Anda di halaman 1dari 14

‘‘PENGARUH PENYAKIT TERHADAP RESPON OBAT ’’

Dosen : Dra. Sulina Kristiono, MS.

Resina Hajar Haerani Harahap (21340157 )


Elsha Meiyora (21340160)
Fildya Shinta Esperansa (21340162)
Arfianti Wionita (21340176)
Nafisah Rachmadanty (21340180)
Muhamad Fikri Prasetyo (21340183)
Kadek Nila Sukmawati (21340194)
Penelitian awal obat baru dilakukan pada sukarelawan dan hasilnya diberikan
pada pasien yang mungkin memiliki berbagai penyakit yang sering kali tidak
sesuai dengan obat yang dirancang.
Dalam beberapa kasus, keberadaan penyakit dapat mengubah respon masalah
terhadap obat.
- hipokalemia meningkatkan toksisitas digitalis
- morfin memiliki efek depresan SSP yang lebih
besar pada pasien dengan sirosis hati.
3
2
1 Distribusi Obat
Absorpsi Obat Interaksi dengan
Pada Penyakit
Pada Penyakit reseptor

5
4

Ekskresi Obat Metabolisme Obat


Pada Penyakit Pada Penyakit
Absorpsi Obat Pada Penyakit

Proses absorpsi obat biasanya sangat efisien dan penyakit tidak


selaluu memberikan pengaruh yang besar terhadap proses
absorpsi obat.
- Jika Pengosongan lambung tertunda, maka laju penyerapan
obat akan melambat tetapi jumlah obat yang diserap tidak akan
berubah. Tetapi akan mempengaruhi penundaan efek puncak
obat, hanya sedikit perubahan efek secara keseluruh.

Pengosongan lambung tertunda dapat menghasilkan


kegagalan dalam terapi.
Pada Levodopa (L-Dopa) sebagian obat tersebut akan
dimetabolisme di dinding lambung sehingga lebih sedikit untuk
diserap oleh transpor aktif di usus kecil.
Pada penderita sindrom malabsorpsi absorpsi obat mungkin tertunda.
Kasus sindrom malabsorpsi akibat penyakit celiac dapat menyebabkan
peningkatan penyerapan obat dan karena itu toksisitas yang jauh lebih besar.
Ethinyloestradiol >> secara ekstensif terkonjugasi di dinding usus dengan sulfat
tetapi dapat berkurang pada penyakit celiac >> menyebabkan peningkatan
bioavailabilitas obat.
Proses absorpsi obat biasanya sangat efisien sehingga penyakit jarang memberikan
pengaruh yang besar. jika pengosongan lambung tertunda. maka laju penyerapan
obat akan melambat, tetapi jumlah obat yang diserap tidak akan berubah. Ini berarti
penundaan efek puncak obat dengan perubahan kecil.
secara keseluruhan, pengosongan lambung yang tertunda dapat menyebabkan
kegagalan teraupetik dengan levodopa sebagian karena obat tersebut di Absorbsi di
dinding lambung sehingga lebih sedikit obat yang dapat diserap oleh transpor aktif di
usus kecil. pada pasien dengan sindrom malabsorpsi penyerapan obat mungkin
akan tertunda.
Distribusi Obat Pada Penyakit

Distribusi obat ke tempat kerjanya, penyimpanan atau pemisahannya dipengaruhi oleh karakteristik
fisikokimia obat dan aliran darah.

Perubahan pH plasma kadang-kadang dapat menyebabkan perubahan ionisasi obat sehingga


mengubah distribusi obat yang pKa-nya mendekati plasma >> dapat berkontribusi pada penurunan
efek dan serapan miokard lignokain dalam keadaan asidosis.
• Penurunan aliran darah pada gagal jantung atau infark miokard juga dapat mempengaruhi
distribusi obat.
Pengikatan protein juga dipengaruhi oleh penyakit. Pada hipoalbuminemia berat dengan sindrom
neprotik dan sirosis, pengikatan obat asam dalam plasma akan berkurang

Pengikatan protein obat asam juga berkurang pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal >> hal ini
menjadi berkurang karena sejumlah senyawa endogen dipertahankan dalam plasma dan bersaing
dengan obat untuk berikatan (obat + albumin plasma) seperti fenitoin, warfarin, fenilbutazon,
sulfonamida dan salisilat.
Dalam interpretasi data konsentrasi plasma >> Fenitoin diukur dalam plasma sebagai
konsentrasi total (terikat + bebas) dimana konsentrasi bebasnya adalah bagian yang
aktif secara farmakologis.
Jika dalam kondisi normal konsentrasi plasma total yang diinginkan adalah
15 µg / ml, maka konsentrasi bebas akan menjadi sekitar 1 µg / ml.

Pada gangguan fungsi ginjal konsentrasi bebas 1 µg / ml dapat dicapai pada


konsentrasi plasma total hanya 7,5 µg / ml atau kurang. Dalam keadaan ini,
maka penting untuk mengurangi dosis yang diberikan.

Keadaan inflamasi >> obat-obatan (misalnya propanolol,


klorpromazin, quinidin atau imipramin) akan menjadi lebih terikat
secara ekstensif karena peningkatan konsentrasi a-glikoprotein dalam
plasma.
Metabolisme Obat Pada Penyakit Obat Pada Penyakit

 Hati >> organ utama metabolisme >> Penyakit pada hati menyebabkan
gangguan metabolisme obat
 Secara umum, penyakit hati berpengaruh cukup ekstensif sebelum metabolisme
obat karena kapasitas cadangannya yang besar.
 Metabolisme obat dalam keadaan terdapat penyakit akan sangat bergantung
pada karakteristik farmakokinetik obat
 Pada klirens obat di hati, obat dapat memiliki klirens tinggi atau dapat juga
memiliki klirens rendah.

Rasio klirens diseluruh hati pada obat kirens tinggi besaran dan kemampuan
mengeliminasi setelah pemberian IV lebih bergantung pada aliran darah dihati dari
pada kemampuan intrinksik hati untuk memetabolismenya. Dengan demikian
penurunan aliran darah dihati, seperti yang dapat terjadi pada gagal jantung akan
menyebabkan penurunan klirens obat, contohnya Lidokain dan Propranolol yang
diberikan secara IV.
Obat klirens rendah lebih bergantung pada kemampuan metabolisme
intrinsik hati dan akan lebih dipengaruhi oleh penyakit parenkim hati
daripada perubahan aliran darah dihati.

tabel 11. obat yang klirensnya dapat berkurang pada penyakit hati .
Obat klirens tinggi Obat klirens rendah
Lidokain Diazepam
Labetolol Prednisolon
Chlormethiazole Ampicillin
Propranolol Theophylline
Pethidine
Tabel 12. menunjukkan perubahan paruh plasma beberapa obat yang mungkin terlihat
pada pasien anuria

Drug Normal Anuria


Penicilin G 0.5 23
Cephaloridine 1.7 23
Gentamicin 2.5 35
Vancomycin 5.8 230
Tetracyclin 8.5 90
Digoxin 30 100
Digitoxin 170 170
Interaksi dengan Reseptor

Reseptor adalah makromolekul khas dalam organisme, yang merupakan tempat


aktif biologi atau tempat obat terikat.
Persyaratan untuk interaksi obat-reseptor adalah pembentukan kompleks obat –
reseptor. Apakah kompleks ini terbantuk dan seberapa besar terbentuknya
bergantung pada afinitas obat/daya ikat obat terhadap reseptor.

Obat + Reseptor kompleks obat reseptor Efek


Ekskresi obat Pada Penyakit

Dalam beberapa kasus metabolit polar tidak akan diekskresikan dengan mudah oleh pasien gagal
ginjal dan aktivitas metabolit akan terlihat sebagai peningkatan efek terapeutik dan toksik.

 Metabolit aktif utama (pro-cainamide & N-acetyl procainamide)


terakumulasi dalam plasma pasien gagal ginjal dan telah menjadi penyebab aritmia.
 Norpethidia memetabolit (petidin)
tidak langsung diekskresikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Norpethidine memiliki
sedikit efek analgesik tetapi dapat menyebabkan iritabilitas otot dan kedutan.
Terapi yang aman pada pasien penyakit ginjal sangat penting untuk mengetahui nasib
dan metabolisme obat yang diberikan.
Untuk mencapai steady state plasma concentration yang ditentukan dalam keadaan ini,
tiga poin utama :
 Jika dosis muatan diberikan, dosis ini tidak perlu diubah asalkan volume distribusi
tidak berubah dalam keadaan penyakit.
 Dosis pemeliharaan obat harus lebih kecil atau dosis harus diberikan lebih
jarang.
 Dibutuhkan waktu untuk obat dalam keadaan konsetrasi plasma yang stabil maka
efek terapi yang optimal akan lebih lama.

Beberapa nomogram telah diperkenalkan ke dalam praktek klinis untuk memandu dokter dalam
memilih dosis obat pada pasien dengan gagal ginjal, tetapi secara umum ini belum terbukti memiliki
nilai klinis yang bagus.
TERIMA
KASIH
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai