Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

KELOMPOK E1

FORMULASI SEDIAAN
GEL DAGING DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

Nama Anggota:
Septi Orbita Sari (152210101006)
Farda Hakimah (152210101026)
Yesi Dwi Astuti (152210101059)
Intan Alvi Ayu Novita Sari (152210101067)
Ingga Dias Astri (152210101071)
Diva Rochayati (152210101078)
Ikhar Ridho Dayli (152210101091)
Muhammad Egi Supaedi (152210101138)
Khairinna Prihandini (162210101001)
Milka Bella Savira Priyono (162210101011)
Kintan Gemi Nastiti (162210101043)
Desak Ayu Lestarini Dewi (162210101044)
Dayu Lantika (162210101049)

BAGIAN BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL….…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4

2.1 Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.)...................................................................4

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Lidah Buaya................................................................5

2.1.2 Komponen Bioaktif Gel Lidah Buaya...........................................................6

2.2 Ekstraksi Ultrasonikasi........................................................................................6

2.3 Metode KLT.........................................................................................................8

2.4 Sediaan Gel........................................................................................................10

2.5. Macam-macam Formulasi................................................................................11

2.6. Evaluasi Stabilitas dan Spesifikasi untuk Sediaan Gel.....................................12

BAB 3. METODE.......................................................................................................15

3.1 Alat dan Bahan...................................................................................................15

3.2 Prosedur.............................................................................................................16

BAB 4. PEMBAHASAN............................................................................................24

4.1 Ekstraksi.............................................................................................................24

4.2. Penetapan Kadar Berberin Dalam Ekstrak.......................................................25

4.3 Evaluasi Sediaan Gel.........................................................................................25

ii
BAB 5. PENUTUP......................................................................................................29

5.1 Kesimpulan........................................................................................................29

5.2 Saran..................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................30

LAMPIRAN................................................................................................................32

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan produk herbal saat ini telah berkembang pesat baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Pengembangan produk ini bisa berupa sediaan
padat, semipadat dan liquid. Salah satu sediaan yang sering digunakan adalah sediaan
semipadat dalam bentuk gel. Gel merupakan sediaan semipadat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik yang kecil atau molekul organik yang
besar, tersuspensi oleh suatu cairan, yang kadang-kadang disebut jeli (Anonim,
1995). Salah satu gel yang dikenal masyarakat secara umum adalah gel lidah buaya.
Lidah buaya adalah sejenis tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun
silam dan digunakan sebagai penyembuh luka dan untuk perawatan kulit. Lidah
buaya (Aloe vera L.) mengandung Aloin, lignin, barbaloin, isobarbaloin, aloe-
emodin, aloenin, aloesin, antrokuinon, insulin. Nataloin menghasilkan pikrat dan
asam oksalat dengan asam nitrat. Sedangkan Barbaloin yang menghasilkan asam
aloetat (C7H2N3O5), asam krisamat (C7H2N2O6), pikrat dan asam oksalat dengan
asam nitrat. Penelitian (Aji, 2015) menunjukkan bahwa daging dauh lidah buaya
bersifat antioksidan karena mengandung flavonoid. Lidah buaya memproduksi
setidaknya enam agen antiseptik seperti lupeol, asam salisilat, nitrogen urea, asam
cinnamonat, fenol dan sulfur. Semua senyawa tersebut dikenal sebagai antiseptic
karena kemampuannya membunuh dan mengontrol bakteri, jamur, dan virus secara
internal maupun eksternal. Lupeol dan asam salisilat yang terdapat pada cairan lidah
buaya adalah dua penghilang rasa sakit yang efektif.
Tanaman ini juga mengandung saponin yang mempunyai kemampuan
membunuh kuman, serta senyawa antrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Lidah buaya juga merangsang pertumbuhan sel baru dalam
kulit. Dalam gel lidah buaya terkandung lignin yang mampu menembus dan meresap
ke dalam kulit, sehingga sel akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan

1
tubuh. Lidah buaya dalam sediaan gel ini memiliki banyak khasiat yaitu laksatif,
biogenic stimulator yang mempercepat proses repitelisasi jaringan, penyubur rambut,
antibakteri, antifungi, dan juga bisa sebagai antiviral.
Tanaman ini mendapat julukan medical plant/master healing plant (tanaman
penyembuh utama) karena memiliki banyak manfaat dari kehidupan manusia. Salah
satunya adalam membantu penyembuhan luka. Khasiat ini didukung oleh berbagai
penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-an yang menunjukkan bahwa luka bakar
yang sederhana hingga parah dapat disembuhkan selama enam hari dengan selalu
mengoleskan lendir lidah buaya, berbeda dengan luka yang hanya dibalut dengan
pembalut kasa (Ida dan Noer, 2012). Pada penelian (Atik dan Iwan, 2009) disebutkan
pemberian topikal gel lidah buaya terhadap luka sayat kulit mencit memiliki efek
yang lebih menguntungkan dibanding dengan pemberian povidone iodine dalam hal
menstimulai reepitelialisasi dan fibroblasia.
Publikasi American Pediatric Medical Association menunjukkan bahwa
pengolesan krim yang mengandung 25% lendir lidah buaya pada permukaan luka
selama 6 hari dapat mengurangi ukuran luka sebesar 51%. Sedangkan berdasarkan
hasil penelitian Junaid, konsentrasi ekstrak lidah buaya dalam bentuk serbuk yang
digunakan untuk luka bakar adalah 0,2%. Berdasarkan hal tersebut lidah buaya sangat
potensial untuk diformulasikan menjadi sediaan topikal. Salah satu bentuk sediaan
yang efektif untuk terapi topikal adalah gel.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa hal sebagai
masalah yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses preparasi yang harus dilakukan sampai didapatkan


ekstrak lidah buaya?

2
2. Bagaimanakan penetapan kadar berberin dalam ekstrak dan sediaan gel Aloe
vera?
3. Bagaimana evaluasi dari sediaan gel ekstrak lidah buaya yang telah dibuat?

1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah yang sudah disebutkan diatas, maka dapat
diketahui beberapa tujuan dari praktikum pembuatan gel ekstrak lidah buaya yaitu
sebagai berikut:

1. Mahasiswa dapat mengetahui proses preparasi yang benar sampai didapatkan


ekstrak lidah buaya yang baik.
2. Mahasiswa dapat melakukan penetapan kadar berberin dalam ekstrak dan
sediaan gel Aloe vera.
3. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap gel ekstrak lidah buaya yang
sudah dibuat dan dapat mengetahui apakah gel tersebut sudah memenuhi
kriteria atau syarat sebagai suatu sediaan gel yang baik.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.)


Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh
pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak lama karena fungsi
pengobatannya. Lidah buaya dapat tumbuh di daerah beriklim dingin dan juga di
daerah kering, seperti Afrika, Asia dan Amerika. Hal ini disebabkan bagian stomata
daun lidah buaya dapat tertutup rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari
hilangnya air daun. Lidah buaya dapat tumbuh pada suhu optimum untuk
pertumbuhan berkisar antara 16-33oC dengan curah hujan 1000-3000 mm dengan
musim kering agak panjang, sehingga lidah buaya termasuk tanaman yang efisien
dalam penggunaan air (Furnawanthi, 2002).

Lidah buaya memiliki ciri-ciri morfologi pelepah daun yang runcing dan
permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang, mengandung getah,
permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat sekulen, berat rata-rata per pelepah
adalah sekitar 0,5-1 kg dan tinggi 45-50 cm. Masa panen lidah buaya sekitar 10-12
bulan setelah tanam, sehingga dalam satu tahun tanaman ini dapat dipanen sebanyak
4 kali (3 bulan sekali). Tanaman lidah buaya ini akan terus menghasilkan pelepah
daun hingga 7-8 tahun dan (Furnawanthi, 2002).

Gel lidah buaya ini tidak berwarna dan berbau, tidak mempengaruhi rasa atau
rupa dari buah, aman digunakan, alami serta aman bagi lingkungan. Gel lidah buaya
yang terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang
dapat mempercepat pembusukan makanan. Gel ini juga mengandung antibiotik dan
anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme
yang mengakibatkan keracunan makanan pada manusia (Reynolds dan Dweck, 1999).

4
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Lidah Buaya
Lidah buaya merupakan sejenis tumbuhan yang merupakan salah satu spesies
dari tanaman Liliaceae. Klasifikasi tanaman lidah buaya sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Asparagales

Famili : Asphodelaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera L.

Komposisi Kimia Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Komponen Kadar
Energi (Kal) 1,73 – 2,30
Protein (gr) 0,10 – 0,06
Lemak (gr) 0,05 – 0,09
Karbohidrat (gr) 0,30
Kalsium (mg) 9,92 – 19,920
Besi (mg) 0,060 – 0,320
Vitamin A (IU) 2,00 – 4,60
Vitamin C (mg) 0,50 – 4,20
Thiamin (mg) 0,003 – 0,004
Riboflavin (mg) 0,001 – 0002
Niasin (mg) 0,038 – 0,040
Serat (gr) 0,30
Abu (gr) 0,10
Kadar Air (gr) 99,20

5
2.1.2 Komponen Bioaktif Gel Lidah Buaya
Zat yang terkandung dalam gel lidah buaya tersebut memiliki aktivitas antara
lain sebagai antimikroba, penurun kolesterol darah, antidiabetes, antikanker,
antivirus, antijamur, antioksidan, mencegah chilling injury, serta dapat
menyembuhkan luka dan mencegah peradangan (anti-inflammatory). Lidah buaya
merupakan tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan serta memiliki kemampuan lain
yang dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayuran
(Reynolds dan Dweck, 1999). Lidah buaya mengandung beberapa senyawa bioaktif,
diantaranya adalah: gliko-protein (Yagi et al.,1997), senyawa-senyawa fenolik seperti
aloe-emodin (AE), aloin, barbaloin, suatu hydroxy-antrakinon (Susana et al., 2004),
derivat-sakarida (acetylated mannose atau acemannan) yang berfungsi sebagai
antiviral, prostaglandin dan asam-asam lemak (misalnya asam γ-linoleat) yang
bersifat sebagai antiinflamasi, antialergi, anti pembentukan gumpalan platelet dan
penyembuh luka serta enzim, asam amino,vitamin dan mineral. Senyawa bioaktif
seperti fenolik dan emodin biasanya bersifat sebagai antioksidan dan labil sehingga
mudah terurai atau kehilangan aktifitasnya. Komponen bioaktif yang terkandung
dalam lidah buaya (Aloe vera L.).

2.2 Ekstraksi Ultrasonikasi


Prinsip dasar dari penggunaan ultrasonik yaitu dengan dengan mengamati
sifat akustik gelombang ultrasonik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz
(Suslick, 1988) yang dirambatkan melalui medium yang akan dilewati. Pada saat
gelombang merambat, medium yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran
ini akan memberikan pengadukan yang intensif terhadap proses ekstraksi.
Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan yang akan diekstrak dengan
pelarut yang digunakan sehingga akan meningkatkan proses ektraksi.

6
Gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal dari
kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga pada ekstraksi
ini terdapat efek ganda yaitu pengacauan dinding sel sehingga melepaskan kandungan
senyawa yang ada didalamnya dan pemanasan lokal pada cairan serta meningkatkan
difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan keseluruh bagian cairan, diikuti dengan
munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan sehingga meningkatkan
transfer massa antara permukaan padat-cair. Efek mekanik yang ditimbulkan adalah
meningkatkan penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung
pelepasan komponen sel, dan meningkatkan transfer massa (Keil, 2007). Liu et al.
(2010) menyatakan bahwa kavitasi ultrasonik menghasilkan daya patah yang akan
memecah dinding sel secara mekanis dan meningkatkan transfer material.

Keuntungan dan kerugian menggunakan metode ekstraksi ultrasonik, yaitu:

a. Keuntungan :
 Mempercepat waktu ekstraksi
 Lebih efisien dalam penggunaan pelarut dan tidak membutuhkan
bahan tambahan lain
 Tidak ada kemungkinan pelarut yang menguap atau kering
 Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan
yang signifikan dalam senyawa-senyawa bahan
 Dapat digunakan untuk esktraksi skala besar (skala industri)
 Dapat meningkatkan esktraksi lipid dan protein jika digunakan untuk
ekstraksi biji tanaman
 Dapat meningkatkan senyawa fenolik dan alkaloid dengan adanya
peningkatan proses ekstraksi

b. Kerugian :
 Biaya yang relatif mahal (alatnya)

7
 Membutuhkan teknisi yang kompeten dalam penggunaannya
 Membutuhkan curing pada prosesnya.

2.3 Metode KLT


Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis senyawa marker adalah
kromatografi lapis tipis dengan densitometri. Kromatografi lapis tipis merupakan
salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan
memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip
kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.
Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut.
Hasil dari KLT ditunjukan melalui nilai Rf. Faktor retensi adalah jarak
tempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen. Jarak antara jalannya
pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk
memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak
plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan
sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat
retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor
retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut:

Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama,

8
nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan
adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan
memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.

Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi


radio elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi
radiasi elektromagnetik dengan noda pada KLT yang ditentukan adalah
absorbsi,transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari
radiasi semula. Densitometri lebih di titik beratkan untuk analisis kuantitatif analit-
analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih
dahulu dengan KLT. Bercak noda di scanning dengan sumber sinar dalam bentuk
celah yang dapat dipilih baik panjang/ lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur
dengan sensor cahaya. Pengukuran densitometry dapat dilihat dengan adsorbs atau
flourosensi.

Penetapan kadar berberin pada ekstrak Aloe vera menggunakan metode KLT
densitometri menurut buku petunjuk praktikum fitofarmasi. Kondisi analisisnya
adalah sebagai berikut:

a. Penotolan : totolkan 2 µl pembanding dan 10 µl larutan uji


b. Fase gerak : toluene:etil asetat (95:5)
c. Fase diam : silica gel 60 F254 nm
d. Deteksi: amati pada UV 254 nm
e. Warna noda: gelap (meredam sinar UV). Rf berberin ± 0,30
f. Perhitungan: Kadar berberin dalam ekstrak kering dihitung dar kurva
baku larutan pembanding dan dinyatakan dalam mg berberin pergram
ekstrak

9
g. Replikasi: ulangi proses penetapan kadar sebanyak 3 kali. Tentukan
nilai koefisien variasi (KV) kadar berberin dari 3 replikasi

Menurut jurnal “Phytochemical Standaridization of Aloe vera Extract by


HPLC Techniques” dilakukan analisis kuantitatif berberin dengan metode KCKT
dengan kondisi analisis:

a) Fase diam : silica gel 60 F254 nm


b) Fase gerak: n-propanol: asam format: air (90:1:9)

Senyawa marker adalah suatu senyawa kimia tunggal atau suatu kelompok
konstituen senyawa kimia yang terdapat pada produk obat herbal dan digunakan
untuk tujuan kontrol kualitas yang biasanya memiliki aktivitas terapetik. Identifikasi
khusus bahan kimia sebagai senyawa marker yang digunakan sebagai penanda untuk
memproduksi produk obat herbal yang konsisten.

Berhubung dengan penggunaan senyawa marker sebagai penanda, metode


analisis digunakan untuk menunjang kontrol kualitas produk obat herbal
menggunakan KLT. KLT merupakan metode pilihan untuk analisis herbal.
Mempunyai keuntungan dapat melakukan analisis banyak sampel secara bersamaan
dalam waktu yang relatif singkat, sederhana, reprodusibel serta relatif lebih murah.

2.4 Sediaan Gel


Gel merupakan suatu sediaan setengah padat yang terdiri dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik besar tersuspensi dalam cairan. Gel
disukai dikarenakan memiliki sifat yang transparan, lunak, lembut, mudah dioleskan
dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit serta kemudian
diharapkan mampu memberikan efek terapi yang baik. Pada praktikum kali ini akan

10
dibuat gel dengan kandungan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dengan penggunaan
topikal pada kulit.

2.5. Macam-macam Formulasi


Formulasi 1:

Ekstrak kental lidah buaya 1g

Karbopol 0,5 g

Gliserin 2g

Metilparaben 0,04 g

TEA 0,2 g

Propilenglikol 2g

Aquades ad 20 g

Formulasi 2:

Ekstrak kental lidah buaya 1g

Sodium alginate 1,6 g

Gliserin 6g

Alkohol 2g

Metilparaben 0,01 g

Aquades ad 20 g

Formulasi 3:

11
Ekstrak etanol lidah buaya 1%

CMC Na 4%

Nipagin 0,2 %

TEA 2%

Gliserin 25 %

Aquades ad 100 % (Galeri dkk.,


2016)

2.6. Evaluasi Stabilitas dan Spesifikasi untuk Sediaan Gel


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk
tersebut. Sediaan obat/kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada
dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan,
dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(Joshita D, 2008)

Tujuan pemeriksaan kestabilan obat atau kosmetik adalah untuk menjamin


bahwa setiap bahan obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang
ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan
digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa dan cara-cara penyimpanan yang
perlu 21 dicantumkan dalam label (Lachman dkk., 2007).

Pemeriksaan kestabilan suatu sediaan juga bertujuan untuk memilih formulasi


dan sistem penutupan wadah yang sesuai (berdasarkan stabilitas), menentukan massa
edar dan kondisi penyimpanan, menegaskan massa edar yang telah ditetapkan dan
untuk membuktikan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi dalam formulasi atau
proses pembuatan yang dapat memberikan efek merugikan pada stabilitas obat.

12
Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat dari perubahan penampilan fisik, warna, rasa,
dan tekstur dari formulasi tersebut (Syahputri, 2005).

Berikut ini adalah beberapa macam uji stabilitas fisik gel, antara lain adalah:

1. Uji Organoleptik.
Analisis organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan tekstur, warna,
dan bau dari sediaan gel ekstrak. Gel biasanya jernih dengan konsistensi setengah
padat (Ansel, 1989)

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.


Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau
pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima
alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi
mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Disebut penilaian
subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau
yang melakukan pengukuran.(Soekarto dan Soewarno, 1981)

2. Uji Viskositas.
Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu
viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan
suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya.
Pengujian viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan suatu zat. Semakin
tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi tingkat kekentalan zat tersebut
(Voight, 1995).

Pengujian viskositas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat


kekentalan dari sediaan yang dihasilkan. Satuan pengukuran viskositas sediaan
dinyatakan dalam centipoise (cPs). Pengukuran viskositas sediaan dengan
menggunakan viscometer Brookfield. Nilai viskositas sediaan gel pada umumnya
adalah berkisar antara 12.000-20.000 cPs (Aswal dkk., 2013).

13
3. Pengukuran pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan untuk mengetahui pH sediaan yang
dihasilkan dan untuk menghindari reaksi-reaksi yang merugikan seperti iritasi kulit
karena pH sediaan tidak sesuai dengan pH fisiologis kulit. Persyaratan pH sediaan
adalah 4,5 – 6,5 dimana dalam hal ini harus sesuai dalam rentang pH fisiologis kulit
(Voight, 1995).

4. Uji daya Sebar


Daya sebar merupakan kemampuan penyebaran gel pada kulit. Penentuannya
dilakukan dengan perlakuan sampel gel dengan beban tertentu diletakkan dipusat
antara lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu
dibebani anak timbangan di atasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan
meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya sebar. Daya sebar yang baik akan
menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight, 1995). Daya sebar gel
yang baik yaitu antara 5 sampai 7 cm (Garg dkk., 2002)

5. Uji Homogenitas.
Pemeriksaan homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas dari
sediaan yang ditunjukkan dengan tidak terdapat butiran-butiran kasar atau
pembentukan agregat dalam sediaan. Metode pemeriksaan homogenitas yang diamati
adalah keseragaman warna dan adanya partikel kasar atau agregat yang terbentuk.
(Aswal dkk., 2013).

14
BAB 3. METODE
3.1 Alat dan Bahan
• Alat: • Bahan:
- Pisau - Daging daun lidah buaya
- Sendok - Standar Berberin
- Blender - Etanol 96%
- Ultrasonicator - Toluen
- Rotavapor - Amoniak
- Batang pengaduk - Karbopol
- Spatula - TEA (trietanolamin)
- Mortar dan stamper - Propilen glikol
- Sudip - Nipagin
- Beaker glass 50 ml - Nipasol
- Labu ukur 25 ml - Aquadest
- Tabung reaksi
- Kertas saring
- Corong
- Vortex mixer
- Chamber
- Erlenmeyer 25 ml
- Pipet ukur 10 ml, 5 ml, 2 ml
- Ball filler
- Lempeng KLT Silika 60 F254
- Pinset
- Mikropipet

15
- Viscometer Brookfield
- Kertas indikator universal
- Alat uji daya sebar

3.2 Prosedur
a. Ekstraksi
Ekstrak lidah buaya dibuat menggunakan metode ultrasonikasi. Dipilih
metode ultrasonikasi karena lebih efisien dari segi waktu daripada metode
maserasi serta adanya gelombang ultrasonik yang dihasilkan akan membantu
mempercepat pemecah dinding sel supaya senyawa target dapat keluar
tertarik dan larut dalam pelarut yang sesuai sehingga proses ekstraksi
berjalan lebih cepat.
Daun lidah buaya dikupas dan dipisahkan dagingnya daunnya

Ditimbang daging daun lidah buaya (simplisia) sebanyak 600mg

Daging daun lidah buaya diblender sambil ditambahkan 600ml pelarut
etanol sedikit demi sedikit sampai halus

Hasil blender dipindahkan ke beaker glass 1 L, mulut beaker ditutup
alumunium foil kemudian diultrasonikasi selama 2 jam pada suhu 40
45oC

Setelah proses ultrasonikasi, kemudian ekstrak cair dipekatkan
menggunakan rotavapor hingga terbentuk ekstrak kental

Ekstrak kental yang dihasilkan kemudian dipanaskan di atas water bath
menggunakan cawan atau dipanaskan dalam oven untuk mendapatkan

16
ekstrak pekat. Selama proses ini ekstrak harus dijaga supaya tidak habis
dan gosong


Ditimbang bobot ekstrak akhir yang diperoleh dan dihitung %
rendemen yang dihasilkan yakni prosentase bobot (b/b) ekstrak dengan
bobot simplisia yang digunakan

b. Penetapan Kadar Senyawa Aktif Ekstrak


1) Pembuatan larutan pembanding berberin
Ditimbang 25 mg standar berberin

Dilarutkan dalam ± 15 ml etanol di tabung reaksi

Larutan kemudian disaring ke dalam labu ukur 25 ml, bilas kertas
saring dengan etanol secukupnya hingga tanda

Larutan induk ini diencerkan dan dibuat larutan pembanding dengan
kadar 100, 200, 400 dan 800 ppm
Perhitungan :
Standar Induk = (25 mg / 25 ml) x 1000 ml/Liter = 1000 ppm
Pengenceran :
1. (0,5 ml/5 ml) x 1000 ppm = 100 ppm
2. (1 ml/5 ml) x 1000 ppm = 200 ppm
3. (2 ml/5 ml) x 1000 ppm = 400 ppm
4. (4 ml/5 ml) x 1000 ppm = 800 ppm

2) Pembuatan larutan uji


Ditimbang 250 mg ekstrak, dimasukkan dalam tabung reaksi

17

Ditambahkan ± 7 ml etanol, diaduk rata dengan bantuan vortex mixer

Larutan kemudian disaring ke dalam labu tukur 10 ml, kertas saring


dibilas dengan etanol secukupnya hingga tanda.

Perhitungan :
(250 mg / 10 ml) x 1000 ml/Liter = 25000 ppm

3) Penetapan kadar menggunakan metode KLT Densitometri


 Penotolan : ditotolkan 2 µl pembanding dan 10 µl larutan uji
dengan posisi larutan uji di tengah dan larutan pembanding di
pinggir. Dilakukan trial terlebih dahulu, yaitu dengan menotolkan 3
titik (pembanding konsetrasi paling rendah; sampel; pembanding
konsentrasi paling tinggi)
 Fase gerak : toluena:etanol:amoniak (3:4:1)
 Fase diam : Silika gel 60 F254
 Warna noda : gelap (meredam sinar UV). Rf berberin ± 0,30.
 Perhitungan : kadar berberin dalam ekstrak kering dihitung dari
kurva baku larutan pembanding dan dinyatakan dalam mg
berberin /g ekstrak
 Replikasi : ulangi proses penetapan kadar sebanyak tiga kali.
Tentukan nilai koefisien variasi (KV) kadar berberin

c. Formulasi
Formulasi yang dibuat untuk sediaan gel aloe vera yang mengandung
berberin 1% (1 gram berberin dalam 100 gram gel). Kadar berberin dalam

18
eskrak dianggap 25,8% (nilai ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh
Utami dkk. tahun 2017 karena pada penetapan kadar senyawa berberin pada
ekstrak yang kelompok kami lakukan tidak memberikan hasil sehinggan tidak
dapat dihitung kadar berberin dalam ekstrak)
Perhitungan :
Kandungan berberin dalam ekstrak : 25,8%
Dalam formulasi dikehendaki 1% berberin untuk 20 gram gel
(1 gram / 100 gram) x 20 gram = 0,2 gram berberin untuk gel 20 gram
Ekstrak yang harus ditimbang : 25,8 g / 100 g = 0,2 g / x
x = 0,776 gram
Formula :
Jumlah untuk 20 Jumlah untuk
Bahan Fungsi
g 200 g
Ekstrak Aloe
0,776 gram 7,76 gram Bahan aktif
vera
Karbopol 0,3 gram 3 gram Geliing agent
TEA 0,4 gram 4 gram Alkalizing agent
Kosolven,
Propilen glikol 3 gram 30 gram
humektan
Nipagin 0,04 gram 0,4 gram Pengawet
Nipasol 0,004 gram 0,04 gram Pengawet
Aquadest ad 20 gram ad 200 gram Pelarut

Prosedur pembuatan gel (skala besar):


Disiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan dan ditimbang semua
bahan

Dituang sekitar 100 ml akuades pada mortir dan ditaburkan karbopol di
atasnya sedikit demi sedikit secara merata di permukaan akuades.
Didiamkan sampai mengembang

19
Setelah mengembang, karbopol diaduk dan ditambahkan TEA tetes
demi tetes hingga membentuk massa gel yang baik (massa 1)

Ekstrak dilarutkan dengan propilen glikol dalam beaker glass, di aduk
ad homogen, ditambahkan nipagin dan nipasol, aduk lagi ad homogen
(massa 2)

Massa 2 dimasukkan ke dalam massa 1 di mortir, diaduk dengan
stamper, dimasukkan sisa akuades aduk ad homogeny

Sediaan gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam wadah, diberi etiket
dan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder.

d. Evaluasi
1) Pengukuran viskositas sediaan gel
Ditimbang 100 g gel ke dalam gelas piala 250 ml

Diukur viskositas gel dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm)
menggunakan Viscometer Brookfield.

Digunakan spindle No. 64 untuk mengukur viskositas gel.

2) Uji daya sebar gel


Ditimbang 0,5 g gel dan diletakkan dengan hati-hati di atas kertas
grafik yang dilapisi kaca transparan

Dibiarkan sesaat (15 detik) kemudian dihitung luas daerah yang
dihasilkan oleh gel

20
Selanjutnya ditutup kembali permukaan gel dengan lempengan kaca
yang diberi beban tertentu (10, 20, hingga 100 g) dan dibiarkan selama
60 detik

Dihitung lagi luas daerah yang dihasilkan oleh gel yang diberi beban
tersebut

3) Pengukuran pH gel
Ditimbang 2 gram gel dalam beaker glass

Ditambahkan 10 ml akuades, diaduk ad homogen

Dicelupkan kertas indikator universal pada larutan tersebut,
dibandingkan warna kertas indikator pada bagian depan wadah untuk
mengetahui nilai Ph

e. Penetapan Kadar Senyawa Aktif Gel


1) Pembuatan larutan pembanding berberin
Ditimbang 25 mg standar berberin

Dilarutkan dalam ± 15 ml etanol di tabung reaksi

Larutan kemudian disaring ke dalam labu ukur 25 ml, bilas kertas
saring dengan etanol secukupnya hingga tanda

Larutan induk ini diencerkan dan dibuat larutan pembanding dengan
kadar 100, 200, 400 dan 800 ppm
Perhitungan :
Standar Induk = (25 mg / 25 ml) x 1000 ml/Liter = 1000 ppm

21
Pengenceran :
5. (0,5 ml/5 ml) x 1000 ppm = 100 ppm
6. (1 ml/5 ml) x 1000 ppm = 200 ppm
7. (2 ml/5 ml) x 1000 ppm = 400 ppm
8. (4 ml/5 ml) x 1000 ppm = 800 ppm

2) Pembuatan larutan uji


Ditimbang 1 g gel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
10 ml etanol

Diaduk rata selama ± 5 menit dengan bantuan vortex mixer

Larutan kemudian disaring ke dalam labu ukur 25 ml, kertas saring
dibilas dengan etanol secukupnya hingga tanda

Prosedur diulangi (replikasi) sebanyak tiga kali.

Perhitungan :
Konsentrasi sampel = (1000 mg / 25 ml) x 1000 ml/Liter = 40000 ppm

3) Penetapan kadar menggunakan metode KLT Densitometri


 Penotolan : ditotolkan 2 µl pembanding dan 10 µl larutan uji
dengan posisi larutan uji di tengah dan larutan pembanding di
pinggir. Dilakukan trial terlebih dahulu, yaitu dengan menotolkan 3
titik (pembanding konsetrasi paling rendah; sampel; pembanding
konsentrasi paling tinggi)
 Fase gerak : toluena:etanol:amoniak (3:4:1)
 Fase diam : Silika gel 60 F254

22
 Warna noda : gelap (meredam sinar UV). Rf berberin ± 0,30.
 Perhitungan : kadar berberin dalam ekstrak kering dihitung dari
kurva baku larutan pembanding dan dinyatakan dalam mg
berberin /g ekstrak
 Replikasi : ulangi proses penetapan kadar sebanyak tiga kali.
Tentukan nilai koefisien variasi (KV) kadar berberin

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan gel dari daging daun

lidah buaya (Aloea Verae Folium). Lidah buaya diekstraksi terlebih dahulu sebelum

dibuat dalam sediaan gel. Ekstraksi merupakan penyarian zat-zat aktif dari bagian

tanaman dengan tujuan agar dapat menarik semua komponen kimia yang terkandung

23
dalam lidah buaya. Ekstrak daun lidah buaya (Aloea Verae Folium) dibuat sediaan

dalam bentuk gel karena Aloe vera sangat potensial untuk diformulasi menjadi

sediaan topikal. Salah satu bentuk sediaan yang efektif untuk terapi topikal adalah

gel. Gel lebih disukai karena pada pemakaian meninggalkan lapisan tembus pandang,

elastis, pelepasan obatnya baik dan penampilan sediaan yang menarik (Nur Ida,

2012).

Pembuatan ekstrak lidah buaya (Aloea Verae Folium) menggunakan metode


ultrasonikasi karena gelombang ultrasonik yang dihasilkan akan membantu memecah
dinding sel sehingga proses ekstraksi berjalan lebih cepat. Tahap pertama yang
dilakukan yaitu pengupasan daun lidah buaya untuk mendapatkan daging lidah buaya,
kemudian daging lidah buaya yang diperoleh diblender agar didapat ukuran partikel
yang lebih kecil, sehingga akan mempercepat proses ekstraksi ultrasonik. Setelah
dilakukan proses ultrasonikasi, ekstrak cair kemudian dipekatkan dengan
menggunakan rotavapor hingga terbentuk ekstrak kental. Ekstrak kental yang
dihasilkan kemudian dipanaskan untuk mendapatkan ekstrak pekat. Bobot ekstrak
yang diperoleh sebesar 16,21 gram, sehingga randemen yang dihasilkan sebesar
2,675 %.
4.2. Penetapan Kadar Berberin Dalam Ekstrak
Penetapan kadar berberin dalam ekstrak etanol lidah buaya dilakukan agar
dapat diketahui konsentrasi berberin dalam ektrak etanol lidah buaya, penetapan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Metode KLT
densitometri merupakan metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada kromatografi
lapis tipis. Sampel yang digunakan adalah ekstrak lidah buaya, fase diam yang
digunakan adalah lempeng silica gel 60 F254 dan fase gerak berupa campuran toluene,
etanol, amonia dengan perbandingan 3:4:1. Berdasarkan hasil analisis KLT

24
selanjutnya discan dengan densitometri untuk melihat pola kromatogram. Scanning
dilakukan dari awal penotolan sampai akhir eluasi pada panjang gelombang 254 nm
karena pada panjang gelombang tersebut pola kromatogram dari berberin dapat
diamati secara maksimal. Karena kadar berberin pada ekstrak Aloe vera hanya sedikit
dan tidak masuk rentang, kami sedikit kesulitan menentukan kadarnya, sehingga
membuat kami melakukan penetapan kadar berberin dalam ekstrak tersebut dengan
metode KLT Densitometri sebanyak 3 kali, dengan melakukan beberapa cara seperti,
memekatkan konsentrasi ekstrak, maupun mengganti fase gerak dengan membuat
fase gerak baru yakni : Toluen : Etanol : Ammonia (3:4:1), tetapi tetap tidak dapat
terdeteksi.

4.3 Evaluasi Sediaan Gel


Sediaan gel yang sudah terbentuk kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi yang
dilakukan antara lain: uji pH, uji daya sebar gel, dan pengukuran viskositas gel.
Berikut merupakan uraian masing-masing uji tersebut:

1. Uji pH
Uji ini dilakukan dengan menimbang 2 gram gel kemudian dilarutkan dengan
10 aquades. Laritan kemudian diaduk hingga homogen. Kemudian pH gel
ditentukan dengan menggunakan indikator universal. pH gel yang didapat
yaitu sebesar 5,5 dengan spesifikasi rentang yang diharapkan yaitu sebesar
4,5-6,5.

2. Daya sebar gel


Salah satu kriteria formulasi sediaan topikal adalah harus memiliki
kemampuan penyebaran yang baik (Khan dkk,2013). Hal ini untuk
menunjukkan luas area dimana formula sediaan sudah menyebar pada bagian
kulit. Untuk menentukan daya sebar gel, dilakukan dengan menimbang 0,5

25
gram gel kemudian diletakkan diatas kaca transparan kemudian ditutup
dengan kaca lain yang berukuran sama. Dihitung seberapa besar peyebaran,
dimulai dari 0 gram (tanpa beban), 10, 20, 50 dan 100 gram dengan tiap
penambahan beban diberi waktu 1 menit dengan repikasi sebanyak 3 kali.
Kemudian mengukur luas daerah yang dihasilkan. Untuk hasil uji daya sebar
yang baik yaitu 3 – 5 cm..
Hasil penelitian :

Waktu (t) Beban R1 R2 R3 Rata-rata


15 detik 0 2,8 2,9 2,7 2,8
1 menit 10 2,9 3,0 2,9 2,9
1 menit 20 2,95 3,0 3,0 3
1 menit 50 3,1 3,1 3,1 3,1
1 menit 100 3,2 3,3 3,3 3,3

3. Pengukuran viskositas gel

Viskositas gel diukur menggunakan viscotester. Hasil dari uji ini


menghasilkan viskositas sediaan sebesar 90 dPas dengan spesifikasi rentang yang
baik yaitu sebesar 50-150 dPas.

4.4 Penetapan Kadar Berberin Dalam Sediaan Gel Aloe Vera


Tahap pertama yaitu menimbang masing- masing sampel sebanyak 250 mg
sebanyak 3 kali, masukkan pada tabung reaksi. Tambahkan etanol sebanyak 5 ml,
kemudian kocok rata apabila ada sediaan yang tertinggal di bagian atas mulut tabung
reaksi dan di vortex untuk memudahkan homogenitas. Selanjutnya dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring kedalam labu ukur 10 ml, kertas saring
dibilas dengan etanol secukupnya hingga tanda. Prosedur diulangi (replikasi)
sebanyak tiga kali.

26
Tahap kedua yaitu dilakukan penotolan standar pada kertas lempeng KLT
sebanyak 2 µl standar sampel. Kemudian kertas lempeng di eluasi dalam chambers
yang sebelumnya sudah dijenuhkan dengan eluen dan ketika sudah mencapai batas
atas maka diambil kertas lempeng.. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan penetapan
kadar dengan KLT densitometri. Dimasukkan kertas lempeng yang telah di eluasi
dengan scanner kromatografi lapis tipis densitometri.
Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Berberin Dalam Sediaan Gel Aloe vera
 Pembuatan larutan uji
Penimbangan gel
Replikasi 1 : 0,25 g
Replikasi 2 : 0,25 g
Replikasi 3 : 0,25 g
 Larutan pembanding
Larutan pembanding yang digunakan adalah larutan pembanding yang sama
ketika dilakukan penetapan kadar berberin dalam ekstrak.
 Penetapan kadar berberin menggunakan KLT-Densitometer
Eluen : Toluena : Etil asetat : amonia (3 : 4 : 1)
Fase diam : Silika Gel F254
Deteksi : UV 254 nm
Hasilnya adalah tidak didapatkan nilai kadar berberin pada sediaan gel Aloe
vera yang kami buat, karena tidak terdeteksi di KLT densitometri , tidak memenuhi
rentang standar dan noda sampel yang besar menutupi noda standar yang diduga
merupakan senyawa pengotor. Ketika dilihat secara langsung, noda berberin
seharusnya berwarna kuning, tetapi noda sampel kami di lempeng KLT berwarna
abu-abu.

27
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum pembuatan sediaan gel ekstrak Aloe vera, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pembuatan ekstrak lidah buaya (Aloea Verae Folium) menggunakan


metode ultrasonikasi dan diperoleh ekstrak dengan rendemen yang sebesar
2,675 %.
2. Berdasarkan hasil pengukuran viskositas didapatkan nilai viskositas sediaan
90 dPas, nilai tersebut memenuhi rentang viskositas sediaan gel yaitu 50-150

28
dPas.
3. Hasil uji daya sebar pada gel Aloe vera memiliki daya sebar yang baik, yaitu
2,8-3,3 cm.
4. pH sediaan gel Aloe vera adalah 5,5. pH sediaan ini memenuhi persyaratan pH
sediaan gel ideal, yakni berada pada rentang 4,5-6,5.
5. Tidak di dapatkan nilai kadar berberin dalam sediaan Aloe vera yang kami
buat.

5.2 Saran
1. Supaya hasil analisis yang didapat optimal mungkin sebaiknya dilakukan
validasi metode terlebih dahulu.
2. Dilakukan pengendalian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
analisis.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Britis Pharmacopeia Volume II Book 2. London : The Stationery
Office.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.

Aswal, A., M. Kalra, dan A. and Rout. 2013. Preparation and Evaluation of
Polyherbal Cosmetic Cream, Der Pharmacia Lettre,

29
Atik, Nur dan Januarsih Iwan. 2009. Perbedaan Efek Pemberian Topikal Gel Lidah
Buaya (Aloe Vera L.) dengan Solusio Povidone Iodine Terhadap
Penyembuhan Luka Sayat Pada Kulit Mencit (Mus Musculus). Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung

Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta:Agro Media


Pustaka.

Galeri, T., D. Astuti, dan A. Barlian. 2016. Pengaruh jenis basis cmc na terhadap
kualitas fisik gel ekstrak lidah buaya ( aloe vera l .). 25–29.

Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan dan A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid
Formulation. USA. Pharmaceutical Technology.

Joshita D. 2008. Kestabilan obat. Jakarta: Universitas Indonesia.

Keil, F. J. 2007. Modeling of Process Intensification. AIDIC Conference Series, Vol.


9 page 1-8.

Khan, dkk. 2013. Formulation Development, Optimization and Evaluation of Aloe


vera Gel for Wound Healing. Pharmacognosy Magazine. 9(36):6-10
Lachman, L., H. Liberman, dan D. Kaning. 2007. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Liu, Q. M. 2010. Optimization of Ultrasonic-assisted extraction of chlorogenic acid


from Folium eucommiae and evaluation of its antioxidant activity.
Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(23), pp. 2503-2511.

Nur Ida et.,all. Uji Staabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L.).Program
Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Islam Makassar.Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16,
No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84.

30
Rahman MuktiAji. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan pada Ekstrak Daging Daun Lidah
Buaya (aloe vera) Menggunakan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Reynolds, T and A.C. Dweck. 1999. Aloe vera leaf gel: a review update. Journal of
Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3-37.

Soekarto dan T. Soewarno. 1981. Penilaian organoleptik, untuk industri pangan dan
hasil pertanian. Institut Pertanian Bogor: PUSBANGTEPA / Food
Technology Development Center

Suslick, K. S. 1988. Ultrasound: its chemical, physical, and biological effects. New
York:VCH.

Syahputri, M. 2005. Pemastian Mutu Obat: Kompendium Pedoman & Bahan-Bahan


terkait Vol.1. Jakarta: EGC.

Utami, R., Fernando, A., Sari, I. P., & Furi, M. (2017). Penetapan Kadar Berberin
dari Ekstrak Etanol Akar dan Batang Sekunyit (Fibraurea Tinctoria Lour)
dengan Metode KCKT. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(2), 115-119.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

LAMPIRAN

Evaluasi Sediaan

31
uji viskositas uji daya sebar uji pH

32

Anda mungkin juga menyukai