Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI TOKSIKOLOGI UJI TOKSISITAS AKUT PARASETAMOL

Oleh:

1. DOMINIKA PALANG SILI 2. BIRATIKA D.KARLINA

(17113325 A) (17113326 A)

3. PESTA NATALIA SIMANJORANG (17113327 A) 4. ARSIATY SUMULE (17113328 A)

KELOMPOK J TEORI 5

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013

TUJUAN Mampu memahami uji toksisitas akut Mampu memahami dan menentukan LC50 suatu zat Mampu memahami metode BST

DASAR TEORI PARASETAMOL

sumber gambar .wikipedia.org

Sifat Parasetamol Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain. Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obatobat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek

menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs. Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegel linu dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh pada bagian luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit. Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Karena Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia. Metabolisme Parasetamol Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-acetylp-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi dengan sulfidril. Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh ginjal. Mekanisme Kerja Parasetamol Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh belum sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah satu jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai aksi pereda nyeri dari parasetamol ini. Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab

inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah

dibuktikan

bahwa

parasetamol

mampu

mengurangi

bentuk

teroksidasi

enzim

siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui. Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk Narachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid. Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan. Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi

prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif. Mekanisme Reaksi Parasetamol Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan

mengganggu enzim cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya

Mekanisme Toksisitas Parasetamol


Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak mencukupi

NAPQI bereaksi dengan membran sel Hepatosit rusak -> nekrosis

Resorpsi Parasetamol Resorpsi dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP-nya ca 25%, plasma t1/2-nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai konyugat-glukuronida dan sulfat.

ARTEMIA SALINA LEACH Artemia adalah sejenis udang-udangan primitif. Artemia semula diberi nama Cancer salinus oleh Linnaeus pada tahun 1778, tetapi kemudian pada tahun 1919 diubah menjadi Artemia salina Leach. Klasifikasi Artemia salina dalam ilmu sistematika hewan adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Sub kelas Ordo Famili Marga Jenis : Animal : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Anostraca : Artemilidae : Artemia : Artemia salina Leach. (Bougis, 1979)

a. Morfologi Artemia diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista. Bila dilihat dengan mata telanjang berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna coklat

(Isnansetyo dan Kuniastuty, 1995). Telur Artemia beratnya 3,6 mikrogram, diameter sekitar 300 mikron. Saat menetas berat Artemia hanya sekitar 15 mikrogram dan panjangnya 0,4 mm (Djarijah, 1995).

Kista yang berkualitas

baik akan menetas sekitar 18-24 jam, apabila

diinkubasi dalam air bersalinitas 5-7/mil. Beberapa tahapan proses penetasan Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecahnya cankang, tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap pecahnya cangkang payung, terjadi sebelum beberapa saat nauplius keluar dari cangkang. Tahap penetasan telur Artemia seperti pada Gambar 1. (Isnansetyo dan disusul dengan tahap

Kurniastuty,1995)

Artemia yang baru menetas

disebut nauplius, berwarna oranye,

berbentuk

bulat

lonjong dengan panjgng sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur-angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Pada saat pergantian kulit disebut dengan instar (Isnansetyo dan Kuniastuty, 1995).

Gambar 2. Morfologi nauplius Artemia salina Artemia disebut dewasa setelah umur 2-3 minggu. Individu Artemia dewasa mencapai panjang antara 1-2 cm dan berat 10 mg (Djarijah, 1995).

Gambar 3. Morfologi Artemia salina Dewasa (Isnansetyo dan Kuniastuty, 1995)

b. Lingkungan Hidup Artemia hidup secara planktonik diperairan laut yang kadar garamnya

(salinitasnya) berkisar antara 15-300 per mil dan suhunya berkisar antara 26C-31C serta nilai pH nya antara 7,3-8,4. Keistimewaan Artemia sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam yang sangat kuas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satupun organism lain mampu bertahan hidup, ternyata Artemia mampu mentolelirnya (Djarijah, 1995). Artemia tidak dapat

mempertahankan diri terhadap pemangsa atau musuh- musuhnya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri. Pertahananya merupakan anugerah alam yang berupa

lingkungan hidup berkadar garam tinggi sebab pada kadar garam tinggi tersebut pemangsanya sudah tidak dapat hidup lagi (Mudjiman, 1995).

c. Cara makan dan makanan Secara alami Artemia hidup dari pakan alami lain berupa detritus bahan

organik(sisa bahan alam yang hancur), ganggang renik, ganggang hijau, ganggang biru, diatome, bakteri dan cendawan (ragi laut). Artemia hanya dapat menelan makanan kecilkecil, berukuran 50 mikron kebawah. Ukuran lebih besar dari itu Artemia tidak dapat

menelannya bulat-bulat. Makanan akan ditelan setelah dikumpulkan dulu dalam mulutnya dengan jalan menggerak-gerakkan kakinya. Arus air ditimbulkan oleh gerakan kakinya akan membawa makan kearah mulut sehingga Artemia tinggal menelannya saja (Mudjiman, 1995).

d. Perkembangbiakan dan cara hidup Berdasarkan cara perkembangbiakannya Artemia digolongakan menjadi dua

jenis, yaitu: jenis biseksual dan partenogenetik. Jenis Artemia yang dihasilkan dari perkembangbiakan secara biseksual tidak dapat melakukan perkembangbiakan secara partenogenetik, begitu juga sebaliknya. Pada jenis proses perkawinan Artemia golongan berkembangbiak antara secara biseksual diawali dengan

induk betina dan jantan, sedangkan pada jenis Artemia golongan tidak pernah terjadi proses perkawinan. Pada yang

berkembangbiak secara partenogenetik

Kedua cara perkembangbiakan tersebut dapat terjadi secara ovovivipar maupun ovipar. perkawinan secara ovovivipar, organisme baru yang dihasilkan telah berwujud individu

persis sama dengan induknya. Individu baru ini disebut nauplius dan hidup Artemia muda. Sedangkan pada perkawinan secara

seperti

halnya

ovipar hasilnya berupa telur yang

bercangkang tebal dan disebut siste. Artemia menjadi dewasa setelah umur 14 hari. Artemia dewasa ini bisa menghasilkan telur sebanyak 50-300 butir setiap 4-5 hari sekali. Umur maksimal Artemia sekitar enam bulan. (Djarijah, 1995). Siklus hidup Artemia seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Siklus Hidup Artemia salina (Isnansetyo dan Kuniastuty, 1995)

BRINE SHRIMP TEST (BST) Brine Shrimp Test (BST) merupakan salah satu metode skrining untuk

menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa. Metode ini juga sering digunakan untuk bioassay dalam usaha mengisolasi senyawa toksik tersebut dari ekstrak. Parameter

yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi suatu senyawa terhadap Artemia salina adalah kematian. Senyawa-senyawa yang menunjukkan ketoksikan yang tinggi dalam BST sering dikaitkan dengan potensinya sebagai antitumor (Sariningsih, 2005). Metode uji toksisitas ini sering digunakan untuk penapisan awal terhadap senyawa aktif

yang terkandung didalam suatu ekstrak

karena cepat, mudah, sederhana dan dapat dipercaya. sifat toksiknya Leach terhadap dapat

Secara umum senyawa yang bersifat sitotoksis juga menunjukkan Artemia salina. Uji toksisitas akut dengan hewan uji

Artemia

salina

digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah ke uji sitotoksik, karena ada kaitan antara uji toksisitas akut dengan uji sitotoksik jika harga LC50 toksisitas akut < 1000 g/mL (Wuryani, 2005). dari uji

Alat dan bahan Alat Flakon Beaker Glass 100 ml Labu takar 1 L Pipet tetes Kertas Saring pH Stick Timer Tabel Data Probit Vakum Bahan Telur Larva Udang Etanol NaCl MgSO4 NaHCO3 Air suling Air bebas CO3 Aquadest MgCl2 KCL CaCl2 Air Tawar Air Panas

Cara kerja Hasil Praktikun Pembahasan Kesimpulan

Daftar pustaka Nur Ramdani, Ahmad. 2009. UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN SUKUN (Artocarpusaltilis) TERHADAP LARVA ARTEMIA SALINA LEACH DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST). Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang. Fathiyawati. 2008. UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN Ficus racemosa L TERHADAP Artemia salina Leach DAN PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Fakultas Farmasi UMS, Surakarta. TIM TOKSIKOLOGI. 2013/2014. Petunjuk Praktikum Toksikologi. Fakultas Farmasi USB. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai