nm dan menggunakan pewarna godin

Pada pengujian menggunakan KLT di buat 2 plat KLT, masing-masing KLT di totolkan
sampel berdasarkan urutannya plat KLT yang pertama ditotolkan sampel dari vial 2- 36 (vial
genap) dan Plat KLT yang kedua sampel dari vial 34-72) ketika menggunakan eluen 100%
tidak ada warna yang terdeteksi dengan meggunakan UV (panjang gelombang 254 nm dan
366 nm) maupun pewarna godin. Untuk plat KLT pertama di uji dengan menggunakan eluen
9:1 dan diperoleh bercak pada plat KLT yang sama adalah 1-10, 11-15, 16-20, 22-26, 28-34.
Selanjutnya pada plat KLT yang ke dua dilakukan uji menggunakan eluen 4:1 diperoleh
persamaan bercak pada vial 34-42, 44-50, 52-54, 54-56, 58-60,62-66 dan 68-72. Senyawa
yang memiliki bercak yang sama pada hasil plat KLT dengan menggunakan UV diperkirakan
adalah senyawa yang sama.

Anda mungkin juga menyukai