FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE 2023 Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering diresepkan untuk mengendalikan dan mencegah gangguan tromboemboli (Cavallari dkk., 2011). Tujuannya untuk mempertahankan tingkat antikoagulasi yang mampu mencegah kejadian tromboemboli tanpa meningkatkan risiko komplikasi perdarahan (Tang, dkk, 2003). Warfarin yang merupakan antagonis vitamin K memiliki jendela terapi yang sempit, variabilitas luas dalam dosis-respons antar individu, sejumlah besar interaksi terhadap obat dan makanan, serta membutuhkan pemantauan laboratorium yang ketat dengan penyesuaian dosis yang sering (Jacobs, 2008). Jendela terapeutik warfarin sangat sempit yaitu sebesar 1-4 mg/L (Rowland dan Tozer, 2011). Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang bekerja dengan menghambat pembentukan faktor koagulasi tergantung vitamin K yaitu faktor II, VII, IX, X. Warfarin menghambat enzim vitamin K epoksid reduktase, sehingga vitamin K tereduktase tidak terbentuk, yang mana merupakan precursor dari glutamil karboksilasi. Akibatnya factor koagulasi II, VII, IX, X tidak aktif sehingga tidak akan terjadi pembekuan/penggumpalan darah (Schwarz dan Stein, 2006). Berikut adalah absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi dari obat warfarin : a. Absorbsi Warfarin dapat diabsorbsi sepenuhnya dengan cepat setelah diberikan secara oral dengan konsentrasi puncak umumnya dicapai dalam 4 jam pertama. Efek antikoagulasi dari warfarin terjadi dalam 24-72 jam setelah pemberian dengan waktu puncak efek terapeutik terlihat dalam 5-7 hari setelah inisiasi. sudah ditemukan meningkat dalam 36- 72 jam setelah terapi inisiasi. Durasi satu dosis warfarin dapat bertahan hingga 2-5 hari dengan waktu plasma puncak dicapai dalam 1,5-3 hari. b. Distribusi Volume distribusi warfarin adalah 0,14 liter/kg. Sekitar 99% warfarin terikat pada protein plasma dan warfarin diketahui dapat melewati plasenta. c. Metabolisme Warfarin terdiri dari isomer S dan R yang dimetabolisme di liver oleh enzim mikrosomal hepatik (sitokrom P-450) menjadi metabolit inaktif terhidroksilasi dan metabolit tereduksi. Isomer S memiliki potensi efek yang lebih tinggi dari isomer R. Isomer S dimetabolisme oleh enzim CYP2C9 dan isomer R dimetabolisme oleh CYP1A2. Metabolit ini diekskresikan melalui urine, dan dalam jumlah sedikit diekskresikan melalui cairan empedu. d. Eksresi Warfarin diekskresikan melalui urine (92%), terutama sebagai metabolit dan dalam jumlah kecil sebagai obat yang tidak berubah. Waktu paruh eliminasi sekitar 20-60 jam. Penelitian telah menunjukkan bahwa variasi genetik pada CYP2C9 dapat mempengaruhi klirens warfarin. Pasien yang heterozigot untuk 2C9 dapat mengalami penurunan klirens S- warfarin sekitar 37%. Sedangkan, pasien yang homozigot untuk alel fungsi yang berkurang dapat mengalami penurunan hampir 70% dalam klirens S-warfarin. Referensi : Cavallari, L.H., Shin, J., dan Perera, M.A., 2011. Role of Pharmacogenomics in the Management of Traditional and Novel Oral Anticoagulants. Pharmacotherapy, 31: 1192–1207 Tang, E.O.Y., Lai, C.S., Lee, K.K., Wong, R.S., Cheng, G., dan Chan, T.Y., 2003. Relationship Between Patients’ Warfarin Knowledge and Anticoagulation Control. Annals of Pharmacotherapy, 37: 34–39. Jacobs, L.G., 2008. Warfarin Pharmacology, Clinical Management, and Evaluation of Hemorrhagic Risk for the Elderly. Cardiology Clinics, , Thromboembolic Disease and Antithrombotic Agents in the Elderly 26: 157–167. Rowland, M. dan Tozer, T.N., 2011. Clinical Pharmacokinetics and Pharmacodynaics Concepts and Aplications, 4th Ed, 4th ed. Wolter Kluwer Health/Lipincott William & Wilkins, Philadelpia. Schwarz, U.I. dan Stein, C.M., 2006. Genetic Determinants of Dose and Clinical Outcomes in Patients Receiving Oral Anticoagulants. CLINICAL PHARMACOLOGY & THERAPEUTICS