Anda di halaman 1dari 13

TUGAS FARMAKOLOGI KLINIK

Disusun oleh :
Nurlela (5420220004)
Vilania Audina Sitorus (5420220006)
Program Studi : Farmasi Rumah Sakit

MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


UNIVERSITAS PANCASILA
2020
FARMAKOLOGI GERIATRIK
POOJA REDDY*1, DEVESH GOSAVI2, SUSHIL KUMAR VARMA2
2Department of Pharmacology, Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences, Sevagram, Wardha,
India; 1Department of Pharmacology, Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences, Sevagram,
Wardha, India;Email: drpthakur@gmail.com
Received: 6 September 2012, Revised and Accepted: 16 October 2012

ABSTRAK
Pasien lansia sering kali menderita beragam penyakit dan meminum banyak obat
secara bersamaan. Kombinasi antara aktivitas obat yang berubah, homeostasis yang
terganggu, dan penggunaan berbagai obat oleh pasien lansia sering menimbulkan reaksi yang
merugikan. Meskipun efek obat ini sulit dikenali pada pasien yang sudah tua, reaksi obat
yang tidak diinginkan ini dapat menjadi penyebab berbagai macam penyakit lainnya dan
mungkin perlu diopname. Karena risiko akibat reaksi obat yang merugikan meningkat sesuai
dengan jumlah obat yang dipakai, penting untuk menghentikan obat-obatan yang tidak
berkhasiat. Karena selain fungsi neurologis, ketidakmampuan visual dan pendengaran, pasien
lansia mungkin mengalami kesulitan mengikuti aturan pakai beberapa obat apalagi dengan
jumlah dengan jumlah obat yang banyak. Beberapa penyakit kronis pada pasien lansia tidak
dapat diobati secara efektif hanya dengan meminum obat. Penelitian tentang pengobatan pada
pasien lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi secara umum dapat mengurangi
angka morbiditas. Selain itu, pengetahuan dan pelatihan dokter yang meresepkan obat pada
pasien lansia juga sangat penting mengingat adanya perubahan cara kerja obat secara
farmakokinetik dan farmakodinamik pada pasien lansia, ini merupakan langkah tambahan
untuk mengurangi tingkat morbiditas pasien lansia hingga taraf yang lebih besar.

PENDAHULUAN
Masyarakat secara awam mengelompokkan semua orang diatas 65 tahun sebagai
orang lanjut usia. “Geriatri” berlaku untuk usia 75 tahun keatas. Para lansia adalah kelompok
pasien kami yang paling banyak diobati dan diresepkan obat dengan dosis tertinggi.
farmakoterapi adalah intervensi yang paling penting pada pengobatan sebagian besar pasien
lansia. Pada kelompok masyarakat mewakili sekitar 13% Dari total penduduk dan dari 33%
masyarakat tersebut membeli dengan resep obat, sejauh ini, Diperkirakan bahwa mereka akan
mewakili 25% Dari total penduduk 50% nya akan membeli semua obat dengan resep. Jumlah
penduduk lansia meningkat sebagai akibat merosotnya angka kelahiran dan meningkatnya
faktor-faktor medis dan ekonomi yang lebih mendukung harapan hidup yang lebih panjang.

Dosis obat pada pasien lansia harus diberikan dengan hati-hati. Pada tahap awal,
pengambilan keputusan tentang pemilihan obat dan dosis pada lansia sebagian besar
didasarkan pada percobaan dan kesalahan. Informasi tentang efek obat dan respons jaringan
serta sel terhadap obat pada lansia baru diperoleh baru-baru ini.
Reaksi obat yang tidak diinginkan adalah salah satu penyebab munculnya masalah
baru pada lansia yang menyebabkan pasien harus dirawat di Rumah Sakit. 85% dari 95%
lansia setiap harinya meminum setidaknya 1 obat, dengan rata-rata 3-4 kali sehari. Dalam
sebuah penelitian yang besar, 10,5% terjadi reaksi obat yang tidak diinginkan terhadap pasien
geriatrik. Meningkatnya reaksi obat merugikan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan
fungsi organ, penuaan itu sendiri, cara mengubah kinetika dari obat dan respon organ
terhadap obat dan terjadinya hemostatis yang disebabkan oleh efek obat. Perubahan fisiologis
pada lansia diperlihatkan di Table-1.

Tabel 1 : Perubahan fisiologis tubuh pada lansia

Komposisi obat ↓ total air dalam tubuh, ↓massa tubuh normal, ↑ lemak, ↓ albumin,
↑ alpha acid glycoprotein
CNS ↓berat dan ukuran dari otak, gangguan kognitif
Sistem pulmonary ↓kapasitas vital, ↓kapasitas maksimum pernafasan
CVS ↓aktifitas baroreseptor, ↓darah yang dipompa ventrikel /kardiac
output, ↑total peripheral resistance
Sistem gastrointestinal ↑pH lambung, ↓darah ke lambung, pengosongan lambung yang
lama, ↓aliran darah ke usus
Hati ↓aliran darah ke hati
Ginjal ↓Gromerular filtration rate, ↓sekresi aliran darah di ginjal, ↓sekresi
aktif tubular
Sistem Genetik Gangguan pada prostat (pria), berkurangnya elastitas pada vaginal
pasca menopause (wanita), sulitnya menahan buang air kecil
Endokrin ↑diabetes dan gangguan tiroid
Sistem imun ↓sistem imun tubuh

FAKTOR FARMAKOKINETIK
Absorbsi dan bioavabilitas obat
Bioavabilitas obat bergantung pada penyerapan lambung dan metabolisme lambung,
mukosa dan hati. Proses penuaan menghasilkan perubahan pada fungsi lambung seperti
peningkatan pada pH 9, pengosongan lambung yang lama, penurunan motilitas, dan
penurunan aliran darah usus. Penyerapan zat-zat aktif yang diangkut dari lumen pada usus,
termasuk gula, mineral dan vitamin dapat berkurang pada pasien lansia. Terlepas dari
gangguan kesehatan atau gangguan pada fungsi gastrointestinal seperti gastrectomy, pyloric
stenosis, pankreas, enteritis regional, dan obat yang diminum bersamaan dengan obat-obat
lain seperti styramine dan antasida dapat mengakibatkan perubahan dalam penyerapan obat.
Styramine mengikat dan mengurangi penyerapan obat termasuk thiazides, anticoagulan,
tiroksin, aspirin, PCM, Penisilin sementara antasida mengurangi penyerapan obat-obatan
seperti klorpromazin, tetracycline, isoniazid.

Konsentrasi protein Plasma juga dapat berubah pada pasien lansia. Konsentrasi
albumin Plasma yang sedikit dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi obat menjadi
asam secara bebas seperti naproxane, phenytoin dan warfarin. Sebaliknya, konsentrasi α1-
asam glikoprotein mungkin meningkat dalam kehadiran penyakit-penyakit kronis yang sering
terjadi pada lansia, berpotensi meningkatkan pengikatan obat-obatan seperti antidepresi, obat
antipsikotik dan penyumbatan pembuluh darah yang sebagian besar terikat pada protein ini.

Distribusi obat
Distribusi obat ditentukan oleh komposisi tubuh, pengikatan protein plasma, dan
aliran darah pada organ. Jumlah air dalam tubuh dan massa tubuh yang kurus akan berkurang,
sedangkan Lemak tubuh sebagai persentase berat badan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Peningkatan lemak tubuh terkait dengan peningkatan dalam volume
distribusi obat yang larut lemak seperti benzodiazepines yang menyebabkan efek obat
menjadi lebih lama. Dengan demikian, diazepam menunjukkan bahwa proses eliminasi
diazepam lebih panjang sesuai dengan usia meskipun faktanya bahwa tidak adanya
perubahan sirkulasi sistemik. Perubahan aliran darah pada pasien lanjut usia juga dapat
mempengaruhi kecepatan kerja obat dalam tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
detak jantung yang menurun dan penyumbatan pembuluh darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Aliran darah ke hati dan ginjal menurun.

Metabolisme hati
Aliran darah di hati dan massa hati akan berubah sesuai dengan berat tubuh dan
seraya bertambahnya usia, Kecepatan metabolisme obat juga dapat dipengaruhi oleh
berkurangnya enzim sitokrom P450 sebanyak 20-40% pada pasien lanjut usia. Contohnya
antara lain theophylline, propranolol, nortriptyline, alfentanil, fentanyl, alprazolam,
triazolam, diltiazem, verapamil, dan levodopa. Benzodiazepin banyak dimetabolisme oleh
Enzim mikrosomal pada metabolisme aktif yang juga dieliminasi oleh hati. Cara kerja enzim
Non-microsomal juga dapat berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Contoh —
metabolisme etanol oleh enzim dehidrogenase dan eliminasi isoniazid oleh enzim acetylation
tidak berubah pada pasien lansia. Penggunaan obat secara bersamaan, penyakit, genetik dan
faktor-faktor lingkungan termasuk merokok mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada
metabolisme obat hati ketimbang usia tua.

Ekskresi ginjal
Aliran darah pada ginjal, hasil dari glomerular filtration rate (GFR) dan fungsi tubular
menurun seiring dengan bertambahnya usia. Selain penurunan fungsi renal secara fisiologis,
pasien lanjut usia ini juga rentan terhadap kerusakan renal akibat dehidrasi, gagal jantung
kongestif (CHF), tekanan darah rendah dan retensi urine, atau gagal ginjal yang disebabkan
oleh diabetes nefropati atau pyelonephritis.

Massa tubuh lama kelamaan akan menurun / kurus seiring dengan bertambahnya usia,
meningkatnya produksi serum kreatinin dapat mempengaruhi (dan cenderung membesar)
hasil dari kreatinin klereans pasien dewasa. Rumus cockrot-gault harus digunakan untuk
menghitung kreatinin klereans pada orang dewasa.

Rumus kreatinin klearens : (140-age) x weight (kg)


72 x serum kreatinin (mg/dl)
(wanita : 0.85)
Obat-obatan dengan kadar racun yang tinggi dan dapat menurunkan fungsi ekskresi
ginjal pada pasien lanjut usia mencakup allopurinol, aminoglycosida, amantadine, lithium,
digoxin, procainamide, chlorpropamide dan cimetidine. agen tersebut mengurangi
kemampuan membersihkan zat-zat beracun, memperpanjang perjalanan obat dan peningkatan
konsentrasi jika dosis obat tidak disesuaikan dengan fungsi ginjal. Perubahan fisiologis yang
berkaitan dengan usia serta perubahan yang disebabkan oleh kondisi patologis pada
parameter farmakoinetik diperlihatkan di Table-II.

Table 2. Perubahan fisiologis dan kondisi patologis akibat perubahan


farmakokinetik

Pengaruh variabel Perubahan fisiologis yang Kondisi patologis


farmakokinetik berhubungan dengan usia
Absorbsi ↑pH Lambung, ↓penyerapan Aklorhidia, post gastrectomy,
gizi/malabsorbsi, ↓ aliran sindrom malabsorpsi, radang
darah splanknik, ↓ gerakan pancreas
GIT
Distribusi ↓total body water, ↓lean Gagal jantung (CHF),
Body mass (LBM), ↓ serum dehidrasi, edema, gangguan
albumin, ↑alpha fungsi hati, kurang gizi, gagal
glycoprotein, ↑proporsi ginjal
lemak tubuh
Metabolisme ↓massa hati, ↓aliran darah di
CHF, demam, gangguan
hati fungsi hati, tumor, kurang
gizi, penyakit tyroid, infeksi
virus
Eksresi ↓aliran darah di ginjal, Hypovolemia, gagal ginjal
↓GFR, ↓seksresi tubulus

PERUBAHAN FARMAKODINAMIK
Selain perubahan farmakokinetik, respon organ dan perhitungan homeostatis mungkin
berubah seiring dengan bertambahnya usia. Respons fisiologis mencakup efek obat dan
respon homeostatis terhadap efek farmakologis itu. Penurunan pengaturan hitungan
homeostatis yang berkaitan dengan penuaan mungkin merupakan penyebab utama terjadinya
reaksi buruk terhadap obat-obatan.

Sensivitas reseptor
Fungsi β-adrenoceptor pada pasien lansia telah lebih banyak dipelajari daripada
respon reseptor lainnya. Tampaknya, sensivitas β-adrenoceptor akan berkurang seiring
dengan penuaan, mungkin pilihan kedua untuk meningkatkan konsentrasi plasma adalah
katekolamin.
Pasien lansia dikenal lebih sensitif terhadap obat psikoterapis. Gangguan fungsi
motorik oleh benzodiazepine, misalnya, terjadi pada konsentrasi yang lebih rendah pada
lansia daripada pada pasien muda. Para pasien lansia tampaknya lebih sensitif terhadap efek
morfin, warfarin, diltiazem, verapamil, enalapril dan levodopa.

Gangguan homeostasis
Proses Homeostasis dipengaruhi oleh kondisi fisik dan fisiologis (baik karena
penyakit ataupun intervensi terapi), endocrine atau neurologis menyampaikan pesan yang
terjadi didalam tubuh serta meresponnya dengan cara menghantarkan sinyal-sinyal listrik
antar syaraf. Akibat dari Homeostasis yang terganggu adalah sering terjadinya reaksi obat
yang tidak diinginkan serta meningkatnya kepekaan terhadap efek samping obat. Misalnya,
lansia tidak dapat mengeluarkan cairan dalam tubuh secara bebas. penggunaan
hidroklortiazid secara terus menerus pada pasien lansia yang tidak dapat mengeluarkan cairan
dalam tubuh, mengakibatkan pasien berisiko terkena hiponatremia.
Sebagian besar pasien lansia rentan terhadap gagal jantung dari pemberian infus
saline. curah jantung, fungsi ginjal dan respon endokrine terhadap volume yang berlebihan
akan menurun seiring bertambahnya usia.
Penipisan Volume juga berisiko. Meskipun ginjal yang sudah tua masih dapat
menurunkan kadar sodium natrium ke konsentrasi rendah, respon adaptif terhambat dan
hilangnya cairan eksinasi mungkin signifikan selama periode ini. Penipisan Volume lebih
diperburuk dengan berkurangnya aktivitas rennin plasma, tingkat basal yang menurun 30 ke
50% Pada pasien lansia. Penurunan secara relatif seiring dengan bertambahnya usia menjadi
lebih banyak bergantung pada pembatasan garam, terapi diuretik, atau sikap tubuh yang
tegak.
Hipotensi Postural sering terjadi pada orang lanjut usia dan mungkin diperburuk oleh
banyak obat. Patogen mungkin adalah multifakat dan mencakup respon baroreseptor yang
menurun, mengubah aktivitas simpatik dan responsif, merusak respon vasomotor baik dalam
arterioles dan vena, dan mengubah regulasi volume. Fenothiazin, antidepresi trisiklik,
levodopa, obat antihipertensi dan diuretik sering menjadi penyebab hipotensi posturum yang
terlihat dalam praktek klinis.

REAKSI OBAT YANG TIDAK DIINGINKAN PADA LANSIA


Reaksi obat yang ridak diinginkan pada lansia terjadi 2-3 kali lebih banyak daripada
yang terjadi pada orang dewasa muda. Hal ini banyak terjadi pada usia 61-80 tahun. Faktor
risiko yang paling konsisten untuk reaksi obat yang tidak diingikan adalah jumlah obat yang
gunakan. Risiko reaksi obat yang tidak diingikan meningkat secara eksponensial karena
jumlah obat meningkat.

Obat-obatan yang umum digunakan yang menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada
lansia:
1. Hipotensi Postural: Isosorbide dinitrate, TCA (Antidepresan Trisiklik), Levodopa,
antipsikotik, β blocker, diuretik, α blocker.
2. Sembelit: Antikolinergik, antidepresan, antipsikotik, opioid, nifedipine
3. Inkontinensia urin: Antipsikotik, β blocker, diuretik, prazosin, lithium, labetolol
4. Depresi: Antipsikotik, anxiolytics, β-blocker, metildopa.
5. Keadaan kebingungan: Antikolinergik, antihistaminics, sedatif - hipnotis, antikonvulsan,
antidepresan.
6. Parkinsonisme : Antipsikotik, Metoclopramide, Reserpine, metildopa

INTERAKSI OBAT
Pada Lansia Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dapat berpotensi
meningkatkan risiko kejadian interaksi obat. Sel, organ, dan sistem menurun seiring
bertambahnya usia. Efek dari genetic individu, kebiasaan hidup semasa hidup, dan
lingkungan akan menghasilkan heterogenitas antara orang-orang seiring bertambahnya usia
mereka.

Berikut interaksi obat umum yang terkait dengan risikonya tercantum dalam Tabel III.

Tabel 3: Contoh umum kombinasi obat yang terkait dengan risiko pada lansia
Kombinasi Resiko
ACEI + Diuretik Hipotensi
ACEI + Kalium Hiperkalemia
Antiarrhythmic + Diuretik Ketidakseimbangan elektrolit, aritmia
BZD + antipsikotik / antidepresan Kebingungan, sedasi, jatuh

Beberapa contoh obat-obatan yang umumnya dibutuhkan oleh kelompok usia geriatrik untuk
dihindari dengan alasannya dan alternatif yang lebih aman dibahas dalam Table-IV

Tabel 4 : Obat-obatan yang harus dihindari dalam kelompok usia geriatri, alasan untuk
dihindari dan alternatifnya yang lebih aman

Obat-obatan yang harus Alasan Alternatif yang Lebih Aman


dihindari
SEDATIF dan HIPNOTIS Perpanjangan waktu paruh karena Oxazepam, lorazepam,
Chlordiazepoxide terkait usia menyebabkan penurunan alprazolam tidak membentuk
Diazepam fungsi ginjal & hari metabolit aktif dan memiliki
Barbiturate Lebih sensitif berdasarkan durasi tindakan yang lebih
Flurazepam farmakodinamik serta pendek dan kurang
menyebabkan ataksia, hilangnya menenangkan.
refleks postural dan jatuh yang
menyebabkan patah tulang dan
cedera
Analgesik Lansia sangat sensitif terhadap Lebih disarankan codein,
Opioids efek depresi pernapasan sehingga buprenorphine. Titrasi dosis
gunakan dengan hati-hati. (Proses penyesuaian dosis
Dalam kondisi kronis terkait obat untuk mendapatkan
kanker diperbolehkan manfaat maksimal tanpa efek
NSAIDS Digunakan dengan hati-hati samping obat) dan frekuensi
karena menyebabkan iritasi pemberian obat
lambung dan pendarahan serta Ibuprofen lebih suka.
kerusakan ginjal Kortikosteroid dapat
digunakan dengan suplemen
kalsium dan vitamin D (untuk
menghindari osteoporosis)

ANTIPSIKOTIK Dihindari karena risiko yang lebih Dalam hal ini Thioridazine
Phenothiazine Haloperidol besar dari ekstra piramidal (bagian dan Olanzepine lebih aman
otak yang berperan dalam gerakan-
gerakan otomatis) dan hipertensi
postural.

Antidepresan Dihindari karena hipotensi postural Lebih baik SSRI (Fluoxetine).


Antidepresan trisiklik dan efek samping antikolinergik. Jika tricyclic yang akan
Kombinasi antipsikotik + digunakan lebih memilih
antidepresan harus dihindari. menggunakan nortriptiline atau
desipramine.

ANTIMANIA Toksisitas pada ginjal, diuretik Dosis harus disesuaikan dengan


Lithium Thiazide semakin mengurangi tepat dan kadar darah dipantau.
lithium clearance dan
meningkatkan toksisitasnya.

PENYAKIT Toksisitas pada hati. Di sarankan Donepezil,


ALZHEIMER rivastigmine, galantamine karena
Tacrine (inhibitor lebih aman.
Kolinsterase)

ANESTESI UMUM Lansia lebih sensitif terhadap Disarankan Isoflurane.


Halothane halothane dan lebih rentan Untuk operasi kecil lebih aman
Enflurane terhadap hepatotoksisitasnya. midazolam.
Thiopentol Enflurane menurunkan ambang Thiopentol dan Pancuronium
batas kejang Thiopental yang harus digunakan dalam dosis
lebih sensitif. rendah.
OBAT Menyebabkan hipokalemia, Ace inhibitor, Angiotensin II
ANTIHYPERTENSIVE hiperglikemia dan hiperurikemia antagonis, Diuretik dalam dosis
Thiazide yang meningkatkan risiko rendah
Diuretik dalam dosis tinggi aritmia, DM tipe 2 dan asam urat. .
MethyIdopa Methyldopa menghasilkan sedasi
Βeta-Blocker mendalam dan hipotensi postural.
Propranolol tidak aman pada
lansia yang menderita asma
bronkial, penyakit pembuluh
darah perifer.
GLIKOSADA JANTUNG Peningkatan sensitivitas terhadap Dosis rendah
Toksisitas antiaritmia digoksin.

OBAT Quinidine cleareance menurun Quinidine dan Xylocaine dapat


ANTIARRHYTHMIC dan waktu paruhnya diperpanjang digunakan dengan dosis yang
Quinidine Xylocaine pada lansia rendah.
Waktu paruh Xylocaine juga
meningkat pada lansia, efek
beracun berlebih.
AGEN ANTIMIKROBA Karena waktu paruh dapat Menurut beberapa penelitian,
Penisilin Cephalosporins menurunkan fungsi ginjal. waktu paruh Tobramycin tidak
Aminoglycosides Aminoglycosides menyebabkan berkepanjangan.
nephrotoxiocity. Penggunaan ceftriaxone dan
cefoperazone yang dapat
diekskresikan melalui empedu.
Jika tidak penyesuaian dosis.

PENCAHAR dan
PURGATIVES Kerusakan mukosa usus. Jumlah Lebih dianjurkan
Minyak jarak Cairan kecil dapat masuk ke mukosa ispaghula,bran,bisacodyl
paraffin usus untuk menghasilkan
granuloma.
ANTIEMETIKA Dihindari karena efek samping Lebih dianjurkan domperidone
Metoclopramide ekstapiramidal. atau ondansetron.

OBAT ANTIDIABETIC Waktu paruh obat-obatan ini akan Glipizide dan gliclazide dapat
Chlorpropamide meningkat pada lansia. digunakan.
Glibenclamide Ini diketahui menyebabkan
hipoglikemia yang serius.

PRINSIP PERESEPAN OBAT UNTUK PASIEN LANSIA


Pertanyaan-pertanyaan berikut harus dijawab dengan hati-hati sebelum meresepkan obat
untuk pasien lanjut usia:
1. Apakah terapi obat diperlukan?
2. Jika pengobatan diperlukan, obat mana yang tepat?
3. Apakah pasien diminta untuk mengonsumsi lebih banyak obat daripada yang
dapatditoleransi atau dikelola?
4. Jenis persiapan apa yang harus dilakukan ?
5. Haruskah sesuai dosis standar atau dosis diubah?
6. Haruskah obat tersebut dikemas dan diberi label khusus?
7. Dapatkah pasien yang tinggal di rumah mengelola pengobatan sendiri?
8. Apakah ada kebutuhan untuk pengobatan lanjutan?
9. Apakah obatnya terjangkau?

Banyak penyakit yang dialami pasien lansia baik yang tidak memerlukan pengobatan
atau tidak secara efektif diobati dengan obat yang tersedia. Banyak orang tua yang dirawat di
rumah sakit atau diperiksa selama di ruang rawat inap meningkat besar ketika rejimen obat
yang telah mereka minum dihentikan. Namun, ini tidak berarti bahwa obat-obatan tersebut
tidak diberikan karena lansia, terutama ketika pengobatan dengan obat yang tepat dapat
meningkatkan kualitas hidup lansia.
Batas antara efek terapi dan toksisitas sangat kecil dalam beberapa kasus sehingga
obat yang diindikasikan untuk kondisi tertentu pada pasien yang lebih muda mungkin tidak
cocok pada pasien lansia dengan kondisi yang sama. Misalnya, toksisitas benzodiazepin
terkait usia dengan waktu paruh telah membuat penggunaan obat-obatan ini tidak dianjurkan
pada pasien lansia.
Jumlah obat terkecil yang sebenarnya dibutuhkan pasien harus selalu digunakan.
Kemungkinan toksisitas meningkat karena jumlah obat yang diresepkan. Kesalahan
pengobatan, terutama kesalahan karena kelalaian, ketidakpahaman dan ketidakpatuhan
terhadap instruksi pengobatan, telah lama terjadi pada pasien lansia.
Takaran dosis dan ukuran, bentuk dan warna tablet dan kapsul, serta kesamaannya
satu sama lain merupakan pertimbangan yang penting dalam meresepkan obat-obatan untuk
pasien lansia. Banyak lansia mengalami kesulitan dalam menelan; akibat dari ukuran tablet
dan kapsul yang besar sehingga perlu dihindari. Lebih baik menggunakan sediaan cair seperti
sirup untuk banyak pasien, atau tablet effervescent. Kadang – kadang , supositoria bisa
menjadi metode pemberian yang paling sesuai.
Bila memungkinkan, jadwal selang-seling seperti obat yang diberikan pada hari
tertentu atau 5 hari dalam seminggu harus dihindari, karena mereka jarang mengikuti secara
akurat. Dosis sekali sehari memastikan kepatuhan yang lebih baik daripada rejimen yang
lebih sering. Terlepas dari kenyamanan kepada pasien dan kepatuhan yang lebih baik, dosis
sehari sekali di malam hari, misalnya obat psikoterapi dapat mengurangi reaksi obat yang
tidak diinginkan sejak pasien tersebut tertidur ketika efek ini akan mengganggu.
Jika memungkinkan, obat yang diresepkan untuk pasien lansia yang tinggal di rumah
harus dikemas dalam wadah yang mudah dibuka sehingga pasien disabilitas dapat
menggunakannya. Pelabelan yang jelas dalam ukuran besar juga sangat penting. Kemasan
blister atau kemasan dosis unit dapat mengurangi ketidakpatuhan secara signifikan.
Pasien lansia harus diajarkan untuk memahami obat yang harus mereka minum,
terutama obat yang relatif penting bagi kesehatan mereka. Dibutuhkan waktu untuk
mengedukasi pasien lansia dalam penggunaan dan pemberian obat. Kadang-kadang perlu
untuk memberikan instruksi yang jelas secara tertulis tentang cara penggunaan obat atau
menyarankan menggunakan buku harian atau kalender untuk mencatat pemberian obat setiap
hari
Ketika obat seperti digoxin telah diresepkan pada penyakit akut (misalnya fibrilasi
atrium yang merupakan komplikasi dari pneumonia) mungkin tidak ada alasan untuk terus
digunakan setelah riwayat akut diobati dengan baik. Hal ini berguna untuk meninjau
pengobatan secara teratur dan menghentikan obat yang tidak lagi diperlukan.
Efektivitas biaya adalah parameter yang sangat penting yang harus diingat saat
meresepkan obat kepada lansia..

POLIFARMASI PADA LANSIA


Polifarmasi berarti "banyak obat" atau penggunaan lebih banyak obat daripada yang
dindikasikan secara klinis, atau penggunaan empiris lima atau lebih obat. Berdasarkan survei
bahwa rata-rata penggunaan obat-obatan untuk orang di atas 65 tahun adalah 2 hingga 6 obat
di resep dan satu atau tiga, empat obat bebas. Polifarmasi menyebabkan reaksi obat yang
tidak diingikan dan menurunkan kepatuhan terhadap rejimen obat. Hasil ini berpengaruh
terhadap kualitas hidup yang buruk, menigkatnya gejala dan biaya obat (yang tidak perlu).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap polifarmasi meskipun tidak dilaporkan
adalah pengunaan banyak penyedia layanan kesehatan dan pengunaan obat lain dan
kurangnya waktu untuk diskusi dan diagnosis, kurangnya pengetahuan tentang farmakologi
pada pasien lansia dan kurangnya pemahaman pembacaan resep dokter.

Peran penyedia pelayanan kesehatan dalam Polifarmasi


Setidaknya setiap tahun dan lebih sering jika diindikasikan, meminta pasien lansia
untuk membawa semua obat yang mereka miliki di rumah termasuk resepnya, obat-obatan
bebas, suplemen vitamin, persiapan herbal, dll. Penggunaan vitamin dan produk herbal pada
lansia sangat umum dan umumnya tidak dilaporkan ke dokter. Memungkinkan terjadinya
beberapa interaksi obat yang serius, misalnya dengan Warfarin, gingko biloba, vitamin E.
Apa yang harus dilakukan penyedia pelayanan kesehatan dengan 'Tas Coklat penuh
dengan botol-botol'? Dia harus mendokumentasikan dan menentukan indikasi,
memprioritaskan yang kritikal vs pilihan dan penyembuhan vs obat yang mengurangi gejala,
berdiskusi dengan pasien dan perawat, rencana untuk pengurangan obat. Menghentikan obat
yang tidak perlu adalah salah satu aspek terpenting dari penurunan polifarmasi. Obat-obatan
tanpa indikasi harus dihentikan.

REFERENCES
1. Bertram G. Katzung. Special aspects of geriatric pharmacology. In, Basic and Clinical
Pharmacology, 9th edition. 2004, 1007-1014
2. Fundamentals of geriatric medicine: a case-based approach. By Rainier P. Soriano,
Helen M, Fernandez. Chapter 3: Geriatric Pharmacology and Drug Prescribing for
Older Adults. 4th Edition (2007), Pg-39.
3. Semla TP, Rochon PA. Pharmacotherapy, Geriatric Review Syllabus. 5th edition.
USA: Blackwell, 2002: 37
4. Therese Hesketh, Li Lu, and Zhu Wei Xing. The effect of China’s one-child family
policy after 25 years. N Eng J Med 2005; 353: 1171-6.
5. Beard K. Adverse reactions as a cause of hospital admission for the aged. Drugs and
aging 1992; 2: 356
6. Hale WE, May FE, Marks RG, et al. Drug use in an ambulatory elderly population: a
5-year update. Drug Intelligence and Clinical Pharmacy 1987; 21:530
7. Helling DK, Lemke JH, Semla TP, et al. Medication use characteristics in the elderly:
the Iowa 65+ rural health study. J Am Geriatr Soc 1987; 35: 4
8. Williamson J, Chopin JM. Adverse reactions to prescribed drugs in the elderly: a
multicentre investigation. Age and Ageing 1980; 9: 73
9. Kekki M, Samloff IM, Ihamaki T, et al. Age- and sex- related behaviour of gastric
acid secretion at the population level. Scandinavian Journal of Gastroenterology 1982;
17: 737
10. Bender AD. Pharmacologic aspects of aging: a survey of the effect of age on drug
activity in adults. J Am Geritr Soc 1964; 12: 114
11. Parsons RL. Drug absorption in gastrointestinal disease with particular reference to
malabsorption syndromes. Clinical Pharmacokinetics 1977; 2: 45
12. Welling PG. Interactions affecting drug absorption. Clinical Pharmacokinetics 1984;
9: 404
13. Sjoqvist F, Alvan G. Aging and drug disposition-metabolism. Journal of Chronic
Diseases 1983; 36: 31
14. Klotz U, Avant GR, Hoyumpa A, et al. The effect of age and liver disease on the
disposition and elimination of diazepam in adult man. J Clin Inv 1975; 55: 347
15. Brandfonbrener M, Landowne M, Shock NW. Changes in cardiac output with age.
Circulation1955; 12: 557
16. Woodhouse KW, Wynne HA. Age-related changes in liver size and hepatic blood
flow: the influence on drug metabolism in the elderly. Clinical
Pharmacokinetics1988; 15: 287
17. Lindeman RD. Changes in renal function with aging: implications for treatment.
Drugs and Aging 1992; 2: 423
18. Durnas C, Loi C-M, Cusack BJ. Hepatic drug metabolism and aging. Clinical
Pharmacokinetics 1990; 19: 359
19. Vestal RE, McGuire EA, Tobin JD, et al. Aging and ethanol metabolism. Clinical
Pharmacology & Therapeutics 1977; 21: 343
20. Cockcroft DW, Gault MH, Prediction of creatinine clearance from serum creatinine,
Nephron 1976; 16: 31-41.
21. Feldman RD, Limbird LE, Nadeau J, Robertson D, Wood AJ. Alterations in leukocyte
beta-receptor affinity with aging. A potential explanation for altered beta adrenergic
sensitivity in the elderly. N Engl J Med 1984; 310: 815-9
22. Cusack B, Vestal RE. Clinical pharmacology. In: Abrams WB, Beers MH, Berkow R,
editors. The Merck Manual of Geriatrics. 2nd ed. Whitehouse Station, New Jersey:
Merck Research Laboratories 1995: 255
23. Clark BA, Shannon RP, Rose RM. Increased susceptibility to thiazide-induced
hyponatremia in the elderly. J Am Soc Nephrol 1994; 5: 1106-11
24. Epstein M, Hollenberg NK. Age as a determinant of renal sodium conservation in
normal man. J Lab Clin Med 1976; 87: 411-7
25. Crane MG, Harris JJ. Effect of aging on renin activity and aldosterone excretion. J
Lab Clin Med 1976; 87: 947-59
26. Cusack BJ. Pharmacokinetics in older persons. Am J Geriatr Pharmacother 2004; 2:
274–302
27. Mangoni AA, Jackson SH. Age-related changes in pharmacokinetics and
pharmacodynamics: basic principles and practical applications. Br J Clin Pharmacol
2004; 57: 6–14.
28. Burr ML, King S, Davies HE, Pathy MS. The effects of discontinuing long term
diuretic therapy in the elderly. Age and Ageing 1977; 6: 38-45
29. Learoyd BM. Psychotropic drugs and the elderly patients. Aust.N.Z.J.Med 1972; 1:
1311
30. Schwartz D, Wang M, Zeitz L, Goss ME. Medication errors made by elderly,
chronically ill patients. Am J Public Health 1962; 52: 2018-29
31. Parkin DM, Henney CR, Quirk J, Crooks J. Deviation from prescribed drug treatment
after discharge from hospital. Br Med J 1976; 2:686-8
32. Mazullo J. The nonpharmacologic basis of therapeutics. Clin Pharmaco Ther 1972;
13: 157-8
33. Eisen SA, Miller DK, Woodward RS, et al. The effect of prescribed daily dose
frequency on patient medication compliance. Arch Intern Med 1990; 150: 1881-4
34. Ayd FJ. Once-a-day neuroleptic and tricyclic antidepressant therapy. International
Drug and Therapeutics Newsletter 1972; 7: 33-40
35. Ayd FJ. Single daily dose of antidepressants. JAMA 1974; 230: 263-4
36. Law R, Chalmers C. Medicines and elderly people: a general practice survey. Br Med
J 1976; 1: 565-8
37. Morrow D, Leirer V, Sheikh J. Adherence and medication instructions: Review and
recommendations. J Am Geriatr Soc 1988; 36: 1147-60
38. Murray MD, Birt JA, Manatunga AK. Medication compliance in elderly outpatients
using twice-daily dosing and unit-of-use packaging. Ann Pharmacother 1993; 27:
616-21
39. Wong BS, Norman DC. Evaluation of a novel medication aid, the calendar blister-
pak, and its effect on drug compliance in a geriatric outpatient clinic. J Am Geriatric
Soc 1987; 35: 21-6
40. Wandless I, Davie JW. Can drug compliance in the elderly be improved? Br Med J
1977; 1: 359-61
41. Michocki RJ. Polypharmacy and principles of drug therapy. In: Daly MP, Weiss BD,
delman AM, eds. 20 common problems in geriatrics. New York: McGraw-Hill,
2001:69-81
42. Stoller EP. Prescribed and Over-the-Counter Medicine Use by the ambulatory elderly.
Med Care 1988; 26: 1149-1157
43. CM Williams. Using Medications Appropriately in Older Adults. Am Fam Physician.
November 15, 2002; 66: 1917-1923
44. Carlson JE. Perils of polypharmacy: 10 steps to prudent prescribing. Geriatrics 1996;
51: 26-30, 35.

Anda mungkin juga menyukai