Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak-anak memiliki pertahanan tubuh yang rendah dibandingkan
dengan orang dewasa. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi sangat rentan
terhadap berbagai penyakit. Penyakit tersebut merupakan penyakit kronik
maupun penyakit akut sehingga memerlukan perhatian dan perawatan yang
serius pada anak. Penyakit akut merupakan penyakit yang berbahaya pada
anak. Penyakit akut membutuhkan penilaian dan penanganan yang cepat dari
tenaga kesehatan baik perawat maupun dokter. Penyakit akut yang dapat
menyerang anak-anak antara lain diare, pneumonia, dan malaria (Marcdante,
2011). Diare dan pneumonia menjadi penyebab kematian utama pada semua
anak di dunia (WHO, 2013).
Diare masih merupakan satu penyakit utama pada bayi dan anak di
dunia. Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World
Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian
nomor dua pada balita (bawah lima tahun) di dunia, nomor tiga pada bayi,
dan nomor lima bagi segala umur. Data UNICEF menunjukan bahwa 1,5 juta
anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Berdasarkan laporan
WHO 2011 diare masih tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian
anak secara global di seluruh dunia. Dari semua kematian yang terjadi pada
anak usia di bawah lima tahun 14% diakibatkan oleh diare (WHO, 2011).
Pneumonia adalah Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru yang
menyebabkan paru-paru meradang. WHO menyatakan bahwa pneumonia
adalah salah satu dari tiga penyebab utama kematian bayi baru lahir.
Pneumonia didiagnosis pada sekitar 156 juta anak-anak di tahun 2008 (151
juta di negara berkembang dan 5 juta di negara maju) dan menyebabkan 1,4
juta kematian (28-34% dari semua kematian pada mereka yang berusia
kurang dari lima tahun). Lebih dari 20 juta pasien dengan penyakit berat dari
156 juta kasus baru pneumonia perlu masuk rumah sakit setiap tahun
(Boloursaz, 2013).

1
Di negara berkembang, terhitung lebih dari 2 juta kematian yang
diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan setiap tahun. Pneumonia adalah
penyebab utama kematian anak-anak di negara-negara berkembang. Di
negara maju, angka kejadian tahunan pneumonia diperkirakan 33 per 10.000
pada anak <5 tahun dan 14/5 per 10.000 pada anak berusia 0 sampai 16 tahun
(Boloursaz, 2013).
Malaria merupakan infeksi parasit yang menyebabkan kematian dan
kesakitan pada anak dan orang dewasa di negara-negara tropis dan subtropis
(Tantura, 2010). Pada tahun 2013, terdapat 97 negara yang menjadi transmisi
malaria dan 7 negara melakukan tahap pencegahan malaria. Hal ini
menyebabkan sebanyak 104 negara di dunia memiliki masalah serius dengan
penyakit malaria. Sebanyak 3,4 miliar orang beresiko terkena malaria di
dunia. WHO memperkirakan pada tahun 2012 telah terjadi 207 juta kasus
malaria di dunia dan 627.000 kasus meninggal dunia (WHO, 2013).
Di Indonesia prevalensi penyakit malaria masih tinggi, mencapai
417.819 kasus positif pada 2012. Dari kasus tersebut, sebanyak 70% kasus
malaria terdapat di wilayah Indonesia Timur, terutama diantaranya Papua,
Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Wilayah
endemik malaria di Indonesia Timur tersebar di 84 kabupaten/kota dengan
jumlah penduduk berisiko 16 juta orang. Menurut laporan Commiting to
Child Survival: A Promise Renewed. Progress Report UNICEF (United
Nations International Children’s Emergency Fund) 2013 menyatakan bahwa
terjadi penurunan jumlah kematian pada anak dibawah umur 5 tahun. Hal ini
dibuktikan dengan jumlah kematian anak dibawah usia 5 tahun di Indonesia
pada tahun 1990 sekitar 385.000 menjadi 152.000 pada tahun 2012. Faktor
geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata
merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu
(Kemenkes RI, 2013)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka kelompok tertarik untuk
membahas tentang konsep dan teori terkait dengan manajemen penyakit akut
pada anak.

B. Tujuan

2
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi konsep dan teori terkait dengan manajemen penyakit
akut pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar tentang penyakit akut
b. Memahami tentang pencegahan penyakit akut pada anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYAKIT AKUT
1. Definisi
Penyakit akut adalah merupakan suatu penyakit yang durasi
pendek. Penyakit ini dapat merupakan penyakit yang ringan atau mungkin
serius. Penyakit akut ringan termasuk beberapa masalah yang paling
umum ditemukan dalam praktik umum, seperti infeksi saluran pernapasan
atas atau ruam kulit. Penyakit akut Mayor dapat hadir sebagai eksaserbasi
akut dari penyakit kronis yang mendasarinya, seperti infark miokard atau

3
koma diabetes, atau tiba-tiba kondisi yang tidak didiagnosis sebelumnya,
seperti epilepsi atau stroke atau masalah emosional atau psikologis akut .
Menurut Jones, dkk (2010) penyakit akut diklasifikasikan menjadi
empat:
1. Penyakit akut ringan (sembuh sendiri)
2. Penyakit utama akut (sembuh sendiri atau membutuhkan pengobatan)
3. Presentasi akut penyakit utama yang ada (eksaserbasi akut)
4. Presentasi akut penyakit kronis baru.
Penyakit akut disebut juga suatu kondisi sakit dengan durasi yang
singkat. Kondisi sakit ini bisa dalam keadaan ringan atau bisa juga berat.
Penyakit akut yang ringan misalnya adalah infeksi pernafasan atas, skin
rashes. Penyakit akut yang berat misalnya adalah acute exacerbation dari
penyakit kronik seperti infark miokard atau koma diabetikum, kondisi
yang tidak terdiagnosis sebelumnya seperti permasalahan emosi atau
psikologis yang bersifat akut.
Menurut hasil riskesdas (2013) terdapat tiga besar penyakit akut
yang sering terjadi pada anak Indonesia. Pertama adalah diare dengan
insiden pada kelompok usia balita di Indonesia sebesar 10,2 persen. Kedua
adalah ISPA khususnya pneumonia dengan prevalensi ISPA 4,5 % dan
prevalensi pneumonia yang cenderung meningkat pada tahun 2013
menjadi 2,7 % (2,1 % di tahun 2007). ketiga adalah malaria dengan
prevalensi 1 % (data UNICEF, 2013).

2. Penatalaksanaan
Berikut penatalaksanaan pasien dengan penyakit akut dalam setting rumah
sakit (NICE, 2007)
a. Memberikan perawatan dengan menggunakan prinsip family centre
care dan atraumatic care
b. Melakukan observasi kebutuhan fisiologis dan emosional, dan
melakukan initial assessment
c. Mencatat secara jelas rencana monitoring yang menjelaskan secara
terperinci kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak dan keluarga
d. Tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dalam melakukan
perawatan terhadap pasien dengan kondisi penyakit akut

4
B. PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada saluran napas bagian
bawah, khususnya pada parenkim paru, yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.
2. Epidemiologi
Prevalensi pneumonia sebesar 2,7% (2,1 % di tahun 2007) yang
merupakan kasus penyakit akut terbesar pada anak di Indonesia
(Riskesdas, 2013).
3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme sebagai berikut:
a. bakteri : S. pneumoniae, S. aureus, S. piogenes, K. pneumonia, E. coli,
dan P. aeruginosa
b. virus: influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus (RSV),
adenovirus,
c. jamur : Actynomyces israeli, Aspergillus fumigatus, Histoplasma
capsulatum
d. protozoa: Pneumocytis carinii, Toxoplasma gondii
4. Patofisiologi
Paru-paru yang sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Namun,
pada pertahanan/barier yang buruk pada paru-paru maka mikoorganisme
mudah masuk dan tumbuh. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke epitel
paru-paru melalui inhalasi aerosol yang mengandung kuman, kolonisasi di
permukaan mukosa (aspirasi secret orofaring yang mengandung kuman), atau
penyebaran melalui pembuluh darah lain (misal endokarditis).
Mikroorganisme yang masuk ke parenkim paru akan menyebar ke alveoli
melalui pori interalveolaris dan percabangan bronkus. Selanjutnya paru-paru
yang terinfeksi tersebut akan mengalami 4 stadium yang overlapping:
a. Stadium engorgement
Kapiler di dinding alveoli akan mengalami kongesti sehingga alveoli
berisi cairan edema. Mikroorganisme berkembang biak tanpa hambatan.
b. Stadium hepatisasi merah
Kapiler yang telah mengalami kongesti juga mengalami diapedesis dari
sel-sel eritrosit.
c. Stadium hepatisasi kelabu

5
Alveoli dipenuhi oleh cairan eksudat. Kapiler terdesak dan jumlah sel
leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat dan peningkatan sel leukosit
yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh maka dapat menghalangi
pertumbuhan mikroorganisme. kemudian mikroorganisme tersebut akan
difagositosis. Pada stadium ini akan terbentuk antibody.
d. Stadium resolusi
Bila sel leukosit berhasil memfagositosis mikroorganisme tersebut maka
makrofag akan terlihat dalam alveoli beserta sisa-sisa sel. dinding alveoli
dan jaringan interstisial tidak mengalami kerusakan.
Jika mekanisme pertahanan tubuh individu baik, maka infeksi tidak
berlanjut menjadi pneumonia. Namun, jika mekanisme pertahanan tubuh
individu tidak baik, maka terjadilah pneumonia. Proses patofisiologi
pneumonia juga tergantung pada jenis mikroorganisme yang menyebabkan.
5. Penatalaksanaan (manajemen)
Manajemen penyakit akut pada anak merupakan tatalaksana yang
harus dilakukan untuk menangani penyakit akut pada anak. Manajemen
penyakit akut pada anak membahas tentang edukasi, promotif, dan preventif.
Manajemen pneumonia dimulai dari klasifikasi penyakit (Kemenkes, 2011).
Pembahasan manajemen pneumonia pada anak berikut diklasifikasikan
menjadi dua kelompok umur yaitu umur < 2 bulan dan 2 < umur < 5 tahun.

6
*sumber : bagan Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur < 2 Bulan
(Kemenkes, 2011)
Tabel antibiotic untuk usia < 2 bulan

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011

7
*sumber : bagan Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas 2< umur < 5
tahun (Kemenkes, 2011)
Tabel Pemberian Antibiotik Oral yang Sesuai

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011


Tabel pemberian antibiotic injeksi untuk anak usia 2 - < 5 tahun

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011


Bagan Cara perawatan di rumah

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011

8
*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011
Tabel cara pemberian dan dosis salbutamol

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011


Tabel pemberian bronchodilator salbutamol oral

*tabel Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes 2011

C. DIARE AKUT
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi dan kecairan
feses. Diare infeksi akut (biasanya berlangsung kurang dari 7 hari) adalah
alasan umum untuk konsultasi dokter umum dan untuk masuk ke rumah
sakit bagi anak-anak . Menurut Betz (2009) mendefenisikan diare sebagai
inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit.

9
2. Epidemiologi
Menurut Rathaur, dkk (2014) Lebih dari 1 miliar kasus dan
setidaknya 4 juta kematian per tahun yang dikaitkan dengan diare di
seluruh dunia. Di negara berkembang sekitar 1.000 juta episode terjadi
setiap tahun pada anak-anak di bawah lima tahun, menyebabkan 5 juta
kematian di antara mereka setiap tahunnya, dari yang 80% terjadi dalam
dua tahun pertama kehidupan. Lima belas negara berkontribusi tiga
perempat dari kematian anak akibat diare pada anak di bawah usia lima
tahun di seluruh dunia dari mana India menempati urutan pertama.
3. Etiologi
Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor
infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parentral. Infeksi enteral
yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri virus, parasit,
protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi penyebab diare adalah
Vibrio, E.Coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,
infeksi virus disebabkan oleh Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus,
Astrovirus dan infeksi parasit disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichuris,
Oxyuris, Strongyloides, Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica,
Giardia lambia, Trichomonas hominis dan jamur yaitu Candida albicans..

4. Patofisiologi
Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat
diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakannya adanya toksin bakteri
atau akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudia sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan

10
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke ronggan usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis.Ketiga, faktor makanan dapat
terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik sehingga
terjadi peningkatan dan penuruan peristaltik yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008).

5. Evaluasi Diagnostik
Dalam enteritis akut, langkah diagnostik yang paling penting
adalah penilaian klinis dari tingkat dehidrasi. Evaluasi diagnostik lebih
lanjut menyangkut potensi komplikasi atau diagnosis banding yang
mungkin ada di balik presentasi klinis enteritis menular. Baik anamnesis
dan pemeriksaan fisik adalah dasar dari evaluasi diagnostik. Dalam kasus
yang parah, bila timbul komplikasi, atau bila diagnosis diragukan,
penelitian lebih lanjut harus dilakukan .

6. Klasifikasi Diare
Menurut World Gastroenterologi Organisation (2012),
mengklasifikasikan diare berdasarkan episode dari diare menjadi tiga
kategori: 1). Diare akut, yaitu adanya tiga kali atau lebih buang air besar
dengan konsistens cair dalam 24 jam; 2). Disenteri, terdapatnya darah
dalam feses dan 3). Diare persisten, yaitu dimulai dari episode akut dan
berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan menurut Menurut WHO (2005)
diare dapat diklasifikasikan kepada: 1). Diare akut, yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari; 2). Disentri, yaitu diare yang disertai
dengan darah; 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari; 4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat.

7. Manifestasi Klinis
Pada umumnya tanda dan gejala diare: buang air besar dengan
konsistensi cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, kadang-kadang

11
bercampur darah serta kadang disertai muntah dan demam dapat
mendahului atau mengikuti diare, atau tidak sama sekali. Manifestasi
lanjuttergantung pada tingkat kehilangan cairan dan elektrolit (tingkat
dehidrasi) .

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak balita baik
yang dirawat di rumah sakit maupun dirawat dirumah, yaitu :
a) Pemberian cairan atau rehidrasi
Tujuan utama dalam pengelolaan diare akut adalah untuk
mencegah dehidrasi (jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi), mengatasi
dehidrasi (bila ada), dan mencegah insufisiensi gizi, terutama pada
anak-anak, dengan memberi makan selama dan setelah diare.Dua
tujuan pertama dapat dicapai dengan oralit terapi solusi yang diterima
sebagai standar emas untuk mencapai manajemen berkhasiat dan
hemat biaya clinically- gastroenteritis akut. Kecuali pasien koma atau
menderita dehidrasi parah, larutan oralit dianjurkan terlepas dari agen
penyebab dan usia pasien karena terapi larutan oralit lebih murah,
sering hanya sebagai efektif, dan lebih praktis daripada cairan
intravena. Studi kami menunjukkan bahwa 89.3% dari pasien
menerima larutan oralit (12,3% menerima ORS saja, dan 77%
menerima ORS dalam kombinasi dengan obat simptomatik .Pada
klein diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya kekurangan
cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan derajat dehidrasi
dan keadaan umum pada pasien sangatlah penting.

b) Pemberian Zinc
Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc
juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun
atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare

12
dapat meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush borde apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. .
c) Pengobatan dietetik dan pemberian ASI
Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan
minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga
kesehatan. Adapunt hal yang diperhatikan adalah untuk anak dibawah
satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 Kg, jenis makanan yang
diberikan adalah memberikan asi dan susu formula yang mengandung
laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan
setengah padat (bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, rotein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih. Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E
singkatan dari Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Stimulanaeously
with Education (Suraatmaja, 2007).
d) Pengobatan kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah di
ketahui penyebab pasti.Jika kausa diare penyakit parental, diberikan
antibiotika sistemik.Jika tidak terdapat infeksi parental, antibiotik baru
boleh diberikan kalau pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
bakteri patogen.
e) Pengobatan simtomatik
Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare
secara cepat seperti antispasmodic
D. MALARIA
1. Definisi malaria
Malaria adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh
parasit yang ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi.Malaria merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dapat
diobati (WHO, 2014).

2. Epidemiologi
Menurut laporan Commiting to Child Survival: A Promise
Renewed. Progress Report UNICEF (United Nations International

13
Children’s Emergency Fund) 2013 menyatakan bahwa terjadi penurunan
jumlah kematian pada anak dibawah umur 5 tahun. Hal ini dibuktikan
dengan jumlah kematian anak dibawah usia 5 tahun di Indonesia pada
tahun 1990 sekitar 385.000 menjadi 152.000 pada tahun 2012. Fakta ini
cukup memuaskan, akan tetapi masih ada 400 anak yang meninggal setiap
harinya di Indonesia. Beberapa penyebab yang berkontribusi adalah anak-
anak tersebut dari keluarga miskin dan terpinggirkan, tidak sedikit dari
anak-anak merupakan korban dari penyakit yang mudah dicegah dan
diobati, seperti pneumonia, diare dan malaria (Razak, 2013).
Pneumonia, diare, dan malaria menjadi penyebab utama kematian
anak secara global, dan permasalahan gizi merupakan permasalahan yang
menyertai kematian pada anak dengan kondisi seperti ini (Razak, 2013).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNICEF tahun 2012 prosentase
untuk kematian balita Indonesia yang disebabkan oleh malaria adalah 1%,
akan tetapi malaria menjadi salah satu fokus program pemerintah untuk
menurunkan angka kematian pada balita. Hal ini dikarenakan prevalensi
malaria masih tinggi yaitu mencapai 417.819 kasus positif pada tahun
2012 (Wardah, 2013). Tujuh puluh persen kasus malaria terletak pada
Indonesia daerah timur diantaranya ada di Papua, Papua Barat, Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Departemen Kesehatan
menyatakan bahwa pengendalian malaria cukup sulit, dikarenakan faktor
geografis yang sulit dijangkau dan tidak meratanya penduduk (Wardah,
2013).

3. Etiologi malaria
Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang disebarkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi, oleh
karena itu Anopheles betina yang terinfeksi disebut dengan vektor dari
malaria.Nyamuk anopheles betina menggigit pada waktu senja dan dini hari
(subuh).Terdapat 4 spesies parasit yang menyebabkan malaria pada manusia,

14
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae,
Plasmodium ovale (WHO, 2014).

4. Patofisiologi
Malaria merupakan penyakit hematologi dan bersifat
infeksius.Plasmodium falciparum merupakan plasmodium yang paling sering
dijumpai pada gangguan red blood cell (RBC). Perkembangan P.falciparum
pada proses intraerythrocytic, proses molecular yang multiple berkontribusi
pada proses remodeling penginfeksian dan non-infected RBC’s, tetapi proses
ini tidak sepenuhnya jelas. Spleen atau limpa merupakan organ utama yang
memfilter perubahan dari RBC’s, oleh karena itu spleen merupakan important
player dalam manisfestasi klinis dari malaria, terlebih pada kondisi anemia.
Hal ini dikarenakan RBC mempunyai peran dalam mengarahkan pertukaran
(pada mikrosirkulasi) antara sel dengan lumen pembuluh darah yang akan
menuju ke pembuluh vena (Buffet, 2011).

5. Penatalaksanaan
a. Modifikasi Lingkungan
Malaria merupakan penyakit yang bisa dicegah dan diobati,
intervensi yang direkomendasikan sesuai dan bisa untuk
diimplementasikan. The World Health Organization (WHO)
merekomendasikan intervensi yaitu mengontrol vector dengan
pemasangan kelambu insektisida (Insecticide treated nets atau ITN’s),
indoor residual spraying (IRS), pengontrolan larva, pelaporan diagnosis
malaria dari hasil pemeriksaan mikroskopis atau rapid diagnostic tests
(RDTs), dan pemberian obat antimalarial dan mendokumentasikan
kejadian resistensi obat (WHO, 2013).
Kelambu insektisida atau ITNs merupakan pemasangan kelambu
yang mengandung insektisida yang mampu berfungsi melindungi
perseorangan (dengan memasang kelambu pada tempat tidur) dan atau
komunitas (dengan memasang kelambu pada seluruh area).WHO

15
merekomendasikan penutupan dengan kelambu pada populasi yang
berisiko dengan menggunakan ITN’s dan meminta kepada masyarakat
untuk beralih ke LLINs (Long Lasting Insecticidal Nets) (WHO, 2013).
Indoor residual spraying (IRS) merupakan teknik memberikan
menyebarkan insektisida dalam bentuk spray yang bertujuan untuk
meminimalisir transimisi, mengontrol dan membasmi nyamuk anopheles
betina yang membawa parasite. Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT)
mempunyai waktu efektif yaitu selama > 6 bulan (WHO, 2013).
Penatalaksanaan eradikasi sumber-sumber larva yaitu dengan
memodifikasi dan memanipulasi lingkungan.Terdapat 4 subkategori dalam
membasmi larva yaitu memodifikasi habitat vector, memanipulasi habitat,
larvaciding, dan control biologis. Larvaciding merupakan cara yang paling
sering dilakukan dalam penatalaksanaan pembasmian larva-larva
plasmodium (WHO, 2013).

b. Pengobatan
Tatalaksana pengobatan pada anak dengan malaria tidak
berat/tanpa komplikasi yaitu dengan pemberian artemisinin sebagai obat
lini pertama. Tatalaksana untuk anemia berat yaitu dengan pemberian
artesunat intravena (2,4 mg/kgBB IV atau IM) jika tidak terdapat artesunat
intravena, bisa diberikan: (1) artemeter intramuscular (3,2 mg/kgBB IM);
(2) kina-dehidroklorida intravena (20 mg/kgBB), dosis awal kina-
dehidroklorida diberikan apabila ada pengawasan ketat dan pengaturan
tetesan infus, apabila tidak memungkinkan bisa diberikan obat kina
intramuscular; (3) kina intramuscular (10 mg/kgBB) (WHO Indonesia,
2008).
Perawatan penunjang untuk anak dengan malaria berat adalah
dengan menjaga jalan nafas, memposisikan badan anak miring untuk
menghindari aspirasi, dan mengubah posisi setiap 2 jam sekali. Perawat
perlu memperhatikan status dehidrasi pasien, irama derap, fine crackles
(ronki) pada dasar paru dan atau peningkatan JVP, edema kelopak mata.

16
Apabila muncul tanda dehidrasi anak bisa diberikan furosemide dengan
dosis awal 1 mg/kgBB (WHO Indonesia, 2008).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Literature Review dibandingkan dengan Sumber Lain


1. Pneumonia
Penatalaksanaan pneumonia menurut hasil literature review adalah
dengan:
a. Pemberian diet makanan dan cairan
Pemberian makan dan ASI dapat mencegah terjadinya pneumonia.
Hal ini selaras dengan penelitian (Chisti et al. 2011) yang menyatakan

17
bahwa tidak memberikan ASI atau penghentian menyusui selama
periode neonatus secara substansial dapat meningkatkan kejadian
malnutrisi berat, insiden batuk, atau keduanya dan hypoxemia pada
bayi muda dengan pneumonia dan diare. Temuan menekankan
pentingnya kelanjutan dari menyusui dalam periode neonatus dan
awal masa kanak-kanak. Namun perlu juga diperhatikan bahwa
pemberian diet makan dan cairan melalui nasogastric tube dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia aspirasi (van Schayck 2006).
b. Medikasi
Beberapa medikasi yang dapat dipakai dalam tatalaksana
pneumonia adalah antibiotik, bronkodilator, dan antipiretic. Antibiotik
yang direkomendasikan antara lain adalah kotrimoksazol, amoksisilin,
ampisilin, atau gentamisin (Nascimento-Carvalho et al. 2009; Asghar
et al. 2008). Beberapa dari antibiotik tersebut juga dapat
dikombinasikan (Majhi et al. 2014). Namun perlu diperhatikan juga
adanya pemberian dosis yang benar dalam pemberian obat tersebut
agar tidak terjadi overdosis dan resistensi obat (Quinton 2012).

2. Diare Akut
Penatalaksanaan diare menurut hasil literature review adalah dengan:
a. Pemberian cairan atau rehidrasi,
Berdasarkan penelitian (Munos et al. 2010), pemberian cairan dan
rehidrasi (Oral Rehydration Solution/ORS) dapat menurunkan 93%
kematian, ORS efektif dalam mencegah kematian akibat diare yang
terjadi di rumah, masyarakat maupun fasilitas kesehatan. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian (Alam et al. 2011) pada anak-anak usia 6 –
36 bulan yang menderita diare akut menunjukkan bahwa pemberian
L-isoleucine-supplemented ORL dapat meningkatkan konsistensi dan
mengurangi pengeluaran feses. Penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian (Gutiérrez et al. 2007) yang menyimpulkan bahwa
pemberian L-glutamine-containing Glucose-free ORS pada anak-anak
diare tidak memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan
dengan ORS yang direkomendasikan WHO.
b. Pemberian zinc

18
Pemberian ORS akan lebih baik lagi hasilnya jika diberikan
bersamaan dengan pemberian zinc (Fischer Walker et al. 2009;
Mazumder et al. 2010). Telah banyak bukti kuat bahwa pengobatan
zinc bermanfaat pada anak dengan diare akut dan persisten. Zinc
adalah intervensi efektif yang dapat menurunkan morbiditas terkait
diare dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Zinc
direkomendasikan untuk digunakan pada semua anak usia 46 bulan
dengan diare akut atau persisten (Gray 2008). Menurut penelitian
(Larson et al. 2010), suplemen zinc yang diberikan setelah pengobatan
memberikan tambahan pencegahan diare akut pada anak serta
menambah manfaat kepada anak-anak pada anak usia dini. Pada
penelitian (Walker & Black 2010), zinc untuk pengobatan diare
diperkirakan menurunkan angka kematian diare sebesar 23%, zinc
merupakan terapi yang efektif untuk diare dan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian diare ketika digunakan dan
ditingkatkan di negara-negara berpenghasilan rendah. Penelitian
(Akhter & Larson 2010) mengungkapkan bahwa permintaan yang
tinggi untuk zinc dalam manajemen diare anak-anak di masyarakat
pedesaan di Bangladesh. Komunikasi yang baik sebaiknya ditujukan
untuk masyarakat miskin dan kurang berpendidikan agar dapat
bermanfaat untuk mencapai penggunaan zinc yang lebih adil sebagai
bagian dari pengobatan standar dengan larutan rehidrasi oral dalam
manajemen diare anak. Untuk itu, seperti hasil penelitian (Otieno et al.
2013), promosi aktif pengobatan zinc di klinik dan komunitas di
Afrika akan menyebabkan pengetahuan, penerimaan, dan permintaan
terhadap zinc.
c. Pengobatan dietetik dan pemberian asi,
Diet pada anak dengan diare juga perlu diperhatikan. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Rabbani et al. 2010), diketahui bahwa diet
suplemen pisang hijau mempercepat pemulihan diare akut maupun
berkepanjangan pada anak di daerah pedesaan Bangladesh. Tingkat
pemulihan anak-anak dengan diare akut yang menerima pisang hijau

19
yang secara signifikan terlihat pada hari ke-3 dan ke-7. Contoh lain
adalah pada penelitian (Alam et al. 2005) yang menyatakan bahwa
bahwa diet dengan daging ayam dapat meningkatkan pemulihan anak-
anak dengan diare.
d. Pengobatan kausal dan simtomatik
Dalam manajemen diare, diperlukan juga dilakukan pengobatan
berdasar penyebab dan tanda-tanda yang muncul. Sebagai contoh
adalah hasil penelitian (Erdeve et al. 2005), tingkat tertinggi dari diare
terkait antibiotik adalah pada anak-anak yang diobati dengan
sulbactam-ampicillin (SAM) dan yang di bawah usia enam tahun,
Erdeve menyarankan penggunaan S. boulardii pada dosis 250 mg /
hari sebagai tambahan untuk SAM - terutama pada kelompok anak
usia dibawah 6 tahun untuk pencegahan diare akibat antibiotik.
Akan tetapi juga perlu diperhatikan adanya resiko resiten pada
anak dalam pemberian antibiotik. Seperti pada penelitian (Sang et al.
2012) yang menemukan bahwa prevalensi tertinggi resistensi
antimikroba diare adalah pada ampisilin diikuti oleh trimetoprim /
sulfametoksazol dan tetrasiklin. Meskipun masih pada tingkat rendah,
perhatian utama dari temuan penelitian ini adalah munculnya
resistansi patogen enterik pada kuinolon (siprofloksasin, asam
nalidiksat, norfloksasin) dan gentamisin. Program pengembangan
profesional lanjutan untuk dokter dan kesehatan lain pada peresepan
akan membantu dalam mengurangi praktek resep tidak rasional
(Access 2012).

3. Malaria
Penatalaksanaan malaria menurut hasil literature review adalah dengan:
a. Modifikasi Lingkungan
Lingkungan sangat mendukung adanya terjadi malaria. Menurut
penelitian (Stefani et al. 2011), insiden P. falciparum malaria pada
anak-anak sangat berkorelasi dengan proporsi tanah pelataran, tanah
di bawah vegetasi yang tinggi dan hutan primer, tanah lapang dan
jumlah rumah yang dihuni. Untuk itu dapat dilakukan pemakaian
kelambu dan menutup pintu seperti yang didukung jurnal penelitian

20
West et al. (2014); Chanda et al. (2014) dan Bayoh et al. (2014) yang
memiliki hasil serupa bahwa penggunaan kelambu dan menutup pintu
dapat menurunkan angka kejadian malaria. Dalam hasil penelitian
Samadoulougou et al. (2014) dan Eibach et al. (2013), diketahui
bahwa penggunaan metode rapid diagnostic tests (RDTs) dirasa
cukup penting dalam mengurangi kejadian malaria.
b. Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan
Sesuai penelitian (Hasegawa et al. 2013), kualitas layanan petugas
kesehatan khusus malaria dan pengalaman yang panjang merupakan
penentu penting dari pemanfaatan layanan kesehatan anak dan
pengetahuan mereka tentang manajemen malaria. Pengasuh/orang tua
mencari dukungan petugas kesehatan khusus malaria untuk penyakit
anak-anak bahkan jika mereka menyediakan layanan kontrol hanya
malaria. Pengoabatan awal malaria dapat menggunakan artemisinin.
Namun beberapa penelitian mengungkapkan adanya resistensi
terhadap artemisinin. Seperti penelitian (Rosanas-urgell et al. 2014)
yang menyatakan bahwa beberpa orang yang kembali dari Angola ke
Vietnam mengalami resistensi terhadap artemisinin. Hasil penelitian
(Ashley et al. 2014) menyatakan bahwa asia bagian selatan sudah
mengalamai resistensi terhadap artemisinin, sehingga harus dilakukan
dilakukan dosis kombinasi. Selain dari rekomendasi WHO, dosis
kombinasi tersebut juga didukung oleh penelitian Onyamboko et al.
(2014) di kongo yang menyatakan bahwa dosis kombinasi yang dapat
digunakan adalah dihydroartemisinin-piperaquine. Meskipun

B. Implikasi Penanganan Penyakit Akut Pada Anak


Penyakit akut dapat didefinisikan sebagai penyakit dengan durasi
pendek sampai dengan 6 bulan dengan gejala penyakit mulai dari ringan
hingga cukup berat sehingga membatasi aktivitas atau memerlukan
pertolongan medis. Penyakit pernapasan terjadi kira-kira 50% dari semua
kondisi akut, kira-kira 11% disebabkan oleh infeksi dan penyakit parasit dan
15 % disebabkan oleh cedera (Pless dan Pless, 1997 dalam Wong, 2008).

21
Kebanyakan anak pernah mengalami sakit saat masa kanak-kanak.
Anak-anak tidak dapat memutuskan dan merawat diri secara mandiri saat
sakit, oleh karena itu diperlukan peran peran orang tua sebagai orang terdekat
dan memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesehatan, dan keselamatan
anak.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang dekat dengan klien berperan
dalam menciptakan kesehatan klien:
1. Perawat sebagai edukator
Perawat memainkan peranan penting dalam meningkatkan asuhan
keperawatan anak salah satunya melalui upaya promosi kesehatan.
Kemajuan dalam penurunan morbiditas dan mortalitas di masa kanak-
kanak lebih bergantung dari peran pemahaman orang tua mengenai tipe
penyakit pada periode masa kanak-kanak dan pengenalan gejala yang
memerlukan pengobatan daripada penemuan antibiotik.
Promosi kesehatan dilakukan baik kepada orang tua ataupun anak
mengenai tipe penyakit di masa kanak-kanak, pengenalan gejala yang
memerlukan pengobatan, perawatan sederhana dan juga pencegahan
berulangnya penyakit. Promosi kesehatan sangat penting bagi penyakit
akut yang bersifat self limiting disease, sehingga kepanikan orang tua
tidak membuat anak menjadi korban antibiotik yang tidak diperlukan.
Tetapi bukan berarti membiarkan dan menyepelakan, perawat perlu
menginformasikan pentingnya observasi pada anak dan pengenalan gejala
yang memerlukan tindak lanjut pengobatan (Jones,et al.2010). Perawat
sebagai edukator memainkan peranan penting dalam pencegahan penyakit
akut. Hal yang perlu diinformasikan mengenai tindakan preventif
meliputi pencegahan terjadinya penyakit akut dengan meminimalkan
kontak dengan penderita untuk penyakit menular, mengkonsumsi
makanan seimbang untuk memperkuat daya tahan tubuh dan
pengendalian infeksi seperti mengajarkan cara dan waktu cuci tangan.
Perawat juga perlu menginformasikan kepada orang tua tentang
modifikasi lingkungan khususnya bagi penyakit akut yang disebabkan
oleh insektisida seperti malaria, penyakit dengan perantara udara atau

22
bakteri yang menyenangi suhu lingkungan tertentu seperti pneumonia.
Penelitian yang dikemukakan oleh Yuwono menyatakan bahwa ada
hubungan jenis lantai, dinding terhadap kejadian pneumonia Selain faktor
fisik bangunan rumah, kepadatan rumah juga mempengaruhi kejadian
pneumonia pada balita. Centers for Disease Control and Prevention
Amerika Serikat menjelaskan tentang manajemen penatalaksanaan diare
akut yakni dengan rehidrasi oral, pemeliharaan dan terapi nutrisi. Perawat
dapat memberikan edukasi kepada orang tua jika anak mengalami diare
untuk segera memberikan rehidrasi oral supaya tidak terjadi dehidrasi dan
berdampak fatal. Nutrisi yang diberikan pada anak dengan diare adalah
bertahap mulai dari yang halus dan meminimalkan makanan yang memicu
peningkatan kerja peristaltik. Selain itu perawat juga berperan dalam
memberikan edukasi mengenai imunisasi sebagai bentuk pencegahan
penyakit. Seperti yang dijelaskan Wijesinghe dkk, 2010 ACCD (Advisory
Committee on Communicable Diseases) Srilanka menyebutkan program
imunisasi dengan strategi baru sebagai bentuk pencegahan terhadap
penyakit menular. Perawat perlu mensosialisasikan pentingnya imunisasi
pada anak.
2. Perawat sebagai care giver
AACD juga mengemukakan saran untuk merevisi dan menekankan
SOP, pedoman dan handbook terkait kontrol penyakit menular.
Berdasarkan hal tersebut berarti sebagai perawat pelaksana hendaknya
selalu update dengan manual prosedur atau SOP penanganan penyakit
menular sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan mandiri atau
kolaborasi dengan baik dan benar. Perawat juga harus berupaya
membekali diri dengan pemahaman dan ketrampilan terkait suatu
penyakit sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat. Perawat
praktisi harus mampu melakukan screening terkait gangguan kesehatan
akut. Selain itu dalam memberikan serangkaian asuhan keperawatan,
perawat juga harus berpegang pada prinsip atraumatic care. Pola
komunikasi yang dijalin dengan anak hendaknya mengikuti
perkembangan anak dan menghindarkan anak menjadi takut atau cemas.

23
Untuk memfasilitasinya perawat dapat melibatkan orang tua atau keluarga
terdekat serta mainan yang disukai.
Keterlibatan orang tua dalam manajemen penanganan penyakit
akut pada anak sesuai dengan filosofi keperawatan anak yakni family
center care. Asuhan keperawatan berfokus pada keluarga menunjukkan
bahwa keluarga bersifat konstan dalam hidup anak.Sistem pelayanan
kesehatan dan setiap personel harus mendukung, menghargai, mendorong
dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga melalui
pemberdayaan keluarga dan pemberian bantuan efektif. Keluarga
didukung dalam peran pemberian perawatan secara alami dan peran
pembuatan keputusan dengan membangun kekuatan unik mereka sebagai
individu dan keluarga. Keluarga didorong dapat mengembangakan dengan
cara mereka sendiri dalam perawatan di rumah atau komunitas. Terdapat
dua konsep dasar dalam asuhan keperawatan anak berpusat pada keluarga
(family center care) yakni memampukan dan memberdayakan. Upaya
memampukan keluarga dilakukan dengan menciptakan kesempatan dan
cara bagi semua anggota keluarga untuk menunjukkan kemampuan dan
kompetensi baru yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga. Sedangkan memberdayakan berarti upaya menggambarkan
interaksi profesional dengan keluarga dalam cara tertentu sehingga
keluarga mempertahankan atau mendapat kontrol atas kehidupan mereka
sendiri dan membuat perubahan positif yang dihasilkan dari perilaku
membantu dengan mengembangkan kekuatan, kemampuan dan tindakan
mereka sendiri. Asuhan keperawatan berpusat pada keluarga perlu
memandang keluarga sebagai pusat pelayanan, menjadikan input mereka
sebagai faktor penentu utama intervensi yang diberikan. Keluarga
dilibatkan dalam proses keperawatan muai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi. Karakteristik anak yang sulit beradaptasi serta adanya stranger
anxiety membuat anak kurang kooperatif dalam proses pemberian asuhan
keperawatan oleh karena itu akan lebih mudah jika melibatkan orang tua
dengan menerapkan prinsip family center care (Wong, 2008).
c. Perawat sebagai peneliti

24
Perawat dapat melakukan penelitian mengenai evidence data anak
yang menderita penyakit akut untuk bisa memantau data epidemiologi.
Selain itu juga dapat melakukan penelitian mengenai intervensi yang
dapat digunakan untuk mengelola anak sebagai klien pada pasien akut.

C. Aspek Asuhan Keperawatan Penyakit Akut Berdasarkan NANDA, NIC,


NOC
Penatalaksanaan penyakit akut pada anak sesuai teori, juga terdapat dalam
NANDA, NOC, dan NIC sebagai panduan pemberian pelayanan
keperawatan. Penatalaksanaan pneumonia setingkat RSUD salah satunya
adalah dengan menangani wheezing, batuk, dan problem pada tenggorokan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan gangguan
pneumonia adalah Gangguan pertukaran gas, Ketidakefektifan bersihan jalan
napas, dan ketidakefektifan pola nafas. Penanganan keperawatan pada kasus
anak dengan penumonia sesuai dengan diagnosa keperawatan dan tujuan
intervensi keperawatan maka pemberian intervensi yang akan dilakukan
adalah dengan Mechanical ventilation management : pneumonia prevention,
airway management: airway suctioning, Oksigen terapy, Cough management
dan Chest physiotherapy.
Beberapa penatalaksanaan diare yang sudah ada adalah pemberian cairan
atau rehidrasi, pemberian Zinc, pengobatan dietetik dan pemberian ASI,
pengobatan kausal, pengobatan simtomatik. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus diare pada anak masuk kedalam domain
eliminasi dan pertukaran yaitu gastrointestinal dan diare, domain nutrisi:
resiko ketidakseimbangan elektrolit dan kekurangan volume cairan, domain
aktivitas/istirahat: keseimbangan energi dan kelitihan, domain
keamanan/perlindungan: kerusakan integritas kulit. Penanganan keperawatan
pada anak dengan kasus diare antara lain masuk ke dalam domain
physiological : Basic. Kelas : Elimination management : Bowel Management
dan Diarrhea Management, domain 2 :physiological : complex. Kelas :
electrolyte and Acid Base Management: fluid/electrolyte management,
electrolyte management. kelas: skin/wound management : skin care.

25
Penatalaksaan anak dengan kasus malaria yang sudah ada antara lain
modifikasi lingkungan dan pengobatan. Penangan keperawatan pada anak
dengan kasus malaria pun beberapa diantara merupakan pengobatan dalam
diagnosa keperwatan hipertermi. Diagnosa keperwatan yang mungkin muncul
lainya adalah gangguan rasa nyaman, gangguan pertukaran gas, kekurangan
volume cairan, dan keletihan. Penanganan keperawatanya antara lain masuk
ke dalan domain physiological fever treatment (pengobatan), electrolyte
management, Airway suctioning, Oksigen terapy, Cough encement, Chest
physiotherapy, Energy management.

Tabel. Aspek Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NOC, NIC


Pneumonia
NANDA NOC NIC
1. Domain eliminasi dan 1. Domain : Physiologic Domain physiological
pertukaran gas. health complex kelas respiratory
Gangguan pertukaran Fluid & management
gas electrolytes 1. Mechanical
1. Domain Keamanaan
:Electrolyte balance, ventilation
dan perlindungan.
Fluid balance, management :
Ketidakefektifan
hydration pneumonia
bersihan jalan napas.
2. Domain : functional prevention.
2. Domain
2. Airway
health
aktivitas/istirahat
management :
Energy maintenance:
ketidakefektifan pola 3. Airway suctioning
Fatigue level, Energy 4. Oksigen terapy
nafas
5. Cough encement
conservation
6. Chest
1. Domain physiologic
physiotherapy
health Kelas
metabolic regulation :
vital sign,
thermoregulation
2. Domain Physiologic
Health kelas

26
Cardiopulmonary :
Respiratory status,
respiratory status :
gas exchange,
respiratory status :
ventilation.
3. Domain : health
knowledge &
nehavior : Kelas :
health management :
self-management :
acute illness
Diare
1. Domain eliminasi dan 1. Domain : functional 1. Domain Physiological :
pertukaran. Kelas 2 : health Basic. Kelas :
fungsi gastrointestinal, Energy Elimination
diare aintenance:Fatigue management : Bowel
2. Domain Nutrisi. Kelas
level, Energy Management, Diarrhea
5 : hidrasi. Resiko
conservation Management
ketidakseimbangan 1. Domain 2
2. Domain : Physiologic
elektrolit, Kekurangan :physiological :
health
volume cairan. complex. Kelas :
Elimination : Bowel
3. Domain
electrolyte and Acid
elimination. Tissue
aktivitas/istirahat.
Base Management:
integrity : Tissue
Kelas 3: keseimbangan
fluid/electrolyte
integrity : skin &
energi, Keletihan.
management,
4. Domain Mucous Membranes.
electrolyte
keamanan/perlindunga Fluid &
management. kelas:
n. Kelas 2 : kerusakan electrolytes
skin/wound
integritas kulit :Electrolyte balance,
management : skin care
Fluid balance,
hydration
Malaria

27
1. Domain Keamanan 1. Domain : Physiologic 1. Domain Physiological
Dan Perlindungan ; health : Basic. Kelas :
kelas termoregulasi : Fluid & electrolyte and Acid
hipertermia. electrolytes Base anagement:
2. Domain :
:Electrolyte balance, fluid/electrolyte
kenyamanan : kelas
Fluid management :
kenyamanan fisik:
balance,hydration. electrolyte
gangguan rasa nyaman
2. Domain : functional management.
3. Domain ; eliminasi dan
2. Domain physiological
health
pertukaran : kelas
complex kelas
Energy maintenance:
fungsi pernapasan :
respiratory
Fatigue level, Energy
gangguan pertukaran
management. Kelas
conservation.
gas
Mechanical
4. Domain Nutrisi. Kelas 2. Domain physiologic
ventilation
5 : hidrasi. Resiko health
management : Airway
ketidakseimbangan Kelas metabolic
management : Airway
elektrolit. Kekurangan regulation : vital sign,
suctioning, Oksigen
volume cairan. thermoregulation.
5. Domain terapy, Cough
3. Domain Physiologic
aktivitas/istirahat. encement, Chest
Health kelas
Kelas 3: keseimbangan physiotherapy.
Cardiopulmonary.
3. Domain :
energi. Keletihan.
Respiratory status,
physiological :
respiratory status :
complex. Kelas:
gas exchange,
thermoregulation :
respiratory status :
fever treatment
ventilation. 4. Domain :
4. Domain : health
physiological basic :
knowledge &
Kelas activity &
nehavior : Kelas :
exercise : Energy
health management :
management
self-management :
acute illness

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit akut adalah merupakan suatu penyakit yang durasi pendek.
Penyakit ini dapat merupakan penyakit yang ringan atau mungkin serius.
Penyakit akut ringan termasuk beberapa masalah yang paling umum
ditemukan dalam praktik umum, seperti infeksi saluran pernapasan atas atau
ruam kulit. Penyakit akut Mayor dapat hadir sebagai eksaserbasi akut dari
penyakit kronis yang mendasarinya, seperti infark miokard atau koma
diabetes, atau tiba-tiba kondisi yang tidak didiagnosis sebelumnya, seperti
epilepsi atau stroke atau masalah emosional atau psikologis akut. Tiga
penyakit akut pada anak yang tertinggi adalah pneumonia, diare dan malaria.
Strategi penatalaksanaan pada pneumonia diantaranya pemberian diet
makanan dan cairan serta medikasi. Penatalaksanaan pada anak dengan kasus
diare diantaranya adalah dengan pemberian cairan atau rehidrasi, pemberian
zinc, pengaturan nutrisi dan pemberian ASI, pengobatan kausal serta
pengobatan simtomatik. Untuk penatalaksanaan kasus malaria yaitu dengan
modifikasi lingkungan dan pengobatan.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Petugas Kesehatan
Disarankan bagi petugas kesehatan khususnya perawat untuk
senantiasa melakukan dan meningkatkan manajemen penyakit akut
khususnya pneumonia, diare dan malaria pada anak.

29
2. Institusi Pendidikan
Disarankan bagi institusi pendidikan kesehatan khususnya institusi
pendidikan keperawatan untuk menyelenggarakan pendidikan yang
memberikan perhatian pada manajemen penyakit akut khususnya pneumonia,
diare dan malaria. Institusi pendidikan juga disarankan untuk memberikan
dukungan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan
manajemen penyakit akut melalui penelitian guna meningkatkan ilmu
pengetahuan.

3. Mahasiswa Keperawatan
Disarankan bagi mahasiswa keperawatan untuk senantiasa
meningkatkan ilmu pengetahuan serta berpartisipasi aktif dalam penelitian
manajemen penyakit akut, khususnya pneumonia, diare dan malarian
khususnya pada anak.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, Y., Ismaeel, Khalid, A. J., Khaja, A., & H.H, A. (2007).
Management of Acute Diarrhoea in Primary Care in Bahrain: Self-
reported Practice of Doctors. J HEALTH POPULL NUTR, 2, 206-211.

Access, O., 2012. Antibiotic prescribing practice in management of cough and/or


diarrhoea in Moshi Municipality, Northern Tanzania: cross-sectional
descriptive study. , 8688, pp.1–8.

Akhter, S. & Larson, C.P., 2010. Willingness to pay for zinc treatment of
childhood diarrhoea in a rural population of Bangladesh. Health policy and
planning, 25(3), pp.230–6. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19955094 [Accessed September 14,
2014].

Alam, N.H. et al., 2005. Partially hydrolysed guar gum supplemented comminuted
chicken diet in persistent diarrhoea: a randomised controlled trial. Archives
of disease in childhood, 90(2), pp.195–9. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1720249&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed September
14, 2014].

Alam, N.H. et al., 2011. L-isoleucine-supplemented oral rehydration solution in


the treatment of acute diarrhoea in children: a randomized controlled trial.
Journal of health, population, and nutrition, 29(3), pp.183–90. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3131118&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.

Al-Gallas, N., Bahri, O., Bouratbeen, A., Haasen, A. B., & Aissa, R. B. (2007).
Etiology of Acute Diarrhea in Children and Adults in Tunis, Tunisia, with
Emphasis on Diarrheagenic Escherichia coli: Prevalence, Phenotyping and
Molecular Epidemiology. The American Society Journal of Tropical
Medicine and Hygiene, 77(3).

Ashley, E. a. et al., 2014. Spread of Artemisinin Resistance in Plasmodium


falciparum Malaria. New England Journal of Medicine, 371(5), pp.411–423.
Available at: http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMoa1314981
[Accessed July 31, 2014].

Ayieko, Philip, & English, Mike. 2007. Case Management of Childhood


Pneumonia in Developing Countries. Pediatr Infect Dis J. 2007 May ;
26(5): 432–440. doi:10.1097/01.inf.0000260107.79355.7d
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2654069/pdf/ukmss-
4153.pdf, diunduh pada 9 september 2014

31
Bayoh, M.N. et al., 2014. Persistently high estimates of late night, indoor
exposure to malaria vectors despite high coverage of insecticide treated nets.
Parasites & vectors, 7(1), p.380. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25141761.

Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik.Jakarta. EGC.

Bolousaz, M. R, 2013. Epidemiology of Lower Respiratory Tract Infections in


Children. http://adln.lib.unair.ac.id. http://www.comprped.com

Boonstra, E., Lindbaek, M., & Ngome, E. (2005). Adherence to management


guidelines in acute respiratory infections and diarrhoea in children under 5
years old in primary health care in Botswana. International Journal for
Quality in Health Care, 17(3), 221-227.

Buffet, P.A., et al. (2011). The Pathogenesis of Plasmodium falciparum malaria in


humans: insight splenic physiology. The American Society of
Hematology, 117(2); 381-392. Retrieved on 13 September 2014 from doi
10.1182/blood-2010-04-202911.

Chanda, E. et al., 2014. Lessons from the field Scale-up of a programme for
malaria vector control using long-lasting insecticide-treated nets : lessons
from South Sudan. , (November 2013), pp.290–296.

Depkes RI. (2008). Profil kesehatan Indonesia 2007. Depkes RI

Eibach, D. et al., 2013. Evaluation of the malaria rapid diagnostic test VIKIA
malaria Ag Pf/PanTM in endemic and non-endemic settings. Malaria journal,
12, p.188. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3684529&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed August 27,
2014].

Elliot, E. J., & Dalby-Payne, J. R. (2004). Acute infectious diarrhoea dehydration


in children. MJA PRACTICE ESSENTIALS - PAEDIATRICS, 181(10),
565-570.

Erdeve, O. et al., 2005. Saccharomyces boulardii and antibiotic-associated


diarrhoea in children. Alimentary pharmacology & therapeutics, 21(12),
pp.1508–9; author reply 1509. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15948821 [Accessed September 14,
2014].

Fischer Walker, C.L. et al., 2009. Zinc and low osmolarity ORS for diarrhoea: a
renewed call to action. Bulletin of the World Health Organization, 87(10),
pp.780–786. Available at: http://www.who.int/bulletin/volumes/87/10/08-
058990.pdf [Accessed September 14, 2014].

32
Gray, D., 2008. Oral zinc for treating diarrhoea in children. International journal
of epidemiology, 37(5), pp.939–40. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18725357 [Accessed September 14,
2014].

Gutiérrez, C. et al., 2007. Does an L-glutamine-containing, glucose-free, oral


rehydration solution reduce stool output and time to rehydrate in children
with acute diarrhoea? A double-blind randomized clinical trial. Journal of
health, population, and nutrition, 25(3), pp.278–84. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2754026&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.

Hasegawa, A. et al., 2013. Integrating child health services into malaria control
services of village malaria workers in remote Cambodia: service utilization
and knowledge of malaria management of caregivers. Malaria journal,
12(1), p.292. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3765305&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed August 8,
2014].

Hidayat.(2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1.Jakarta: Salemba Medika


.
Jones, R., White, P., Armstrong, D., Asworth, M., & Peters, M. (2010). Managing
acute illness. The King's Found: Department of Primary Care and Public
Health Science King's College London.

Kelley, L.K., & Allen, P.J. 2007. Managing acute cough in children: evidence-
based guidelines. Pediatric Nurs. 2007 Nov-Dec;33(6):515-24.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18196716, diunduh pada 4 sept
2014

Kemenkes, RI. 2013. Kasus Malaria di Indonesia masih tinggi


http://m.voaindonesia.com/a/kasus-malaria-di-indonesia-masih-
tinggi/1648507.html

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Koletzko, S., & Osterrieder, S. (2009). Acute infectious diarrhea in children.


[Review]. Dtsch Arztebl Int, 106(33), 539-547; quiz 548. doi:
10.3238/arztebl.2009.0539

Lamberti, L. M., Walker, C. L., Chan, K. Y., Jian, W. Y., & Black, R. E. (2013).
Oral zinc supplementation for the treatment of acute diarrhea in children: a
systematic review and meta-analysis. [Meta-Analysis Research Support,
Non-U.S. Gov't Review]. Nutrients, 5(11), 4715-4740. doi:
10.3390/nu5114715

33
Larson, C.P. et al., 2010. The added benefit of zinc supplementation after zinc
treatment of acute childhood diarrhoea: a randomized, double-blind field
trial. Tropical medicine & international health : TM & IH, 15(6), pp.754–61.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20374562 [Accessed
August 27, 2014].

Marcdante, K., & Kliegman, R. M. (2014). Nelson Essentials of Pediatrics: With


STUDENT CONSULT Online Access. Elsevier Health Sciences.

Mazumder, S. et al., 2010. Effectiveness of zinc supplementation plus oral


rehydration salts for diarrhoea in infants aged less than 6 months in Haryana
state, India. Bulletin of the World Health Organization, 88(10), pp.754–60.
Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2947049&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed August 27,
2014].

McLennan, J. D. (2001). Home Management of Childhood Diarrhoea in a Poor


Periurban Community in Dominican Repubic. J HEALTH POPULL
NUTR, 3, 245-254.

Munos, M.K., Walker, C.L.F. & Black, R.E., 2010. The effect of oral rehydration
solution and recommended home fluids on diarrhoea mortality. International
journal of epidemiology, 39 Suppl 1, pp.i75–87. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2845864&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed August 17,
2014].

Ngastiah.(2005). Perawatan anak sakit.Jakarta: EGC

Onyamboko, M. a et al., 2014. Randomized Comparison of the Efficacies and


Tolerabilities of Three Artemisinin-Based Combination Treatments for
Children with Acute Plasmodium falciparum Malaria in the Democratic
Republic of the Congo. Antimicrobial agents and chemotherapy, 58(9),
pp.5528–36. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25001306
[Accessed September 14, 2014].

Organisation, W. G. (2012). Acute diarrhea in adults and children a global


perspective:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/Acute
%20Diarrhea_long_FINAL_120604.pdf.

Otieno, G. a et al., 2013. Caretakers’ perception towards using zinc to treat


childhood diarrhoea in rural western Kenya. Journal of health, population,
and nutrition, 31(3), pp.321–9. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3805881&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.

34
Rabbani, G.H. et al., 2010. Green banana-supplemented diet in the home
management of acute and prolonged diarrhoea in children: a community-
based trial in rural Bangladesh. Tropical medicine & international health :
TM & IH, 15(10), pp.1132–9. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20831671 [Accessed September 14,
2014].

Rathaur, V. K., Pathania, M., Jayara, A., & Yadav, N. (2014). Clinical Study of
Acute Childhood Diarrhoea Caused by Bacterial Enteropathogens.
Journal of clinal and Diagnostic Research, 8(5), 1-5. doi:
10.7860/JCDR/2014/6677.4319
Razak, N. (2013). Sekitar 150.000 anak Indonesia meninggal pada tahun 2012
[internet], UNICEF Indonesia. Available from:
<http://www.unicef.org/indonesia/id/media_21393.html> [Accessed 12
September 2014].

Rosanas-urgell, A. et al., 2014. Severe Malaria Not Responsive to Artemisinin


Derivatives in Man Returning from Angola to Vietnam. Emerging Infectious
Diseases, 20(7), pp.20–23.

S.A. Qazi,1 G.N. Rehman,' & M.A. Khan2. 1996. Standard management of acute
respiratoryinfections in a children's hospital in Pakistan: impact on
antibiotic use and case fatality* Bulletin of the World Health
Organization, 1996, 74 (5): 501-507.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2486861/pdf/bullwho0040
3-0052.pdf, diunduh pada 4 september 2014

Samadoulougou, S. et al., 2014. Paracheck® rapid diagnostic test for detecting


malaria infection in under five children: a population-based survey in
Burkina Faso. Malaria journal, 13, p.101. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3995324&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed September
14, 2014].

Sang, W.K., Oundo, V. & Schnabel, D., 2012. Original Article Prevalence and
antibiotic resistance of bacterial pathogens isolated from childhood diarrhoea
in four provinces of Kenya. J Infect Dev Ctries.

Simoes, et al. 2006.Acute Respiratory Infections in Children.Disease Control


Priorities in Developing
Countries.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/pdf/ch25.pdf,
diunduh pada 4 september 2014

Stefani, A. et al., 2011. Studying relationships between environment and malaria


incidence in Camopi (French Guiana) through the objective selection of
buffer-based landscape characterisations. International journal of health

35
geographics, 10(1), p.65. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3286409&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed September
14, 2014].

Suraatmaja.(2007). Gastroenterologi anak.Jakarta: Sagung Seto

Tatura SN. 2010. Manifestasi klinis malaria. Dalam: L.Bidasari, Ali M, Yanni GN,
penyunting. Kumpulan naskah lengkap PIT I. Medan: USU press,. h.258-
62

Thielman, N. M., & Guerrant, R. L. (2004). Acute Infectious Diarrhea. The NEW
ENGLAND JOURNAL of MEDICINE, 350(1), 38-47.

UNICEF and WHO. 2011. Child Info : Monitoring The Sitiation of Children and
Women. Geneva. http://www. childinfo.org/files/diarrhoea_hires.pdf

Walker, C.L.F. & Black, R.E., 2010. Zinc for the treatment of diarrhoea: effect on
diarrhoea morbidity, mortality and incidence of future episodes.
International journal of epidemiology, 39 Suppl 1, pp.i63–9. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2845862&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed August 22,
2014].

Wardah, F. (2013).Kasus Malaria di Indonesia Masih Tinggi [internet], Voice of


Indonesia. Available from: <http://www.voaindonesia.com/content/kasus-
malaria-di-indonesia-masih-tinggi/1648507.html> [Accessed 12
September 2014].

West, P. a et al., 2014. Indoor residual spraying in combination with insecticide-


treated nets compared to insecticide-treated nets alone for protection against
malaria: a cluster randomised trial in Tanzania. PLoS medicine, 11(4),
p.e1001630. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3988001&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed September
14, 2014].

WHO Indonesia. (2008). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit


Rujukan Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.

WHO. (2013). Ending preventable deaths from pneumonia and diarrhoea by


2025. Diunduh pada tanggal 13 September 2014:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/news_events/news/2013/ga
ppd_launch/en/

36
WHO. (2013). World Malaria Report.
http://www.who.int/malaria/publications/world_malaria_report/en/

WHO. 1993. The Management of Fever in Young Children with Acute Respiratory
Infections in Developing Countries.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/58266/1/WHO_ARI_93.30.pdf?
ua=1, diunduh pada 4 september 2014

WHO.(2013). World Malaria Report 2013. Available from <www.who.int>


[Accessed 13 September 2014]

WHO.(2014). Malaria [internet], Fact sheet. Available from:


<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/> [Accessed 13
September 2014]

Wijesinghe, et al. 2010. Participatory decision-making through the Advisory


Committee on Communicable Diseases: The Sri Lankan experience.
Vaccine 285 (2010) A96-A103

Wong, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1. EGC: Jakarta

Yuwono T A. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan


dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kawunganten Kabupaten Cilacap. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang

37

Anda mungkin juga menyukai

  • CV Nur Hasanah
    CV Nur Hasanah
    Dokumen1 halaman
    CV Nur Hasanah
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Antipsikotik Fix
    Antipsikotik Fix
    Dokumen27 halaman
    Antipsikotik Fix
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Biofar
    Presentasi Biofar
    Dokumen14 halaman
    Presentasi Biofar
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Antipsikotik
    Antipsikotik
    Dokumen39 halaman
    Antipsikotik
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Infus
    Infus
    Dokumen80 halaman
    Infus
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Steril
    Steril
    Dokumen12 halaman
    Steril
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Steril
    Steril
    Dokumen12 halaman
    Steril
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat
  • Injeksi Phenobarbital Revisi
    Injeksi Phenobarbital Revisi
    Dokumen35 halaman
    Injeksi Phenobarbital Revisi
    arfianti wionita
    Belum ada peringkat