Anda di halaman 1dari 6

PASCA PANEN SIMPLISIA BUAH VANILIN

A. INFORMASI BAHAN

Sistematika atau taksonomi tanaman vanili diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Aspargales
Family : Orchidacheae
Sub family : Vanilloideae
Tribe : Vanilleae
Sub tribe : vanillinae
Genus : Vanilla
Spesies : Vanilla planifolia Andrews (Tjitrosoepomo G. 2012).

Tanaman vanili menghasilkan buah (polong) yang bernilai ekonomi tinggi. Polong vanili yang
dikomersialkan merupakan hasil fermentasi sehingga warnanya berubah menjadi hitam kecokelatan sampai
hitam mengkilat. Polong hasil fermentasi yang berkualitas baik adalah yang berwarna hitam mengkilat,
mengandung minyak yang memiliki kurang lebih 200 jenis senyawa, tetapi konsentrasinya masing-masinng
sangat kecil. Komponen utama dari minyak vanili adalah vanillin, konsentrasinya dapat mencapai 2%.
Komponen lainnya p-hydroxybenzaldehyde, p-hydroxybenzyl methyl ether, asam asetat, eugenol, piperonal,
caproic acid, dan vanillyl ethyl ether. Vanilin dan piperonal bertanggung jawab terhadap rasa vanili dan
memiliki berbagai manfaat kesehatan. Senyawa lain yang terdeteksi pada minyak vanili adalah anise alcohol,
methylguaiacol, dan p-cresol (Sulaiman, dkk., 2018)

Buah vanili besudut tiga, berbentuk kapsul panjang berdaging berwarna hijau, panjang buah 10-25 cm dan
diameter 12-14 mm, permukaan buah licin. Pematangan buah berlangsung 9 bulan tergantung jenis dan cuaca.
Buah yang belum matang keras berwarna hijau tua, setelah matang agak lembek berwarna kekuningan dan
setelah diproses (fermentasi) berwarna coklat tua. Pemetikan buah dilakukan satu per satu karena pematangan
buah tidak serempak. Buah matang cenderung berpilin dan berminyak. Biji dilapisi oleh minyak berwarna gelap
dikenal dengan balsam of vanilla (Departemen Pertanian, 2008).

Vanili kaya akan antioksidan. Salah satu fungsi terpenting dari antioksidan adalah untuk menetralisir
dampak dari radikal bebas dalam tubuh yang merupakan hasil samping dari proses metabolisme sel.
Antioksidan dari vanili dapat mencegah efek negatif dari radikal bebas, membantu mencegah kerusakan sel
dan jaringan di sekitar tubuh, merangsang regenerasi sel alami tubuh, dan meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga melindungi dari berbagai penyakit infeksi dan kanker (Sulaiman, dkk., 2018).

Selama berabad-abad, vanili telah digunakan mengatasi peradangan. Vanili dapat membantu meringankan
kondisi radang sendi, asam urat, dan kondisi peradangan lainnya, termasuk radang hati akibat kecanduan
minuman beralkohol. Vanili juga sering digunakan dalam produk kebersihan dan kecantikan karena memiliki
khasiat pada rambut dan kulit. Minyak atsiri vanili dapat memperkuat rambut, mendorong aliran darah ke kulit
kepala, serta mendorong pertumbuhan dan rambut yang lebih estetis. Vanili juga digunakan sebagai penguat
rasa aroma dalam makanan dan minuman. Vanili memiliki cita rasa dan aroma yang khas dan sangat kuat untuk
penyedap cita rasa makanan dan minuman. Vanili untuk cita rasa makanan dan minuman adalah yang sudah
diolah dan praktis untuk digunakan (Sulaiman, dkk., 2018).

Di Afrika Kuno, dukun menggunakan vanili untuk masalah perut. Para dokter Eropa pada abad ke-16 dan
ke-17 menggunakan vanili sebagai penangkal keracunan, keluhan pada perut, dan sebagai afrodisiak. Minyak
vanili memiliki sifat antispasmodic, balsamic, penenang, emmenagogue, antioksidan, antidepresan, dan
afrodisiak (Sulaiman, dkk., 2018).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan mutu vanili kering salah satunya adalah
dengan memperbaiki proses curing sehingga senyawa prekursor flavor dalam buah vanili dapat berubah
seluruhnya menjadi senyawa flavor. Flavor vanili alami dihasilkan oleh transformasi enzimatik yang terjadi
selama proses curing. Enzim -glukosidase berperan terutama dalam menghidrolisis senyawa glikosida menjadi
aglikon yang memiliki aktivitas flavor. Rendahnya kualitas flavor vanili diduga terjadi karena tidak semua
glikosida terhidrolisis menjadi aglikon yang disebabkan karena rendahnya aktivitas enzim -glukosidase
(Setyaningsih,dkk., 2006).

Penambahan aktivitas enzim -glukosidase eksternal ke dalam homogenat vanili diduga dapat
mempercepat terjadinya hidrolisis senyawa glikosida. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan enzim vanili
endogenus karena sifatnya yang kurang tahan panas, pH optimum yang tinggi dan terhambat oleh adanya
glukosa. Untuk membuktikan hal tersebut, dilakukan penelitian dengan cara menambahkan enzim -
glukosidase kapang dan enzim - glukosidase komersial dari almond (emulsin) ke dalam homogenat buah vanili
dan selanjutnya diinkubasi dalam inkubator goyang selama 48 jam dan diamati setiap 6 jam (Setyaningsih,dkk.,
2006).

B. TAHAPAN PASCA PANEN

Buah yang baru dipanen, dicuci dan disortir. Pemilihan buah vanili yaitu yang berwarna hijau mulai
memudar dan ujung polong mulai menguning tetapi belum pecah. Setelah disortir dan dicuci, polong
dilayukan terlebih dulu. Pelayuan dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan vegetative dan mendorong
pembentukkan enzim pembentuk vanillin. Prosesnya adalah dengan cara mencelupkan polong vanili ke dalam
air yang bersuhu 63-65°C selama 2-5 menit. Setelah dilayukan polong vanili ditiriskan dan dilakukan
pemeraman selama 24 jam dengan suhu 38-40°C. Hal ini dilakukan agar terjadi reaksi enzimatis pada polong
vanilli untuk pembentukkan vanillin dan polong vanili berubah warna kecoklatan dan berminyak. Selanjutnya,
polong dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan alat pengering khusus sampai kadar air mencapai 5-60%.
Adapun selain dikeringkan dengan dijemur, polong dikeringkan dengan cara dianginkan, atau disebut juga
dengan pengering-anginan. Pengering-anginan bertujuan untuk menurunkan kadar air secara perlahan dan
meningkatkan aroma vanillin. Polong disusun pada rak bambu/kawat dan disimpan dalam ruangan selama 30-
45 hari. Bila kadar air 30-35% dikeluarkan dari rak untuk proses selanjutnya. Pengeringan dapat juga
dikombinasikan dengan menggunakan oven dengan suhu 50°C selama 3 jam setiap hari untuk mengahasilkan
mutu vanili yang lebih baik dan waktu yang lebih singkat yaitu 10 hari. Kemudian, polong yang sudah kering
disimpan untuk menyempurnakan dan memantapkan aroma. Polong-polong vanili diikat 50-100 polong per
ikat, dibungkus dengan kertas minyak atau kertas paraffin dan dimasukkan dalam peti berlapis kertas minyak.
Penyimpanan dilakukan selama 2-3 bulan (DIrjen Perkebunan, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Deprtemen Pertanian. 2008. Teknis Budidaya Vanili. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011, Budidaya Tanaman Vanilli. Kementerian Pertanian.

Setyaningsih, D., Tresnawati, K., Soehartono, M. T,. Apriyanto, A., 2006, Pengaruh Aktivitas -Glukosidase
Ekternal Dari Kapang Terhadap Kadar Vanilin Buah Vanili. Bogor: Departemen Teknologi Industri
Pertanian dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Sulaiman, A. A., dkk, 2018, Membangkitkan Kejayaan Rempah Nusantara. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

Tjitrosoepomo, G. 2012. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
PASCA PANEN SIMPLISIA BUNGA CENGKEH

A. INFORMASI BAHAN

Menurut Suwarto, dkk. (2014), klasifikasi ilmiah cengkeh adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Marga : Syzygium

Spesies : Syzygium aromaticum L.

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman pohon dengan batang besar berkayu keras
yang tingginya mencapai 20–30 m. Tanaman ini mampu bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun dan
tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan ketinggian 600–1000 meter di atas permukaan laut (dpl) (Najiyati
dan Danarti, 2003).

Tanaman cengkeh memiliki 4 jenis akar yaitu akar tunggang, akar lateral, akar serabut dan akar rambut.
Daun dari tanaman cengkeh merupakan daun tunggal yang kaku dan bertangkai tebal dengan panjang tangkai
daun sekitar 2–3 cm. Daun cengkeh berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, tepi rata, tulang daun
menyirip, panjang daun 6–13 cm dan lebarnya 2,5–5 cm. Daun cengkeh muda berwarna hijau muda,
sedangkan daun cengkeh tua berwarna hijau kemerahan (Kardinan, 2005).

Tanaman cengkeh mulai berbunga setelah berumur 4,5–8,5 tahun, tergantung keadaan lingkungannya.
Bunga cengkeh merupakan bunga tunggal berukuran kecil dengan panjang 1–2 cm dan tersusun dalam satu
tandan yang keluar pada ujung-ujung ranting. Setiap tandan terdiri dari 2–3 cabang malai yang bisa bercabang
lagi. Jumlah bunga per malai bisa mencapai lebih dari 15 kuntum. Bunga cengkeh muda berwarna hijau muda,
kemudian berubah menjadi kuning pucat kehijauan dan berubah menjadi kemerahan apabila sudah tua.
Bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas karena mengandung minyak atsiri
(Thomas, 2007).

Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan jumlah cukup besar, baik dalam bunga
(10–20%), tangkai (5–10%) maupun daun (1–4%) (Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri dari bunga cengkeh
memiliki kualitas terbaik karena hasil rendemennnya tinggi dan mengandung eugenol mencapai 80–90%.
Kandungan minyak atsiri bunga cengkeh didominasi oleh eugenol dengan komposisi eugenol (81,20%), trans-
β-kariofilen (3,92%), α-humulene (0,45%), eugenol asetat (12,43%), kariofilen oksida (0,25%) dan trimetoksi
asetofenon (0,53%) (Nurdjannah, 2007).
Eugenol (C10H12O2) adalah senyawa berwarna bening hingga kuning pucat, kental seperti minyak,
bersifat mudah larut dalam pelarut organik dan sedikit larut dalam air. Eugenol memiliki berat molekul 164,20
dengan titik didih 250–255ºC (Bustaman, 2011). Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada minyak
atsiri bunga cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan antibakteri. Mekanisme kerja eugenol sebagai zat
antifungi dimulai dengan penetrasi eugenol pada membran lipid bilayer sel jamur yang mengakibatkan
terjadinya penghambatan sintesis ergosterol dan terganggunya permeabilitas dinding sel jamur sehingga
terjadi degradasi dinding sel jamur, dilanjutkan dengan perusakan membran sitoplasma dan membran protein
yang menyebabkan isi dari sitoplasma keluar dari dinding sel jamur. Apabila hal ini terus-menerus terjadi,
lama-kelamaan sel jamur akan mengalami penurunan fungsi membran dan ketidakseimbangan metabolisme
akibat gangguan transport nutrisi hingga menyebabkan sel lisis dan pertumbuhan jamur menjadi terhambat
(Brooks, dkk., 2008).

B. TAHAPAN PASCA PANEN

Untuk mendapatkan hasil yang bermutu baik, masalah pengolahan juga perlu untuk diperhatikan dengan
seksama. Pengolahan cengkeh dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu sortasi basah, pemeraman,
pengeringan, sortasi kering dan penyimpanan (Puslitbangbun, 2017).

Sortasi basah dilakukan segera setelah cengkeh tiba di tempat pengolahan. Sortasi ini dilakukan dengan
memisahkan bunga dari tangkainya dan menempatkannya pada tempat yang berbeda. Bunga dan tangkai
cengkeh perlu dipisahkan karena mempunyai harga da mutu yang berbeda. Sortasi ini sangatlah penting untuk
diperhatikan karena jika tangkai dan bunga tercampur maka akan menurunkan mutu. Bunga dan tangkai yang
telah dipisahkan, masing-masing dimasukkan kedalam karung atau peti untuk selanjutnya diperam selama 24
jam. Selain untuk mempersingkat waktu pengeringan, pemeraman juga dapat memperbaiki warna cengkeh
menjadi cokelat mengkilap. Setelah pemeraman, proses selanjutnya yaitu pengeringan dengan harapan kadar
air cengkeh turun hingga 12 %-14%. Bila kadar air lebih dari 14% cengkeh mudah terserang jamur sehingga
tidak tahan disimpan. Sedangkan jika kadar air di bawah 12 % cengkeh akan mudah hancur sehingga mutunya
rendah (Puslitbangbun, 2017).

Pengeringan dapat dilakukan secara alami atau kombinasi cara buatan dan cara alami. Pengeringan
dengan cara alami dapat dilakukan dengan menjemur cengkeh di bawah terik matahari dengan menggunakan
lantai beton atau anyaman bambu. Pengeringan secara alami umumnya tidak mengalami banyak hambatan
karena pada umumnya cengkeh dipanen pada musim kemarau. Apabila tidak ada mendung, cengkeh sudah
dapat kering dalam waktu 5-6 hari. Tanda bahwa cengkeh sudah kering dengan kadar air sekitar 12 %-14 %
adalah mudah patah bila ditekan. Dan selanjutnya dilakukan sortasi kering dan Pengemasan. Pada tahap
sortasi, cengkeh dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara ditampi menggunakan tampah. Cengkeh yang
sudah bersih dimasukkan ke dalam karung kecil berkapasitas 30-40 kg atau karung berkapasitas 50-60 kg
kemudian dijahit zig zag. Cengkeh yang telah dikemas dalam karung siap untuk dipasarkan atau disimpan
untuk bebrapa waktu. Penyimpanan dilakukan di gudang yang tidak lembab, mempunyai banyak ventilasi dan
berlantai semen. Di atas lantai dibuat para-para dari balok kayu yang kuat setinggi 25-30 cm kemudian karung
berikut cengkehnya disusun di atasnya (Puslitbangbun, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., Jawetz, Melnick & Adelberg, 2008, Mikrobiologi Kedokteran
(terj.), Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bustaman S. 2011. Potensi Pengembangan Minyak Daun Cengkeh Sebagai Komoditas Ekspor. Maluku:
Jurnal Litbang Pertanian.

Kardinan, Agus. 2005. Tanaman Penghasil Minyat Atsiri, Komaditasi Wangi Penuh Potensi. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka.

Najiyati, S. dan Danarti. 2003. Budidaya Cengkeh dan Pengolahan Pasca Panen. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Nurdjannah, Nanan. 2007. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh, Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen, Pertanian Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and
Development.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2017. Panen dan Pasca Panen Cengkeh yang Baik
dan Benar. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Suwarto, dkk, 2014. Top 15 Tanaman Perkebunan. Penebar Swadaya: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai