CLOZAPINE
Kelompok : 1-C
1. Rahma Zakiya 10060315103
2. Widya Windani Septianti 10060315104
3. Muhammad Ihsan A. 10060315106
4. Rizza Fauziah Nurasyfa 10060315107
5. Clara Anggita 10060315108
6. Ananda Putri Hanifah 10060315109
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E
2018/1440 H
I. PENDAHULUAN
Produk obat yang beredar di Indonesia terdiri dari produk obat paten, produk
dengan nama dagang (bermerek) dan generik berlogo. Obat generik merupakan salah
satu alternatif pilihan bagi masyarakat karena harganya yang lebih murah
dibandingkan harga obat dengan nama dagang. Hal ini disebabkan karena adanya
penekanan pada biaya produksi dan promosi. Persaingan harga diikuti pengendalian
mutu yang ketat akan mengarah pada tersedianya obat generik bermutu tinggi dan
dengan harga yang terjangkau (Permenkes RI, 1989).
Bioavailabilitas adalah jumlah dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu atau dari ekskresinya dalam urin.
Clozapine adalah obat turunan dibenzodiazepine yaitu antipsikotik atipikal
(antipsikotik generasi kedua). Tidak seperti obat saraf generasi sebelumnya, clozapine
tidak menyebabkan sindrom ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia. Clozapine
digunakan untuk penyakit skizofren yang tidak dapat diobati dengan antipsikotik
konvensional seperti chlorpromazine atau haloperidol. Clozapine bekerja sebagai
antagonis dopamin pada sistem mesolimbik. Kekuatan clozapine untuk berikatan
dengan reseptor serotonin (5-HT2A) dam reseptor dopamin (D2) lebih besar daripada
obat antipsikotik konvensional (Tassaneeyakul dkk, 2005: 47)
2.2 Indikasi
Indikasi primer dari clozapine adalah penderita skizofrenia atau gangguan
skizoafektif yang tidak memberi respon atau intoleransi terhadap neuroleptik
klasik, dan skizofrenia/skizoafektif dengan perilaku suicidal atau menyakiti diri
sendiri (Freudenreich dan McEvoy, 2012).
2.3 Kontraindikasi
Clozapine mutlak kontraindikasi pada pasien dengan riwayat
agranulositosis atau miokarditis akibat obat. Kondisi lain di bawah ini merupakan
kontraindikasi relatif di mana risiko, manfaat, dan alternatif untuk clozapine harus
ditimbang untuk setiap pasien. Efek samping dari clozapine bervariasi dalam
tingkat keparahan mereka, seperti halnya manfaat obat, yang berkisar dari
mengurangi psikosis hingga berpotensi menyelamatkan nyawa pasien dengan
skizofrenia berisiko bunuh diri. Kondisi-kondisi tersebut adalah (Freudenreich
dan McEvoy, 2012):
- Kejang — Individu dengan gangguan kejang harus dikontrol secara optimal
sebelum perawatan dengan clozapine dimulai dan diobservasi dengan cermat
selama perawatan. Pasien dengan risiko kejang tinggi, termasuk mereka yang
memiliki riwayat kejang demam atau epilepsi, harus dipertimbangkan untuk
pengobatan profilaksis dengan obat antikonvulsan bila clozapine dimulai.
- Neutropenia — Pasien dengan neutropenia, seperti dari gangguan sumsum
tulang (misalnya, penyakit mieloproliferatif) atau dari obat lain yang dapat
menyebabkan keracunan sumsum tulang (misalnya, carbamazepine), mungkin
sulit untuk diobati dengan clozapine karena jumlah neutrofil absolut yang
rendah secara kronis yang memicu peringatan dan penghentian clozapine
sesuai kebutuhan registry. Carbamazepine harus dihindari pada pasien yang
memakai clozapine.
- Penyakit jantung — Individu dengan penyakit jantung memiliki risiko
kematian lebih tinggi dari miokarditis yang ditimbulkan clozapine. Pada
individu tersebut, clozapine harus dimulai dalam keadaan rawat inap dengan
pemantauan ketat fungsi jantung.
- Kondisi lain — Individu dengan obesitas, diabetes melitus, dislipidemia, atau
penyakit kardiovaskular aterosklerotik mungkin dapat memperburuk
gangguan-gangguan tersebut ketika diobati dengan clozapine dan pengobatan
yang lebih agresif atas gangguan-gangguan tersebut akan diperlukan.
Pemantauan lipid dan indikator resistensi insulin diindikasikan pada semua
pasien yang diobati dengan clozapine.
2.4 Dosis
Dimulai dengan 12.5 mg 1-2 kali/hari, diikuti dengan peningkatan bertahap
sebesar 25-50 mg/hari sampai dengan 300-450 mg/hari, diberikan dalam dosis
terbagi. Maks: 600 mg/hari, bahkan sampai dengan 900 mg/hari (MIMS, 2012).
2.7 Farmakologi
Clozapine merupakan agen psikotropik golongan derivat benzisoksazol dan
digunakan untuk pengobatan skizofrenia. Clozapine merupakan antagonis
monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap serotonin Tipe 2 (5HT2),
dopamin Tipe D2 dan adenergik 1 dan 2, dan reseptor H1 histaminergik.
Clozapine bekerja sebagai antagonis pada reseptor lainnya, tetapi dengan potensi
yang rendah. Antagonisme pada reseptor selain reseptor dopamin dan 5HT2
dengan afinitas yang mirip dapat menjelaskan efek terapi dan efek samping
lainnya.
2.8 Farmakokinetika
Absorpsi Clozapine pada pemberian oral sebesar 90-95%. Adanya makanan
tidak dalam lambung tidak mempengaruhi kecepatan dan lamanya absorpsi
Clozapine. Clozapine mengalami metabolisme lintas pertama dihati sehingga
bioavabilitas absolutnya sebesar 50-60%. Clozapine secara dimetabolisme oleh
sistem sitokrom P450 di hati, dan diekskresikan dalam urin dan feses. Sitokrom
P450 1A2 terutama bertanggung jawab untuk metabolisme clozapine Konsentrasi
plasma puncak Clozapine setelah diistribusikan tercapai dalam waktu 2,5, jam.
Ikatan protein plasma dengan Clozapine sebesar 97%. Clozapine dimetabolime
dihati dan dieliminasi melalui urin sebanyak 50%, feses 30% dengan sedikit obat
dalam bentuk utuh. Clozapine memiliki waktu paruh sekitar 12 jam (Lacy et al,
2005).
Pengujian secara single blind yaitu hanya penderita saja yang tidak
mengetahui obat apa yang diminumnya. Sedangkan peneliti sendiri boleh mengetahui
obat apa yang diberikan kepada penderita.
Clozapine memiliki parameter farmakokinetik non linear sehingga pengujian
harus dilakukan dalam kondisi tunak. Maka dilakukan pengujian dosis ganda
sehingga jadwal pemberian obat mengikuti aturan dosis lazim yang dianjurkan.
Desain acak merupakan metode yang digunakan untuk memilih sampel dari
populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap populasi mempunyai peluang
yang sama besar untuk diambil sebagai sampel.
Subjek secara acak menerima 100 mg dua kali sehari produk clozapine
inovator yaitu Clozaril (Novartis Pharmaceuticals UK Ltd., Horsham, UK) atau
clozapine uji, setelah sarapan (pukul 8.00 pagi) dan setelah makan malam (pukul
20.00) selama 7 hari. Pemberian obat dilakukan oleh staf perawat dari Pusat
Rehabilitasi.
Semua subjek telah diinformasikan tentang prosedur pengujian dan tujuan penelitian
baik secara verbal maupun tulisan.
V. CARA PENGUJIAN
Pada hari ke-5 dan ke-6, sampel darah dikumpulkan sebelum pemberian dosis
obat pagi untuk memeriksa apakah kadar clozapine dalam darah telah stabil atau
belum. Pada hari ke-7, subjek sarapan pukul 06.00 pagi. Sekitar pukul 08.00 pagi
subjek diberi satu tablet 100 mg clozapine secara oral dengan 200 ml air dan sampel
darah dikumpulkan pada 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; 10 dan 12 jam setelah
pemberian obat (melalui kateter IV). Di hari ke-8 hingga hari ke-14 penelitian, subjek
menerima perlakuan yang sama dengan 7 hari pertama penelitian kecuali untuk
formulasi clozapine berbeda. Sampel darah disentrifugasi dan plasma dipisahkan,
dipindahkan ke tabung baru, dan disimpan pada –80° C sampai pengujian.
Perbedaan dalam AUC0-12h, Cmax, Tmax dan %Fluktuasi antara produk referensi dan
produk yang diuji ditentukan menggunakan ANOVA, desain dua arah silang pada
tingkat kepercayaan 95%. Menurut kriteria standar Health Canada dan Administrasi
Makanan dan Obat Amerika Serikat (USFDA), bioekivalensi dari dua formulasi
adalah ditetapkan ketika formulasi atau efek pengobatan AUC0-12h dan Cmax tidak
berbeda di tingkat alpha 0,05 dan interval kepercayaan 90% dari rasio rata-rata AUC0-
12h dan Cmax antara produk yang diuji dan produk pembanding harus masuk dalam
rentan 0,80 hingga 1,25 untuk data yang diubah ke dalam ln.
(𝐶𝑥+𝐶𝑦)×(𝑡𝑦−𝑡𝑥)
AUC x-y =
2
t = waktu
Data dari perhitungan AUCt ini akan diperolah 12 data nilai AUC.
Lalu untuk tetapan laju eliminasi mengikuti orde pertama, dapat dihitung dengan
beberapa cara yaitu apabila t1/2 dengan cara penyajian grafik konsentrasi dalam
ln 2
Kel =
𝑡1/2
Atau dapat ditentukan berdasarkan persamaan regresi linier jika diketahui data-data
waktu dan konsentrasi.
Setelah itu t1/2, merupakan waktu paruh obat (atau metabolit) dalam plasma (atau
ln 2
t1/2 =
𝐾𝑒
Selanjutnya dilakukan perhitungan Cmax, merupakan kadar puncak
(maksimal) obat ( atau metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah) yang
teramati.
Data AUC dan Cmax, harus ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu
sebelum dilakukan analisis statistik karena kinetik obat mengikuti kinetik orde 1
sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi yang normal dan varians
yang homogen. Selanjutnya nilai-nilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan
menggunakan analisis varians (ANOVA). Pada penelitian ini menggunakan desain
menyilang 2-way, untuk desain menyilang 2-way yang memperhitungkan sumber-
sumber variasi berikut : produk obat yang dibandingkan (Test dan Reference),
periode pemberian obat (I dan II), subyek, dan urutan (TR dan RT). Demikian juga
nilai-nilai ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara yang sama.
Kriteria Bioekivalen
Obat dikatakan biokivalen jika nilai 90% CI 80-125%
(BPOM, 2014)
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM Republik Indonesia. (2004). Pedoman Uji bioekivalensi. BPOM RI,
Jakarta.
British Pharmacopoeia. (2009). Social Services and Public Savety. London: The
Department of Health.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : 05417/A/SK/XII/89. 1989.