Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA

“PEMERIKSAAN PENDAHULUAN KOMPONEN KIMIA BAHAN ALAM”

DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis)

2017
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Daun teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu tanaman yang

banyak menghasilkan senyawa kimia, diantaranya adalah polifenol.

Polifenol yang terkandung didalamnya memiliki banyak khasiat bagi

kesehatan antara lain sebagai antioksidan, mencegah kanker,

menghambat oksidasi LDL, mencegah penyakit jantung dan stroke,

memperlancar sirkulasi darah, dan mengurangi pembentukan plak pada

gigi, dan sebagainya.

Salah satu cara untuk memperoleh ekstrak daun teh hijau adalah

dengan cara maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang

sederhana, dimana penyarian dilakukan menggunakan pelarut tertentu,

selama 3 hari dengan bantuan pengadukan 6 jam sekali.


Ada beberapa cara untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang

terkandung di dalam suatu simplisia, diantaranya uji pendahuluan

menggunakan pereaksi-pereaksi spesifik dan KLT.

Dalam bidang farmasi, khasiat daun teh hijau sangat membantu

proses terapi terhadap beberapa penyakit, sesuai dengan khasiat dari

daun teh itu sendiri. Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi dari

kandungan kimia daun teh hijau (Camellia sinensis)

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui kandungan kimia bahan alam yang terdapat pada

teh hijau (Camellia sinensis)

I.2.2 Tujuan Percobaan

Untuk menguji sampel hasil simplisia daun teh hijau

(Camellia sinensis) apakah mengandung alkaloid, flavanoid, kuinon,

saponin, steroid dengan menggunakan pereaksi kimia.

I.2.3 Prinsip Percobaan

Pengolahan sampel daun teh hijau (Camellia sinensis) yang

telah di sortasi basah dan dicuci, lalu dikeringkan dengan metode

pengeringan tidak langsung (diangin-anginkan). Simplisia daun teh hijau

(Camellia sinensis) diekstraksi dengan metode bukan panas, yaitu

maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak kental yang diperoleh


selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair lalu dilakukan uji pendahuluan

yang meliputi uji kandungan Alkaloid, uji kandungan Flavanoid, uji

kandungan Steroid, uji kandungan Saponin, dan kandungan uji Tanin.

Langkah terakhir yang dilakukan adalah uji kualitatif menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan lampu UV

sebagai penampak noda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Teh merupakan salah satu tanaman penghasil polifenol terbesar.

Teh memiliki banyak khasiat antara lain menurunkan kolesterol darah,

mengurangi kadar gula dalam darah, menurunkan berat badan, mencegah

arthritis, kerusakan hati, gigi berlubang, keracunan, antioksidan,

antikanker, dan antimikroba. Salah satu khasiat teh sebagai antikanker

terdapat pada kandungan terbesar teh hijau yaitu senyawa epigalokatekin

galate (EGCG), yang merupakan salah satu bentuk polifenol. Semakin

tinggi kandungan polifenol dari teh, maka semakin baik hasilnya terhadap

pencegahan suatu penyakit (1).

Khasiat utama teh berasal dari senyawa polifenol yang secara

optimal terkandung dalam daun teh yang masih muda. Daun teh memiliki
kandungan 15-30% senyawa polifenol. Teh diolah melalui inaktivasi enzim

polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh tanpa mengalami

proses fermentasi. Hal ini berbeda dengan teh lainnya yang mengalami

proses semifermentasi maupun fermentasi. Perbedaan proses

pengolahan daun teh tersebut berpengaruh pada kandungan polifenolnya.

Kandungan polifenol dalam daun teh juga dipengaruhi oleh cuaca,

varietas, jenis tanah, dan tingkat kematangan daun ketika dipetik (1).

Daun mengandung kafein (2 - 3%), theobromin, theofilin, tanin,

xan-thine, adenine minyak asiri, kuersetin, naringenin, dan natural fluoride.

Tanin mengandung zat epigallocatechin galat, yang mampu mencegah

kanker lambung dan kerongkongan. Setiap 100 g daun teh mempunyai

kalori 17 kJ dan mengandung 75 - 80% air, polifenol 25%, protein 20%,

karbohidrall, 4%, kafein 2,5 - 4,5%, serat 27%, dan pektin 6%. Biji

mengandung saponin yang beracun dan mengandung minyak. Kafein

mempercepat pernapasan, perangsang kuat pada susunan saraf pusat

dan aktivitas jantung. Theofilin efek diuretik kuat, menstirnulir kerja jantung

dan melebarkan pembuluh darah koroner. Theobromin terutama

mempengaruhi otot. Dari hasil penelitian, flavonoid yang merupakan

antloksidan polifenol pada teh mampu mernperkuat dinding sel darah

merah dan mengatur permeabilitasnya, mengurangi kecenderungan

trombosis, dan menghambat oksidasi LDL sehingga mengurangi

terjadinya proses atherosklerosis di pembuluh darah yang selanjutnya

akan mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung koroner (2).


Simplisia adalah bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan

obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan

lain, merupakan bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat

digolingkan menjadi 3 macam, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani,

dan simplisia mineral (3).

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.

Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua

komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan

pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana

perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi

masuk ke dalam pelarut (3).

Maserasi adalah proses penarikan komponen-komponen kimia dari

suatu simplisia. Prinsip kerja maserasi adalah penyarian zat aktif yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari

cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi

sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di

dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan

terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi

rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan


penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya

dipekatkan (3).

II.2 Uraian Tanaman

Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara

manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian 200 - 2.300 m dpl. Teh

berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua

kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu var. assamica yang berasal

dari Assam dan var. sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica

daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas

sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Pohon kecil,

karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak

dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 - 10 m, dengan bentuk

tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung

ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek,

letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips

memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan

menyirip, panjang 6 - 18 cm, lebar 2 - 6 cm, warnanya hijau, permukaan

mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung

menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3 - 4 cm, warnanya putih

cerah dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buahnya buah kotak,

berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau setelah tua

cokelat kehitaman. Biji keras, 1 - 3. Pucuk dan daun muda yang

digunakan untuk pembuatan minuman teh (1).


II.3 Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi dari tanaman teh hijau adalah sebagai berikut : (4)

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta                 

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Theales

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, pipet tetes, toples,

gunting, gelas kimia, corong pisah, kaca arloji,gelas ukur, dan cawan

porselin.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun teh (Camelia Sinensis ),

etanol 70%, libermann-Burchard, n-heksan, methanol, wagner, mayer,

dragendroff, kloroform,HCl, AlCl₃, aquadest, H₂SO₄ dan FeCl₃.

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan yaitu daun teh hijau (Camellia sinensis)

yang diambil di perkebunan teh Malino.

III.2.2 Cara Penyiapan Sampel Daun


Sampel berupa daun daun teh (Camelia sinensis) diambil pada

saat terjadi fotosintesis maksimum (pukul 09.00-12.00) dengan mengambil

daun kelima dari pucuk hingga kebawah, petik langsung hingga kebawah

pada bagian tangkai daunnya. Daun dicuci bersih kemudian keringkan

dengan cara diangin-anginkan pada tempat yang tidak terkena cahaya

matahari langsung, setelah kering dipotong-potong kecil dan disortasi

kering.

III.2.2 Metode Ekstraksi Maserasi

Sebanyak 100 gram daun teh (Camelia Sinensis L) diekstraksi

secara maserasi menggunakan bejana maserasi dengan cairan penyari

metanol 70% sebanyak 75 bagian cairan penyari dan disimpan selama 3-

5 hari. Setelah itu disaring dan ampasnya diremaserasi. Ekstrak cair yang

diperoleh kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak

yang diperoleh kemudian ditimbang dan dilakukan pengujian lanjutan.

III.2.3 Pemeriksaan kandungan

a. Uji kandungan Flavanoid

Sampel ekstrak daun teh dimasukkan kedalam tabung reaksi

kemudian di tambahkan pereaksi AlCl3, amati perubahan yang terjadi jika

positif (+) berubah menjadi warna kuning berarti sampel ekstak daun teh

mengandung flavanoid dan negatif (-) jika tidak terjadi perubahan warna.

b. Uji Kandungan Steroid


Masukkan sampel ekstrak daun teh kedalam tabung reaksi lalu

dipanaskan kemudian tambahkan kloroform lalu tambahkan pereaksi

Liberment Bouchardat apabila (+) berwarna merah muda/merah bata

berarti sampel ekstak dari daun teh mengandung steroid.

c. Uji Kandungan Alkaloid

Masukkan ekstrak daun teh kedalam cawan porselin kemudian

larutkan dengan kloroform sebanyak 3 ml, tambahkan metanol 1ml lalu

masukkan kedalam tabung reaksi menjadi 3 bagian (A,B,C) masing-

masing tabung sebanyak 1 ml, tabung A tambahkan dengan pereaksi

wagner (+) apabila terbentuk endapan coklat, tabung B tambahkan

pereaksi mayer (+) apabila terbentuk endapan putih , dan tabung C

tambahkan dengan pereaksi dragendrof (+) apabila terbentuk endapan

berwarna jingga

d. Uji Kandungan Saponin

Masukkan ekstrak daun teh kedalam tabung reaksi kemudian

tambahkan dengan air panas kocok hingga larut lalu tambahkan HCl 2 N

kocok kemudian diamkan, apabila terbentuk buih berarti ekstrak daun teh

mengandung saponin kemudian ukur ketinggian buih.

e. Uji Tanin dan Senyawa Polifenol

Masukkan ekstrak daun teh kedalam tabung reaksi kemudian

tambahkan kloroform kocok lalu masukkan pereaksi FeCl₃ 2-3 tetes,

apabila terjadi perubahan warna menjadi warna merah berarti (+)

mengandung Tanin Polifenol.


III.2.4 ECC (Ekstrak Cair-cair)

Larutkan sampel ekstrak metanol dilarutkan 10 ml metanol,pipet 5

ml kedalam corpis, tambahkan metanol dan n-heksan dengan

perbandingan 1:1 sebanyak 5 ml. Lakukan penyarian sebanyak 3 kali

III.2.5 Kromatografi Lapis tipis

a. Cara pembuatan eluen

Buat eluen dengan pelarut n-heksan dan etil asetat dengan

perbandingan 3:1 yang merupakan eluen nonpolar dan perbandingan 1:3

yang merupakan eluen polar

b. Cara Penjenuhan Eluen

Masukkan eluen kedalam chamber kurang lebih 1 cm dari dasar

chamber lalu ditutup. Dalam chamber yang berisi eluen berikan kertas

saring yang telah digunting searah. Setelah eluennya meresap naik pada

kertas saring dan sampai pada kertas yang ditentukan maka eluen

tersebut sudah jenuh.

c. Isolasi Zat

Ambil sedikit ekstrak awal (metanol) dan ekstrak heksan kemudian

masukkan kedalam vial tambahkan kloroform dan metanol dengan

perbandingan 1:1 Kemudian pada masing-masing vial yang berisi sampel

totolkan pada 2 lempeng yang telah diaktifkan. Selanjutnya lempeng I

tandai dengan lempeng polar dan lempeng II tandai dengan lempeng

nonpolar. Masukkan lempeng I kedalam chamber yang berisi eluen polar

dan lempeng II masukkan ke dalam chamber yang berisi eluen nonpolar


yang telah dijenuhkan dengan kertas saring. Setelah itu, tutup chamber

dan biarkan sampel terelusi ke atas sampai batas elusi yang telah dibuat.

Setelah tercapai keluarkan lempeng dari dalam chamber lalu biarkan

beberapa saat hingga kering dan selanjutnya noda yang terbentuk amati

di bawah sinar lampu UV 254 nm. Noda yang tampak diberi tanda atau

dilingkari.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data Pengamatan

a. Tabel Pengamatan Uji Pendahuluan

Kandungan Kimia Hasil

Alkaloid -

Steroid -

Flavanoid -

Saponin -

Tanin dan senyawa polifenol -

Keterangan
1. Positif (+) : terdapat kandungan kimia bahan alam

2. Negatif (-) : tidak terdapat kandungan kimia bahan alam

IV.2 Pembahasan

Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat

aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif

tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda

demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dan

pemilihan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.

Pada praktikum yang telah dilakukan dimana terlebih dahulu

dilakukan penyiapan simplisia yang berupa tumbuhan, dimana

mempunyai tahap-tahap yaitu:

1. Pengumpulan bahan baku (panen)

2. Sortasi basah

3. Pencucian

4. Perajangan

5. Pengeringan
6. Sortasi kering

Adapun tanaman yang di jadikan simplisia adalah daun teh, yang

berasal dari kebun teh Kabupaten Malino, di mana pada praktikum ini

bagian tumbuhan yang dijadikan sebagai simplisia adalah daun, dimana

sampel daun diambil pada saat terjadi fotosintesis maksimum yakni pada

pukul 09.00 – 12.00 dengan mengambil daun kelima dari pucuk hingga ke

bawah, dipetik langsung pada bagian tangkai daunnya. Kemudian daun

dicuci bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada tempat

yang tidak terkena cahaya matahari langsung, kemudian setelah kering di

potong-potong kecil dan disortasi kering. Setelah diperoleh simplisia,

kemudian simplisia diekstraksi untuk memperoleh ekstrak, metode yang

dilakukan adalah metode maserasi dimana metode ini merupakan cara

penyarian simplisia yang sederhana, yang prinsip dari metode maserasi

adalah penyarian sederhana dengan merendam serbuk simplisia dalam

suatu bejana dengan cairan penyari yang sesuai selama beberapa hari

dengan temperatur kamar, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk,

dimana cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel lalu menyari zat aktif, karena adanya perbedaan konsentrasi di

dalam dan di luar sel, maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan

terdesak ke luar sel (terjadi proses difusi). Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam dan di luar sel. Alasan daun teh dilakukan metode maserasi,

karena simplisia berupa daun yang memiliki tekstur yang agak lunak, dan
mengandung bahan yang mudah menguap. Dan alasan penggunaan

metanol karena metanol merupakan pelarut yang semi polar yang dapat

melarutkan senyawa-senyawa yang polar dan non polar.

Setalah memperoleh ekstrak yang diinginkan, maka dilakukan

penguapan ekstrak, dimana dimaksudkan untuk mendapatkan konsentrasi

ekstrak yang lebih pekat. Dan dalam praktikum ini ekstrak yang diinginkan

adalah ekstrak kering. Setelah medapatkan ekstrak kering, kemudian

dilakukan pemeriksaan pendahuluan komponen kimia bahan alam yaitu

senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan tanin.

Pada uji alkaloid digunakan tiga jenis perekasi untuk mengetahui

apakah ekstrak daun teh positif mengandung alkaloid yaitu dengan

pereaksi Mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih,

pereaksi wagner yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat dan

pereaksi dragendorf yang ditandai dengan terbentuknya endapan jingga.

Dari hasil praktikum tidak diperoleh hasil yang positif yang menandakan

bahwa ekstrak daun teh tidak mengandung alkaloid.

Pada uji saponin dilakukan dengan menggunakan air panas yang

sebelumnya telah dilarutkan terlebih dahulu pada pelarut metanol dan

kloroform (1:1) kemudian dikocok yang ditandai dengan busa dan apabila

terbentuk busa maka ditambahkan dengan HCl, akan tetapi apabila masih

terbentuk busa maka positif mengandung saponin. Namun dalam

praktikum tidak diperoleh adanya saponin dalam ekstrak daun teh.


Pada uji polifenol dilakukan dengan menggunakan pereaksi FeCl 3

2-3 tetes yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat. Namun

dalam praktikum tidak diperoleh demikian. Sedangkan pada uji steroid

yang dilakukan dengan melarutkan ekstrak dengan HCl 2 N dan

ditambahkan dengan CuSO4 yang ditandai dengan terjadinya perubahan

warna dari warna hijau menjadi warna coklat. Hal ini menandakan bahwa

ekstrak daun teh tidak mengandung steroid.

Dari keempat uji yang dilakukan tidak ada uji yang hasilnya positif.

Hal ini sangat berbeda dengan literatur yang ada bahwa daun teh

mengandung tanin. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah ekstrak yang

sedikit, tempat tumbuh dari tanaman atau bahkan dapat dipengaruhi oleh

metode ekstraksi dan cairan penyari karena metode ekstraksi dan cairan

penyari yang berbeda dapat mempengaruhi komponen kimia yang

dihasilkan dari suatu sampel selain itu perlu pengujian dengan

menggunakan pereaksi yang lebih spesifik lagi.

Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair (corong pisah) dimana

ekstraksi cair-cair ini merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2

fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen

larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua

fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan

komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai


dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang

tetap.

Cara yang dilakukan pada ekstraksi cair-cair ini yaitu sampel

ekstrak metanol dilarutkan dengan 10 ml Metanol lalu dipipet 5 ml

kedalam corong pisah, lalu ditambahkan 1:1 pelarut Metanol : n-heksan

sebanyak 5 ml. Penyarian dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut guna

untuk memperoleh ekstrak murni.

Setelah dilakukan ekstraksi cair-cair maka dilakukan uji KLT yang

merupakan metode pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip

adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase

gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena

daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama

sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang

berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan

terjadinya pemisahan. Prinsip penampakan noda pada UV 254 yaitu pada

UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan

tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm

adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator

fluoresensi yang terdapat pada lempeng biasanya lempeng mengandung

cadmium (Cd) sehingga mampu berflorosensi. Pada UV 366 yaitu noda

akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan

noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara

sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda tersebut. Sedangkan pada H 2SO4 berdasarkan kemampuan

asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat

aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah

yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh

mata. Selain itu H2SO4 juga menggeser batokromik dan hipsokromik,

dimana batokromik yaitu pergeseran maksimum kearah panjang

gelombang yang lebih panjang biasanya pada energi yang lebih rendah

dan pada pergeseran ke warna merah dan hipsokromik merupakan

pergeseran serapan maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih

pendek ( pergeseran biru ).

Sebelum dilakukan pengerjaan KLT terlebih dahulu dibuat cairan

pengelusi atau eluen. Dimana cairan pengelusi atau eluen merupakan

pelarut yang digunakan untuk mendistribusikan komponen kimia pada

lempeng kromatografi lapis tipis. Cairan pengelusi yang biasa dilgunakan

dalam praktek terdiri dari dua macam atau lebih campuran pelarut seperti

pelarut Heksan dan etil asetat dengan perbandingan tertentu. Pada

praktikum ini digunakan pelarut heksan dan etil asetat dengan

perbandingan 3:1 yang merupakan eluen nonpolar dan perbandingan 1:3

yang merupakan eluen Polar. Hal tersebut dimaksudkan agar komponen

kimia dapat larut dengan sempurna sehingga dapat pula terpisah dengan

baik. Kepolaran suatu komponen sangat bergantung pada kelarutannya,

semakin larut suatu komponen kimia dalam cairan pengelusi semakin

bersifat polar dan sebagai akibatnya nilai Rfnya semakin rendah. Selain
itu nilai Rf juga dipengaruhi oleh kemurnian pelarut, sistem penjenuhan

dan lain-lain.

Pengerjaan KLT yang dilakukan yaitu ekstrak awal (metanol), dan

ekstrak heksan diambil sedikit kemudian dimasukkan kedalam vial,

kemudian ditambahkan kloroform dan metanol dengan perbandingan 1:1

Kemudian pada masing-masing vial yang berisi sampel ditotolkan pada 2

lempeng yang telah diaktifkan. Lempeng diaktifkan karena lempeng dibuat

dari bubuk silica yang mampu menyerap air sehingga perlu diaktifkan dan

juga untuk menghilangkan rongga-rongga udara yang mengandung air

pada lempeng sehingga eluen dapat terelusi dengan baik. Selanjutnya

lempeng I ditandai dengan lempeng polar dan lempeng II ditandai dengan

lempeng nonpolar. lalu lempeng I dimasukkan kedalam chamber yang

berisi eluen polar dan lempeng II dimasukkan ke dalam chamber yang

berisi eluen nonpolar yang telah dijenuhkan dengan kertas saring. Alasan

eluen dijenuhkan terlebih dahulu agar tekanan dalam eluen sama

sehingga mudah untuk dielusi. Setelah itu chamber ditutup dan dibiarkan

sampel terelusi ke atas sampai batas elusi yang telah dibuat. Setelah

tercapai lempeng dikeluarkan dari dalam chamber lalu dibiarkan saat

hingga kering dan selanjutnya noda yang terbentuk diamati di bawah sinar

lampu UV 254 nm. Noda yang Nampak dilingkari atau ditandai.

Sedangkan noda yang tidak nampak selanjutnya disemprot dengan

larutan H2SO4 10% dibiarkan beberapa saat hingga kering kemudian

dipanaskan diatas pemanas listrik hingga diperoleh noda yang stabil yaitu
noda-noda yang tidak berekor, tidak menumpuk, tidak berbentuk bulan

sabit akan tetapi noda yang tampak dengan sempurna dan terpisah satu

sama lain. Noda-noda yang tampak ditandai dan dihitung nilai Rf-nya.

H2SO4 digunakan dengan persentase 10% dan tidak digunakan pada

persentase yang lain karena jika konsentrasinya terlalu rendah maka

pemutusan ikatan rangkapnya tidak maksimal sedangkan jika terlalu tinggi

maka akan merusak senyawa dari simplisia

Hasil yang diperoleh setelah terlihat disinar UV penampakan

noda yang cukup bagus namun masih ada juga noda yang bertumpuk

pada sampel heksan pada eluen polar oleh karena itu perlu diturunkan

kepolarannya dan dinaikkan kenonpolarannya. Namun jika dilihat dari nilai

Rf-nya hasil yang diperoleh cukup baik karena nilai Rf-nya antara 0,46 -

0,77, dimana pada literatur dijelaskan bahwa nilai Rf yang baik adalah

nilai Rf yang berkisar antara 0,3 sampai 0,7.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

bahwa:

a. Pada simplisia daun teh tidak mengandung steroid, saponin,

tanin, dan alkaloid.

b. Rf yang didapat pada KLT adalah kisaran 0.46 – 0,76.

V.2 Saran

Di harapkan agar bahan dan alat yang akan digunakan dalam

praktikum dilengkapi agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.

Thank’s,,,, ^_^
DAFTAR REFERENSI

1. Sembiring Bagem. Warta puslitbangbun vol.13. Bogor; 2007

2. Widodo Nanang. Jurnal isolasi kandungan kimia dalam


teh. Semarang: Fakultas Sains; 2007

3. Fauzi Faik. Simplisia dan proses pembuatannya.


URL:http://simplisia-dan-proses-pembuatannya. Diakses
November 28, 2011

4. Anonim. Klasifikasi daun teh. URL:http://www.plantamor.com


Diakses November 28, 2011

Anda mungkin juga menyukai