Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN RESMI

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II

“TERAPI ANTIDOTUM”

DOSEN PENGAMPU :
Ismi Puspitasari, M.Farm., Apt.

KELOMPOK : 1/J

ANGGOTA KELOMPOK :

1. Andi Ismail Maulana S. (23175227A)


2. Evy Widiastuti (24185367A)

3. Haristin E (24185651A)

4. Safira Ayunisa (24185652A)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
I. JUDUL
Terapi Antidotum

II. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, dan strategi terapi antidotum,
berdasarkan contoh kemampuan sodium nitrit dan sodium tiosulfat menawaracunkan
sianida.

III. DASAR TEORI


Antidotum adalah suatu zat yang berguna sebagai penawar racun. Terapi
antidotum merupakan suatu tata cara secara khusus yang ditujukan untuk membatasi
intensitas efek toksik zat kimia atau untuk menyembuhkan efek toksik yang
ditimbulkannya sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya yang timbul selanjutnya.
Tujuan terapi ini yaitu untuk membatasi penyebaran racun di dalam tubuh, sedangkan
sasaran terapinya yaitu berupa penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik
(Donatus, 2001).
Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran, strategi,
dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah penurunan atau
penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini ditunjukkan oleh tingginya
jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar puncak racun dalam plasma atau
tempat aksi tertentu. Strategi dasar terapi antidote meliputi penghambatan absorpsi dan
distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun
dalam tubuh. Upaya membatasi penyebaran racun tentu harus dikaitkan dengan ketiga
proses tersebut (Donatus, 2001).
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak
berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk
kristal seperti natrium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN) (Utama, 2006).
Sianida juga merupakan racun yang poten yang dikenal sebagai racun mitokondria.
Sianida yang memejani tubuh dapat bereaksi dengan komponen besi dalam sitokrom
oksidase mitokondria, sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif. Padahal system enzim
tersebut diperlukan sekali untuk berlangsungnya metabolism aerob. Oleh karena itu,
wujud keracunan sianida diawali dengan peristiwa hipoksia, lalu mengakibatkan
timbulnya kejang, hilangnya kesadaran, sianosis, kegagalan pernafasan, dan dengan cepat
dapat menimbulkan kematian.
Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidote dapat dikerjakan
dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah
metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar racun. Metode khas, ialah
metode yang hanya digunakan bila senyawa yang kemungkinan bertindak sebagai
penyebab keracunan telah tersidik, serta zat antidotnya ada (Donatus, 2001). Metode khas
yang digunakan sebagai sarana terapi antidote keracunan sianida yaitu dengan injeksi
sodium nitrit atau sodium thiosulfate.
Natrium nitrit merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan
sianida. Penggunaan natrium nitrit tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat
mengakibatkan methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi,
untuk itu maka jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan reaksi
hemolisis yang serius (Loomis, 1978)
Sedangkan natrium nitrit bekerja dengan mekanisme penghambatan distribusi.
Natrium nitrit akan menyebabkan pembentukan methemoglobin. Natrium nitrit akan
mengoksidasi sebagian hemoglobin, sehingga di aliran darah akan terdapat ion ferri, yang
oleh ion sianida akan diikat menjadi sianmethemoglobin. Hal ini akan menyebabkan
enzim pernafasan yang terblok (tidak dapat digunakan akan beregenerasi lagi.
Natrium thiosulfat merupakan donor sulfur yang mengonversi sianida menjadi
bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzim sulfurtransferase, yaitu rhodanase.
Natrium tiosulfat merupakan senyawa kimia yang bekerja dengan mekanisme percepatan
eliminasi.
IV. ALAT DAN BAHAN

NO ALAT BAHAN

Spuit Hewan uji (tikus putih)


1

Jarum injeksi Larutan sodium nitrit 2%


2

Pengukur waktu Larutan sodium thiosulfat 25%


3

Alat gelas Larutan fisiologis (salin 0,9%)


4

Sarung tangan tebal Larutan kalium sianida 1,5%


5

6 - -

7 - -

IV. CARA KERJA

Membagi kelas menjadi 5 kelompok masing-masing


kelompok mendapat 5 ekor tikus

TIKUS 1
Menyuntik subkutan larutan sianida 1,5 % dosis 15 mg/kg bb
mencatat saat mulainya timbul gejala sianosis, hilang kesadaran,
kejang, kegagalan pernafasan
TIKUS 2
Menyuntik larutan sianida seperti kelompok 1, kemudian pada saat
gejala sianosis mulai nampak, suntik i.p dengan larutan sodium nitrit
2% dosis 20 mg/kgBB lalu mencatat timbulnya kejanbkegagalan
pernafasan, dan kematian

Tikus 3
Memperlakukan tikus III sama dengan tikus II, bedanya penyuntikan
larutan sodium nitrit dilakukan pada saat gejala kejang mulai Nampak
lalu mencatat saat timbulnya kematian

Tikus 4
Menyuntikkan Larutan sianida seperti tikus I, pada saat gejala
sianosis mulai nampak , suntik i.p dengan larutan thiosulfat 25%
dosis 125 mg/kgBB lalu mencatat timbulnya kejang , kegagalan
pernafasan dan kematian

Tikus 5
Memperlakukan tikus V seperti tikus IV, bedanya penyuntikan
larutan thiosulfat dilakukan pada saat mulai nampak gejala kejang
lalu mencatat saat timbulnya kematian
V. DATA DAN HASIL PENGAMATAN

Hilang
Kelompok Uji No Kejang Sianosis Gagal nafas Mati
kesadaran
1 55 32 43 42 33
2 43 80 75 45 59
Tikus 1 3 15 19 22 15 25
4 42 37 59 55 43
5 33 27 44 20 45
Rata-rata 37,6 39 48,6 35,4 41
SD 14,85934 23,86419913 19,7813 17,126004 12,8841
1 34 22 12 45 22
2 12 20 19 25 22
Tikus 2 3 22 22 43 19 12
4 45 39 47 42 33
5 22 17 45 22 25
Rata-rata 27 24 33,2 30,6 22,8
SD 12,72792 8,631338251 16,40732 12,012493 7,52994
1 23 12 34 24 19
2 34 45 47 69 70
Tikus 3 3 12 31 33 22 34
4 24 28 32 36 24
5 19 16 25 43 69
Rata-rata 22,4 26,4 34,2 38,8 43,2
SD 8,018728 13,08816259 7,981228 18,965759 24,61097
1 21 19 18 36 21
2 18 12 19 20 21
Tikus 4 3 19 11 32 25 18
4 36 19 30 19 22
5 21 12 69 33 20
Rata-rata 23 14,6 33,6 26,6 20,4
SD 7,382412 4,037325848 20,76776 7,6354437 1,516575
1 13 20 33 44 22
2 33 21 20 13 19
Tikus 5 3 20 13 21 21 33
4 44 49 59 60 56
5 22 17 20 32 13
Rata-rata 26,4 24 30,6 34 28,6
SD 12,17785 14,31782106 16,80179 18,641352 16,94993
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kita mempelajari tentang terapi antidotum yang
bertujuan untuk membatasi penyebaran racun di dalam tubuh.

VII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BPOM.2014.Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo.Peraturan Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.7.Jakarta.
Depkes.1995.Farmakope Indonesia IV.Jakarta : Depkes RI
Donatus,LA. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta : Laboratotium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Earmasi Universitas Gadjah Mada
Loomis,LA.,1978,Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh Imono Argo
Donatus,Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang.
Ningsih dwi, yane DK, sunarti. 2016.Buku Petunjuk Praktikum Toksikologi Universitas Setia
Budi

Anda mungkin juga menyukai