Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

(PEMBUATAN SIMPLISIA & SERBUK SIMPLISIA)

OLEH :
NAMA : NUR AINUN ASWIN
KELAS :B
KELOMPOK : II
TGL PRAKTIKUM : 28 September 2022
ASISTEN : A. Rifqah Amalia Anwar

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI
PRODI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNKHAIR 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengobatan alamiah merupakan salah satu metode pengobatan yang
banyak diminati masyarakat bahkan sejak jaman dahulu. Minat
masyarakat terkait penggunaan alamiah dirasa kian meningkat seiring
dengan peningkatan kesadaran akan hidup sehat melalui budaya
konsumsi bahan-bahan herbal baik dalam kegiatan pola makanan sehari-
hari serta dalam upaya-upaya penyembuhan suatu penyakit maupun
pemeliharaan kesehatan secara berkelanjutan.
Pengobatan alamiah dikembangkan dengan memanfaatkan bahan-
bahan alami yang tersedia di alam. Bahan-bahan tersebut dimanfaatkan
sebagai obat karena mengandung zat-zat tertentu yang memiliki khasiat
untuk mengatasi beragam jenis penyakit maupun memiliki kegunaan
dalam tujuan-tujuan tertentu seperti penambahan vitalitas dan daya tahan
tubuh, peningkat nafsu makan, pengurang rasa sakit dalam kasus-kasus
rasa sakit dalam kasus-kasus khusus, dan juga fungsi-fungsi lainnya.
Bahan-bahan alami yang mengandung zat-zat ataupun kandungan
dengan beragam manfaat sebagaimana dijelaskan di atas digolongkan
sebagai simplisia.
Pada tanaman jati, tidak hanya batangnya saja yang dapat
dimanfaatkan melainkan daunnya juga yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional yang sudah dipercaya berkhasiat pada masyarakat
terdahulu. Tanaman jati (Tectona grandis) merupakan tanaman yang
banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Daun dari tanaman jati
dapat digunakan sebagai makanan maupun obat-obatan. Beberapa tahun
belakangan ini, penggunaan obat herbal cukup marak, salah satunya
berasal dari daun pohon jati.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil
skrining Fitokimia dan Standarisasi spesifik dan non spesifik
Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) yang berpotensi sebagai
Vasorelaksan.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kandungan senyawa Fitokimia dari Daun
Jati (Tectona grandis) serta nilai dari standarisasi Ekstrak Daun Jati
. Hasil penelitian ini nantinya dapat dilanjutkan untuk menguji
aktivitas dari Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) sebagai
Vasorelaksan yang bermanfaat untuk mempercepat perbaikan sel
kulit yang rusak.
C. Rumusan Masalah
1. Kandungan senyawa metabolit primer apakah yang terdapat pada
Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) yang berpotensi sebagai
Vasorelaksan?
2. Berapakah nilai dari tiap-tiap pengujian Standarisasi Spesifik dan
Non Spesifik dari Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) ?
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah data ilmiah tentang Skrining Fitokimia dan
Standarisasi Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis).
2. Sebagai sumber rujukan mengenai hasil Skrining dan Standariasi
Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis) sehingga penggunaannya
dalam masyarakat dapat lebih dipertanggung jawabkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Jati (Tectona grandis)


Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India.
Tanaman yang mempunyai nama ilmiah Tectona grandis linn. F.
secara historis, nama tectona berasal dari bahasa portugis (tekton)
yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara
asalnya, tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti
ching-jagu (di wilayah Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan
kyun (Burma). Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan
nama teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama
teak (Winarsih, 2013).
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat
mencapai sekitar 30-45 m dengan pemangkasan, batang yg bebas
cabang dapat mencapai antara 15–20 cm. Diameter batang dapat
mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu yang
mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan
bercabang sekitar 4. Daun berbentuk jantung membulat dengan ujung
meruncing, berukuran panjang 20-50 cm dan lebar 15–40 cm,
permukaannya berbulu. Daun muda (petiola) berwarna hijau
kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan
(Winarsih, 2013).
Tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun pada
saat musim kemarau, antara bulan nopember hingga januari. Setelah
gugur, daun akan tumbuh lagi pada bulan januari atau maret.
Tumbuhnya daun ini juga secara umum ditentukan oleh kondisi musim
(Sumarna, 2011)
Daun jati muda telah sejak lama dimanfaatkan secara tradisional
oleh sebagian masyarakat indonesia (khususnya di pulau Jawa)
sebagai obat penawar rasa sakit dan sebagai pewarna pada kain,
aneka kerajinan tangan, dan bahkan beberapa makanan daerah
seperti gudeg (Sumarna, 2011)
Daun jati muda telah terbukti berkhasiat sebagai obat dan
berpotensi sebagai pewarna alami. Dari sebuah penelitian, ekstrak
daun jati muda dapat menghambat kinerja bakteri tuberkulosis
penyebab penyakit TBC.7 Sedangkan pemanfaatan daun jati muda
sebagai pewarna alami yang memberikan warna merah ternyata
karena daun jati muda memiliki kandungan pigmen alami antosianin
(Yohanes dkk., 2012).
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, sampel daun jati muda
memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut (Sumarna, 2011):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tektona grandis Linn. f.
B. Simplisia
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama
dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga saat ini telah terbukti
secara ilmiah. Dan pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus
meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap
tradisi kebudayaan memakai jamu. Bagian-bagian tanaman yang
digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. istilah simplisia
dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada
dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan, 2010).
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan
yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan,
kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari
60°C (Ditjen POM, 2008).
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu
sediaan herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang
digunakan. Oleh karena itu, sumber simplisia, cara pengolahan, dan
penyimpanan harus dapat dilakukan dengan cara yang baik (Ditjen
POM, 2005).
C. Pembuatan Simplisia
Proses pembuatan simplisia harus dilakukan secara benar, penuh
kehati-hatian dan terukur agar mampu mempertahankan khualitas dari
bahan baku yang digunakan. Proses harus dilakukan secara benar
mulai dari penyiapan bahan baku hingga tahap akhir yaitu tahap
pengemasan dan penyimpanan produk. Kadar abu simplisia dalam
keadaan normal adalah sekitar < 2% atau mungkin bisa jadi berbeda
bergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Cara pembuatan simplisia
terbagi menjadi 4 kelompok atau jenis yaitu:
1. Pembuatan simplisia dengan proses pengeringan
Proses pengeringan dilakukan setelah pemanenan bahan baku.
Tujuan utama dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi
kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri, serta kapang meningkatkan level atau
tingkat keawetan bahan, mencegah terjadinya reaksi kimia tertentu,
serta memudahkan proses proses penyimpanan maupun perlakuan
berikutnya. Suhu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan umum
berkisar dari 60 derajat hingga 70 derajat celcius.
2. Pembuatan simplisia dengan fremntasi
Pembuatan simplisia melalui frementasi umumnya ditujukan untuk
menghasilkan alkohol secara in-situ. Proses ini bertujuan untuk
mengekstraksi konstituen aktif dalam tanaman. Selain itu, alkohol juga
berperan dalam membantu proses pengawetan bahan, namun
demikian sebagaimana dinyatakan prasetyo dan inoriah, E. (2013),
bahwa proses frementasi dalam pembuatan simplisia harus dilakukan
secara seksama agar proses tersebut tidak berkelanjutan kepada arah
yang tidak diingikan.
3. Pembuatan simplisia dengan proses khusus
Proses-proses khusus dalam pembuatan simplisia diantaranya
adalah dengan proses penyulingan, pengentalan eksudat alami,
pengeringan sari air, dan proses-proses lainnya.
4. Pembuatan simplisia yang dilakukan dengan air
Pati, talk dan sebgainya pada proses pembuatan memerlukan air.
Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga
(pestisida), kuman patogen, logam berat, dan lain-lain (Dinkes, 1985).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat/Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Biologi Farmasi
Fakultas Kedokteran Tanggal 28 September 2022
B. Populasi dan Sampel
Sampel yang digunakan adalah Daun Jati (Tectona grandis)
diambil dari Pulau Ternate, Maluku Utara dan Pulau Jailolo.
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah gunting,pisau, koran.
Ket : (Milik pribadi)
2. Bahan-bahan yang digunakan:
Bahan-bahan yang digunakan adalah air kran, Daun Jati
(Tectona grandis)
E. Prosedur Kerja
1. Pengambilan/ pengumpulan bahan baku

Di bawah ini tabel bagian tanaman, cara pengumpulan dan


pedoman panen beserta kadar air simplisia

Bagian Kadar air


tanaman Pedoman panen Cara pengumpulan simplisia

Biji Biji yang telah tua Buah dipetik, dikupas


kulit buahnya
menggunakan <10%
tangan, pisau atau
digilas, biji
dikumpulkan dan
dicuci.
buah Seringkali dikaitkan Masak, hampir <8%
dengan tingkat masak, dipetik
kematangan dengan tangan.

Daun Saat tanaman Dipetik dengan <8%


(pucuk) mengalami tangan satu persatu
perubahan
pertumbuhan dar
vegetatif ke
generatif

Daun Dipilih yang telah Dipetik dengan <5%


(tua) membuka tangan satu persatu
sempurna dan
terletak di bagian
cabang atau batang
yang menerima
sinar matahari
sempurna

Bagian batang dan


Kulit Pada saat tanaman cabang dikelupas <10%
batang telah cukup umur dengan ukuran
dan dilakukan pada panjang dan lebar
musim yang tertentu; untuk kulit
menguntungkan batang yang
pertumbuhan. mengandung minyak
Atsiri atau golongan
senyawa fenol
digunakan alat
pengelupas bukan
logam.

Rimpang Dilakukan pada Dicabut, dibersihkan <8%


musim kering dari akar, dipotong
dengan ditandai melintang dengan
mengeringnya ketebalan tertentu.
bagian atas
tanaman
Batang Cabang dengan <10%
diameter tertentu
dipotong-potong
dengan panjang
tertentu pula.

Kayu Batang atau cabang, <10%


dipotong kecil atau
diserut setelah kulit
dikelupas.

Bunga Kuncup atau bunga


mekar, mahkota
bunga atau daun
bunga, dipetik
dengan tangan.

Akar Dari bawah


permukaan tanah,
dipotong dengan
ukuran tertentu

Kulit Seperti biji, kulit buah


buah dikumpulkan dan
dicuci

Bulbus Tanaman dicabut,


bulbus dipisah dari
daun dan akar
dengan
memotongnya,
kemudian di cuci.

2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan cemaran (Kotoran
dan bahan asing lain.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih. Simplisia yang
mengandung zat mudah larut dalam air mengalir, dicuci dalam
waktu sesingkat mungkin.
4. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan
dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
tertentu.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak sehingg dapat disimpan untuk jangka waktu
lebih lama. Dengan penurunan kadar air, hal tersebut dapat
menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya
penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara
pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 300 C- 900
C (terbaik 600 C). Simplisia yang mengandung bahan aktif tidak
tahan panas atau mudah menguap, pengerngan dilakukan pada
suhu serendah mungkin, misalnya 300 C- 450 C atau dengan cara
pengeringan vakum.
6. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena faktor
interen dan eksteren, misalnya: cahaya, oksigen udara, reaksi
kimia internal, dehidrasi, penguapan air, pengotoran, serangga,
atau kapang.
8. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisa dilakukan pada waktu pemanenan
atau pembelian dari pengumpul atau pedagang. Pada setiap
pemanenan atau pembelian simplisia tertentu, perlu dilakukan
pengujian mutu.
BAB IV
PEMBAHASAN

Tanaman obat biasanya tumbuh sebagai tanaman liar, tetapi saat ini
banyak ditanam dihalaman, dikebun, maupun di perkarangan rumah.
Toga merupakan salah satu pilihan masyarakat karena dapat
dimanfaatkan untuk kesehatan, antara lain dapat dijadikan obat yang
aman, tidak mengandung bahan kimia, murah, dan mudah didapat
(Mindarti dkk., 2015).
Toga dapat berguna untuk menyembuhkan dan mencegah suatu
penyakit, juga meningkatkan daya tahan tubuh serta mengembalikan
kesegaran tubuh, sehingga secara umum dapat meningkatkan kesehatan
masyarakat. Memanfaatkan bahan-bahan alam untuk makanan dan obat-
obatan kini semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia dalam
makanan maupun obat-obatan (Mindarti dkk., 2015).
Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan tradisional
adalah Tectona grandis L.f yang dikenal dengan daun jati. Jati merupakan
tanaman paling banyak tersebar di Asia, yang menyebar luas mulai dari
India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, China, sampai ke Indonesia.
Jati digolongkan dalam famili Verbenaceae. Di Indonesia tanaman ini
tumbuh di pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Nusa
tenggara Barat (Sumbawa), Maluku, Lampung dan beberapa tempat
lainnya (Dalimartha, 2006).
Daun jati (Tectona grandis L.f) dimanfaatkan secara tradisional
sebagai pembungkus makanan, melangsingkan tubuh, mengurangi
kolesterol, mengecilkan perut, peluntur lemak dalam tubuh bagi
penderita obesitas, sehingga membantu proses eksresi atau
pembuangan kotoran. Daun jati yang masih muda secara tradisional
digunakan sebagai pewarna makanan, kain dan tikar (Dalimartha, 2006).
Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa daun jati juga dapat
menurunkan glukosa darah (Swandari, 2004), serta sebagai antidiare
(Jamaluddin, 2008).
Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai pewarna alami
adalah daun jati (Tectona grandis Linn. F.). Daun jati mengandung zat
pewarna antosianin yang dapat memberikan warna merah, ungu bahkan
merah gelap (Mutmainnah, 2018) dan tanin yang dapat memberikan
warna cokelat.
Berdasarkan hasil observasi, daun jati muda yang jumlahnya
berlimpah belum mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat di
daerah pegunungan. Padahal, jika dilihat dari kandungan senyawa aktif
didalamnya, daun jati muda dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan zat
warna alami. Ekstrak zat warna dari daun jati muda dapat dihasilkan
dengan jalan ekstraksi (Kristiana, 2012).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah ultrasonik karena
berdasarkan
Mandal dkk (2015) bahwa metode ini dapat mengekstrak senyawa
polisakarida, hidrokarbon tersaturasi, selulose, flavonoid, ester asam
lemak dan stero.
Senyawa fitokimia yang sudah diisolasi dari daun Tectona grandis
adalah Acetovanillone, E-isofuraldehyde, Evofolin, syringaresinol,
medioresinol, balaphonin, lariciresinol, zhebeiresinol, 1-
hydroxypinoresinol, dan dua kandungan baru yaitu Tectonoelin A and
Tectonoelin B (Rodney dkk, 2012). Ekstrak metanolik daun jati juga
mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas farmakologi
sebagai antioksidan dan antikanker (Ghareeb dkk, 2014).
Menteri kesehatan RI, Nomor 007, Tahun 2012, bahwa simplisia
merupakan bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain,
suhu pengeringan tidak lebih dari 60°C. Simplisia dikenal masyarakat
sebagai bahan baku pembuatan obat yang relatif aman dan minim efek
samping. Meskipun demikian, mutu dosis dan kualitas simplisia harus
selalu diperhatikan di setiap proses pengolahan maupun aktivitas
konsumsi agar benar-benar memberikan dampak optimal bagi kesehatan
dan terhindar dari efek samping yang merugikan.
Berikut tahapan-tahapan dalam proses pembuatan simplisia:
1. Pengumpulan bahan baku.
Bahan baku pembuatan simplisia dapat berupa tanaman obat,
bagian-bagian tubuh hewan ataupun mineral-mineral tertentu
(Hartini, Y.S. & Wulandari, E.T., 2016).
2. Sortasi basah
Sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing dari tumbuhan dengan cara membuang bagian-bagian
yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga di dapatkan herba
yang layak untuk digunakan (Wahyuni, 2014).
3. Pencucian
Proses pencucian merupakan tahapan lebih lanjut dari sortasi
basah.
4. Perajangan
Proses perajangan bertujuan untuk mempermudah proses
pengeringan (Umar, A.H. et Al., 2016).
5. Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
simplisia sehingga tidak mudah membusuk selama proses
penyimpanan. Proses pengeringan berpengaruh terhadap
kandungan senyawa kimia maupun efek farmakologis yang
terkandung dalam suatu tanaman obat terutama senyawa yang
berkhasiat sebagai antioksidan (Luliana, S., et al., 2016).
6. Sortasi kering
Sortasi kering merupakan tahap terakhir dalam proses pembuatan
simplisia sebagai persiapan lebih lanjut untuk melakukan proses
pengemasan.
7. Pengepakan dan penyimpanan.
Proses pengepakan dilakukan untuk mempertahankan mutu
simplisia dalam rentang waktu tertentu sebelum dilakukan proses
lanjutan termasuk dilakukannya perlakuan-perlakuan tertentu
didalam pabrik.
8. Pemeriksaan mutu.
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada saat proses pembelian.
Produk obat-obat herbal yang berkualitas ditentukan salah satunya
oleh mutu dari bahan baku (simplisia) atau ekstrak yang digunakan
(Azizah, B., 2013).

Tahapan pembuatan simplisia dari bahan baku daun jati, dalam


laboratorium farmakognosi:
1. Pengambilan bahan baku
Daun jati yang digunakan adalah daun jati yang mudah dan tua.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan dengan tujuan memisahkan kotoran-
kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia.
Dalam sortasi basah yang saya lakukan didapatkan adanya
serangga putih.
3. Penimbangan
Penimbangan awal saat daun masih segar bertujuan untuk
perhitungan kadar air dari simplisia.
4. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran
lainnya yang melekat pada simplisia.
5. Perajangan
Tujuan perajangan adalah untuk mempermudah proses
pengeringan. Perajangan pada daun tidak boleh terlalu besar.
6. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak. Cara pengeringan yang saya lakukan adalah
dengan pengeringan alamiah dengan diangin-anginkan dan tidak
dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Karena daun
merupakan bagian tanaman yang bersifat lunak dan mengandung
senyawa aktif yang mudah menguap.
7. Sortasi kering
Setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia.
8. Perhitungan kadar air
Simplisia yang sudah disortasi kering kemudian ditimbang.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan simplisia, dapat disimpulkan
bahwa pembuatan simplisia harus memenuhi syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan untuk mendapatkan hasil simplisia yang diharapkan.
Tidak semua bahan baku simplisia mendapatkan perlakuan yang sama
dalam pembuatan simplisia, misalnya bahan baku yang dilakukan adalah
daun, dalam proses pengeringan daun tidak boleh dikeringkan langsung
dibawah terik sinar matahari karena struktur daun yang lunak dan memiliki
struktur senyawa aktif yang mudah menguap, sehingga dapat rusak jika
terkena langsung paparan matahari. Jadi, pengeringan untuk bagian
tanaman daun sebaiknya hanya diangin-anginkan saja pada suhu kamar.

B. Saran
Saran untuk praktikum laboran maupun asisten, agar tetap
memperhatikan dan mengawasi praktikan pada saat praktikum
berlangsung, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, B. & Salamah, N., 2013, Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak
Terpurifikasi Rimpang Kunyit, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 3(1),
hlm. 21-30.
BPOM RI, 2005, Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara Pembuatan
Simplisia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan.
Ghareeb, M.A., Shoeb, H.A., Madkour, H.M.F., Refaey, L.A., Mohamed,
M.A., Saad, A.M., 2014, Antioxidant and Cytotoxic Activities of
Tectona Grandis Linn Leaves, International Journal of
Phytopharmacology, Vol 5 (2) : 143-157.
Gunawan, D., dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1.
Jakarta: Penebar Swadaya Hal: 106-120.
Hartini, S.H. & Wulandari, E.T., 2016, Praktikum Farmakognosi Fitokimia.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma (Modul).
Jamaludin., 2008, Efek antidiare ekstrak etanol daun jati (Tectona grandis
L.f) pada mencit putih jantan, Tesis, Surakarta: Universitas
Muhammadiyah.
Kristiana, H. D., Setyaningrum, A., & Lia, U. K. (2012). Ekstraksi Pigmen
Antosianin Buah Senggani (Melastoma Malabathricum Auct. Non
Linn) dengan Variasi Jenis Pelarut. Jurnal Teknosains
Pangan,1 (1):105-109.
Luliana, S., et.al, 2016, Pengaruh Cara Pengeringan Simplisia Daun
Senggani (Melastoma Malabathricum L.) Terhadap Aktivitas
Antioksidan Menggunakan Metode DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Pharm Sei Res, 3 (3), hlm. 120- 129.
Mandal, S.C., Mandal, V. dan Das, A.K., 2015, Essentials of Botanical
Extraction : Principles and Application, Elsevier, 96.
Menkes RI, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 007 Tahun
2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.
Mindarti, Susi dan Bebet Nurbaeti, 2015, Buku Saku Tanaman Obat
Keluarga (TOGA). Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Barat, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian ,Kementrian Pertanian.
Mutmainnah, Dian. (2018). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami
dari Daun Jati (tectona grandis linn.f.) Sebagai Bahan
Pengganti Pewarna Sintetik Pada Produk Minuman. Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Prasetyo & Inoriah, E., 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-
obatan (Bahan Simplisia). Bengkulu: Badan penerbitan
Fakultas Pertanian UNIB.
Rodney, L., Rosa MV, Jose MGM, Clara N dan Francisco AM., 2012, T
ectonoelins, new norlignans from bioactive extract of
Tectonagrandis. Phytochem Lett, 5: 382-386.
Sangi, M. M. R. J., Runtuwene, H. E. I.,Simbala, dan Makang, V.M. A.,
2012, Analisa fitokimia Tumbuhan Obat Di Minahasa Utara, Chem,
Prog, 1 (1); 47.
Sumarna, Yana., 2011, Kayu Jati : Panduan Budidaya & Prospek Bisnis ,
Jakarta: Penebar Swadaya.
Swantara, I. M. D. (2014). Aspek dan Teknik Penelitian Senyawa Bahan
Alam. Bali:
Umar, A.H., et.al., 2016, Determinasi dan Analisis Finger Print Tanaman
Murbei (Morus Alba Lour) Sebagai Bahan Baku Obat Tradisional
dengan Metode Spektroskopi FT-IR dan Kemometrik. Jurnal Ilmiah
Farmasi, 5(1), hlm. 78-90. Universitas Udayana.
Wahyuni, R. et.al., 2014, Pengaruh Cara Pengeringan dengan oven,
Kering Angin, dan Cahaya Matahari Langsung terhadap mutu
simplisia Herba Sambiloto. Jurnal Farmasi Higea, 6 (20, hlm. 126-
133).
Winarsih, Wiwin., 2013, Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70%
Daun Jati (Tectona grandis Linn. F) Terhadap Penurunan Kadar
Kolesterol Total Pada Darah Tikus Putih Jantan, Jakarta : UIN
SYRIF HIDAYATULLAH.
Yohannes, Alen, Mardha Akhsanita, Isna mulyani, Meri Susanti., 2012, Uji
Sitotoksik Ekstrak dan Fraksi Daun Jati (Tectona grandis linn. F.)
Dengan Metoda Brine Shrimp Lethality Bioassay. Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi, Padang : FK Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai