OLEH :
NAMA : NUR AINUN ASWIN
KELAS :B
KELOMPOK : II
TGL PRAKTIKUM : 28 September 2022
ASISTEN : A. Rifqah Amalia Anwar
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan cemaran (Kotoran
dan bahan asing lain.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih. Simplisia yang
mengandung zat mudah larut dalam air mengalir, dicuci dalam
waktu sesingkat mungkin.
4. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan
dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
tertentu.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak sehingg dapat disimpan untuk jangka waktu
lebih lama. Dengan penurunan kadar air, hal tersebut dapat
menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya
penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara
pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 300 C- 900
C (terbaik 600 C). Simplisia yang mengandung bahan aktif tidak
tahan panas atau mudah menguap, pengerngan dilakukan pada
suhu serendah mungkin, misalnya 300 C- 450 C atau dengan cara
pengeringan vakum.
6. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena faktor
interen dan eksteren, misalnya: cahaya, oksigen udara, reaksi
kimia internal, dehidrasi, penguapan air, pengotoran, serangga,
atau kapang.
8. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisa dilakukan pada waktu pemanenan
atau pembelian dari pengumpul atau pedagang. Pada setiap
pemanenan atau pembelian simplisia tertentu, perlu dilakukan
pengujian mutu.
BAB IV
PEMBAHASAN
Tanaman obat biasanya tumbuh sebagai tanaman liar, tetapi saat ini
banyak ditanam dihalaman, dikebun, maupun di perkarangan rumah.
Toga merupakan salah satu pilihan masyarakat karena dapat
dimanfaatkan untuk kesehatan, antara lain dapat dijadikan obat yang
aman, tidak mengandung bahan kimia, murah, dan mudah didapat
(Mindarti dkk., 2015).
Toga dapat berguna untuk menyembuhkan dan mencegah suatu
penyakit, juga meningkatkan daya tahan tubuh serta mengembalikan
kesegaran tubuh, sehingga secara umum dapat meningkatkan kesehatan
masyarakat. Memanfaatkan bahan-bahan alam untuk makanan dan obat-
obatan kini semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia dalam
makanan maupun obat-obatan (Mindarti dkk., 2015).
Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan tradisional
adalah Tectona grandis L.f yang dikenal dengan daun jati. Jati merupakan
tanaman paling banyak tersebar di Asia, yang menyebar luas mulai dari
India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, China, sampai ke Indonesia.
Jati digolongkan dalam famili Verbenaceae. Di Indonesia tanaman ini
tumbuh di pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Nusa
tenggara Barat (Sumbawa), Maluku, Lampung dan beberapa tempat
lainnya (Dalimartha, 2006).
Daun jati (Tectona grandis L.f) dimanfaatkan secara tradisional
sebagai pembungkus makanan, melangsingkan tubuh, mengurangi
kolesterol, mengecilkan perut, peluntur lemak dalam tubuh bagi
penderita obesitas, sehingga membantu proses eksresi atau
pembuangan kotoran. Daun jati yang masih muda secara tradisional
digunakan sebagai pewarna makanan, kain dan tikar (Dalimartha, 2006).
Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa daun jati juga dapat
menurunkan glukosa darah (Swandari, 2004), serta sebagai antidiare
(Jamaluddin, 2008).
Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai pewarna alami
adalah daun jati (Tectona grandis Linn. F.). Daun jati mengandung zat
pewarna antosianin yang dapat memberikan warna merah, ungu bahkan
merah gelap (Mutmainnah, 2018) dan tanin yang dapat memberikan
warna cokelat.
Berdasarkan hasil observasi, daun jati muda yang jumlahnya
berlimpah belum mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat di
daerah pegunungan. Padahal, jika dilihat dari kandungan senyawa aktif
didalamnya, daun jati muda dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan zat
warna alami. Ekstrak zat warna dari daun jati muda dapat dihasilkan
dengan jalan ekstraksi (Kristiana, 2012).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah ultrasonik karena
berdasarkan
Mandal dkk (2015) bahwa metode ini dapat mengekstrak senyawa
polisakarida, hidrokarbon tersaturasi, selulose, flavonoid, ester asam
lemak dan stero.
Senyawa fitokimia yang sudah diisolasi dari daun Tectona grandis
adalah Acetovanillone, E-isofuraldehyde, Evofolin, syringaresinol,
medioresinol, balaphonin, lariciresinol, zhebeiresinol, 1-
hydroxypinoresinol, dan dua kandungan baru yaitu Tectonoelin A and
Tectonoelin B (Rodney dkk, 2012). Ekstrak metanolik daun jati juga
mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas farmakologi
sebagai antioksidan dan antikanker (Ghareeb dkk, 2014).
Menteri kesehatan RI, Nomor 007, Tahun 2012, bahwa simplisia
merupakan bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain,
suhu pengeringan tidak lebih dari 60°C. Simplisia dikenal masyarakat
sebagai bahan baku pembuatan obat yang relatif aman dan minim efek
samping. Meskipun demikian, mutu dosis dan kualitas simplisia harus
selalu diperhatikan di setiap proses pengolahan maupun aktivitas
konsumsi agar benar-benar memberikan dampak optimal bagi kesehatan
dan terhindar dari efek samping yang merugikan.
Berikut tahapan-tahapan dalam proses pembuatan simplisia:
1. Pengumpulan bahan baku.
Bahan baku pembuatan simplisia dapat berupa tanaman obat,
bagian-bagian tubuh hewan ataupun mineral-mineral tertentu
(Hartini, Y.S. & Wulandari, E.T., 2016).
2. Sortasi basah
Sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing dari tumbuhan dengan cara membuang bagian-bagian
yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga di dapatkan herba
yang layak untuk digunakan (Wahyuni, 2014).
3. Pencucian
Proses pencucian merupakan tahapan lebih lanjut dari sortasi
basah.
4. Perajangan
Proses perajangan bertujuan untuk mempermudah proses
pengeringan (Umar, A.H. et Al., 2016).
5. Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
simplisia sehingga tidak mudah membusuk selama proses
penyimpanan. Proses pengeringan berpengaruh terhadap
kandungan senyawa kimia maupun efek farmakologis yang
terkandung dalam suatu tanaman obat terutama senyawa yang
berkhasiat sebagai antioksidan (Luliana, S., et al., 2016).
6. Sortasi kering
Sortasi kering merupakan tahap terakhir dalam proses pembuatan
simplisia sebagai persiapan lebih lanjut untuk melakukan proses
pengemasan.
7. Pengepakan dan penyimpanan.
Proses pengepakan dilakukan untuk mempertahankan mutu
simplisia dalam rentang waktu tertentu sebelum dilakukan proses
lanjutan termasuk dilakukannya perlakuan-perlakuan tertentu
didalam pabrik.
8. Pemeriksaan mutu.
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada saat proses pembelian.
Produk obat-obat herbal yang berkualitas ditentukan salah satunya
oleh mutu dari bahan baku (simplisia) atau ekstrak yang digunakan
(Azizah, B., 2013).
B. Saran
Saran untuk praktikum laboran maupun asisten, agar tetap
memperhatikan dan mengawasi praktikan pada saat praktikum
berlangsung, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, B. & Salamah, N., 2013, Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak
Terpurifikasi Rimpang Kunyit, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 3(1),
hlm. 21-30.
BPOM RI, 2005, Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara Pembuatan
Simplisia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan.
Ghareeb, M.A., Shoeb, H.A., Madkour, H.M.F., Refaey, L.A., Mohamed,
M.A., Saad, A.M., 2014, Antioxidant and Cytotoxic Activities of
Tectona Grandis Linn Leaves, International Journal of
Phytopharmacology, Vol 5 (2) : 143-157.
Gunawan, D., dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1.
Jakarta: Penebar Swadaya Hal: 106-120.
Hartini, S.H. & Wulandari, E.T., 2016, Praktikum Farmakognosi Fitokimia.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma (Modul).
Jamaludin., 2008, Efek antidiare ekstrak etanol daun jati (Tectona grandis
L.f) pada mencit putih jantan, Tesis, Surakarta: Universitas
Muhammadiyah.
Kristiana, H. D., Setyaningrum, A., & Lia, U. K. (2012). Ekstraksi Pigmen
Antosianin Buah Senggani (Melastoma Malabathricum Auct. Non
Linn) dengan Variasi Jenis Pelarut. Jurnal Teknosains
Pangan,1 (1):105-109.
Luliana, S., et.al, 2016, Pengaruh Cara Pengeringan Simplisia Daun
Senggani (Melastoma Malabathricum L.) Terhadap Aktivitas
Antioksidan Menggunakan Metode DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Pharm Sei Res, 3 (3), hlm. 120- 129.
Mandal, S.C., Mandal, V. dan Das, A.K., 2015, Essentials of Botanical
Extraction : Principles and Application, Elsevier, 96.
Menkes RI, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 007 Tahun
2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.
Mindarti, Susi dan Bebet Nurbaeti, 2015, Buku Saku Tanaman Obat
Keluarga (TOGA). Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jawa Barat, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian ,Kementrian Pertanian.
Mutmainnah, Dian. (2018). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami
dari Daun Jati (tectona grandis linn.f.) Sebagai Bahan
Pengganti Pewarna Sintetik Pada Produk Minuman. Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Prasetyo & Inoriah, E., 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-
obatan (Bahan Simplisia). Bengkulu: Badan penerbitan
Fakultas Pertanian UNIB.
Rodney, L., Rosa MV, Jose MGM, Clara N dan Francisco AM., 2012, T
ectonoelins, new norlignans from bioactive extract of
Tectonagrandis. Phytochem Lett, 5: 382-386.
Sangi, M. M. R. J., Runtuwene, H. E. I.,Simbala, dan Makang, V.M. A.,
2012, Analisa fitokimia Tumbuhan Obat Di Minahasa Utara, Chem,
Prog, 1 (1); 47.
Sumarna, Yana., 2011, Kayu Jati : Panduan Budidaya & Prospek Bisnis ,
Jakarta: Penebar Swadaya.
Swantara, I. M. D. (2014). Aspek dan Teknik Penelitian Senyawa Bahan
Alam. Bali:
Umar, A.H., et.al., 2016, Determinasi dan Analisis Finger Print Tanaman
Murbei (Morus Alba Lour) Sebagai Bahan Baku Obat Tradisional
dengan Metode Spektroskopi FT-IR dan Kemometrik. Jurnal Ilmiah
Farmasi, 5(1), hlm. 78-90. Universitas Udayana.
Wahyuni, R. et.al., 2014, Pengaruh Cara Pengeringan dengan oven,
Kering Angin, dan Cahaya Matahari Langsung terhadap mutu
simplisia Herba Sambiloto. Jurnal Farmasi Higea, 6 (20, hlm. 126-
133).
Winarsih, Wiwin., 2013, Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70%
Daun Jati (Tectona grandis Linn. F) Terhadap Penurunan Kadar
Kolesterol Total Pada Darah Tikus Putih Jantan, Jakarta : UIN
SYRIF HIDAYATULLAH.
Yohannes, Alen, Mardha Akhsanita, Isna mulyani, Meri Susanti., 2012, Uji
Sitotoksik Ekstrak dan Fraksi Daun Jati (Tectona grandis linn. F.)
Dengan Metoda Brine Shrimp Lethality Bioassay. Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi, Padang : FK Universitas Andalas