Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

DAN FITOFARMASETIKA
SEDIAAN SHAMPO

Dosen pengampu:
Siti Aisiyah, M.Sc., Apt

Kelompok: F/2
Anggota:
1. Feby Febrianti (22164883A)
2. Siti Rahmah (22164885A)
3. Krisna Hadi Saputra (22164887A)
4. Suriatma Dwi Putra (22164888A)
5. Nur Naila (22164889A)
6. Agus Irawati (22164890A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
I. TUJUAN
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
- Memahami prinsip dasar formulasi sediaan shampo dengan bahan aktif
dari alam.
- Melakukan pengujian dan mengevaluasi sifat fisik sediaan shampo.
II. DASAR TEORI
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Shampo adalah sabun
cair untuk mencuci rambut dan kulit kepala, terbuat dari tumbuhan atau zat
kimia. Fungsi shampo pada intinya adalah untuk membersihkan rambut dan
kulit kepala dari kotoran yang melekat sehingga faktor daya bersih
(Clearsing ability) merupakan suatu hal yang penting dari produk
shampo(Pramono 2002).
Secara garis besar , produk shampo dibagi menjadi 2 jenis yaitu
shampo tradisonal dan shampo modern. Shampo tradisonal atau lebih
tepatnya shampo nabati mempunyai cirri-ciri:
- bahan baku utamanya berasal dari sayuran atau buah-buahan, seperti
wortel, seledri, jeruk nipis, merang dan lidah buaya
- proses pembuatannya sangat sederhana, yaitu mengambil sarinya
(dengan cara pemarutan,pemerasan dan penyaringan) kemudian
ditambah air.
Keistimewaan shampo jenis ini antara lain bahan baku mudah
didapat, tanpa efek samping, relatif murah, serta ramah lingkungan.
Kelemahannya adalah produk tersebut tidak tahan lama. Pada shampo
modern sebagian besar bahan baku tidak merupakan bahan kimia olahan,
beberapa diantaranya ditambahkan bahan nabati (Anjar 2002).
Berikut ini diuraikan beberapa kriteria sampo baik yaitu mempunyai
daya bersih yang baik dalam berbagai kondisi air, kandungan mineral atau senyawa
dalam air antara satu daerah dengan daerah lain tidak sama, beberapa daerah
memiliki kondisi air yang dapat menurunkan kemampuan shampo, seperti daya
bersihnya berkurang atau busa yang dihasilkan sedikit. Shampo yang baik adalah
dapat menetralisir kelemahan tersebut tidak menimbulkan luka pada kulit kepala
dan rasanya pedih dimata saat digunakan busa yang dihasilkan cukup banyak,
mudah dibilas serta tidak meninggalkan sisa pada rambut dan kulit kepala
membersihkan efek mengilapd an lembut pada rambut sehingga mudah disisir dan
ditata mempunyai warna dan aroma yang menarik.
Berdasarkan bentuk fisiknya, shampo modern dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu sampo bubuk (powder shampo) dan sampo cair (liquid shampo). Shampo
bubuk pernah populer dua atau tiga dasawarsa alau, yaitu sampo bubuk dalam
kemasan (sachet). Namun dalam perkembangannya sampo bubuk mulai tersaingi
oleh sampo cair. Oleh karena itu, sampo cair inilah yang menjadi pokok
bahasan.(Tranggono, 2011)

III. ALAT DAN BAHAN


Sediaan shampo
Alat Bahan
Beaker glass Ekstrak Lidah Buaya
Batang pengaduk Carbopol
Cawan porselin Na lauril sulfat
Corong TEA
Gelas ukur Propilen glikol
Erlemenyer Nipagin
Nipasol
Na2EDTA
Greentea
Aquadest

IV. CARA KERJA


a) Sediaan shampo

Na2EDTA dilarutkan dalam aquadest qs

Hidroksi etil selulosa (carbopol) dikembangkan dalam air panas qs


hingga terbasahi
Nipagin dan nipasol dilarutkan dalam propilen glikol

Larutkan nipagin dan nipasol, larutan Na2EDTA dan larutkan Na-


lauril sulfat dicampur dalam larutan hidroksi etil selulosa secara
perlahan-lahan sambil diaduk

Na-lauril sulfat dilarutkan dalam air hangat qs

Ekstrak ditambahkan dalam campuran diatas dan ditamah TEA serta


pewangi green tea

Aduk sampai homogen

Ditambah aquadest ad 100 ml

Evaluasi sediaan shampo


1. Pengamatan organoleptis
Penampilan pada sediaan diamati entuk, bau dan warna

2. Homogenitas
Mengamati sediaan shampo terdispersi secara meratas atau tidak
dengan cara mengocok sediaan shampo

3. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter elektrode yang telah
dikalbrasi pada larutan buffer pH4, pH7, pH9

Shampo diencerkan dengan air banding 1:10


Eletrode dicelupkan dalam larutan shampo

Ditunggi alat menunjukan angka pH sampai konstan

4. Pengukuran bobot jenis

Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat


piknometer pada suhu ruang

Piknometer kosong dan bersih dan kering diukur bobotnya

Piknometer berisi aquadest diukur bobotnya

Piknometer berisi sediaan shampo diukur bobotnya

Hitung Bj shampo = (w3-w1/(w2-w1)

5. Pengukuran viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan viscotester sediaan shampo


dimasukan dalam wadah yang dipasang pada viscotester

6. Pengukuran tinggi busa


Campur dengan sedikit aquadest lalu gelas ditutup kemudian
campuran dikocok 20 detik

Tinggi busa diamati selama 5 menit kemudian diamati kembali

7. Tegangan permukaan
Sediaan dibuat kosentrasi 1%, masukan beaker glass, masukan pipa
kapiler dan ukur shampo yang naik pada pipa kapiler

8. Uji stabilitas sediaan

Uji sentrifugasi, penyimpanan pada suhu kamar, penyimpanan pada


suhu tinggi, penyimpanan pada suhu rendah, Cycling test

V. HASIL
1. Oragnoleptis
Warna : Kuning kecoklatan
Bau : Seperti green tea
Bentuk : Cair
2. pH : 4,97
3. Pengukuran bobot
Pikno kosong (W1) : 17,2364 g
pikno air (W2) : 42,7512 g
Pikno sediaan (W3) : 43,5260 g

43,5260−17,2364 26,289
= 25,514 = 1,0303
42,7512−17,2364

4. Viskositas = 0,7 dPas


5. Tinggi busa
Busa awal = 8 cm
Busa akhir = 5,2 cm
8−5,2
%Busa hilang = x 100% = 35%
8

%Stabilitas busa = 100% - (% busa yang hilang)


= 100% - 35%
= 65%

6. Uji Homogenitas =Homogen (Tercampur semua)


7. Stabilitas Shampo
a. Penyimpanan kamar
Organoleptic Hari ke- 1 Hari ke-12
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bau Aroma green tea Aroma green tea

b. Cycling test
Siklus organoleptik
1 Warna Kuning kecoklatan
Bau Green tea
Bentuk Larutan
2 Warna Kuning kecoklatan
Bau Green tea
Bentuk Larutan
3 Warna Kuning kecoklatan
Bau Green tea
Bentuk Larutan
4 Warna Kuning coklat pucat
Bau Green tea
Bentuk larutan
5 Warna Kuning coklat pucat
Bau Green tea
Bentuk larutan
6 Warna Kuning coklat pucat
Bau Green tea
Bentuk larutan

VI. PEMBAHASAN
Shampo Lidah Buaya

Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan shampo ekstrak lidah buaya,
shampo merupakan salah satu hair care yang banyak digunakan oleh masyarakat
luas. Shampo adalah suatu sediaan yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk
busa, pengental dan bahan tambahan lainnya, shampo mempunyai fungsi untuk
membersihkan kotoran yang ada di kulit kepala.

Pada praktikum ini menggunakan formula shampoo sebagai berikut :

R/ Ekstrak lidah buaya 5%


Carbopol 1%
Na lauril sulfat 9%
TEA 1%
Propilen glikol 15 %
Nipagin 0,18 %
Nipasol 0,02 %
Na2EDTA 0,1 %

Green tea oil 0,5 %


Aquadest ad 100
Carbopol pada formulasi ini berfungsi sebagai pengental/ gelling agent.
Carbopol dinetralisasi oleh TEA yang dapat mengembang dengan baik seiring
meningkatnya pH dikarenakan ion anion dan proton akan mengionisasi atau
memberikan gaya elekrtostatik antara ikatan kimia yang menyebabkan perluasan
partikel gel atau mengembang dengan baik (Gutowski 2010). Ekstrak akan
berdifusi melalui pori-pori, lalu akan terlarut dalam polimer dan diangkut di antara
rantai-rantai ikatan kimia (Sinko 2011). Penambahan ekstrak dalam pencampuran
menyebabkan konsistensinya sedikit encer. Semakin besar jumlah penambahan
ekstrak daun iler yang bersifat basa akan menyebabkan bertambahnya sifat ionisasi
terhadap carbopol mengakibatkan partikel-partikel membengkak dan tidak
berinteraksi antara ikatan kimia serta merubah bentuk struktur dari basis gel
tersebut mengakibatkan konsistensi menjadi sedikit encer.
Na lauril sulfat merupakan surfaktan anionik yang biasa digunakan dalam
body care maupun hair care, selain sebagai surfaktan Na lauril sulfat pun dapat
digunakan sebagai pembentuk busa atau sebagai detergen. Propilen glikol berfungsi
sebagai humektan pada konsentrasi ± 15%. Propilen glikol digunakan sebagai
humektan yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat
fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan. Propilen
glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6. Humektan menjaga kestabilan
sediaan gel dengan mengabsorbsi lembab dan mengurangi air dari sediaan (Sayuti
2015). Metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet karena sediaan
shampo memiliki kandungan air tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti misalnya
hilangnya warna, timbul kekeruhan atau timbulnya bau. Nipagin dan nipasol
digunakan dalam rentang 1-2% sesuai dengan formula yang dipakai. Na2EDTA
ditambahkan dengan tujuan untuk mencegah kekeruhan pada shampoo terutama
shampoo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan paa pembuatan shampoo
cair atau shampo cair jernih.

Evaluasi sediaan shampoo meliputi :

1. Organoleptik. Pemeriksaan organoleptik dilakukan untuk melihat penampilan


fisik sediaan dengan cara melakukan pengamatan warna, bau dan konsistensi
dari sediaan shampo. Sediaan yang dihasilkan sebaiknya memiliki warna yang
menarik, bau yang menyenangkan dan konsistensi yang bagus agar nyaman
dalam penggunaan. Sediaan shampo ekstrak lidah buaya membentuk warna
kuning kecoklatan yang disebabkan karena pengaruh dari ekstrak lidah buaya
yang berwarna kuning sehingga ekstrak yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan.
2. Homogenitas. Uji homogenitas shampo bertujuan untuk mengetahui apakah
ekstrak lidah buaya dalam sediaan sudah homegen atau belum, hal ini penting
dilakukan karena homogenitas sangat berpengaruh terhadap efektivitas terapi
dari sediaan tersebut, jika sediaan homogen maka konsentrasi zat aktif (ekstrak
lidah buaya) diasumsikan pada saat pemakaian atau pengambilan akan selalu
sama atau seragam. Hasil menunjukan bahwa sediaan shampoo terdispersi
merata/homogen dengan cara mengocok sediaan shampoo.
3. pH. pH merupakan parameter yang dapat mempengruhi daya absorpsi sediaan
ke dalam kulit. Pemeriksaan pH bertujuan untuk melihat derajat keasaman dari
sediaan shampoo. Hasil menunjukan pH sediaan shampoo yaitu 4,97 sesuai
dengan pH kulit berkisar 4,5-6,5.
4. Bobot jenis. Bobot jenis merupakan salah satu analisa fisik untuk mengetahui
kestabilan suatu sediaan selama masa penyimpanan, dengan diketahui bobot
jenis maka dapat diketahui pula nilai kemurnian dari suatu sediaan. Bobot jenis
menggambarkan mudah atau tidaknya suatu sediaan mengalir atau mudah
dituang. Bobot jenis sediaan shampoo menurut SNI (1992) yaitu minimal
1,0200 gram/mL. Hasil bobot jenis sedian shampo ekstrak lidah buaya
menunjukan berat 1,03 gram/mL yang artinya sediaan shampoo sesuai
ketentuan.
5. Viskositas. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi viskositas shampo
yaitu konsentrasi ekstrak lidah buaya yang digunakan. Viskositas sediaan
shampoo yaitu 0,7 dPas. Viskositas sediaan shampo menurun dengan
bertambahnya konsentrasi ekstrak lidah buaya, Faktor lain yang
mempengaruhi viskositas yaitu suhu. Pada suhu rendah, viskositas akan lebih
tinggi yang berarti viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Hal ini
dikarenakan pada suhu rendah partikel dalam sediaan shampo akan cenderung
bergabung atau saling berdekatan membentuk struktur ikatan yang lebih rapat,
sehingga kekentalan shampo ekstrak lidah buaya akan lebih meningkat.
6. Tinggi busa. Hasil menunjukan sediaan shampoo ekstrak lidah buaya degan
tinggi busa awal yaitu 8 cm dan tinggi busa akhir setelah 10 menit yaitu 5,2
cm, data tersebut sudah sesuai dengan persyaratan tinggi busa yaitu sekitar 1,3-
22 cm. persen busa hilang yaitu sebesar 35% dan persen stabilitas busa yaitu
65%.
7. Uji stabilitas sediaan shampo. Uji stabilitas dilakukan dalam 6 siklus yang
berbeda untuk mengetahui kestabilan sediaan shampoo setelah penyimpanan
beberapa hari yang meliputi mengevaluasi kondisi fisik sediaan dan pH.
a. Penyimpanan suhu kamar. Hasil menunjukan bahwa sedian shampo
ekstrak lidah buaya tidak mengalami perubahan kondisi fisik sediaan
selama penyimpanan.pada hari ke-14, sediaan juga mengalami penurunan
pH.
b. Cycling test. Metode ini untuk melihat kestabilan suatu sediaan dengan
pengaruh variasi suhu selama waktu penyimpanan tertentu. Hasil akhir
menunjukan setelah 6 siklus selesai terjadinya perubahan kondisi fisik
sediaan.
c. Shampo meliputi bau, warna dan kejernihan tidak sesuai dengan awal
pembuatan. pH sediaan shampo mengalami penurunan pH menjadi 4,0. Hal
ini menunjukan bahwa sediaan shampo ekstrak lidah buaya 4% tidak stabil
selama penyimpanan.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa mahasiswa
dapat memahami pembuatan sediaan shampo menggunakan bahan alam dan
sediaan shampo lidah buaya 4% tidak memiliki stabilitas sediaan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Permono, Ajar. 2002. Membuat Sampo. Jakarta : Puspa Swara.
Tranggono, Retno I.S. 2011. Ilmu pengetahuan kosmetik. Gramedia

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai