Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

“DAYA TERAPI ANTIDOTUM”


BLOK 5 PRAKTIKUM 5

DISUSUN OLEH
NAMA : Edo Aditya Nugroho
NIM/KELOMPOK : 20210350099/Kelompok B-2
TGL PRAKTIKUM : 1 JULI 2022
ASISTEN : apt. Salma Fajar Puspita, M.Clin.Pharm

KONTROL LAPORAN KOMPONEN MAKSIMUM NILAI


Cover 2
PENGUMPULAN Tujuan 3
Dasar Teori 10
Alat & Bahan 5
PENGAMBILAN Cara Kerja 5
Data 10
Pembahasan 40
PENYERAHAN Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 10
Lampiran 5
Total 100

PRODI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami:
1. Penanganan hewan uji
2. Toksin dan terapi antidotum
3. Mekanisme terapi keracunan sianida
4. Porhitungan dosis

B. DASAR TEORI
Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang
sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif, yakni
memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan selanjutnya yang
umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun dan meningkatkan
pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).
Ketoksikan racun sebagian besar ditentukan oleh keberadaan (lama dan kadar)
racun (bentuksenyawa utuh atau metabolitnya) di tempat aksi tertentu di dalam tubuh.
Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi, distribusi dan
eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada efektor berhubungan erat
dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran pemejanannya (Donatus, 2001).
Takrif terapi antidot yang dinyatakan oleh Loomis (1978). Tujuan terapi antidot
ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat untuk mencegah
timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas bahwa sasaran terapi
antidot ialah intensitas efek toksik racun (Donatus, 2001).
Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidot dapat dikerjakan
dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah
metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar racun. Metode khas, ialah
metode yang hanya digunakan bila senyawa yang kemungkinan bertindak
sebagai penyebab keracunan telah tersidik, serta zat antidotnya ada (Donatus, 2001).
Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran, strategi dasar,
cara,dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah penurunan atau penghilangan
intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya jarak antara
nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau tempat aksi
tertentu. Strategi dasar terapi antidote meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi
(translokasi), peningkatan eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam
tubuh (Donatus, 2001).
Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam
kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam.
Nitril alifatik (acrylonitrile dan propionitrile digunakan dalam produksi plastic yang
kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida
melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme. Sianida
yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida
sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman
lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal.
Acetonitrile,sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada
anak-anak (Olson,2007).

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak
berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk
kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN) (Utama,
2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur
asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan
produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan
kematian, dan pemaparan secara sengaja dari
sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan
ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,
lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam
jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala,
mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar
menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan
kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama,
2006).
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara lain:
a. Jenis pemejanan : akut dan kronis
b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
c. Lama, kekerapan : akut atau berulang
d. Takaran atau dosis :
Antidotum Sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan
meaknisme aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion
tiosianat yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi
langsung. Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara,
tetapi hanya satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.
Keamanan dan kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan
yang signifikan. Dan tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatan
intoksikasi sianida (Meredith, 1993).
Natrium nitrit merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan
sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml, memerlukan waktu
kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40% methemoglobin. Penggunaan natrium
nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan
methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi, untuk itu maka
jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak direkomendasikan
untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6DP) dalam
sel darah merahnya karena dapat menyebabkan
reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi
bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase.
Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan
secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan
kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan
hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot ini
diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan
oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri
perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. (Meredith, 1993).

C. ALAT DAN BAHAN


C.1 ALAT
1.Spuit dan jarum injeksi
2.Timbangan hewan
3. Timer
4 Alat gelas
5. Wadan tikus
C.2. BAHAN
1. Dua belas ekor tikus jantan
2. Larutan nitrit 2%
3. Larutan thiosulfat 2,5%
4. Larutan fisiologis (salin) 0,9%
5. Larutan Kalium sianida 1,5%.

D. CARA KERJA
D.1. TIKUS SEBAGAI KONTROL POSITIF
1. Ditimbang masing-masing tikus
2. Dipersiapkan larutan FCM, sodium nitrit dan sodium thiosulfat untuk masing-
masing tikus
3.Disuntikkan KCN secara subkutan pada tikus dan dinyala -Kan timer 4.Dihitung
waktu yang dibutuhkan hingga muncul warna kebiruan pada telapak kaki, mulut
dan ekor atau muncul tanda kehilangan kesadaran
5.Dihitung waktu hingga tikus benar-benar mati

D. 2. TIKUS SEBAGAI PERLAKUAN


1.Ditimbang masing - masing ticus
2.Dipersiapican larutan KCN, sodium nitrit & Sodium thiosulfat untuk masing-
masing tikus
3.Disuntikkan KCNserara subkutan pada tikus & dinyalakan timer
4.Dihitung waktu yang dibutuhkan hingga munal! warna kebiruan pada telapak
kaki, mulut muncul tanda hilang dan atau ekor kesadaran
5.Disuntikan sodium nitrit & sodium thiosulfat setara ip kelompok perlakuan,
dinyalakan timer pada Dihitung waktu hingga tikus sadar /benar mati
D.3 TIKUS SEBAGAI KONTROL PELARUT
1. Ditimbang masing-masing tikus 2.Dipersiapkan larutan KCN, sodium nitrit &
sodrum tiosultat untuk masing masing tikus
3.Disuntikkan larutan fisiologis secara subkutan Pada kelompok kontrol pelarut,
dinyalakan timer
4. Diamati reaksi yang muncul

E. DATA PENGAMATAN
E.1. PERHITUNGAN DOSIS LARUTAN

Nomo
Larutan Berat tikus (g) Dosis (mg) Dosis (mL)
r tikus

1,5 % = 1,5
g/100ml =
1500mg/100ml =
178 g x 15 15 mg/ml
Perlakuan 1 1 178 mg/kgBB / 1000 (konsentrasi)
Kalsium sianida = 2,67 mg
KCN 1,5% 2,67 mg / 15
15 mg/kgBB mg/ml = 0,178
ml

2 150 2,25 0,15

3 146 2,19 0,146

Perlakuan 2-5 4 189 2,835 0,189


Kalsium sianida
KCN 1,5% 5 177 2,655 0,177
15 mg/kgBB
6 170 2,55 0,17

7 190 2,85 0,19

8 210 3,15 0,21

9 185 2,775 0,185

10 197 2,955 0,197

11 173 2,595 0,173

12 181 2,715 0,181


13 190 2,85 0,19

14 192 2,88 0,192

15 186 2,79 0,186

4 189 3,78 0,189


Perlakuan 2
Sodium nitrit 2% 5 177 3,54 0,177
dosis 20 mg/kgBB
6 170 3,4 0,17

7 190 3,8 0,19


Perlakuan 3
Sodium nitrit 2% 8 210 4,2 0,21
dosis 20 mg/kgBB
9 185 3,7 0,185

Perlakuan 4 10 197 221,625 0,8865


Sodium tiosulfat
11 173 194,625 0,7785
25% dosis 1125
mg/kgBB 12 181 203,625 0,8145

Perlakuan 5 13 190 213,75 0,855


Sodium tiosulfat
14 192 216 0,864
25% dosis 1125
mg/kgBB 15 186 209,25 0,837

16 180 2,7 0,3


Perlakuan 6
Saline 0,9 % dosis 17 178 2,67 0,297
15 mg/kgBB
18 196 2,94 0,327

E.3. DATA HASIL PERCOBAAN

Waktu muncul reaksi keracunan sianida


Nomor (detik)
Kelompok
tikus
sianosis kejang recovery mati

1 334 445 - 987


Perlakuan
2 372 640 - 774
1
3 383 390 - 551
4 401 540 1435 -
Perlakuan
5 289 857 1395 -
2
6 390 985 1890 -

7 367 548 - 1127


Perlakuan
8 412 569 2167 -
3
9 340 679 - 1504

10 280 689 1255 -


Perlakuan
11 179 942 1521 -
4
12 542 764 1876 -

Perlakuan 13 324 455 2332 -


5 14 578 679 - 1872

15 321 - 1997 -

16 - - - -
Perlakuan
17 - - - -
6
18 - - - -

F. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kerja racun dan antidotum
pada hewan uji, mampu melakukan perhitungan dosis serta mampu melakukan
penanganan terhadap hewan usi. Percobaan dilakukan dengan uji aktivitas kerja
antidotum secara in vivo pada racun potasium sianida (KCN). Seclangkan bahan
yang dijadikan sebagal bahan obat terapi antidotum adalah natrium thiosulfat dan
natrium nitrit Hewan usi yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah tikus
Jantan sebanyak 12 ekor. Empat ekor dijadikan sebagai kelompok kontrol Positif
yang nantinya hanya diberi brutan KCN. Empat ekor tikus lainnya akan dijadikan
sebagai kelompok perlakuan, yang akan diberikan KCN, natrium nitrit dan
natrium thiosulfat. Empat ekor lainnya akan dijadikan sebagai kontrol pelarut yang
akan diberi larutan fisiologis.

Sianida merupakan racun yang sangat berbahaya, apabila sekedar hanya terhirup
dapat menyebabkan kematian, sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi pada
saat pemberian sianida. KCN yang masuk ke dalam tubuh dapat bereaksi dengan
komponen besi dalam enzim Sitokrom oksidase mitokondria, sehingga enzim
tersebut menjadi tidak aktit (dengan pembentukan kompleks antara con sianida
dengan besi bervalensi 3, akan memblok kerja enzim sitokrom mitokondria
sehingga 0₂ pada darah tidak dapat lagi diambil oleh sel.) Padahal enzim tersebut
sangat diperlukan dalam berlangsungnya metabolisme aprob. Oleh karena itu,
gejala keracunan Sianida adalah stanosis, kejang-kejang, gagal napas koma dan
berakhir dengan kematian. Gejala sianosis dapat terlihat dari membirun ya
Pembuluh darah pada telapak, kaki, mulut dan ekor tikus. Pada praktikum ini
digunakan lateks atau sarung tangan khusus dan beberapa alat Pelindung lain pada
pemesanan sianida ke tubun tikus agar tidaksianida.

Bahan obat yang digunakan sebagai antidotum adalah natrium nitrit 2% dan
natrium thiosulfat 2,5% yang diberikan secara kombinasi. Tujuan terapi antidotum
adalah untuk membatasi intensitas efer toksik racun, sehingga bermanfaat untuk
mencegah timbulnya etek berbahaya selanjutnya. Sasaran terapi antiaot yaitu
penurunan atau penghilangan intensitas etek toksik racun. Intensitas efek racun ini
ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilal ambang toksin (KTM) dan kadar
puncak racin dalam plarma atau tempat aksi tertentu. Berdasar literatur natrium
nitrit

dan natrium tiosulfat memberi efek yang sinergis bila digunakan sebagai
antidotum keracunan sianida akut. Natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
hambalan bersaing sedangkan natrium thiosulfat bekerja dengan mempercepat
eliminasi sehingga gabungan kedua bahan ini efektif sebagai antidotum keracunan
sianida. 1 Hal yang pertama kali dilakukan adalah menimbang 12 ekor tikus dan
memberikan identitas 1-12 menggunakan spidol marker yang sebelumnya telah
dicukur bulu ekornya. Tujuannya adalah untuk membedakan tikus satu dengan
tikus yang lain. Sebelum digunakan untuk pengujian, hencan uji juga harus
dipuasakan terlebih dahulu minimal 18 jam dengan tetap memberikan minum Se
cakapuya. Hal tersebut bertujuan agar. efek yang ditimbulkan oleh racun KCN

dan antidotnya menjadi lebih optimal dan tidak terpengaruh faktor makanan Hasil
penimbangan tikus 1-12 secara berturut-turut adalah 178gr; 150gr; 196gr;
189 gr; 177 gr; 170 gr; 190 gr; 210 gr; 156 gr; 200gr, 167gr dan 189 gr Setelan
tikus ditimbang, selanjutnya dilakukan perhitungan dosis untuk pemberi -an
larutan pada masing-masing tikus dengan rumus: Dosis yang diinginkan (mg) =
BB (kg) x dosis (mg/kgBB) Volume dosis larutan (ml) C Dosis mg/kgBB X BB
(kg

Konsentrasi (mg/m1)

Untuk tikus yang diberi larutan KCN adalah tikus nomor satu sampai depapan,
dengan dosis is mg/kgBB larutan KCN 1,5%. Didapat dosis dalam miligram untuk
tikus 1-8 pemberian Kcal secara berturut-turut adalah 2,67; 2,25; 2,19; 2,835;
2,655; 2,55; 2,85; 3,15 mg. Dan untuk dosis dalam mililiter atau volume injeksi
untuk tikus 1-8 pemberian larutan KCN secara berturut-turut adalah 0,178; 0,15; 0,
146; 0,189; 0,177; 0,17; 0,1g dan 0,21ml.

Untuk tikus yang diberi larutan Natrium nitrit 2% dosis 20mg/kg B13 adalah tikus
nomor 5-8. Didapat dosis dalam miligram untuk tikus 5-8 pemberian larutan
natrium nitrit secara berturut-turut adalah 3,54; 3, 4; 3,8; dan 9,2mg Dan untuk
dosis dalam mililiter atau volume injeksi untuk tikus 5-8 pemberian larutan
natrium nitrit adalah 0,177; 0,17; 0,19 dan 0,21m1

Sedangkan untuk tikus yang diberi larutan natrium thiosulfat 2,5% dosis 20mg/kg
BB adalah tikus nomor 5-8. Didapat dosis dalam miligram untuk likus 5-8 adalah
3,54; 3, 4; 3,8 dan 9,2 mg. Dan untuk dosis dalam militer atau volume injeksi
untuk tikus 5-8 pemberian larutan natrium throsulfat secara berturut-turut adalah
0,1416; 0,136; 0,152 dan 0,168ml

Setelah menghitung dosis larutan, selanjutnya adalah menginjeksi -kan larutan ke


hewan uji. Pada tahap ini harus diperhatikan bagaimana penanganan yang baik
pada hewan usi. Cara penanganan tikus dapat dilakukan dengan cara tikus
diangkat pada bagian ekornya, kemudian diletakkan pada suatu tempat yang
permukaannya tidak licin, dapat diletakkan diatas kawat kandang tikus, sehingga
saat ditarik, tikus akan menceng -kram kawat. Kemudian jepit leher dengan jari
tengah dan telunjuk atau telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit tengkuk tikus
dan ekor -nya dengan tangan kiri: Untule 1

Kemudian injeksikan larutan sesuai dengan kelompok tikus. kelompok kontrol


positif, dilakukan penginjeksian KCN secara subkutan. Kemudian diamati waktu
yang dibutuhkan tikus waktu yang dibutuhkan tikus hingga muncul warna
kebiruan pada telapak kaki, mulut dan ekcor atau muncul tanda hilangnya
kesadaran. Diamati juga waktu hingga tikus benar-benar mati.

Gejala kejang dapat diamati dari gerakan hewan uji yang menggosokkan perutaya
ke bawah dengan kaki belakang ditarik ke belakang atau jika hewan usi merasa
sangat kekurangan 02, malca gejala yang terlihat adalah hewan melompat-lompat.

Berdasarkan percobaan, waktu yang dibutuhkan tikus no 1-4 untuk muncul reaksi
keracunan stanida secara berturut-turut adalah selama 334, 372, 383; dan 401
detik. Dan waktu yang diperlukan tikus no 1-4 hingga mati adalah selama 907;
779; 551 dan 698 detik. Perhitungan waktu dibutuhkan hingga tikus menunjukkan
gejala sianosis yaitu muncul warna kebiruan pada telapak kaki, mulut dan ekor
tikus atau muncul tanda hilang Kesadaran atau benar-benar mat!. Percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas sianida dalam mematikan hewan uji tanpa
adanya bagaimana pemberian antidotum. Pada dasarnya, KCN yang masuk ke
dalam tubuh akan terabsorbsií cepat oloh tubuh. Sehingga sianida akan menjadi
senyawa

akery yang bekerja menghambat penggunaan oksigen. Gejala koracunan sranida


umumnya terjadi dalam 15-20 menit setelah mengonsumsi Sianida dalam bentuk
garam (KCN, NacN). Dari hasil pengamatan dapelt dalam mematikan hewan uji
(tikus) memiliki waktu yang singkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa KCN
memiliki toksisitas yang tinggi. dilihat kecepatan an slantda 1 100%

untuk Kemudian muncul warna keracunan trkus kelompok perlakuan, dilakukan


Penginjekstan KCN secara subkutan, kemudian diamati waktu yang dibutuhkan
tikus hingga kebiruan pada telapak kaki, mulut dan ekor atau munall tanda
hilangnya kesadaran. Berdasar percobaan waktu yang dibutuhkan tikus no 5-8
untule muncul reaksi stanida secara berturut-turut adalah 289; 390; 367; 412 detik.
Setelah itu tikus 5-8 yang telah munall efek keracunan sianida, segera dilakukan
penyuntikan kombinasi antidotum yaitu natrium nitrit 2⁰% dengan dosis
20mg/kgBB dan Sodium tlosulfat 2,5% dengan dosis 20mg/kgBB setara
Intraperitonial agar efek penghambat racun dapat dicapai dengan cepat. Pada kasus
keracunan slanida, penanganan yang tepat dan cepat akan mampu meningkatkan
harapan hidup pada tikus. Natrium nitrit merupakan
[Perucu unda, endnyana. yaniy meningkatkan harapan hidup pada tikus. Natrium
nitrit merupakan senyanca kimia yang bekerja dengan penghambatan distribusi.
Natrium nitrit akan menyebabkan pembentukan methemoglobin. Natrium nitrit
akan mengoksidasi sebagian hemoglobin, sehingga di allran darah akan terdapat
con ferri yang oleh lon siantda akan dilkat menjadi sianomethem -globin. Hal ini
akan menyebabkan enzim pernapasan yang terblok (tidak dapat digunakan) akan
beregenerasi lagi.

Reaksi, Nitrit + hemoglobin → Methemoglobin + sianida → stanmethemoglobin.


Sedangkan sodium tiosulfat bekerja dengan mekanisme percepatan eliminasi
Dalam tubuh, sulfur persulfida akan berikatan dengan sianida drubah menjadi
senyawa yang tidak toksik yaitu trosianat. Kemudian tiosianat akan diekskresikan
melalui urin.

Reaksi Naz₂0₂ + CN → Na₂ 50₂ + SIN -

Waktu Setelah tikus diberi antidotum kombinasi natrium nitrit dan sodium
tiosulfat, keempat tikus dapat tetap hidup. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
Kombinasi natrium nitrit dan sodium tiosulfat sangat efektit digunakan sebagai
antidotum keracunan slanida. Berdasarkan percobaan, tikus 5-8 kembali sadar
dengan yang diperlukan tikus hingga berturut-turut adalah 1435; 1395; 1890 dan
1100 detik. Sedangkan pada kelompok kontrol pelarut (tikus 9-12) dilakukan sadar

ponginjeksian larutan fistologis secara subkutan dengan dosis 15mg/kgBB.


Kontrol pelarut digunakan untuk dijadikan tolak ukur dalam melakukan
percobaan, sebagai kontrol ataupun pembanding bahwa tidak mengalami tikus
yang tidak diinjeksi KCN seharusnya (

keracunan sianida bahkan kematian. Berdasarkan percobaan tikur nomor 9-11


tidak mengalami reaksi apapun atau dengan kata lain tetan hidup. Namun pada
likur nomor 12 mengalami kematian pada waktu 932 detik setelah diinjeksikan
larutan fisiologir. Hal (nr terjadi karena kesalahan pada penanganan tikus seperti
Praktikan kurang tepat menusukkan jarum suntik hingga mengenal organ bagian
dalam dari likus sehingga menyebabkan kematian.

Dalam praktikum kali ini, KCN harus ditangani dengan hati -hati karena bersifat
racun dan dapat masuk ke dalam tubuh

tidak hanya melalui saluran pencernaan terapi dapat juga melalui saluran
pernapasan, kulit dan mata cara penanganan sianida yaitu:

1. Harus disimpan dalam ruangan dingin dan berventilasi udara yang baik.

2. Dijauhkan dari sumber panas


3. Disimpan dalam wadah yang tertutup baik dan diberi label

4. Dipisahkan dari bahan kimia yang reaktif

6. Selalu menggunakan masker dan sarung tangan agar tidak terhirup, tertelan atau
terpapar larutan

G. KESIMPULAN

1. Penanganan hewan ujia harus secara hati-hati dan berperikemanusiaan, dimulai


Dari cara memegang hingga menginjeksi
2. Toksin menyebabkan keracunan, berdasarkan percobaan digunakan adalah
KCN. Sedangkan antidotum mencegah absorpsi racun yang digunakan adalah
kombinasi natrium nitrit dan natrium tiosulfat
3. Mekanisme terapi antidotum sianida terjadi pembentukan methemoglobin
4. Pemborian dosis injeksi bergantung pada berat tikus, dosis awal larutan dan
koncentrasi larutan

H. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, iggs. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: farmakologi FK UI

Anonim, 1995 Farmakope Indonesia IV Jakarta: Depkes RI

Anonim. 2009 Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed. 2. Jakarta: E6C

Donatus, I. A 1997 Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan


Bahan Berbahaya Yogyakarta: 4619

Henry, J.A., H.M., Wiseman. 1997. Management of Porsoning: A Handbook for


Healthcare Workes. Genova: WHO

Olson, K. R. 2007. Poisoning and Drug Overdose 2nd edition. USA Prentice-Hall
International Inc
I. LAMPIRAN

Nomo
Larutan Berat tikus (g) Dosis (mg) Dosis (mL)
r tikus

1,5 % = 1,5
g/100ml =
1500mg/100ml =
178 g x 15 15 mg/ml
Perlakuan 1 1 178 mg/kgBB / 1000 (konsentrasi)
Kalsium sianida = 2,67 mg
KCN 1,5% 2,67 mg / 15
15 mg/kgBB mg/ml = 0,178
ml

2 150 2,25 0,15

3 146 2,19 0,146

4 189 2,835 0,189

5 177 2,655 0,177

6 170 2,55 0,17

7 190 2,85 0,19

8 210 3,15 0,21


Perlakuan 2-5
Kalsium sianida 9 185 2,775 0,185
KCN 1,5%
15 mg/kgBB 10 197 2,955 0,197

11 173 2,595 0,173

12 181 2,715 0,181

13 190 2,85 0,19

14 192 2,88 0,192

15 186 2,79 0,186

Perlakuan 2 4 189 3,78 0,189


Sodium nitrit 2%
5 177 3,54 0,177
6 170 3,4 0,17
dosis 20 mg/kgBB
7 190 3,8 0,19
Perlakuan 3
Sodium nitrit 2% 8 210 4,2 0,21
dosis 20 mg/kgBB
9 185 3,7 0,185

Perlakuan 4 10 197 221,625 0,8865


Sodium tiosulfat
11 173 194,625 0,7785
25% dosis 1125
mg/kgBB 12 181 203,625 0,8145

Perlakuan 5 13 190 213,75 0,855


Sodium tiosulfat
14 192 216 0,864
25% dosis 1125
mg/kgBB 15 186 209,25 0,837

16 180 2,7 0,3


Perlakuan 6
Saline 0,9 % dosis 17 178 2,67 0,297
15 mg/kgBB
18 196 2,94 0,327
E.3. DATA HASIL PERCOBAAN

Waktu muncul reaksi keracunan sianida


Nomor (detik)
Kelompok
tikus
sianosis kejang recovery mati

1 334 445 - 987


Perlakuan
2 372 640 - 774
1
3 383 390 - 551

4 401 540 1435 -


Perlakuan
5 289 857 1395 -
2
6 390 985 1890 -

7 367 548 - 1127


Perlakuan
8 412 569 2167 -
3
9 340 679 - 1504

10 280 689 1255 -


Perlakuan
11 179 942 1521 -
4
12 542 764 1876 -

13 324 455 2332 -


Perlakuan
14 578 679 - 1872
5
15 321 - 1997 -

16 - - - -
Perlakuan
17 - - - -
6
18 - - - -
1. Buat grafik jumlah tikus mati tiap kelompok. Bandingkan data tiap kelompok.
Diskusikan mengapa berbeda-beda!

Anda mungkin juga menyukai