Anda di halaman 1dari 22

Farmakoterapi Lanjut

Dosen : Dra. Sulina Kristiono, MS.

Kelompok 4
1. Abdul Karim Zailani 23340238
2. Sidrah Ayu Aulia 23340239
3. Nurvita Aini
23340240
4. Togi Dewi Manurung 23340241
5. Rodea Novtiana 23340242
6. Ata Rakhma Kumala 23340243
7. Elwinda Sefriana 23340244
Farmakogenetik Dan Penggunaan Terapeutik
Untuk Mengukur Konsentrasi Obat Dalam Plasma
Darah
Farmakogenetik berhubungan dengan modifikasi respon obat dengan
pengaruh keturunan (genetik dan lingkungan) yang melibatkan
metabolisme obat dan melibatkan sebuah variasi dalam merespon obat.

Pentingnya terapi variasi genetik dalam konjugasi dapat dilihat


pada sejumlah contoh yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Sejumlah obat seperti isoniazid, procainamide dan hydralazine


dimetabolisme melalui asetilasi. Proses ini dilakukan oleh enzim N-
asetil transferase di hati. Kemampuan untuk asetilasi isoniazid
diturunkan sebagai sifat resesif autosomal dan histogram distribusi
menunjukkan pola bimodal.
Tabel 8. Respons obat abnormal ditentukan secara genetik
 Pada kondisi asetilator lambat memberikan respon yaitu dapat menunjukkan Toksisitas
sedangkan asetilator cepat menunjukkan respons yang kurang efektif. Pewaris resesif
autosomal merupakan penyakit bawaan genetika, contoh obatnya isoniazid, procainamide
dan hydralazine dimetabolisme melalui asetilasi.

 Pada kondisi sensitivitas suksametorium memberikan respons apnea yang


berkepanjangan, merupakan pewaris resesif autosomal atau penyakit bawaan generika
contoh obat suxamethonium (succinylcholine).

 Pada kondisi porfiria memberikan respons kelumpuhan pada syaraf sehingga menyebkan
sakit atau nyeri pada perut, porfiria Favisme merupakan pewaris dominan autosomal
contoh obatnya barbiturate, dan pada kondisi Favisme memberikan respons hemolisis
pada paparan obat-obat tertentu yang merupakan komplek dominan terkait seks, contoh
obatnya primakuin, nitrofurantoin, sulfanamid.

 Pada kondisi hipertemia Maligna memberikan respons kenaikan suhu tubuh yang tidak
terkendali, hipertemia Maligna merupakan pewaris dominan autosomal, contoh obatnya:
Agen anestesi, halothane, suxamethonium.

 Pada kondisi glaukoma steroid memberikan respon respon abnormal terhadap


penggunaan steroid intraokular, merupakan pewaris resesif autosomal contoh obatnya
topikal kortikosteroid atau kortikosteroid sistemik
Penggunaan terapi untuk mengukur konsentrasi
01
obat dalam plasma

Secara farmakologi menjelaskan bahwa kadar dan waktu respon


obat ditentukan oleh konsentrasi obat pada reseptor. Pada umumnya
kadar plasma dalam darah dapat dihitung untuk mengetahui adakah
perubahan pada konsentrasi obat pada reseptor untuk obat yang
bekerja secara revesibel, pembentukan kompleks reseptor obat
mematuhi hukum aksi masa :

Obat + Reseptor ↹ Obat – Komplek reseptor

Pada kesetimbangan, rentang pembentukan dan disosiasi kompleks


reseptor obat adalah sama. Namun demikian, banyak kejadian
ketika efek farmakologis tidak terkait dengan tingkat plasma obat
Zat terapeutik dapat bertindak
Sebagian melalui metabolism.

Obat dapat bekerja secara


ireversibel, yaitu jumlah obat aktif
yang menempel pada reseptor
Ada beberapa alasan
tidak berhubungan dengan
konsentrasi plasma dalam keadan
tunak

Metode pengujian untuk


konsentrasi obat plasma tidak
terlalu sensitive untuk
mencerminkan kumpulan obat-
obat penting, seperti untuk
guanethidine yang disimpan di
saraf adrenergik.
Persyaratan Untuk Memantau Efek klinis Plasma Dalam
Darah

01 Obat harus bekerja Obat tidak boleh


02
dengan mekasime memiliki metabolit aktif
reversible

03 04 05

Konsentrasi obat yang tidak


Toleransi reseptor misalnya Efek farmakologis obat
terikat dalam plasma harus
barbiturat dan dan etil harus dicatat secara
mencerminkan konsentrasi obat
alkohol akurat
yang tidak terikat pada lokasi
reseptor
Gambar 7 Skala analog visual untuk digunakan dalam penilaian nyeri.

Tidak nyeri Nyeri sangat hebat


Apa yang harus diukur
02
Total Konsentrasi Plasma atau Konsentrasi Bebas

Pada prinsipnya, obat bebas (tidak terikat) berada dalam kesetimbangan dengan situs
reseptor. Terdapat variasi dalam ikatan protein plasma obat, meskipun biasanya kecil
dibandingkan dengan perbedaan yang terjadi pada laju metabolisme obat, yang
menunjukkan bahwa pada kebanyakan kasus pengukuran konsentrasi obat total
sudah memadai. Namun, ada beberapa batasannya yaitu :

Perpindahan obat satu dengan obat lain menyebabkan


peningkatan (meskipun sementara) dalam konsentrasi obat
Apabila diberikan lebih dari bebas dan bila ini dipantau, korelasi yang lebih baik diperoleh
1 obat antara konsentrasibebas dari pada konsentrasi total dan efek .

Fraksi tak terikatobat


Perpindahan dari difenitidantoin
satu denganmeningkat tajam
obat lain pada uremia.
menyebabkan
Pasien dengan penyakit yang Telah ditemukan bahwa epilepsi dengan uremia
peningkatan (meskipun sementara) dalam konsentrasimerespon baik
obat
mengganggu pengikatan secara terapeutik dan dalam hal efek samping pada konsentrasi
bebas dan bila ini dipantau, korelasi yang lebih baik diperoleh total
protein plasma plasma
antaradiphenyihydantoin
konsentrasibebas dariyangpada
jauhkonsentrasi
lebih rendahtotal
daripada epilepsi
dan efek .
tanpa penyakit ginja

Obat-obatan tertentu cenderung Propranolol dan chlorthalidone memiliki konsentrasi di


terlokalisasi didalam sel darah dalam sel darah merah jauh lebih tinggi daripada di plasma,
merah sementara klorokuin lebih terkonsentrasi dalam sell darah
putih.
03 Indikasi pemantauan Obat dalam plasma

Pemantauan Terapi
Untuk beberapa obat lebih sulit menilai efek klinis obat
daripada memantau konsentrasi plasma. Ini tidak berlaku
untuk obat-obatan seperti agenis antihipertensi, antikoagulan
dan agen hipoglikemik di mana pengamatan klinis (tekanan
darah) atau tes laboratorium sederhana (waktu prot-Tumbin
atau gula darah) selalu menjadi dasar penyesuaian dosis.

Untuk obat-obatan yang memiliki rasio terapeutik sempit


(misalnya litium) atau menunjukkan kinetika yang bergantung
pada dosis (misalnya diphenylhdantoin), plasma adalah
panduan yang lebih baik untuk efikasi dan
potensi toksisitas daripada ebservation klinis murni meskipun
ini harus selalu memainkan peran yang sangat penting dalam
penyesuaian dosis.
Indikasi Untuk Memonitoring
Obat Dalam Plasma

Dilakukan monitoring obat dalam plasma berguna dalam kondisi tertentu yaitu pada :

• Merupakan salah satu masalah terapeutik yang


paling sulit apakah pasien mengkonsumsi obat
Kepatuhan pasien dalam penggunaan obat sesuai resep. Jika respon pasien terhadap obat
tersebut buruk, maka penting untuk memantau
konsentrasi obat dalam cairan biologis (urin dan
plasma).

• Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi


ginjal tetapi membutuh kan pengobatan , obat yang
Pasien dengan disfungsi ginjal atau hati dieksresikan melalui ginjal akan menimbulkan efek
toksik. contohnya obat antibiotic golongan
aminoglikosida.

• Pada kasus keracunan paracetamol, konsentrasi


obat dalam plasma mencapai 200 μg/ml pada
Overdosis Obat waktu 4 jam atau 50 μg/ml dalam 12 jam setelah
meminum obat dengan dosis berlebih , maka dapat
diberikan antidotum dari paracetamol yaitu n-
acetylcysteine untuk mencegah hepatotoxicity
Tabel 9. Sekitar 100 juta orang di dunia Gambar 8. Hubungan antara
berisiko mengalami hemolisis yang diinduksi kosentrasi Paracetamol plasma dan
obat karena kekurangan glukosa waktu setelah konsumsi dengan
dehidrogenase dalam sel darah 6-fosfat kerusakan hati setelah overdosis
merah. Hemolisis seperti primakuin, pengobatan paracetamol dengan
nitrofurantoin dan sulfonamid senyawa sulfidril seperti n-asetil sistein
ditandai dengan nilai di atas garis
padat
Tabel 10. Obat-obatan Yang Rentang Plasma Terapeutik
dan Toksiknya Telah di Tetapkan
Kelompok obat-obatan yang harus dipantau konsentrasi
04
plasma

1. Obat Antikonvulsan
2. Obat kardiovaskular
3. Obat bronkodilator
4. Obat sistem saraf pusat
5. Obat antibiotik
6. Obat yang dikonsumsi
berlebihan
Obat Antikonvulsan
Fenitoin

Merupakan obat yang sulit digunakan karena kapasitas


metabolisme yang terbatas, yaitu jika seseorang
menggandakan dosis, konsentrasi plasma dapat
meningkat enam kali lipat. Tidak diketahui dengan baik
bahwa pemantauan konsentrasi plasma fenitoin
membantu secara klinis dan menyesuaikan dosis untuk
membawa konsentrasi plasma ke dalam kisaran 10-20
jeg / ml akan mengurangi frekuensi fit pada
kebanyakan pasien dan akan mengurangi toksisitas
obat. Beberapa pasien epilepsi akan memiliki kontrol
epilepsi yang baik pada konsentrasi plasma diluar
kisaran ini (misalnya pasien gagal ginjal). Masalah
utama dengan phenytoin mungkin adalah dosis yang
terlalu rendah.
Obat Kardiovaskular
Digoxin

Pemantauan konsentrasi plasma telah menunjukkan


bahwa itu bermanfaat. Menurut peneliti, digoksin
dimetabolisme di hati dan kemudian dieksresikan
melalui ginjal. Curah jantung meningkat selama terapi
digoksin pada pasien dengan irama sinusakan.
Obat Brochodilators

Banyak penelitian yang telah mengkonfirmasi nilai


dari monitoring konsentrasi olasma theopyline pada
pasien asma. Terutama pada anak-anak.

Perlu diperhatikan konsenterasi plasma pada range


yang ditentukan

Theophyllin terbukti first line terapi asma. Range


theraupetic antara 10 - 20 µ/ml
Obat Sistem Saraf Pusat (SSP)

Penggunaan litium dalam penanganan mania


dan psikosis depresi maniak, memiliki indeks
terapeutik yang rendah.
- (kisaran terapeutik adalah 0,5-1,5 mmol / L)
pemberian diuretik secara bersamaan telah
terbukti menyebabkan gangguan
konsentrasi plasma.
- Terapi jangka panjang dengan lithium dapat
menyebabkan disfungsi ginjal sehingga
pemantauan kadar plasma lebih banyak lagi
Obat Antibiotik

Antibiotik

Pengunaan antibiotik pada golongan


Aminoglikosida (Gentamisin) obat
golongan ini diekresikan oleh ginjal.
Penggunaan antibiotik golongan ini
jika dalam jangka panjang akan
menyebabkan terjadinya ototoxcity
dan kerusakan ginjal lebih lanjut
apabila tidak dilakukan penyesuaian
dosis yang tepat
Obat Yang Dikonsumsi Berlebihan

Parasetamol menyebabkan
kerusakan hati jika dikonsumsi

Parasetamol (mikrogram / ml)


secara berlebihan. Sebuah
nomogram telah dibuat (gambar.8)

Konsentrasi Plasma
konsentrasi dengan menggunakan
plasma relatif terhadap waktu
setelah pemberian dosis sebagai
dasar untuk memutuskan apakah
pemberian antagonis, misalnya n-
asetil sistein atau metionin, harus
diberikan untuk mencegah Waktu Setelah dikonsumsi
hepatotoksisitas.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
and includes icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik

Anda mungkin juga menyukai