Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PRAKTIKUM

COMPOUNDING DAN DISPENSING


SWAMEDIKASI DISPEPSIA

Penyusun:

Fitri Ana Munawaroh 14/375234/FA/10306

Yuda Arif Kusuma

Brata Jaya Laksana 14/375251/FA/10319

Adib 14/374925/FA/10292

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein
(pencernaan). Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators,
dispepsia didefi nisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di
daerah perut bagian atas,2sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru, dispepsia
fungsional didefi nisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-
gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di
ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala
sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.
B. Etiologi
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan dispepsia
Dalam lumen saluran cerna Pankreas
- Tukak peptik - Pankreatitis
- Gastritis - Keganasan
- Keganasan

Gastroparesis Keadaan sistemik


Obat-obatan - Diabetes melitus
- Anti inflamasi non steroid - Penyakit tiroid
- Teofilin - Gagal ginjal
- Digitalis - Kehamilan
- Antibiotik - Penyakit jantung sistemik

Hepato-bilier Gangguan fungsional


- Hepatitis - Dispepsia fungsional
- Kolesistisis - Sindrom kolon iritatif
- Kolelitiasis
- Keganasan
- Disfungsi sphincter Odli
C. Klasifikasi Dispepsia
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas
dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
1. Dispepsia organik adalah apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya ada
ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara
mudah.
2. Dispepsia fungsional adalah apabila penyebab dispepsia tidak diketahui atau tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak
ditemukannya adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik.
D. Patofisiologi Dispepsia
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena bermacam-
macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya dapat terjadi sendiri atau
kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah
untuk panduan manajemen awal terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi.
Patofisiologinya yang dapat dibahas disini adalah :
1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum

Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai hipersekresi asam


lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien menunjukkan gangguan
bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam.Pasien
yang lain menunjukkan buruknya relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan
asam yang banyak di duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada
pasien dengan dispepsia fungsional.
2. Infeksi Helicobacter pylori
Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya dengan
patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun penelitian
epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan terdapat
hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada ulkus
peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab utamanya.
3. Perlambatan pengosongan lambung
25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan
lambung yang signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil gagal untuk
menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan
gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan adanya perlambatan
waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh setelah makan, mual dan
muntah.
4. Gangguan akomodasi lambung
Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung
ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi
transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan
maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan.
5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna
Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh
pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang belum jelas tetapi
mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok kecil pasien.
6. Hipersensitivitas lambung
Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post
prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun disfungsi level
neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas.
7. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal
Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat
pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat
dengan gejala spesifiknya. Aktivitas abnormal dari mioelektrikal lambung sangat
umum ditemukan pada pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan
pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya.
8. Intoleransi lipid intra duodenal
Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan
berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung
yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya
adalah mual dan perut kembung.
9. Aksis otak – saluran cerna
Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor
sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak,
informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan kognitif.
Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan
simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
10. Faktor psikososial
a. Korelasi dengan stress
b. Korelasi dengan hidup
c. Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian
d. Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan
11. Dispepsia fungsional pasca infeksi
Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang mengikuti
infeksi gastrointestinal.
E. Diagnosa Dispepsia
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan
radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola dispepsia yang
dikenal yaitu :
1) Dispepsia tipe seperti ulkus (gejalanya seperti terbakar, nyeri di epigastrium terutama
saat lapar/epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida dan
obat antisekresi asam).
2) Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan
anoreksia).
3) Dispepsia non spesifik
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien
yang dapat ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga diagnosis secara
klinis agak terbatas kecuali bila ada alarm sign.
BAB II
PENGOBATAN FARMAKOLOGIS
Pengobatan dispepsia fungsional ada beberapa obat, yaitu :
a. Antasida
Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi
tidak melalui efek langsung. Golongan antasida terdiri atas aluminium,
magnesium hidroksida, kalsium karbonat, dan natrium bikarbonat. Natrium
bikarbonat adalah antasida larut dalam air, bekerja cepat tapi mempunya efek
sementara dan bisa menyebabkan alkalosis, pembentukan batu ginjal fosfat..
Magnesium hidroksida tidak larut dalam air dan bekerja cepat tetapi mempunyai
efek laksatif dan menyebabkan diare. Alumunium hidroksida bekerja relatif
lambat. Ion Al3+ membentuk kompleks dengan obat-obatan tertentu dan bisa
menyebabkan konstipasi.
b. Antikolinergik
Aksi selektif pada reseptor muskarinik di sel parietal sehingga menurunkan
sekresi asam lambung. Contoh obatnya ialah pirenzepin, parasimpatolitik lain
( antagonis non selektif) tidak efektif.
c. Antagonis reseptor H2
Mekanismenya ialah mengurangi sekresi asam dari sel parietal melalui kompetisi
dengan histamin pada reseptor H2, mengurangi sekresi asam akibat rangsangan
makanan. Contoh obatnya ranitidin, nizatidin, famotidin dan simetidin. Secara
farmakokinetik absorbsi baik melalui per oral dan ekskresi lewat ginjal dalam
bentuk utuh.
d. PPI (Proton Pump Inhibitor)
Mekanisme aksi ialah menghambat pompa proton sel parietal secara irreversibel.
Pompa proton (H+/ K+ ATP-ase adalah enzim yang secara aktif mensekresi ion H+
ke lumen lambung). Absorbsi per oral sangat dipengaruhi oleh makanan sehingga
diminum pada saat perut kosong atau 1 jam sebelum makan. Contoh obatnya ialah
omeprazol, lansoprazol dan pantoprazol.
e. Sitoprotektif
Obat-obat sitoprotektif dibagi dalam 2 kelompok, yaitu analog prostaglandin (PG) dan
non-prostaglandin. Contoh obat dari analog prostaglandin ialah misoprostol,
rioprostil, enprostil, arbaprostil, trimoprostil, sedangkan contoh obat non-
prostaglandin ialah karbenoksolon, sukralfat, bismuth koloidal, setraksat.
Mekanisme sitoproteksi mencakup:

 PGE dan PGI meningkatkan aliran darah mukosa lambung duodenum


(vasodilatasi), sedangkan PGF (vasokonstriksi)
 PGE meningkatkan sekresi mukus lambung-duodenum,
 PGE meningkatkan sekresi bikarbonat lambung-duodenum (tidak semua PG)
 PGE memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan
kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan
mukosa dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen
 PGE menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di
antara antrum lambung), terutama dengan memperpanjang daur hidup sel-sel
epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus),
tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.
f. Golongan prokinetik
Contohnya adalah metokloperamid. Mekanisme kerjanya adalah antagonis dopamin,
dengan memblok reseptor dopamin sentral pada chemoreceptor trigger zone juga
meningkatkan kontraksi lambung dan memperkuat tonus sfingter esofagus bawah.
Obat ini menghasilkan efek anti mual dan antiemetik.

Pilihan Obat yang bisa dugunakan dalam melakukan swamedikasi


NO OBAT GOLONGAN CATATAN
1. Antasida Obat Bebas
Kombinasi Mg trisilikat, Al(OH)3, Terbatas
dimetilpolisiloksan
 Nama generik: -
 Nama dagang: promag
 Bentuk sediaan: tablet kunyah.
 Indikasi: mengatasi gejala sakit maag
 Dosis: Dws: 1-2 tablet kunyah, anak: ½-1
tablet kunyah diberikan 3-4 x /hari
 PO: diberikan 1-2 jam sesudah makan dan
menjelang tidur malam
 Peringatan: gangguan fungsi ginjal, diet
rendah kalori dan pemakaian jangka lama
 Efek samping: diare dan konstipasi
 Interaksi Obat: mengganggu absorbsi
simetidin dan famotidin.

2. Metokloperamid OWA Maksimal


 Indikasi: gangguan GI, mabuk perjalanan, 20 tablet.
muntah pada kehamilan, mual dan muntah yang
diinduksi obat, anoreksia, aerofagi, ulkus peptik, Apabila
stenosis pilorik (ringan), dispepsia, mual dan
epigastralgia, gastrodudenitis, dispepsia pasca muntah
gastrektomi, endoskopi dan intubasi berkepanjan
 Dosis: Dewasa 10 mg 3 x/hari, anak 9-14 tahun gan, pasien
(BB > 30 kg) 1 sdt. dianjurkan
 Bentuk sediaan: tablet 5 mg, 10 mg, sirup kontrol ke
1mg/ml 30 ml, sirup 5 mg/5ml 30 ml dokter.

 Nama dagang: Vomipram, Metocloperamide


OGB Dexa, Vomitrol
 PO: Berikan ½ jam sebelum makan
 KI: Obstruksi intestinal, feokromositoma,
epilepsi
 Peringatan: anak dan dewasa muda, kehamilan,
laktasi, diabetes, depresi pasien yang mendapat
obat lain yang juga menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal.
 Efek samping: reaksi ekstrapiramidal, pusing,
lelah, mengantuk, sakit kepala, depresi, gelisah,
gangguan GI, hipertensi
 IO: bersifat antagonis dengan antikolinergik dan
analgesik narkotik. Depresan SSP meningkatkan
sedasi. Dapat meningkatkan absorbsi
parasetamol, tetrasiklin dan levodopa di usus.
Dapat menghambat absorbsi digoksin dan
simetidin.
3. Sukralfat Sulfalazin OWA 20
 Indikasi: tukak lambung, ulkus peptik,
gastritis kronik, tukak duodenum
 Bentuk Sediaan: suspensi 500 mg/5ml 100
ml, kapsul 500 mg, tablet 500 mg
 Nama dagang: Propesa, Ulcumag, Ulsicral
 PO: berikan pada saat perut kosong 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan dan
menjelang tidur
 Peringatan: gagal ginjal kronik, pasien
dialisis, hamil, laktasi, anak.’
 ES: konstipasi, mulut kering, diare, mual,
muntah, rasa tidak nyaman pada abdomen,
kembung, pruritus, ruam kulit, mengantuk,
pusing, nyeri punggung dan sakit kepala
 Dosis: simetidin, siprofloksasin, digoksin,
ketokonazol, fenitoin, ranitidin, tetrasiklin,
teofilin.
BAB III
PENGOBATAN NON FARMAKOLOGIS

Perubahan gaya hidup

a. Menghindari makanan berminyak atau yang digoreng


b. Menghindari makan dalam porsi banyak,
c. Minum banyak air ketika makan
d. Mengatur jadwal makan
e. Konsumsi makanan berserat
f. Menghindari makan tergesa-gesa
g. Menghindari makanan dengan bumbu yang berlebihan, pedas dan asam.
h. Menghentikan merokok dan minum minuman keras
i. Mempertahankan bobot tubuh yang ideal
j. Hindari langsung tidur 2-3 jam setelah makan
k. Mengendalikan tingkat stress,
l. Olahraga teratur

Pengobatan

1. Konsumsi Pisang kapok kuning setiap pagi siang dan sore teratur.

2. Yoghurt

Asam yang terbentuk dalam yoghurt adalah asam laktat yang malah berfungsi untuk
menutupi luka yang ada di dinding lambung. Selain itu bakteri asam laktat dalam
yoghurt mampu membentuk asam organic, hydrogen peroksida dan bakteriosin yang
bersifat mikrosidal atau mematikan mikroba lain. Rasa asam yoghurt tidak akan
merangsang produksi berlebihan asam lambung dan meningkatkan iritasi pada
lambung. Perut manusia, terutama lambung, mempunyai pH 1, sedangkan yogurt
memiliki pH 4, jadi yogurt cukup aman bagi lambung. Dalam literatur dikatakan
bahwa salah satu manfaat yoghurt adalah justu mengobati penyakit maag,
menyembuhkan luka pada dinding lambung. Para penelitit melaporkan dalam
American Journal of Clinical Nutrition bahwa mengkonsumsi yoghurt yang
mengandung bakteri menguntungkan, Lacobacillus dan bifidobacterium, secara
signifikan akan menurunkan jumlah Helicobacter Pylori, bakteri penyebab penyakit
tukak lambung.

3. Jahe
Jahe digunakan untuk mengobati dispepsia, kolik, diare, demam dan flu serta kurang
nafsu makan. Uji klinis juga menunjukkan bahwa sediaan jahe mencegah mual dan
muntah pada wanita hamil. Komponen kimia utama pada jahe segar adalah keton
fenolik homolog yang dikenal sebagai gingerol
BAB IV
KASUS SWAMEDIKASI
Kasus
Pada malam hari, seorang bapak berumur 30 tahun datang ke apotek Sumber Waras di Jl.
Kaliurang km 8 untuk membeli obat karena merasakan nyeri di ulu hati, mual dan muntah.
Bapak tersebut bernaman Dani, seorang manajer perusahaan yang sedang mendapat tugas
dari perusahaan untuk mempersiapkan launching produk baru perusahaan. Tugas yang
menumpuk menyebabkan pak Dani sering terlambat makan. Pak Dani mempunyai kebiasaan
merokok dan minum kopi setiap hari. Pak Dani tidak mempunyai riwayat penyakit
sebelumnya.

Identifikasi Kasus
Identitas Pasien
Nama : Dani
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : manajer perusahaan
Alamat : Jl. Kaliurang km 5,6
Riwayat penyakit : tidak ada

Gejala penyakit
 Nyeri ulu hati
 Mual dan muntah
Penyebab
 Waktu makan tidak teratur
 Kebiasaan minum kopi dan merokok
 Stres
Skenario
A: Selamat malam, perkenalkan saya Andi apoteker yang bertugas pada malam hari ini. Ini
dengan bapak siapa?
D: Nama saya Dani
A: “iya pak Dani, Ada yang bisa saya bantu?”
D: “Ini mas, saya mau membeli obat untuk perut saya yang sakit ini (sambil menahan rasa
sakit di perut).”
A: “Saya membutuhkan beberapa informasi dari pak Dani sebagai dasar untuk memberikan
obat yang sesuai dengan kondisi pak Dani, apa bapak berkenan?”
D: “oiya mas, silakan.”
A: “Boleh minta tolong, bapak untuk menceritakan alamat bapak, usia, pekerjaan dan nomer
telepon?”
D: “Saya tinggal di Jl. Kaliurang Km 5,6, usia saya sekarang 30 tahun dan saat ini bekerja
sebagai manajer perusahaan. Untuk nomer telepon saya (0274) 675344”.
A: “Terimakasih pak infonya, saya tulis terlebih dahulu”. “Bisa tolong diceritakan gejala
penyakit bapak?”
D: “ Perut saya di bagian ulu hati rasanya nyeri dan perih. Selain itu, saya juga merasakan
mual dan muntah, mas ?”
A: “Gejalanya muncul sejak kapan, pak?”
D: “Baru saja mas sekitar 3 jam yang lalu”.
A: “Sebelumnya, apa bapak sudah minum obat?”
D: “Belum mas, karena kalau dimasukan makanan rasanya perih di perut. Tadi saya hanya
minum air putih saja”.
A: “Berarti bapak belum berkonsultasi ke dokter, ya?
D: “iya, mas”.
A: “ Apa bapak punya riwayat penyakit yang diderita?”
D: “ Nggak ada mas, saya nggak punya riwayat penyakit. Ini juga baru pertama kali saya
merasakan penyakit ini?”
A: “Bisa minta tolong diceritakan pak, aktivitas bapak beberapa hari terakhir ini?”
D: “Saat ini saya sedang ditugaskan dari perusahaan untuk mempersiapkan launching produk
baru, mas. Jadi, akhir-akhir ini saya sering begadang untuk mengejar target perusahaan.
Terkadang saya juga lupa makan karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Saya
capek dan pusing mas, memikirkan tugas saya yang banyak dan dikejar deadline.”
A: “Apa bapak sering minum kopi?’
D: “ oiya tentu mas, saya sangat suka minum kopi dan merokok.”
A: “Saat ini, apakah bapak sedang mengkonsumsi obat, herbal atau suplemen?
D: “nggak, mas”.
A: “Menurut saya, penyakit bapak ini ada hubungannya dengan aktivitas bapak akhir-akhir
ini”. Kemungkinan bapak mengalami peradangan di lambung akibat bapak mengalami stres
dengan beban tugas bapak. Selain itu, bapak sering lupa makan dan kebiasaan bapak minum
kopi dan merokok. Tapi tidak perlu khawatir pak, asal bapak minum obat dan merubah gaya
hidup, insyaallah bisa sembuh.”
D: “Trus, saya harus bagaimana mas?”
A: “Tunggu sebentar pak, saya ambilkan obatnya (Apoteker menyuruh asisten apoteker untuk
mengambilkan antasida (ex: promag) dan metoklopropamid)”.
A: “Ini pak obatnya, yang warna hijau ini diminum 3x sehari 1 tablet 1-2 jam setelah makan.
Untuk obat ini dikunyah terlebih dahulu dimulut, rasanya tidak pahit, pak. Sedangkan obat
yang satunya untuk mual dan muntah diminum 3x sehari 1 tablet ½ jam sebelum makan”.
Apabila sudah tidak merasakan sakit lagi, obatnya tidak perlu diminum lagi”. Saat
menggunakan obat ini bapak jangan berkendara dan menyalakan mesin karena obat ini
menyebabkan kantuk. Bisa minta tolong bapak untuk mengulangi aturan pakai obat?”
D: “iya, mas. Obat yang warnanya hijau diminum 3x sehari 1 tablet 1-2 jam sesudah makan
dan obatnya dikunyah. Kalau yang satunya lagi diminum 3x sehari ½ jam sebelum makan.”
A: “ Apabila dalam 3 hari penyakit bapak belum sembuh, saya sarankan bapak berkonsultasi
ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.”
D:” Oiya, mas”.
A: “Untuk mempercepat penyembuhan, selama pengobatan bapak harus mengurangi minum
kopi dan kebiasaan merokok dan akan lebih baik jika bisa dihentikan. Selain itu, bapak juga
harus teratur waktu makannya, mengurangi makanan yang asam dan pedas serta mengurangi
stres. Bapak juga bisa membuat jus dari kombinasi es batu , pisang, yogurt dan sedikit serbuk
jahe untuk membantu memelihara kesehatan lambung bapak.”
D: “Terimakasih mas, sarannya. Saya akan mengikutinya”.
A: “ Ada lagi yang bisa saya bantu?’
D: “sudah cukup”
A: “Terimakasih pak, atas kesediaan waktunya untuk berkonsultasi. Apabila ada kesulitan
atau kendala selama pemakaian obat bisa menghubungi ke nomer saya (0274) 556123.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Kochhar, Malkit Nagi and Rajbir Sachdev, J. Hum. Ecol., 2006,19(3): 195-199
Anonim, 2011, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 11. Jakarta. Penerbit PT. Info
Master.
G. Suresh, A. K. Shethi & P. V. Salimath, Plant Foods for Human Nutrition, 2005, 60: 87-91.
Setiawati dan Arini. 1992. Farmakologi dan Penggunaan Terapi Obat-obat Sitoproteksi.
Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: EGC. No. 79. 29-35
M.E. Abdelgani, E.A.E. Elsheikh, N.O. Mukhtarb, 1999, Food Chemistry, 64,289-293

Anda mungkin juga menyukai