DISUSUN OLEH
NAMA : Edo Aditya Nugroho
NIM/KELOMPOK : 20210350099/Kelompok B-2
TGL PRAKTIKUM : 1 JULI 2022
ASISTEN : apt. Salma Fajar Puspita, M.Clin.Pharm
PRODI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami:
1. Penanganan hewan uji
2. Toksin dan terapi antidotum
3. Mekanisme terapi keracunan sianida
4. Porhitungan dosis
B. DASAR TEORI
Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang
sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif, yakni
memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan selanjutnya yang
umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun dan meningkatkan
pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).
Ketoksikan racun sebagian besar ditentukan oleh keberadaan (lama dan kadar)
racun (bentuksenyawa utuh atau metabolitnya) di tempat aksi tertentu di dalam tubuh.
Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi, distribusi dan
eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada efektor berhubungan erat
dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran pemejanannya (Donatus, 2001).
Takrif terapi antidot yang dinyatakan oleh Loomis (1978). Tujuan terapi antidot
ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat untuk mencegah
timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas bahwa sasaran terapi
antidot ialah intensitas efek toksik racun (Donatus, 2001).
Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidot dapat dikerjakan
dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah
metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar racun. Metode khas, ialah
metode yang hanya digunakan bila senyawa yang kemungkinan bertindak
sebagai penyebab keracunan telah tersidik, serta zat antidotnya ada (Donatus, 2001).
Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran, strategi dasar,
cara,dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah penurunan atau penghilangan
intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya jarak antara
nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau tempat aksi
tertentu. Strategi dasar terapi antidote meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi
(translokasi), peningkatan eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam
tubuh (Donatus, 2001).
Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam
kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam.
Nitril alifatik (acrylonitrile dan propionitrile digunakan dalam produksi plastic yang
kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida
melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme. Sianida
yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida
sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman
lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal.
Acetonitrile,sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada
anak-anak (Olson,2007).
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak
berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk
kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN) (Utama,
2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur
asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan
produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan
kematian, dan pemaparan secara sengaja dari
sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan
ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,
lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam
jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala,
mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar
menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan
kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama,
2006).
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara lain:
a. Jenis pemejanan : akut dan kronis
b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
c. Lama, kekerapan : akut atau berulang
d. Takaran atau dosis :
Antidotum Sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan
meaknisme aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion
tiosianat yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi
langsung. Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara,
tetapi hanya satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.
Keamanan dan kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan
yang signifikan. Dan tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatan
intoksikasi sianida (Meredith, 1993).
Natrium nitrit merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan
sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml, memerlukan waktu
kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40% methemoglobin. Penggunaan natrium
nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan
methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi, untuk itu maka
jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak direkomendasikan
untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6DP) dalam
sel darah merahnya karena dapat menyebabkan
reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi
bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase.
Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan
secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan
kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan
hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot ini
diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan
oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri
perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. (Meredith, 1993).
D. CARA KERJA
D.1. TIKUS SEBAGAI KONTROL POSITIF
1. Ditimbang masing-masing tikus
2. Dipersiapkan larutan FCM, sodium nitrit dan sodium thiosulfat untuk masing-
masing tikus
3.Disuntikkan KCN secara subkutan pada tikus dan dinyala -Kan timer 4.Dihitung
waktu yang dibutuhkan hingga muncul warna kebiruan pada telapak kaki, mulut
dan ekor atau muncul tanda kehilangan kesadaran
5.Dihitung waktu hingga tikus benar-benar mati
E. DATA PENGAMATAN
E.1. PERHITUNGAN DOSIS LARUTAN
Nomo
Larutan Berat tikus (g) Dosis (mg) Dosis (mL)
r tikus
1,5 % = 1,5
g/100ml =
1500mg/100ml =
178 g x 15 15 mg/ml
Perlakuan 1 1 178 mg/kgBB / 1000 (konsentrasi)
Kalsium sianida = 2,67 mg
KCN 1,5% 2,67 mg / 15
15 mg/kgBB mg/ml = 0,178
ml
15 321 - 1997 -
16 - - - -
Perlakuan
17 - - - -
6
18 - - - -
F. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kerja racun dan antidotum
pada hewan uji, mampu melakukan perhitungan dosis serta mampu melakukan
penanganan terhadap hewan usi. Percobaan dilakukan dengan uji aktivitas kerja
antidotum secara in vivo pada racun potasium sianida (KCN). Seclangkan bahan
yang dijadikan sebagal bahan obat terapi antidotum adalah natrium thiosulfat dan
natrium nitrit Hewan usi yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah tikus
Jantan sebanyak 12 ekor. Empat ekor dijadikan sebagai kelompok kontrol Positif
yang nantinya hanya diberi brutan KCN. Empat ekor tikus lainnya akan dijadikan
sebagai kelompok perlakuan, yang akan diberikan KCN, natrium nitrit dan
natrium thiosulfat. Empat ekor lainnya akan dijadikan sebagai kontrol pelarut yang
akan diberi larutan fisiologis.
Sianida merupakan racun yang sangat berbahaya, apabila sekedar hanya terhirup
dapat menyebabkan kematian, sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi pada
saat pemberian sianida. KCN yang masuk ke dalam tubuh dapat bereaksi dengan
komponen besi dalam enzim Sitokrom oksidase mitokondria, sehingga enzim
tersebut menjadi tidak aktit (dengan pembentukan kompleks antara con sianida
dengan besi bervalensi 3, akan memblok kerja enzim sitokrom mitokondria
sehingga 0₂ pada darah tidak dapat lagi diambil oleh sel.) Padahal enzim tersebut
sangat diperlukan dalam berlangsungnya metabolisme aprob. Oleh karena itu,
gejala keracunan Sianida adalah stanosis, kejang-kejang, gagal napas koma dan
berakhir dengan kematian. Gejala sianosis dapat terlihat dari membirun ya
Pembuluh darah pada telapak, kaki, mulut dan ekor tikus. Pada praktikum ini
digunakan lateks atau sarung tangan khusus dan beberapa alat Pelindung lain pada
pemesanan sianida ke tubun tikus agar tidaksianida.
Bahan obat yang digunakan sebagai antidotum adalah natrium nitrit 2% dan
natrium thiosulfat 2,5% yang diberikan secara kombinasi. Tujuan terapi antidotum
adalah untuk membatasi intensitas efer toksik racun, sehingga bermanfaat untuk
mencegah timbulnya etek berbahaya selanjutnya. Sasaran terapi antiaot yaitu
penurunan atau penghilangan intensitas etek toksik racun. Intensitas efek racun ini
ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilal ambang toksin (KTM) dan kadar
puncak racin dalam plarma atau tempat aksi tertentu. Berdasar literatur natrium
nitrit
dan natrium tiosulfat memberi efek yang sinergis bila digunakan sebagai
antidotum keracunan sianida akut. Natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
hambalan bersaing sedangkan natrium thiosulfat bekerja dengan mempercepat
eliminasi sehingga gabungan kedua bahan ini efektif sebagai antidotum keracunan
sianida. 1 Hal yang pertama kali dilakukan adalah menimbang 12 ekor tikus dan
memberikan identitas 1-12 menggunakan spidol marker yang sebelumnya telah
dicukur bulu ekornya. Tujuannya adalah untuk membedakan tikus satu dengan
tikus yang lain. Sebelum digunakan untuk pengujian, hencan uji juga harus
dipuasakan terlebih dahulu minimal 18 jam dengan tetap memberikan minum Se
cakapuya. Hal tersebut bertujuan agar. efek yang ditimbulkan oleh racun KCN
dan antidotnya menjadi lebih optimal dan tidak terpengaruh faktor makanan Hasil
penimbangan tikus 1-12 secara berturut-turut adalah 178gr; 150gr; 196gr;
189 gr; 177 gr; 170 gr; 190 gr; 210 gr; 156 gr; 200gr, 167gr dan 189 gr Setelan
tikus ditimbang, selanjutnya dilakukan perhitungan dosis untuk pemberi -an
larutan pada masing-masing tikus dengan rumus: Dosis yang diinginkan (mg) =
BB (kg) x dosis (mg/kgBB) Volume dosis larutan (ml) C Dosis mg/kgBB X BB
(kg
Konsentrasi (mg/m1)
Untuk tikus yang diberi larutan KCN adalah tikus nomor satu sampai depapan,
dengan dosis is mg/kgBB larutan KCN 1,5%. Didapat dosis dalam miligram untuk
tikus 1-8 pemberian Kcal secara berturut-turut adalah 2,67; 2,25; 2,19; 2,835;
2,655; 2,55; 2,85; 3,15 mg. Dan untuk dosis dalam mililiter atau volume injeksi
untuk tikus 1-8 pemberian larutan KCN secara berturut-turut adalah 0,178; 0,15; 0,
146; 0,189; 0,177; 0,17; 0,1g dan 0,21ml.
Untuk tikus yang diberi larutan Natrium nitrit 2% dosis 20mg/kg B13 adalah tikus
nomor 5-8. Didapat dosis dalam miligram untuk tikus 5-8 pemberian larutan
natrium nitrit secara berturut-turut adalah 3,54; 3, 4; 3,8; dan 9,2mg Dan untuk
dosis dalam mililiter atau volume injeksi untuk tikus 5-8 pemberian larutan
natrium nitrit adalah 0,177; 0,17; 0,19 dan 0,21m1
Sedangkan untuk tikus yang diberi larutan natrium thiosulfat 2,5% dosis 20mg/kg
BB adalah tikus nomor 5-8. Didapat dosis dalam miligram untuk likus 5-8 adalah
3,54; 3, 4; 3,8 dan 9,2 mg. Dan untuk dosis dalam militer atau volume injeksi
untuk tikus 5-8 pemberian larutan natrium throsulfat secara berturut-turut adalah
0,1416; 0,136; 0,152 dan 0,168ml
Gejala kejang dapat diamati dari gerakan hewan uji yang menggosokkan perutaya
ke bawah dengan kaki belakang ditarik ke belakang atau jika hewan usi merasa
sangat kekurangan 02, malca gejala yang terlihat adalah hewan melompat-lompat.
Berdasarkan percobaan, waktu yang dibutuhkan tikus no 1-4 untuk muncul reaksi
keracunan stanida secara berturut-turut adalah selama 334, 372, 383; dan 401
detik. Dan waktu yang diperlukan tikus no 1-4 hingga mati adalah selama 907;
779; 551 dan 698 detik. Perhitungan waktu dibutuhkan hingga tikus menunjukkan
gejala sianosis yaitu muncul warna kebiruan pada telapak kaki, mulut dan ekor
tikus atau muncul tanda hilang Kesadaran atau benar-benar mat!. Percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas sianida dalam mematikan hewan uji tanpa
adanya bagaimana pemberian antidotum. Pada dasarnya, KCN yang masuk ke
dalam tubuh akan terabsorbsií cepat oloh tubuh. Sehingga sianida akan menjadi
senyawa
Waktu Setelah tikus diberi antidotum kombinasi natrium nitrit dan sodium
tiosulfat, keempat tikus dapat tetap hidup. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
Kombinasi natrium nitrit dan sodium tiosulfat sangat efektit digunakan sebagai
antidotum keracunan slanida. Berdasarkan percobaan, tikus 5-8 kembali sadar
dengan yang diperlukan tikus hingga berturut-turut adalah 1435; 1395; 1890 dan
1100 detik. Sedangkan pada kelompok kontrol pelarut (tikus 9-12) dilakukan sadar
Dalam praktikum kali ini, KCN harus ditangani dengan hati -hati karena bersifat
racun dan dapat masuk ke dalam tubuh
tidak hanya melalui saluran pencernaan terapi dapat juga melalui saluran
pernapasan, kulit dan mata cara penanganan sianida yaitu:
1. Harus disimpan dalam ruangan dingin dan berventilasi udara yang baik.
6. Selalu menggunakan masker dan sarung tangan agar tidak terhirup, tertelan atau
terpapar larutan
G. KESIMPULAN
H. DAFTAR PUSTAKA
Olson, K. R. 2007. Poisoning and Drug Overdose 2nd edition. USA Prentice-Hall
International Inc
I. LAMPIRAN
Nomo
Larutan Berat tikus (g) Dosis (mg) Dosis (mL)
r tikus
1,5 % = 1,5
g/100ml =
1500mg/100ml =
178 g x 15 15 mg/ml
Perlakuan 1 1 178 mg/kgBB / 1000 (konsentrasi)
Kalsium sianida = 2,67 mg
KCN 1,5% 2,67 mg / 15
15 mg/kgBB mg/ml = 0,178
ml
16 - - - -
Perlakuan
17 - - - -
6
18 - - - -
1. Buat grafik jumlah tikus mati tiap kelompok. Bandingkan data tiap kelompok.
Diskusikan mengapa berbeda-beda!