Anda di halaman 1dari 19

FARMAKOTERAPI

“Pengaruh Penyakit terhadap Respon Obat ”

Disusun Oleh:
Roro Kumbini 23340245
Meiman Jaya Halawa 23340246
Gladys Renata Simbolon 23340247
Enggeriani 23340248
Meigy Deby Lestari 23340249
Salsabila Ayuningtyas 23340250
Dita Syahria Fitri 23340251
TABLE OF CONTENTS
01 02
Absorpsi Metabolisme
Pengaruh Penyakit terhadap Pengaruh Penyakit terhadap
Proses Absorpsi Obat Proses Metabolisme Obat

03 04
Distribusi Ekskresi
Pengaruh Penyakit terhadap Pengaruh Penyakit terhadap
Proses Distribusi Obat Proses Ekskresi Obat
PENGARUH PENYAKIT
TERHADAP RESPON OBAT
 Sebagian besar studi awal mengenai obat-obatan yang baru dilakukan oleh para
sukarelawan dan hasilnya ketika digunakan kepada para pasien yang mengidap
beragam penyakit seringkali berbeda dengan fungsi obat yang sebenarnya. Pada
beberapa kasus, adanya penyakit mungkin dapat merubah responsif dari jaringan
tubuh terhadap obat yang dikonsumsi.

 Misalnya : hipokalemia dapat meningkatkan racun digitalis, obat-obatan seperti


morphine memiliki efek depresan CNS yang lebih tinggi pada pasien dengan
sirosis hati.

 Informasi ini berkaitan dengan pengaruh penyakit terhadap farmakokinetik obat.


01
Absorbsi
Pengaruh Penyakit terhadap Proses Absorpsi
Obat
PENGARUH PENYAKIT
PADA PROSES ABSORBSI
• Proses absorpsi obat bisa sangat efisien, hanya
sebagian kecil penyakit yang mempengaruhi
terhadap proses absorpsi.

• Apabila pengosongan lambung ditunda, maka


tingkat absorpsi obat akan melambat, tetapi
konsentrasi obat yang diserap tidak akan berubah.
Hal ini menunjukkan adanya sebuah penundaan
terhadap efek tertinggi dari sebuah obat, yang
dapat mengubah pengaruhnya.
 Contoh: Penundaan pengosongan lambung bisa menyebabkan kegagalan terapetik penggunaan
levodopa karena bagian obat dicerna pada dinding perut dan di absorpsi melalui proses pengangkutan
yang efektif di usus kecil.

 Pada kasus malabsorbsi, pasien dengan sindrom malabsorpsi (penyerapan yang tidak biasa),
penyerapan obat mungkin tertunda, hal ini menunjukan bahwa penyakit tersebut sudah parah,
sehingga terjadi perubahan klinis secara signifikan pada proses absorpsi.

 Dalam beberapa kasus, sindrom malabsorpsi karena penyakit celiac dapat


menyebabkan peningkatan absorbsi obat sehingga toksisitasnya meningkat. Misalnya:
Ethinyloestradiol berinteraksi dengan sulphate dalam dinding usus dan kapasitas
interaksi ini menurun dalam penyakit coeliac. Demikianlah proses awal sistem cerna
obat oleh dinding usus yang menurun pada penyakit coeliac, sehingga dapat
menyebabkan peningkatan bioavailabitas sistemik
02
Distribusi
Pengaruh Penyakit terhadap Proses
Distribusi Obat
PENGARUH PENYAKIT
TERHADAP PROSES
 Distribusi
DISTRIBUSI OBAT
obat dalam setiap prosesnya, meliputi penyimpanan ataupun eliminasi
(metabolisme dan ekskresi) dipengaruhi oleh karakteristik dari sifat kimia fisika obat
dan aliran darah. Perubahan pH plasma dapat mengakibatkan perubahan ionisasi obat
yang mampu mengubah distribusi obat yang pKa-nya mendekati plasma. Juga
berpengaruh pada penurunan efek dan absorbsi.

 Contohnya : lignokain oleh miokard pada keadaan asidosis. Penurunan aliran darah
pada gagal jantung atau infark miokard juga dapat mempengaruhi distribusi obat.

 Proses pengikatan pada protein juga dipengaruhi oleh penyakit, hypoalbumin yang
parah misalnya, yang terjadi pada pasien dengan sindrom nephrotic atau dengan sirosis,
pengikatan obat yang bersifat asam dalam plasma darah akan menurun pada kasus ini.
PENGARUH PENYAKIT TERHADAP
PROSES DISTRIBUSI OBAT
• Proses pengikatan protein obat-obatan yang bersifat asam
juga akan menurun pada pasien dengan fungsi ginjal yang
lemah. Pada saat proses protein binding ini menurun,
maka sejumlah senyawa endogen dipertahankan dalam
plasma dan berkompetisi dengan obat-obatan yang
berikatan dengan plasma albumin, misalnya phenytoin,
warfarin, phenylbutazone, sulfonamide dan salicylate. Ini
menunjukan terjadinya penurunan pengikatan terhadap
albumin pada pasien dengan fungsi ginjal yang lemah.
PENGARUH PENYAKIT TERHADAP PROSES
DISTRIBUSI OBAT
• Pada interpretasi data konsentrasi plasma, seperti Fenitoin dihitung dalam plasma
sebagai konsentrasi total (yaitu bebas + terikat) di mana konsentrasi bebas adalah
bagian yang aktif secara farmakologis. Jika dalam kondisi normal konsentrasi
plasma total yang diinginkan adalah 15 µg/ml, maka konsentrasi bebas akan
menjadi sekitar 1 µg/ml. Namun, pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal,
konsentrasi bebas 1 µg/ml dapat dicapai pada konsentrasi plasma total hanya 7,5
µg/ml atau kurang. Dalam kondisi ini penting untuk menurunkan dosis yang
diberikan.
• Ikatan protein obat yang bersifat basa tidak terganggu pada kondisi gagal ginjal.
Pada kondisi inflamasi, obat yang bersifat basa (misalnya propranolol,
klorpromazin, quinidine atau imipramine) akan terikat lebih kuat karena
peningkatan konsentrasi plasma α1-glikoprotein.
03
Metabolisme
Pengaruh Penyakit terhadap Proses
Metabolisme Obat
PENGARUH PENYAKIT
TERHADAP PROSES
METABOLISME
• Hati merupakan organ utamaOBAT
pada sistem metabolisme, maka penyakit pada
hati (kondisi parah) menyebabkan metabolisme obat terganggu. Pengaruh
penyakit terhadap metabolisme obat bergantung pada karakteristik
farmakokinetik obat. Dalam proses melewati hati, obat-obatan dapat bersifat
klirens hepatik tinggi ataupun rendah.
• Obat dengan klirens hepatik tinggi bergantung pada penurunan aliran darah
hepatik (seperti pada kondisi gagal jantung) menyebabkan penurunan klirens
obat, seperti lignokain dan propranolol yang diberikan secara intravena.
Sebaliknya, obat dengan klirens rendah lebih bergantung pada kemampuan
metabolisme intrinsik hati, dan akan lebih dipengaruhi oleh penyakit parenkim
hati dari pada perubahan aliran darah hati.
Tabel 11. Obat-obatan yang klirensnya dapat
menurun pada kondisi penyakit pada hati

Obat dengan klirens


Obat dengan klirens tinggi
rendah
Lignokain Diazepam

Labetalol Prednisolone

Chlormethiazole Ampicilin

Propanolol Theophylline

Pethidine
04
Ekskresi
Pengaruh Penyakit terhadap
Proses Ekskresi Obat
PENGARUH PENYAKIT TERHADAP PROSES
EKSKRESI OBAT
 Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, obat-obat yang umumnya diekskresikan dari tubuh
melalui ginjal waktu paruhnya diperpanjang. Fungsi ginjal dapat berkurang, akibat: penyakit
dan bertambahnya usia.
 Dalam beberapa kasus, metabolit polar tidak segera diekskresikan oleh pasien dengan kondisi
gagal ginjal dan aktivitas metabolit akan menunjukkan peningkatan efek terapeutik dan toksik.
Metabolit aktif utama procainamide, N-acetyl procainamide, terakumulasi dalam plasma pasien
gagal ginjal dan telah menjadi penyebab aritmia.
 Norpetidin adalah metabolit petidin yang tidak mudah diekskresikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal. Norpetidin memiliki sedikit efek analgesik tetapi dapat menyebabkan
iritabilitas otot dan kedutan.
Untuk mencapai konsentrasi tunak dalam plasma ditentukan pada kondisi
pasien dengan gangguan ginjal, perlu memahami tiga (3) poin utama :

Jika dosis utama diberikan, Waktu yang dibutuhkan


dosis ini tidak perlu diubah untuk mencapai konsentrasi
asalkan volume distribusi tunak dalam plasma,
tidak berubah pada kondisi sehingga efek terapeutik
penyakit. yang optimal akan lebih
lama.
1
2 3
Dosis pemeliharaan
obat harus lebih kecil
dan/atau dosis harus
diberikan lebih jarang.
Tabel 12. Waktu paruh eliminasi (jam)
beberapa obat pada fungsi ginjal
Beberapa monogram telah ditetapkan
normal dan rusak

kedalam praktik klinis sebagai penuntun Obat Normal Anuria


dokter dalam memilih dosis obat pada Penicillin G 0.5 23
pasien dengan gagal ginjal, tetapi secara Cephaloridine 1.7 23
umum ini belum terbukti secara klinis. Gentamicin 2.5 35
Berikut beberapa obat yang Vancomycin 5.8 230

menunjukkan perubahan waktu paruh Tetracycline 8.5 90

plasma yang dapat terlihat pada pasien Doxycycline 23 23

anuria. Digoxin 30 100

Digitoxin 170 170


THANK
YOU!
PERTANYAAN DAN JAWABAN

Anda mungkin juga menyukai